• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat kering akhir tanaman. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995). Berat basah merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil aktivitas metabolik tanaman (Salisbury dan Ross, 1995), sedangkan berat kering merupakan hasil dari

penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 (Larcher, 1975). Gambar 4.1 berikut

merupakan tinggi akhir tanaman buncis.

Gambar 4.1 Tanaman Buncis Usia 30 Hari Setelah Masa Tanam

(2)

32

Keterangan : A = Tanaman buncis pada perlakuan P1

B = Tanaman buncis pada perlakuan P2

C = Tanaman buncis pada perlakuan P3

Tabel 4.1 berikut ini merupakan nilai rata-rata tinggi, berat basah, dan berat kering tanaman buncis pada masing-masing perlakuan yang diberikan.

Tabel 4.1 Nilai Rata-Rata Tinggi, Berat Basah, dan Berat Kering Tanaman Buncis

Volume Penyiraman Rata-rata ± SD Tinggi Tanaman (cm) Berat Basah (gram) Berat Kering (gram) P1 (121 ml) 95,457 ± 14,563 a 12,802 ± 2,758 a 1,756 ± 0,479 a P2 (242 ml) 85,914 ± 12,331 a 11,006 ± 1,579 a 1,440 ± 0,290 a P3 (363 ml) 82,485 ± 19,231 a 10,900 ± 2,726 a 1,426 ± 0,472 a Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji F (ANOVA) pada taraf signifikansi 95%.

Tabel 4.1 diatas memperlihatkan bahwa berdasarkan uji ANOVA ketiga perlakuan yang diberikan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata secara signifikan terhadap tinggi, berat basah, dan berat kering tanaman.

2. Kadar Klorofil

Kadar klorofil yang diukur merupakan klorofil a, b, dan klorofil total tanaman. Tabel 4.2 berikut merupakan nilai rata-rata kadar klorofil pada masing-masing perlakuan yang diberikan.

(3)

33

Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Kadar Klorofil Tanaman Buncis

Volume Penyiraman

Rata-rata ± SD

Klorofil a (mg/L) Klorofil b (mg/L) Klorofil total (mg/L)

P1 2,553 ± 0,417 a 2,940 ± 0,783 a 5,492 ± 1,179 a

P2 3,123 ± 0,572 b 4,295 ± 1,266 ab 7,416 ± 1,754 b

P3 2,466 ± 0,485 a 2,941 ± 0,452 aa 5,405 ± 0,633 a

Ket : angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji F (ANOVA) pada taraf signifikansi 95%.

Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa berdasarkan uji ANOVA perlakuan yang

diberikan berpengaruh signifikan terhadap kadar klorofil tanaman buncis.

Berdasarkan uji Duncan, jika dibandingkan antara perlakuan P1, P2, dan P3,

perlakuan P2 memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap kadar klorofil tanaman

buncis dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P3. Hal ini dapat dibuktikan dengan

melihat Tabel 4.2 diatas bahwa kadar klorofil a pada perlakuan P2 lebih banyak

dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P3.

B. PEMBAHASAN

1. Pertumbuhan

Salah satu parameter pertumbuhan yang diamati adalah tinggi tanaman. Tinggi tanaman buncis pada akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut.

(4)

Gambar 4.2 Tinggi Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda Keterangan :

P1 = Volume penyirama

P2 = Volume penyiraman sama dengan kapasitas lapang

P3 = Volume penyiraman 1½ dari kapasitas lapang

Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan volume penyiraman yang berbeda mem

pengaruh yang tidak berbeda signifikan secara nyata terhadap t Hasil pengukuran tinggi akhir tanaman rata

95,457 cm (Tabel 4.1).

tanaman yang tidak terlalu tinggi dengan batang yang k sehat diharapkan dapat

yang diungkapkan Goldsworthy dan Fisher (1992) bahwa kebanyakan pemulia tanaman memusatkan seleksi untuk tanaman yang lebih

memudahkan pemeliharaan, mengurangi resiko kerebahan sehingga dapat meningkatkan hasil tanaman.

