• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA Batasan Wilayah Pesisir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA Batasan Wilayah Pesisir"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batasan Wilayah Pesisir

Wilayah Pesisir secara ekologis adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, darat mencakup daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan sedangkan ke arah laut meliputi perairan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah dan kegiatan manusia di daratan (Beatly 1994; Dahuri et al. 1996; Clark 1996).

Di dalam Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir (2001), pendefenisian wilayah pesisir dilakukan atas tiga pendekatan, yaitu pendekatan ekologis, pendekatan administratif dan pendekatan perencanaan. Dilihat dari aspek ekologis, wilayah pesisir adalah wilayah yang dipengaruhi oleh proses-proses laut, seperti pasang surut dan kearah laut dipengaruhi oleh proses-proses-proses-proses daratan seperti sedimentasi. Dari aspek administratif, wilayah pesisir adalah wilayah yang secara administratif pemerintahan mempunyai batasan terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten atau kota yang mempunyai hulu dan kearah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk propinsi atau sepertiga untuk kabupaten atau kota. Sedangkan apabila dilihat dari aspek perencanaan, wilayah pesisir adalah wilayah perencanaan pengeolaan difokuskan pada penanganan isu yang akan ditangani secara bertanggungjawab. Dengan demikian, wilayah pesisir adalah tempat berinteraksinya ekosistem darat dan laut, batasnya kearah darat mencakup administrasi suatu kecamatan, desa atau pantai dan kearah laut sejauh 12 mil dari garis pantai.

Di wilayah pesisir terdapat ekosistem yang terkait satu dengan lainnya. Ekosistem pesisir merupakan suatu unit tatanan interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan secara bersama-sama menjalankan fungsinya masing- masing pada suatu tempat atau habitat (Odum 1971). Selanjutnya dikatakan bahwa komponen hayati dan nirhayati secara fungsional hubungan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem. Apabila terjadi perubahan pada salah satu sistem dari kedua komponen tersebut, maka dapat mempengaruhi

(2)

keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya (Bengen 2002).

Salah satu bentuk keterkaitan antara ekosistem di wilayah pesisir dapat dilihat dari pergerakan air sungai, aliran limpasan (run-off), aliran air tanah (ground water) dengan berbagai materi yang terkandung di dalamnya (nutrient, sedimentasi dan bahan pencemar) yang kesemuanya akan bermuara ke perairan pesisir. Selain itu, pola pergerakan massa air ini juga akan berperan dalam perpindahan biota perairan (plankton, ikan, udang) dan bahan pencemar dari satu lokasi ke lokasi lainnya (Bengen 2004).

Secara prinsip, ekosistem pesisir mempunyai 4 (empat) fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai penyedia sumberdaya alam, penerima limbah, penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, dan penyedia jasa-jasa kenyamanan (Benge n 2001). Sedangkan menurut ( Dahuri et al. 1996), wilayah pesisir secara keseluruhan memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi manusia, sebagai berikut: 1. Penyedia sumberdaya alam hayati, seperti sumber pangan (protein) dan

sebagai obat-obatan untuk kesehatan.

2. Penyedia sumberdaya alam non hayati, yakni dapat menyediakan lapangan pekerjaan seperti kegiatan industri, pertambangan dan sebagainya.

3. Penyedia energi, dengan menggunakan gelombang pasang-surut dapat membangkitkan tenaga listrik.

4. Sarana transportasi, untuk membangun pelabuhan atau dermaga sebagai bongkar muat barang.

5. Rekreasi dan pariwisata, yakni didukung oleh pasir putih, terumbu karang dan sebagainya.

6. Pengatur iklim dan lingkungan hidup, laut berperan mengatur suhu udara dan iklim laut, menyerap CO2, menjaga lingkungan laut agar sirkulasi air dunia

terjamin sehingga daerah tropis air laut tidak terlalu panas dan sebaliknya daerah subtropis.

7. Penampung limbah, bentuk apapun limbah yang dibuang ketempat terakhirnya adalah muara sungai di laut.

(3)

8. Sumber plasma nutfah, yakni tempat hidupnya beraneka ragam biota dan plasma nutfah sehingga merupakan bagian kepentingan manusia.

9. Pemukiman, yaitu menyediakan tempat tinggal bagi masyarakat yang mempunyai kegiatan di pesisir.

10. Kawasan Industri, yakni digunakan untuk pembangunan industri sehingga memudahkan kegiatan ekspor dan impor barang.

11. Pertahanan dan keamanan, wilayah pesisir megelilingi pulau sehingga pulau merupakan wilayah pengaman dan pendukung kekuatan hankam.

Sebagai wilayah yang mempunyai karakteristik tersendiri, maka faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh di wilayah pesisir seperti angin, gelombang, pasang surut, arus, serta faktor fisik dan kimia lainnya lebih bervariasi dibandingkan dengan ekosistem yang terdapat di laut lepas maupun yang terdapat di perairan darat. Karakteristik hidro-oseanografi yang sangat dinamis ini menjadikan pengelolaan wilayah pesisir baik untuk kepentingan perikanan budidaya, konstruksi, pariwisata, serta kegiatan lainnya harus dikerjakan secara bijak dan hati-hati.

