• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik itu pelayanan di rumah sakit, sekolah, rumah ibadah, bahkan di tempattempat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik itu pelayanan di rumah sakit, sekolah, rumah ibadah, bahkan di tempattempat"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pelayanan Sosial 2.1.1 Pengertian Pelayanan Sosial

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar yang disebut pelayanan, baik itu pelayanan di rumah sakit, sekolah, rumah ibadah, bahkan di tempat-tempat perbelanjaan sekalipun. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI 2001 : 646), pengertian pelayanan adalah 1. Perihal atau cara melayani 2.usaha melayani kebutuhan orang lain dengan mengharapkan imbalan (uang atau jasa) 3. Kemudahan yang diberikan sehubungan dengan barang dan jasa. Dari pengertian tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa pelayanan itu merupakan suatu kegiatan yang diberikan seseorang atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

Pelayanan sosial meliputi kegiatan-kegiatan atau intervensi-intervensi terhadap kasus yang muncul dan dilaksanaan secara individu, kelompok dan masyarakat serta memiliki tujuan untuk membantu individu, kelompok, dan lingkungan sosial dalam upaya mencapai penyesuaian dan keberfungsian yang baik dalam segala bidang kehidupan di masyarakat, yang terkandung dalam pelayanan dapat dikatakan adanya kegiatan-kegiatan yang memberikan jasa kepada klien dan membantu mewujudkan tujuan-tujuan mereka. Pelayanan sosial itu sendiri merupakan suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok, ataupun kesatuan masyarakat agar mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, yang pada akhirnya mereka diharapkan dapat

(2)

ataupun melalui pemanfaatan sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk memperbaiki kondisi kehidupannya.

Menurut Alfred J. Khan, Pelayanan Sosial dibedakan dalam dua golongan, yakni :

1. Pelayanan–pelayanan sosial yang sangat rumit dan komprehensif sehingga sulit ditentukan identitasnya. Pelayanan ini antara lain pendidikan, bantuan sosial dalam bentuk uang oleh pemerintah, perawatan medis dan perumahan rakyat.

2. Pelayanan sosial yang jelas ruang lingkupnya dan pelayanan-pelayanannya walaupun selalu mengalami perubahan. Pelayanan ini dapat berdiri sendiri, misalnya kesejahteraan anak dan kesejahteraan keluarga, tetapi juga dapat merupakan suatu bagian dari lembaga-lembaga lainnya, misalnya pekerjaan sosial di sekolah, pekerjaan sosial medis, pekerjaan sosial dalam perumahan rakyat dan pekerjaan sosial dalam industri.

Pelayanan sosial dalam arti luas adalah setiap pelayanan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial manusia sedangkan dalam arti sempit ialah pelayanan yang diberikan kepada sebagian masyarakat yang kurang atau tidak beruntung (Dwi Heru Sukoco, 1991:3). Pelayanan sosial dalam arti sempit disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak yang terlantar, keluarga miskin, cacat dan sebagainya. (http://hassansaja.blogspot.com/2010/10/kesejahteraan-dan-pelayanan-sosial.html)

(3)

Mengkaji kualitas pelayanan sebuah lembaga, pelayanan sosial tidak dapat dipisahkan dari penilaian terhadap sistem kelembagaan secara menyeluruh. Pendekatan penilaian ini dapat dinamakan sebagai Model Sistem Keseluruhan. Secara sederhana pendekatan ini melibatkan penelaahan terhadap tiga komponen sub-sistem kelembagaan yang meliputi Masukan, Proses, dan Keluaran. Karenanya model ini dapat pula dinamakan sebagai Model MPK (Masukan-Proses-Keluaran).

Masukan adalah karakteristik kelembagaan, termasuk sumber-sumber atau sarana dan prasarana yang dimiliki oleh panti, yang mendukung efektivitas lembaga dalam memberikan pelayanan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi. Sementara proses merupakan segenap prosedur yang diterapkan lembaga dalam memberikan pelayanan terhadap klien. Pada saat kasus ditutup atau pada saat lembaga selesai memberikan pelayanan terhadap klien akan terlihat bagaimana karakteristik klien setelah menjalani proses, inilah yang disebut sebagai keluaran (Edi Suharto, 2005 : 186).