100 T inggi T ana m an ( cm ) 34

Gambar 4.2 Tinggi Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda Keterangan :

Volume penyiraman ½ dari kapasitas lapang Volume penyiraman sama dengan kapasitas lapang Volume penyiraman 1½ dari kapasitas lapang

Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan volume penyiraman yang berbeda mem

pengaruh yang tidak berbeda signifikan secara nyata terhadap t

Hasil pengukuran tinggi akhir tanaman rata-rata mencapai 82,485 cm hingga 95,457 cm (Tabel 4.1). Pada umumnya sifat tanaman yang diinginkan adalah terlalu tinggi dengan batang yang kuat dan pertumbuhan yang sehat diharapkan dapat memudahkan dalam melakukan pemeliharaan. Seperti diungkapkan Goldsworthy dan Fisher (1992) bahwa kebanyakan pemulia tanaman memusatkan seleksi untuk tanaman yang lebih pendek

memudahkan pemeliharaan, mengurangi resiko kerebahan sehingga dapat meningkatkan hasil tanaman.

75 80 85 90 95 100 P1 P2 P3 Volume Penyiraman (ml)

Gambar 4.2 Tinggi Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda

Volume penyiraman sama dengan kapasitas lapang

Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan volume penyiraman yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda signifikan secara nyata terhadap tinggi tanaman. rata mencapai 82,485 cm hingga Pada umumnya sifat tanaman yang diinginkan adalah uat dan pertumbuhan yang pemeliharaan. Seperti diungkapkan Goldsworthy dan Fisher (1992) bahwa kebanyakan pemulia pendek yang untuk memudahkan pemeliharaan, mengurangi resiko kerebahan sehingga dapat

(5)

Berat basah dan berat kering tanaman buncis dengan perlakuan tingkat penyediaan air yang berbeda pada akhir penelitian dapat dilihat pada Ga

berikut.

Gambar 4.3 Berat Basah dan Berat Kering Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda

Keterangan : = Volume = Volume = Volume

Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan volume penyiraman yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda signifikan secara nyata terhadap berat basah dan berat kering tanaman.

Dari hasil analisis yang diperoleh, menunjukka

diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda signifikan terhadap pertumbuhan tanaman buncis. Hal ini berarti pemberian air dengan volume penyiraman yang berbeda b

0 2 4 6 8 10 12 14 35

Berat basah dan berat kering tanaman buncis dengan perlakuan tingkat penyediaan air yang berbeda pada akhir penelitian dapat dilihat pada Ga

Gambar 4.3 Berat Basah dan Berat Kering Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda

Keterangan :

Volume Penyiraman ½ dari Kapasitas lapang (P = Volume Penyiraman Sama dengan Kapasitas Lapang

Volume Penyiraman 1½ dari Kapasitas Lapang

Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan volume penyiraman yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda signifikan secara nyata terhadap berat basah dan

rat kering tanaman.

Dari hasil analisis yang diperoleh, menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda signifikan terhadap pertumbuhan tanaman buncis. Hal ini berarti pemberian air dengan volume penyiraman yang berbeda bukan merupakan driving variable atau faktor yang

Berat Basah (g) Berat Kering (g)

Berat basah dan berat kering tanaman buncis dengan perlakuan tingkat penyediaan air yang berbeda pada akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4.3 Berat Basah dan Berat Kering Tanaman Buncis pada Tingkat

lapang (P1)

engan Kapasitas Lapang (P2)

Penyiraman 1½ dari Kapasitas Lapang (P3)

Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan volume penyiraman yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda signifikan secara nyata terhadap berat basah dan

bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda signifikan terhadap pertumbuhan tanaman buncis. Hal ini berarti pemberian air dengan volume atau faktor yang

(6)

36

dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman buncis. Kemampuan absorbsi air yang sama pada tanaman buncis menyebabkan pertumbuhan yang sama meskipun diberikan air dengan volume penyiraman yang berbeda.

Perlakuan pemberian air berdasarkan perhitungan kapasitas lapang yang diberikan merupakan jumlah air yang mampu diserap dan tertahan oleh tanah, jadi meskipun kondisi air cukup tersedia dalam media tanamnya belum tentu air tersebut akan diserap semua oleh tanaman. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan pada masing-masing perlakuan yang diberikan menyebabkan tidak berbedanya pertumbuhan tanaman buncis. Hendriyani dan Setiari (2009) juga telah menunjukkan bahwa penyiraman air dengan volume yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan kacang panjang. Proses pertumbuhan tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang berbeda, bergantung pada jenis tanaman (Kurnia, 2004). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Kurnia et al. (2002) bahwa bila jumlah air yang diberikan semakin banyak, kelebihan air menjadi tidak bermanfaat atau tidak efisien bagi pertumbuhan tanaman.