2.2. Ekologi Terumbu Karang

Pembentukan kerangka karang pada umumnya diinterpretasikan sebagai kenaikan massa kerangka kapur karang, di mana jaringan hidup hewan karang diliputi kerangka disusun oleh kalsium karbonat dalam bentuk aragonite (Kristal serat CaCO3) dan kalsit (bentuk kristal yang umum CaCO3) (Goreau et al. 1982).

Proses fotosintesis bagi zooxanthellae tergantung dari penetrasi radiasi matahari yang masuk ke dalam kolom air, maka kedalaman dan kejernihan air merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan terumbu dan koloni karang. Radiasi matahari yang cukup untuk mendukung proses fotosintesis zooxanthellae terumbu karang yang terjadi pada kedalaman tersebut dan kejernihan air terkait dengan kandungan sedimen alam perairan. Di satu sisi kandungan sedimen yang tinggi akan menghambat penetrasi radiasi matahari sehingga mengurangi jumlah radiasi yang diperlukan untuk proses fotosintesis, di sisi lain endapan sedimen di permukaan koloni karang menyebabkan karang

(4)

mengeluarkan banyak energi untuk membersihkan diri dari sedimen tersebut. Akibatnya karang kehilangan banyak energi, sementara proses fotosintesa untuk menghasilkan energi juga terhambat. Hal itulah yang menyebabkan karang terhambat pertumbuhannya (Nybakken 1992).

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang khas dikepulauan khususnya di wilayah tropis. Ekosistem ini terkenal dengan produktifitasnya yang tinggi karena proses daur ulang (siklus) unsur hara berlangsung sangat cepat di ekosistem ini. Ekosistem ini juga sangat penting bagi perairan disekitarnya mengingat banyak jenis ikan yang hidupnya bergantung dengan ekosistem ini walaupun ikan tersebut tidak menghabiskan waktunya hidup di terumbu karang.

Kualitas perairan terumbu karang sangat tergantung pada faktor fisika laut seperti arus, pasang surut, suhu, kecerahan, kedalaman perairan, sedimentasi dan unsur hara dalam perairan, juga tergantung pada faktor kimia seperti salinitas, CO2, O2, PH dan faktor biologis seperti predator, penyakit, makanan, reproduksi,

zooxanthellae (Sya’rani 1982). Menurut Edinger et al. (2000) kualitas perairan berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan karang seperti kecepatan arus, kedalaman, suhu, salinitas, kecerahan, phosphat, silikat, nitrat, nitrit, oksigen terlarut dan pH.

Jenis Terumbu Karang

Menurut bentuk dan letaknya, pertumbuhan ekosistem terumbu karang dikelompokkan menjadi tiga tipe terumbu karang (Nybakken 1988), yaitu :

1. Terumbu Karang Pantai (Fringing Reef)

Terumbu Karang ini berkembang dipantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu Karang ini tumbuh keatas dan kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat di bagian yang cukup arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhan yang kurang baik, bahkan banyak yang mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang dari darat.

2. Terumbu Karang Penghalang (Barrier Reef)

Terumbu Karang ini terletak agak jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu

(5)

(40-70 meter). Terumbu Karang ini berakar pada kedalaman yang melebihi kedalaman maksimum dimana karang batu pembentuk terumbu dapat hidup. Umumnya terumbu tipe ini memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar seakan-akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar.

3. Terumbu Karang Cincin (Atoll)

Terumbu Karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari suatu goba (Lagon). Menurut Kuenan (1950) dalam Sukarno (1983) kedalam rata-rata goba di dalam atol sekitar 45 meter, jarang sampai 100 meter. Terumbu karang ini juga bertumpu pada dasar laut yang dalamnya di luar batas kedalaman karang batu penyusun terumbu karang hidup

Berdasarkan pada tipe ekosistem terumbu karang diatas ditemukan tiga macam bentuk permukaan dasar, yaitu :

a. Bentuk permukaan dasar mendatar di tempat dangkal, yaitu daerah rataan terumbu (reef flat).

b. Bentuk permukaan dasar yang miring ke arah tempat yang lebih dalam dan landai atau curam, yaitu lereng terumbu (reef slope).

c. Bentuk permukaan dasar yang mendatar di tempat ya ngdalam, yaitu goba (lagoon floor) atau teras dasar (submarine terrace).

Pertumbuhan terumbu karang akan menjadi terhambat apabila daerah terumbu karang tersebut mengalami kerusakan. Faktor-faktor yang sangat dominan dalam kerusakan terumbu karang adalah faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan akibat faktor alam bagi terumbu karang terutama disebabkan oleh perusakan mekanik melalui badai tropis yang hebat sehingga koloni terumbu karang tersebut terangkat dari terumbu. Sedangkan kerusakan terbesar kedua adalah adanya fenomena El Nino dimana terjadi peningkatan suhu yang ekstrim sehingga terumbu karang tersebut mengalami proses bleaching.