Air yang tersedia dalam tanah akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah air, akan tetapi terdapat batasan maksimum dan minimum dalam jumah penyerapan air oleh tanaman untuk pertumbuhannya (Gould, 1974). Pertumbuhan juga bergantung pada interaksi antara sel dengan lingkungannya (Salisbury dan Ross, 1995).

(7)

37

Menurut Islami dan Utomo (1995) absorbsi air pada tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perbedaan potensial air dari tanah ke akar, dari akar ke bagian atas tumbuhan, dan adanya hambatan pergerakan air di dalam tanah dan tanaman. Pada dasarnya makin luas daerah perakaran, tanaman makin efektif menggunakan air tanah. Tekstur dan struktur tanah juga mempengaruhi absorbsi air karena berpengaruh terhadap hambatan pergerakan air pada waktu air bergerak dari tanah ke permukaan akar.

Air sangat berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi air juga dapat membatasi pertumbuhan. Jika jumlah air terlalu banyak akan menimbulkan cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit akan menimbulkan cekaman kekeringan. Tanaman yang mengalami cekaman air stomata daunnya menutup sebagai akibat menurunnya turgor sel daun sehingga

mengurangi jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun. Selain itu, dengan

menutupnya stomata laju transpirasi menurun. Menurunnya laju transpirasi akan mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena transpirasi pada dasarnya memfasilitasi laju aliran air dari tanah ke tanaman, sedangkan sebagian besar unsur hara masuk ke dalam tanaman bersama-sama dengan aliran air (Kramer, 1972).

Lebih lanjut Ritche (1980) menyatakan bahwa proses yang sensitif terhadap kekurangan air adalah pembelahan sel. Hal ini dapat diartikan bahwa pertumbuhan tanaman sangat peka terhadap defisit (cekaman) air karena berhubungan dengan turgor dan hilangnya turgiditas dapat menghentikan pembelahan dan pembesaran sel yang mengakibatkan tanaman lebih kecil.

(8)

Sebelumnya Whigham

cekaman air pada pertumbuhan

kecil. Menurunnya aktivitas fotosintesis berkurangnya jumlah CO

oleh Sutoro, et al. (1989) pada tanaman jagung.

2. Kadar Klorofil

Hasil penelitian terhadap kadar klorofil (a, b dan total)

dengan perlakuan tingkat penyediaan air yang berbeda pada akhir penelitian digambarkan pada Gambar 4.

Gambar 4.4 Kadar Klorofil Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda Keterangan : = Volume = Volume = Volume 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Klorofil a (mg/L) 38

Sebelumnya Whigham dan Minor (1978), telah melaporkan bahwa cekaman air pada pertumbuhan tanaman dicerminkan oleh

daun-Menurunnya aktivitas fotosintesis akibat menutupnya stomata daun dan

berkurangnya jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun juga telah dilaporkan

(1989) pada tanaman jagung.

Kadar Klorofil

penelitian terhadap kadar klorofil (a, b dan total)

tingkat penyediaan air yang berbeda pada akhir penelitian digambarkan pada Gambar 4.4 berikut :

Klorofil Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda

Keterangan :

Volume Penyiraman ½ dari Kapasitas Lapang (

Volume Penyiraman Sama dengan Kapasitas Lapang ( Volume Penyiraman 1½ dari Kapasitas Lapang (

Klorofil a (mg/L) Klorofil b (mg/L) Klorofil total (mg/L)

dan Minor (1978), telah melaporkan bahwa pengaruh -daun yang lebih nutupnya stomata daun dan dalam daun juga telah dilaporkan

penelitian terhadap kadar klorofil (a, b dan total) tanaman buncis tingkat penyediaan air yang berbeda pada akhir penelitian

Klorofil Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air yang

Penyiraman ½ dari Kapasitas Lapang (P1)

engan Kapasitas Lapang (P2)

Penyiraman 1½ dari Kapasitas Lapang (P3)

(9)

39

Hasil uji ANOVA dengan taraf kepercayaan 95% pada penelitian ini kc.lmenunjukkan bahwa perlakuan volume penyiraman yang berpengaruh terhadap kadar klorofil buncis. Hal ini menunjukkan bahwa air sangat berpengaruh terhadap sintesis dan kadar klorofil. Peran air dalam pembentukan klorofil adalah air dapat membawa unsur-unsur hara penting untuk pembentukan klorofil yang terdapat dalam tanah misalnya unsur nitrogen. Nitrogen erat kaitannya dengan sintesis klorofil (Salisbury dan Ross, 1995) dan sintesis protein maupun enzim (Schaffer, 1996). Enzim (Rubisco) berperan sebagai katalisator

dalam fiksasi CO2 yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis (Salisbury dan

Ross, 1995 ; Schaffer, 1996).