2.3. Faktor-Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang

Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat berlindung, tempat pemijahan, tempat bermain dan asuhan bagi

(6)

berbagai biota karang. Ekosistem terumbu karang memliki berbagai macam biota karang yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang dan tiram mutiara (Dahuri et al. 1996). Fungsi optimum ini dapat tercapai apabila pertumbuhan terumbu karang dinamis. Menurut Nybakken (1988), pertumbuhan terumbu karang dibatasi oleh beberapa faktor, antara lain adalah :

1. Kedalaman

Kebanyakan terumbu karang dapat hidup antara kedalaman 0 – 25 m dari permukaan laut. Tidak ada terumbu yang dapat hidup dan berkembang pada perairan yang lebih dalam antara 50 – 70 m. Hal inilah yang menerangkan mengapa struktur terumbu terbatas hingga pinggiran benua-benua atau pulau-pulau. Namun secara umum karang tumbuh baik pada kedalaman kurang dari 20 m (Kinsman 1964). Walaupun Tidak sedikit species karang yang tidak mampu bertahan pada kedalaman hanya satu meter, karena kekeruhan air dan tingkat sedimentasi yang tinggi, seperti banyak terjadi di pantura (pantai utara) Pulau Jawa (Suharsono 2007)

2. Suhu (Temperatur)

Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran suhu antara 23 °C – 25°C. Tidak ada terumbu karang yang dapat berkembang pada suhu di bawah 18 °C. Suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi berkisar antara 36°C – 40°C. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang dimana upwelling disebabkan oleh pengaruh suhu. Upwelling sendiri menyediakan persediaan makanan yang bergizi bagi pertumbuhan terumbu karang.

3. Cahaya

Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena cahaya sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang terjadi didalam air adalah sebagai berikut :

cahaya

(7)

Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis akan berkurang dan kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3) serta membentuk terumbu

akan semakin berkurang. Titik kompensasi untuk karang yaitu kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang hingga 15% – 20% dari intensitas di permukaan.

4. Salinitas

Karang tidak dapat bertahan pada salinitas diluar 32‰ – 350/00. Namun

pada kasus khusus di Teluk Persia, terumbu karang dapat hidup pada salinitas 420/00. Layaknya biota laut lainnya, terumbu karang pun mengalami tekanan

dalam penerimaan cairan yang masuk. Sehingga apabila salinitas lebih rendah dari kisaran diatas terumbu karang akan kekurangan cairan sehingga tidak banyak nutrien yang masuk dan sebaliknya jika salinitas lebih tinggi akan menyebabkan cairan yang didalam tubuhnya akan keluar.

Namun Suharsono (2007) mengatakan pengaruh salinitas terhadap kehidupan binatang karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat dan/atau pengaruh alam, seperti run off, badai, hujan. Sehingga kisaran salinitas bisa sampai dari 17,5% - 52,5% (Vaughan 1919; Wells 1932).

5. Pengendapan

Faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang adalah pengendapan dimana pengendapan yang terjadi di dalam air atau diatas karang mempunyai pengaruh negatif terhadap karang. Endapan mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang. Akibatnya, perkembangan terumbu karang di daerah yang pengendapannya lebih besar akan berkurang atau menghilang (Nybakken 1988).

Gambar 1 Faktor- faktor yang membatasi pertumbuhan terumbu karang (Nybakken 1988).

(8)

Terumbu karang lebih subur pada daerah yang bergelombang besar. Gelombang itu memberi sumber air yang segar, oksigen dalam air, menghalangi pengendapan pada koloni karang (Nybakken 1988). Substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk pelekatan planula (larva karang) yang akan membentuk koloni baru (Nontji 1987).

Pertumbuhan terumbu karang kearah atas dibatasi oleh udara, dimana banyak karang yang mati karena terlalu lama berada di udara terbuka, sehingga pertumbuhan mereka keatas hanya terbatas sampai tingkat pasang surut terendah (Nybakken 1988). Beberapa faktor yang dapat mengendalikan populasi karang antara lain: cahaya, salinitas, suhu arus dan gelombang laut serta substrat untuk melekatkan tubuh.

Cahaya diperlukan untuk fotosintesis alga simbiotik (zooxanthella) yang produknya kemudian disumbang ke hewan karang yang menjadi inangnya (Berwick 1983). Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan kemudian mengurangi kemampuan karang untuk membentuk kerangka (Nybakken 1988). Oleh karena itu distribusi vertikal terumbu karang dibatasi oleh kedalaman efektif sinar matahari yang masuk ke kolom air (Barnes 1980).

Suhu mempengaruhi kecepatan metabolisme organisma. Dengan kenaikan suhu 10 °C kegiatan metabolisme organisma yang diukur dengan konsumsi oksigen menjadi dua kali. Beberapa spesies karang dapat bertahan terhadap suhu 14 °C akan tetapi laju klasifikasi menjadi sangat menurun. Demikian pula dengan suhu yang tinggi, metabolism meningkat sampai kecepatan tertentu hingga pertumbuhan kerangka menurun (Tomascik 1991), suhu optimum pertumbuhan karang adalah 25 °C – 30 °C (Randall 1983).

Air yang jernih adalah media yang baik untuk pertumbuhan karang. Semakin banyak partikel-partikel tersuspensi dalam kolom air berpengaruh negatif pada karang oleh karena proses fotosintesis karang terganggu (terhambat). Polip karang harus memproduksi banyak lendir untuk melepaskan partikel-partikel tersuspensi yang me ngendap pada tubuhnya (Levinton 1982; Nybakken 1988). Kekeruhan juga mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke kolom air sehingga menghambat fotosintesis zooxanthella. Menurut Ditlev (1980) pada

(9)

perairan yang keruh karang ditemukan hidup hanya sampai kedalaman 2 meter sedangkan pada air jernih dapat mencapai 80 meter.

Arus di laut penting untuk transportasi zat hara, larva dan bahan sedimen. Arus penting untuk penggelontoran dan pencucian limbah dan untuk mempertahankan pola penggerusan dan pengurukan (Tomascik 1991). Oleh karena itu karang yang tumbuh di perairan dimana selalu teraduk arus dan ombak lebih baik dibanding di perairan yang tenang dan terlindung.

2.4. Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang

Sedimentasi merupakan masalah yang umum di daerah tropis, pengembangan di daerah pantai dan aktivitas-aktivitas manusia lainnya, seperti pengerukan, pertambangan, pengeboran minyak, pembukaan hutan, aktivitas pertanian, dapat membebaskan sedimen (terrigenous sediments) ke perairan pantai atau ke daerah terumbu karang. Aktivitas pertanian, pembukaan lahan dan pengolahan tanah di daratan lainnya biasanya membebaskan sedimen melalui larian permukaan (run- off). Sedimen yang dibebaskan oleh aktivitas-aktivitas ini cukup tinggi, yaitu dapat mencapai 1.640 mg/cm/hari, seperti yang tercatat di sebelah timur Florida, Amerika serikat (Reed 1981 dalam Supriharyono 2000).

Sedimentasi yang terjadi di Perairan terumbu karang akan memberikan pengaruh semakin menurunnya kemampuan karang untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Tomascik (1991), beberapa kegiatan manusia yang berhubungan erat dengan sedimentasi adalah semakin tingginya pemanfaatan hutan dan lahan pertanian, kegiatan pengerukan, pertambangan dan pembangunan kons truksi. Pengaruh sedimentasi yang terjadi pada terumbu karang telah disimpulkan oleh beberapa peneliti, terdiri atas: 1) menyebabkan kematian karang apabila menutupi atau meliputi seluruh permukaan karang dengan sedimen ; 2) mengurangi pertumbuhan karang secara langsung; 3) menghambat planula karang untuk melekatkan diri dan berkembang disubstrat; 4) meningkatkan kemampuan adaptasi karang terhadap sedimen (Loya 1976).

Dengan adanya anggapan bahwa laut merupakan tempat pembuangan limbah industri dan rumah tangga yang efisien, telah membawa dampak semakin

(10)

meningkatnya konsentrasi nutrient dalam perairan yang lebih lanjut meningkatkan biomassa alga dasar dan produksi primer dalam kolom air (Pastorok dan Bilyard 1985). Dari sekian banyak komponen limbah (antara lain; surfaktan, logam berat, bahan organik beracun dan bahan kimia), zat hara nitrogen dan fosfor merupakan faktor yang paling menentukan kerusakan terumbu karang (Tomascik 1991). Dengan populasi phytoplankton yang tinggi kan menekan karang hermatifik melalui dua cara yaitu mengurangi penetrasi cahaya bagi aktifitas zooxanthella dan meningkatkan laju pertumbuhan spesies hewan filter feeder seperti sponge dan bryozoa yang selanjutnya berkompetisi dengan karang dalam hal ruang (Pastorok dan Bilyard 1985).

Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi salah satunya adalah sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak. Walaupun terumbu karang tahan terhadap badai tropis yang hebat, tetapi pada umumnya sangat peka terhadap dampak lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan manusia. Menurut Tomascik (1991), komunitas terumbu karang yang bersimbiosis dengan zooxanthelae (karang hermatifik, tridacna, anemon laut dan foraminifera) hidup berkembang dalam kondisi perairan yang jernih, sangat peka terhadap masukan unsur hara yang berlebihan dan bahan pencemar lain.

Fosfat merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan oleh mahluk hidup yang ada diperairan. Sumbangan fosfat terbesar berasal dari sedimentasi yang ada di dasar perairan. Oleh karena itu semakin dalam perairan, semakin besar kandungan posfatnya. Apabila kadar fosfat dipermukaan lebih tinggi dibanding kolom air yang lebih dalam, bila diperairan tersebut banyak mendapatkan pengaruh dari darat berupa sumbangan limbah penduduk. Limbah penduduk yang banyak menyumbang kadar fosfat diantaranya detergen.