Pada tumbuhan, nitrogen mula-mula berbentuk ammonia dan selanjutnya ammonia mengalami perubahan menjadi asam glutamat, dikatalisis oleh enzim glutamin sintetase (Harborne, 1987). Asam glutamat berfungsi sebagai bahan dasar di dalam biosintesis asam amino dan asam nukleat (Nyakpa, 1988). Asam glutamat akan membentuk asam aminolevulinat (ALA) yang berperan sebagai prazat cincin porfirin pembentukan klorofil (Robinson, 1995).

Oleh karena itu jumlah kandungan nitrogen tanaman dapat berpengaruh terhadap hasil fotosintesis melalui enzim fotosintetik maupun kandungan klorofil yang terbentuk. Mengingat buncis merupakan tanaman polong-polongan yang dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. yang dapat mengikat nitrogen dari udara, maka kemungkinan ketersediaan nitrogen dalam tanah juga banyak. Tapi ketersediaan nitrogen tentunya juga dipengaruhi oleh habitat bakteri tersebut. Habitat Rhizobium sp. dapat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam tanah.

(10)

40

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa tanaman buncis pada perlakuan P2

memiliki kadar klorofil yang lebih banyak dibandingkan tanaman buncis yang

diberi perlakuan P1 dan P3. Tingginya kadar klorofil pada perlakuan P2

dibandingkan dengan perlakuan P1 dan P3 ini disebabkan karena ketersediaan air

pada masing-masing perlakuan berbeda. Pada perlakuan P2 mengandung kadar air

yang sedang dalam media tanamnya artinya kadar airnya tidak terlalu banyak dan juga tidak terlalu sedikit. Hal ini dapat dikaitkan dengan ketersediaan unsur nitrogen didalam media tanamnya karena nitrogen merupakan salah satu faktor

yang paling penting untuk pembentukan klorofil. Pada perlakuan P2 kondisi air

pada media tanamnya cukup tersedia yang memungkinkan udara masih bisa memasuki pori-pori dalam media tanam. Kondisi menyebabkan bakteri Rhizobium sp. yang ada pada akar buncis dapat mengikat nitrogen. Cukup tersedianya nitrogen dalam tanah, maka air akan mengangkut nitrogen dan unsur hara lainnya menuju bagian atas tumbuhan. Nitrogen yang banyak dalam tumbuhan menyebabkan pembentukan asam glutamat yang terbentuk juga banyak, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya oleh Robinson (1995) bahwa asam glutamat merupakan prekursor dalam sintesis klorofil.

Tanaman buncis pada perlakuan P1 mengandung kadar air yang rendah

dalam media tanamnya. Pada kondisi ini juga cocok untuk habitat bakteri Rhizobium sp. dimana masih terdapat pori sehingga dapat menyebabkan bakteri tersebut dapat mengikat nitrogen. Meskipun pada kondisi ini nitrogen cukup tersedia, namun kekurangan air juga menyebabkan kenaikan temperatur dan transpirasi pada tanaman sehingga pengangkutan unsur hara oleh air ke bagian

(11)

41

tanaman lebih cepat terjadi dibandingkan penyerapan unsur hara tersebut. Hal ini menyebabkan sintesis klorofil juga kurang optimal seperti yang terlihat pada Gambar 4.4. Hal ini sama seperti yang dinyatakan oleh Curtis dan Clark (1950) bahwa kurangnya air pada tannaman menyebabkan kenaikan temperatur dan transpirasi sehingga menyebabkan disintegrasi klorofil.

Tanaman buncis pada perlakuan P3 mengandung kadar air yang tinggi dalam

media tanamnya. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang tidak sesuai untuk habitat Rhizobium sp. karena kandungan air terlalu banyak sehingga tidak ada ruang untuk udara, kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan Rhizobium sp. untuk mengikat nitrogen (Eliakim, et al., 2008). Kurangnya nitrogen menyebabkan asam glutamat yang terbentuk juga berkurang sehingga pembentukan klorofil juga berkurang. Hal ini manyebabkan pembentukan klorofil pada perlakuan dengan volume penyiraman satu setengah dari kapasitas lapang

(P3) kurang optimal sehingga jumlah klorofil yang terbentuk pada daun pun

sedikit.