Konsentrasi bahan organik, unsur hara dan fitoplankton yang tinggi diperairan sangat dipengaruhi oleh daratan. Menurut Tomascik dan Sander (1985) bahwa masukan dari daratan (land run off) disertai hujan keras adalah fakor penting sebagai penekan (stress) musiman yang mempengaruhi komunitas karang dengan peningkatan turbiditas dan menemukan hubungan antara laju pertumbuhan karang dengan konsentrasi NO3/NO2-N dan PO4. Laju pertumbuhan akan

(11)

semakin berkurang dengan semakin bertambahnya konsentrasi unsur hara. Unsur hara dan bahan organik dibutuhkan fitoplankton untuk pertumbuhan, karena itu bila konsentrasi unsur hara dan bahan organik tinggi, maka akan merangsang pertumbuhan dan kepadatan fitoplankton di perairan sehingga mengakibatkan akan menurunkan intensitas cahaya.

Limbah kaya nutrisi dari pembuangan atau sumber lain amat mengganggu karena dapat meningkatkan perubahan besar dari struktur terumbu karang secara perlahan dan teratur. Alga mendominasi terumbu hingga pada akhirnya melenyapkan karang. Lebih lanjut Brown (1997), menyatakan bahwa terumbu yang pernah dihadapkan pada gangguan manusia yang berlanjut seringkali menunjukan kemampuan yang rendah untuk pulih. Menurut Gesamp (1976) dalam Supriharyo no (2007), limbah domestik mempunyai sifat utama yaitu (1) mrngandung bakteri, parasit dan kemungkinan virus, dalam jumlah banyak, yang sering terkontaminasi dalam kerang (shellfish) dan area pariwisata bahari, (2) mengandung bahan organic dan padatan tersuspensi, sehingga BOD (Biological Oxygen Demand) biasanya tinggi, (3) kandungan unsur hara, terutama komponen fosfor dan nitrogen tinggi, sehingga sering menyebabkan terjadinya eutrofikasi, dan (4) mengandung bahan-bahan terapung, berupa bahan-bahan organik dan anorganik, dipermukaan air atau berada dalam bentuk tersuspensi.

2.5. Ikan karang

Habitat ikan di daerah tropis mempunyai jumlah spesies yang lebih banyak daripada di daerah subtropis dan yang paling banyak jumlah ikannya adalah habitat spesies ikan karang dimana diduga ada sebanyak 4000 spesies (Allen et al. 1996). Di perairan Indonesia sendiri terdapat sekitar 3000 jenis yang termasuk dalam 17 ordo dan 100 famili (Kuiter 1992). Kebanyakan famili- famili ikan yang berada pada laut tropis sebagian besar merupakan famili ikan yang hidup di daerah terumbu karang dan beberapa famili hanya dapat ditemukan di daerah terumbu karang. Famili Chaetodontidae, Scaridae dan famili Labridae merupakan famili ikan yang hidup di daerah terumbu. Sedangkan family Acanthuridae, Holocentridae, Balistidae, Ostraciodontidae, Pomacentridae, Serranidae, Blennidae dan Muraenidae merupakan komponen famili ikan demersal dan

(12)

termasuk kedala jenis ikan pemakan bentos (epibentis). Beberapa famili ikan yang hidup di daerah pelagis (epipelagis) dan mempunyai hubungan erat dengan terumbu karang adalah ikan spesie s Sphyrena dan famili Carangidae.

Ikan- ikan karang tersebut rata-rata memiliki warna yang cerah dan mempunyai ciri khusus yang dapat membantu kita dalam mengidentifikasi spesies ikan tersebut. Selain itu, warna dan ciri tersebut dapat berfungsi untuk melindungi diri dari predator yang selalu mencari kesempatan untuk memakannya.

Menurut Adrim (1993) kelompok ikan karang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Kelompok ikan target, yaitu ikan- ikan karang yang memp unyai manfaat sebagai ikan konsumsi, seperti kelompok ikan Famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae dan Lethrinidae.

2. Kelompok ikan indikator, yaitu kelompok ikan karang yang dinyatakan sebagai indikator kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya 1 famili yang termasuk jenis kelompok ikan indikator, ya itu ikan dari famili Chaetodontidae.

3. Kelompok ikan utama (mayor), yaitu ikan yang berperan dalam rantai makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Labridae, Siganidae, Mullidae dan Apogonidae.

2.5.1. Hubungan ikan karang dengan keanekaragaman habitat

Secara umum setiap individu memiliki insting untuk mencari tempat tinggal dimana tempat tinggal tersebut berfungsi untuk melindungi mereka dari berbagai macam bahaya, seperti adanya predator yang selalu mengintai dan siap memangsa kapan saja. Oleh karena itulah karang batu Scleratinia sangat diminati oleh ikan karang sebagai tempat hidup.

Choat and Bellwood (1991) membahas interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang menyimpulkan 3 bentuk umum hubungan, yaitu:

1. Interaksi langsung, yaitu sebagai tempat berlindung dari predator atau pemangsa terutama bagi ikan- ikan muda.

(13)

2. Interaksi dalam mencari makanan, meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang termasuk alga.

3. Interaksi tidak langsung sebagai akibat daristruktur karang dan kondisi hidrologi dan sedimen.

Karang glomerate (jenis Porites sp) pada umumnya tidak memiliki celah yang dalam. Di daerah tersebut banyak terdapat ikan pemakan polip (polypgrazer) seperti ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). Karang bercabang (Acropora sp) merupakan tempat berlindung bagi ikan kecil (seperti ikan gobi dan ikan betok laut) yang berenang keluar mencari zooplankton sebagai makanannya dan segera kembali lagi ke terumbu.