Dari uraian diatas, jelas menunjukkan bahwa air sangat berperan penting dalam pembentukan klorofil. Cukup tersedianya air bagi tanaman khususnya tanaman buncis mampu mengangkut unsur hara dari dalam tanah khususnya nitrogen yang dapat membentuk asam glutamat yang sangat berperan penting dalam pembentukan ALA yang merupakan prekursor pembentuk cincin porfirin pada klorofil.

(12)

42

Air secara langsung berperan dalam setiap jalur biosintesis klorofil (Gambar 2.3). Setelah terbentuk ALA, kemudian akan terbentuk porfobilinogen dan kemudian terbentuk hidroksimetilbilane. Pembentukan Hidroksimetilbilan pada

biosintesis klorofil dimana porfobilinogen akan berikatan dengan H2O dengan

bantuan enzim hidroksimetilbilan sintetase. Hidroksimetilbilan akan membentuk

uroporfirinogen III dan H2O dengan bantuan enzim uroporfirinogen III synthase.

Kemudian uroporfirinogen III akan membentuk protoporfirin IX, kemudian

dengan bergabung dengan Mg2+ dan H2O akan membentuk Mg-protoporfirin IX

dengan bantuan enzim chelatase. Penambahan gugus metil pada

Mg-protoporfirin IX dengan bantuan Mg- Mg-protoporfirin IX metiltransferase dan H2O

akan membentuk Mg- protoporfirin IX monometil ester. Selanjutnya adalah perubahan Mg- protoporfirin IX monometil ester menjadi protoklorofilide (Krogman, 1979).

Perubahan protoklorofilide menjadi klorofil a terjadi melalui terbentuknya klorofilide a dengan bantuan protoklorofilide oksidoreduktase. Dari klorofilide a dengan bantuan enzim klorofil sintetase yang mengkatalisis esterifikasi senyawa fitol akan terbentuk klorofil a. Klorofil b terbentuk dari klorofil a yang mengalami oksidasi gugus metil pada cincin keduanya menjadi gugus aldehid ataupun dimungkinkan dari senyawa porfirin yang dapat diubah menjadi klorofil a maupun klorofil b (Bonner dan Varner, 1965).

(13)

43

3. Hubungan Air dengan Kadar Klorofil dan Pertumbuhan Tanaman Berdasarkan hasil pengamatan dan uji analisis statistik menggunakan uji ANOVA, pemberian volume penyiraman yang berbeda pada tanaman buncis tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman tetapi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar klorofil tanaman. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa meskipun air dapat mempengaruhi pembentukan klorofil, namun belum dapat meningkatkan pertumbuhan buncis. Hal ini dikarenakan kadar klorofil yang telah terbentuk tersebut merupakan klorofil yang siap digunakan untuk pertumbuhan generatif tanaman, yaitu digunakan untuk pembentukan bunga dan buah. Seperti diketahui bahwa pengukuran kadar klorofil dilakukan sebelum tanaman berbunga, artinya setelah fase pertumbuhan vegetatifnya terhenti. Pembentukan klorofil akan lebih banyak pada saat memasuki fase pertumbuhan generatif tanaman. Menurut Harjadi (1989), klorofil dipersiapkan untuk proses fotosintesis, dimana hasil fotosintesis akan lebih banyak dibutuhkan untuk pembentukan perkembangan kuncup bunga, bunga, buah, dan biji.

Proses fotosintesis akan terjadi jika ada cahaya dan pigmen perantara yaitu klorofil. Proses fotosintesis yang baik akan menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Klorofil sangat berperan penting dalam reaksi fotosintesis. Menurut Jumin (1989), fotosintesis merupakan suatu proses metabolisme tanaman untuk

membentuk karbohidrat yang menggunakan CO2 dari udara bebas dan air dari

(14)

44

Ketersediaan air akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Jika air kurang atau berlebih menyebabkan tanaman mengalami titik kritis, dimana tanaman akan mengalami penurunan proses fisiologi dan fotosintesis dan akhirnya mempengaruhi produksi dan kualitas buahnya. Perlakuan pemberian air, erat hubungannya dengan tingkat ketersediaan air dalam tanah. Air yang tersedia dalam tanah akan berpengaruh terhadap metabolisme dan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan yang terhambat menunjukkan terhambatnya metabolisme primer dalam tubuh tumbuhan tersebut (Solichatun dan Nasir, 2002). Pertumbuhan tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah air. Akan tetapi, terdapat batasan maksimum dan minimum dalam jumah air (Gould, 1974).