Gambar 2 Ikan- ikan karang yang berasosiasi dengan Koloni Karang Bercabang (Nybakken 1988)

Interaksi ikan karang lainnya yang terjadi dalam ekosistem terumbu karang (Nybakken 1988) adalah:

1. Pemangsaan, dimana ada dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni-koloni karang, yaitu spesies memakan polip-polip karang mereka sendiri, seperti ikan buntal (Tetraodontidae), ikan kuli pasir (Monacanthidae), ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chetodontidae) dan sekelompok multivora (omnivora) yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan

(14)

baik alga di dalam kerangka karang atau sebagai invertebrata yang hidup dalam lubung kerangka (Acanthuridae, Scaridae).

2. Grazing, dilakukan oleh ikan- ikan famili Siganidae, Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang merupakan herbivora grazer pemakan alga sehingga pertumbuhan alga yang bersaing ruang hidup dengan karang dapat terkendali.

Tipe pemangsaan yang paling banyak di Terumbu karang adalah karnivora, yakni ± 50% –70 % dari spesies ikan. Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua yaitu ± 15% dari spesies yang ada dan yang paling penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan Acanthuridae. Sisanya diklafisikasikan sebagai omnivora atau multivora yaitu ikan- ikan dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomachantidae, Monacanthidae Ostaciontidae dan Tetraodontidae. Ikan-ikan pemakan zooplankton memiliki ukuran tubuh yang kecil, yaitu ikan dari famili Clupidae dan Atherinidae (Nybakken 1988).

2.5.2. Trophicekologi ikan karang

Trophic levels adalah posisi makan memakan di rantai makanan seperti produsen primer, herbivor, karnivor primer dan sebagainya. Tanaman hijau menempati trophic level pertama, herbivor yang kedua, karnivor ketiga bahkan keempat trophic level (Sale 1991).

Menurut Hallacher (2003) tingkat trophic di laut dibagi menjadi lima yaitu : 1. Trophic tingkat 1

Tingkat pertama di laut terdiri dari tumbuhan laut yang mencakup fitoplankton, rumput laut dan beberapa jenis lamun. Tumbuhan ini adalah produsen primer yang menangkap energi matahari menjadi bentuk yang dapat digunakan makhluk lain di tingkat trophic lainnya.

• Rumput laut adalah jenis alga yang tumbuh di dasar perairan dangkal dimana terdapat cukup cahaya untuk berfotosintesa. Termasuk didalamnya adalah alga merah, hijau dan coklat. Warna alga berkaitan dengan pigmen penangkap cahaya yang bervariasi tergantung kedalaman habitatnya.

(15)

• Fitoplankton sebagian besar terdiri dari tumbuhan bersel satu sehingga tidak terlihat sejelas rumput laut. Sebagian juga merupakan jenis alga, termasuk di dalamnya dinoflagelata yang merupakan bagian vital dari kelangsungan hidup di terumbu karang. Dalam grup ini juga termasuk bakteri fotosintesa. Bersama, mereka melayang dan ha nyut bersama arus sehingga tersedia sebagai sumber pangan primer di seluruh ekosistem laut.

• Lamun adalah tanaman berbunga yang hidup di perairan dangkal. Lamun menjadi habitat komunitas-komunitas tertentu yang amat bergantung pada keberadaan mereka.

2. Trophic tingkat 2

Organisme pada tingkat ini memiliki keragaman yang tinggi dan memiliki cara yang sama beragamnya dalam menggunakan sumber makanan dalam tingkat trophic pertama. Termasuk di dalamnya adalah browsers dan grazer, filter feeders dan deposit feeders

• Zooplankton adalah plankton hewan yang melayang dan hanyut di laut seperti fitoplankton. Termasuk didalamnya hewan bersel satu, hewan laut dan pesisir dalam fase juvenil dan hewan yang lebih besar seperti ubur- ubur. Sumber pangan zooplankton terdiri dari berbagai macam jenis, sumber pangan utama adalah fitoplankton, namun karena grup ini juga terdiri dari makhluk larva dan juvenil, tak dapat dihindari bahwa zooplankton juga memangsa zooplankton lain yang lebih kecil.

Browsers and grazers mencakup berbagai spesies, termasuk didalamnya moluska seperti siput gastropoda yang memiliki lidah bergigi atau radula yang mengikis alga. Babi laut juga termasuk dalam grup ini, apabila populasi babi laut tinggi maka akan berpengaruh pada jumlah alga ukuran besar seperti kelp. Beberapa ikan secara khusus memakan alga, contohnya ‘farmer fish’ (sejenis ‘damselfish’) yang ‘merapihkan’ kumpulan alga sekaligus memakannya.