Klorofil adalah katalisator fotosintesis penting yang terdapat pada membran tilakoid sebagai pigmen hijau dalam jaringan tumbuhan berfotosintesis (Harborne, 1987). Air merupakan salah satu faktor utama pembentuk klorofil (Lakitan, 2010). Klorofil merupakan salah satu senyawa metabolit primer pada tumbuhan. Senyawa metabolit primer dimiliki oleh semua tumbuhan dan merupakan produk esensial yang terdapat pada semua makhluk hidup (Herbert, 1995). Mitcher, et al. (1988) mengatakan bahwa tanaman kaya akan berbagai metabolit fitokimia yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder, klorofil merupakan salah satu senyawa metabolit primer selain gula dan asam amino.

Sharma, et al. (2010) menyatakan bahwa klorofil merupakan salah satu senyawa metabolit primer yang berperan penting dalam proses metabolisme tumbuhan yaitu fotosintesis. Aharoni, et al. (2006) juga mengatakan bahwa

(15)

45

biosintesis klorofil merupakan salah satu jalur metabolit primer pada tumbuhan. Talreja (2011) juga telah melakukan analisis tiga senyawa metabolit primer terhadap tumbuhan Mongira oleifera dan salah satunya adalah senyawa klorofil.

Hal tersebut diatas menunjukkan pada perlakuan P2 kadar airnya cukup

tersedia sehingga menyebabkan tidak terganggunya proses metabolisme primer tanaman buncis. Tidak terganggunya metabolisme primer tersebut menyebabkan

sintesis klorofil juga lebih banyak dibandingkan pada perlakuan P1 dan P3.

Secara umum, apabila suatu tumbuhan tumbuh pada ketersediaan air yang rendah atau berlebih (mengalami cekaman air) maka proses-proses metabolisme primernya akan terganggu (Solichatun dan Nasir, 2002). Terganggunya metabolisme tanaman akan menghambat pertumbuhan sebaliknya jika metabolisme tanaman berjalan dengan baik maka pertumbuhan tanaman juga akan maksimal.

Gambar

Gambar 4.1 Tanaman Buncis Usia 30 Hari Setelah Masa Tanam
Tabel 4.1 berikut ini merupakan nilai rata-rata tinggi, berat basah, dan berat  kering tanaman buncis pada masing-masing perlakuan yang diberikan
Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata Kadar Klorofil Tanaman Buncis
Gambar 4.2  Tinggi Tanaman Buncis pada Tingkat Penyediaan Air  yang Berbeda Keterangan :
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini bertujuan untuk mengukur tahap ketangkasan di kalangan atlet tinju Sukan Malaysia (SUKMA) Negeri Johor 2008 sebelum dan selepas menjalani program

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Modal Kerja dan Pengelolaan Keuangan terhadap Pendapatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Studi

Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien asma tidak hanya memilki satu faktor pencetus serangan asma namun didapatkan juga banyaknya responden yang memilki

Berdasarkan hasil penelitian tanaman gandum (Tabel 1) pada dua lingkungan tum- buh memperlihatkan bahwa tinggi tanaman setiap minggu tidak memberikan respon yang nyata

Model Pembelajaran Snowbal Throwing Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pada Pembelajaran Ekonomi Kelas X IPS 1 SMA Negeri 9 Pontianak? Permasalahan utama tersebut

Hal ini diperkuat oleh (KEPMEN-KP, 2014 dan 2015) yang menyatakan bahwa Strain Siratu memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi, mengurangi durasi pemeliharaan

Dampak perubahan iklim dapat bersifat langsung seperti perubahan suhu udara, peningkatan radiasi sinar ultraviolet, dan polusi udara, atau tidak langsung seperti ketersediaan

Organisme pengganggu tanaman yang menyerang pertanaman kacang tanah dari kelompok patogen terdiri dari golongan virus yaitu Peanut stripe virus atau PStV dan golongan