Filter feeders memakan fitoplankton dan zooplankton. Jenis hewan ini menyaring air laut menggunakan berbagai jenis saringan dalam badan mereka (structural traps) untuk mendapatkan plankton. Umumnya filter feeder

(16)

ukuran kecil, seperti bebagai jenis cacing, spon dan bivalva, yang memakan fitoplankton.

• Deposit feeders mengkonsentrasikan diri ke substansi yang kaya akan bakteri yang melapisi batu-batuan dan pesisir berlumpur. Kelompok ini terdiri dari berbagai jenis cacing dan kepiting.

3. Trophic tingkat 3

Tingkat ini terdiri dari karnivora, yang secara aktif memburu dan memakan herbivora dari tingkat dua. Berbagai grup hewan termasuk didalamnya, namun disinilah jenis ikan berdiri sendiri. Ikan adalah grup dengan tingkat keragaman tinggi, meskipun beberapa termasuk tingkat dua sebagai grazers, mayoritas jenis ikan termasuk dalam tingkat tiga keatas.

Apabila zooplankton telah memakan fitoplankton, berarti beberapa filter feeder menjadi termasuk dalam tingkat trophic berikutnya. Banyak filter feeder ukuran besar mendapatkan nutrisi mereka dari zooplankton. Termasuk di dalamnya hiu paus (whale sharks) dan beberapa jenis ikan paus yang melakukan aktifitas makan dalam skala yang amat besar. Dengan cara ini, mereka meniadakan hilangnya energi pada saat makanan meningkat ke trophic tingkat-tingkat berikutnya. Jaring makanan adalah hal yang rumit, dan ini hanyalah satu contoh yang menunjukan bahwa mengelompokan hewan yang memiliki siklus yang berbeda dapat menimbulkan masalah. Filter feeders dapat termasuk trophic tingkat dua dan tiga.

4. Trophic tingkat 4

Tingkat ini merupakan tingkat karnivora berikutnya, karnivora dalam tingkat ini memburu dan memakan karnivora dan herbivora tingkat lebih rendah. Hewan yang gtermasuk dalam tingkat ini pada umumnya berburu dengan gerakan cepat dan sering karena mereka harus menangkap banyak mangsa agar dapat memenuhi tingkat energi yang mereka butuhkan.

5. Trophic tingkat 5

Walaupun ikan yang saling memangsa membentuk rantai makanan yang amat panjang, pada ujung piramida makanan terdapat predator sejati. Pada ekosistem terumbu karang biasanya kedudukan kehormatan ini biasanya ditempati oleh seekor hiu.

(17)

2.6. Peran Herbivori Dalam Ekosistem Terumbu Karang

Herbivori (herbivory) atau grazing adalah proses atau kegiatan hewan herbivora mengkonsumsi bagian tubuh tanaman, dimana tana man tidak mati akibat kegiatan tersebut. Pada ekosistem terumbu karang, hewan pemakan tanaman atau herbivora merupakan komponen pengendali utama pertumbuhan tanaman makroalga. Herbivori merupakan satu proses ekologis yang sangat penting pada ekosistem terumbu karang, yang dapat mengendalikan kelimpahan makroalga, dimana kelimpahan makroalga yang tak terkendali akan mendominasi terumbu karang. Secara alami makroalga merupakan biota yang sangat cepat menempati setiap ruang yang kosong, untuk itu keberadaan he rbivori untuk membuka ruang yang penuh alga sangat dibutuhkan oleh larva karang menempati ruang untuk penempelan. Dengan adanya hewan herbivora akan dibutuhkan oleh anakan karang agar makroalga tidak menghalanginya dari sinar matahari. Sebagaimana Lirman (2001) menyatakan bahwa laju kelulushidupan koloni karang dilaporkan rendah dengan adanya makroalga yang tumbuh didekatnya. Sedangkan Mc Cook (2001) pada awalnya meragukan apakah makroalga dapat menyerang karang secara agresif, atau hanya sekedar menutup karang dari sinar matahari. Dari hasil review Imam bachtiar (2009) mengatakan bahwa dari kajian pustaka hingga tahun 2001 tersebut, makroalga dianggap tidak dapat menyebabkan kematian karang melainkan secara tidak langsung menurunkan kelulusanhidup karang. Kecepatan tumbuh makroalga yang dapat memberikan dampak negatif terhadap komunitas karang dianggap hanya muncul jika terjadi pengkayaan nutrien.Tetapi Jompa dan Mc Cook (2003a,b) melaporkan fakta baru bahwa ‘turf algae’ Anotrichium tenue dan Corallophila huymansii dapat tumbuh menutupi dan melukai jaringan karang Porites. Kehadiran ikan karang herbivora dapat menjadi penyelamat karang tertentu dari agresivitas makroalga tersebut. 2.7. Makroalga

Makroalga berbeda dengan mikroalga dimana makroalga memiliki banyak sel dan berkuran besar. Namun beberapa diantaranya seperti Acetabularia dan Caulerpa memiliki satu sel (Ladrizabal 2007).

(18)

Makroalga memiliki bentuk yang luas mulai dari jaringan kulit yang sederhana, foliose (daun melambai) sampai filamentous (menyerupai benang) dengan struktur cabang yang sederhana sampai bentuk yang komplek dengan memiliki spesialisasi untuk menangkap cahaya, reproduksi, pendukung, pengapungan dan menempel pada dasar perairan. Ukuran ma kroalga dapat mencapai 3 – 4 meter (seperti Sargassum). Makroalga juga dapat hidup pada terumbu karang yang sudah mati atau bebatuan, hampir semua spesies tidak dapat hidup pada perairan yang berlumpur dan berpasir karena tidak memiliki akar yang dapat menambat pada sedimen seperti lamun. Dibandingkan dengan tanaman yang memiliki jaringan lebih lengkap, makroalga memiliki siklus hidup yang lebih komplek, macam- macam cara reproduksi yaitu (1) kebanyakan alga bereproduksi secara sexual dan aseksual dengan mengeluarkan gamet dan spores (2) penyebaran vegetasi dan/atau berfragmentasi (membelah bagian tanaman untuk memproduksi individual baru) (Mc Cook 2001).

Menurut Mc Cook (2008) Klasifikasi makroalga berdasarkan komposisi pigmen dalam proses fotosintesis adalah :

1. Rhodophyta (Red Algae) 2. Ochrophyta (Brown Algae) 3. Chlorophyta (Green Algae) 4. Cyanophyta (Blue-Green Algae)

Berdasarkan pada fungsi karakteristik ekologi (seperti bentuk tanaman, ukuran, kekuatan, kemampuan berfotosintesis), kemampuan bertahan terhadap grazing (perumputan) dan pertumbuhan, makroalga dapat diklasifisikasikan sebagai berikut (Rogers et al. 1994 dan Mc Cook 2001;) :

1. Turfs Algae : Kumpulan atau asosiasi beberapa spesies dari alga, sebagian besar filamentous dengan pertumbuhan yang cepat, produktivitas dan rata-rata berkoloni yang tinggi. Turf memiliki biomass yang rendah per unit area, tetapi mendominasi dalam proporsi yang besar pada area terumbu karang walaupun dalam terumbu karang yang sehat.

2. Fleshy macroalgae or rumput laut : Bentuk alga yang besar lebih kaku dan secara anatomi lebih komplek dibandingkan dengan turf alga, lebih sering ditemukan di daerah terumbu karang yang datar dan herbivor yang rendah

(19)

karena kadang mereka memproduksi partikel kimia yang menghalangi grazing oleh ikan.

3. Crustose Alga : Tanaman keras yang tumbuh sebagai kulit melekat pada terumbu karang dengan penampakan seperti lapisan cat daripada tanaman biasa, memiliki pertumbuhan yang lambat. Menghasilkan calcium carbonate (batu kapur) dan mungkin memiliki peran penting dalam sementasi kerangka terumbu karang secara bersama-sama

Pada ekosistem terumbu karang makroalga terutama turf alga merupakan produsen primer penting karena dapat berfotosintesis makroalga menjadi makanan favorit bagi para herbivora (Morissey 1985) dan sebagai dasar pada jaring makanan di ekosistem terumbu karang, mereka membuat habitat bagi para invertebrata dan vertebrata pada kepentingan fungsi ekologi dan ekonomi, berbeda dengan biota lain yang menempati ekosistem terumbu karang seperti ikan karang, terumbu karang dan lamun dimana jika jumlahnya semakin banyak akan lebih baik, makroalga yang berlimpah membuat degradasi terumbu karang dimana terjadi pergantian fase dari terumbu karang menjadi makroalga walaupun tergantung pada jenis makroalganya (Jompa & Mc Cook 2002).

Gambar

Gambar 1  Faktor- faktor yang membatasi pertumbuhan terumbu karang                    (Nybakken 1988)
Gambar 2  Ikan- ikan karang yang berasosiasi dengan Koloni Karang  Bercabang  (Nybakken 1988)

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan hasil uji t test yang didapatkan antara nilai post test dari kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen menunjukkan 10,642.n Hasil penelitian tersebut

• Bahwa berdasarkan pada keseluruhan pertimbangan hukum tersebut di atas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Tergugat dalam menerbitkan obyektum litis secara

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan

terhadap hipotesis Nieuwenkamp tersebut menjadi masalah yang menarik di dalam penelitian ini. Berdasarkan cerita rakyat pada zaman dahulu Candi Mendut, Candi Pawon, dan

Sebelumnya kalian telah mempelajari grafik fungsi kuadrat. Daerah Sebelumnya kalian telah mempelajari grafik fungsi kuadrat. Daerah grafik fungsi kuadrat berupa

Positioner dalam suatu unit control valve memiliki fungsi yaitu untuk memastikan posisi yang benar sesuai input sinyal kontrol untuk mengirimkan permintaan membuka atau

Keluarga besar HMP PPKn periode 2015 dan BEM FKIP UMS periode 2016 terima kasih atas dukungan semangat, doa serta ilmu dan pengalaman yang luar biasa ini semoga

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagimana hubungan pendidikan sosial ekonomi dan pekerjaan ibu menyusui