Bentuk-bentuk Pelayanan Sosial Lanjut usia : 1.Pelayanan Sosial dalam Panti

2.Pelayanan Sosial Luar panti

3.Pelayanan Sosial Perlindungan dan Aksesibilitas 4.Pelayanan Sosial Kelembagaan

Pada penelitian ini, bentuk pelayanan sosial lanjut usia yang akan dibahas adalah bentuk pelayanan sosial dalam panti yaitu di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. Pelayanan sosial sistem panti adalah bentuk pelayanan yang menempatkan penerima pelayanan kedalam suatu

(4)

lembaga tertentu (panti) yang kemudian akan diberikan perlindungan, bimbingan, perawatan oleh pihak lembaga yang bersangkutan. Dalam pelayanan sosial untuk lanjut usia, diberikan juga Pelayanan keagamaan dan mental spiritual bagi lanjut usia ditujukan untuk mempertebal rasa keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pelayanan keagamaan dan mental spriritual bagi lanjut usia diselenggarakan mealalui peningkatan kegiatan keagamaan, sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing.

Pendampingan sosial merupakan salah satu strategi pelayanan. Sesuai dengan prinsip pekerjaan sosial, yakni “membantu orang agar mampu membantu dirinya sendiri’, pendampingan terhadap klien merupakan partisipasi nyata sebagai wujud kepedulian terhadap mereka. Dalam konteks ini, peranan seorang pekerja sosial diwujudkan dalam kapasitasnya sebagai pendamping, bukan sebagai penyembuh atau pemecah masalah secara langsung. Pendamping sosial hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi klien. Dengan demikian, pendampingan sosial dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara klien dan pekerja sosial untuk secara bersama menghadapi beragam masalah yang dihadapi klien.

2.1.2 Dasar-dasar Pelayanan Sosial

Panti Sosial yang dalam UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, disebut sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) yaitu organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

(5)

Panti sosial atau Lembaga Kesejahteraan Sosial memiliki posisi strategis, karena memiliki tugas dan tanggungjawabnya yang mencakup 4 kategori, yaitu meliputi :

1. Bertugas untuk mencegah timbulnya permasalahan sosial penyandang masalah dengan melakukan deteksi dan pencegahan sedini mungkin.

2. Bertugas melakukan rehabilitasi sosial untuk memulihkan rasa percaya diri, dan tanggungjawab terhadap diri dan keluarganya; dan meningkatkan kemampuan kerja fisik dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendukung kemandiriannya di masyarakat.

3. Bertugas untuk mengembalikan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) ke masyarakat melalui penyiapan sosial, penyiapan masyarakat agar mengerti dan mau menerima kehadiran kembali mereka, dan membantu penyaluran mereka ke pelbagai sektor kerja dan usaha produktif.

4. Bertugas melakukan pengembangan individu dan keluarga, seperti mendorong peningkatan taraf kesejahteraan pribadinya; meningkatkan rasa tanggungjawab sosial untuk berpartisipasi aktif di tengah masyarakat; mendorong partisipasi masyarakat untuk menciptakan iklim yang mendukung pemulihan; dan memfasilitasi dukungan psiko-sosial dari keluarganya.

Sedangkan fungsi utamanya, antara lain sebagai : tempat penyebaran layanan; pengembangan kesempatan kerja; pusat informasi kesejahteraan sosial; tempat rujukan bagi pelayanan rehabilitasi dari lembaga rehabilitasi

(6)

tempat di bawahnya (dalam sistem rujukan/referral system) dan tempat pelatihan keterampilan.

Panti Sosial sebagai lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, dalam melaksanakan kegiatannya terikat dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan Panti Sosial dalam praktek pekerjaan sosial (Lampiran I Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 50/HUK/2004) , yaitu :

1. Mengacu kepada rambu-rambu hukum yang berlaku.

2. Memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang membutuhkan untuk mendapatkan pelayanan.

3. Menghargai dan memberi perhatian kepada setiap klien dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebagai anggota masyarakat.

4. Menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan sosial yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi serta pengembangan.

5. Menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara terpadu antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya yang berkesinambungan.

6. Menyediakan pelayanan kesejahteraan sosial berdasarkan kebutuhan klien guna meningkatkan fungsi sosialnya.

7. Memberikan kesempatan kepada klien untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan yang diberikan.

8. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial kepada pemerintah atau masyarakat.

(7)

Pada bulan Pebruari 1998 telah dibentuk Lembaga Kesejahteraan Lanjut Usia tingkat Pusat, yang mempunyai tugas memberikan sumbangan pemikiran dan masukan kepada pemerintah untuk perumusan dan penetapan kebijaksanaan upaya pelembagaan usia lanjut dalam kehidupan bangsa, sebagai pusat informasi tentang pelembagaan usia lanjut dalam kehidupan bangsa, sebagai wahana konsultasi permasalahan sosial yang dihadapi para lanjut usia, sebagai lembaga pembinaan kesejahteraan usia lanjut, dan sebagai wahana perlindungan bagi usia lanjut yang mengalami tekanan, perlakuan salah, ataupun tindakan kekerasan (Ihromi, 1999 ; 203).

Gambaran mengenai tanggungjawab, fungsi dan prinsip-prinsip panti-panti sosial atau Lembaga Kesejahteran Sosial seperti yang diuraikan di atas akan dapat dilaksanakan dengan baik jika seluruh komponen yang terlibat didalamnya telah memahami bagaimana mengelola panti dengan baik serta mengetahui dan memahami standar pelayanan panti.

2.1.3 Standar Pelayanan Sosial dalam Panti

Sebelum dilakukan pembahasan tentang standar pelayanan sosial panti, ada baiknya diuraikan dulu tentang standarisasi yang telah dituangkan dalam Lampiran Keputusan Mentri Sosial RI Nomor : 50/HUK/2004 tentang standarisasi Panti Sosial dan Pedoman Akreditasi Panti Sosial, sebagai landasan untuk menetapkan standar pelayanan panti. Standar panti sosial adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial dan atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis.

(8)

Ada dua macam standar panti sosial, yaitu standar umum dan standar khusus. Standar umum adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial jenis apapun. Sedangkan standar khusus adalah ketentuan yang memuat hal-hal tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial dan/atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis sesuai dengan karakteristik panti sosial.

Standar umum panti sebagaimana dimaksud adalah : 1. Kelembagaan, meliputi :

• Legalitas Organisasi. Mencakup bukti legalitas dari instansi yang berwenang dalam rangka memperoleh perlindungan dan pembinaan profesionalnya.

• Visi dan Misi. Memiliki landasan yang berpijak pada visi dan misi;

• Organisasi dan Tata Kerja. Memiliki struktur organisasi dan tata kerja dalam rangka penyelenggaraan kegiatan.

2.Sumber Daya Manusia, mencakup 2 aspek : a. Aspek penyelenggara panti, terdiri 3 unsur :

• Unsur Pimpinan, yaitu kepala panti dan kepala-kepala unit yang ada dibawahnya.

• Unsur Operasional, meliputi pekerja sosial, instruktur, pembimbing rohani, dan pejabat fungsional lainnya.

• Unsur Penunjang, meliputi pembina asrama, pengasuh, juru masak, petugas kebersihan, satpam, dan sopir.

(9)

b. Pengembangan personil panti

Panti Sosial perlu memiliki program pengembangan SDM bagi personil panti.

3. Sarana Prasarana, mencakup :

Pelayanan Teknis. Mencakup peralatan asesmen, bimbingan sosial, ketrampilan fisik dan mental.

Perkantoran. Memiliki ruang kantor, ruang rapat, ruang tamu, kamar mandi, WC, peralatan kantor seperti : alat komunikasi, alat transportasi dan tempat penyimpanan dokumen.

Umum. Memiliki ruang makan, ruang tidur, mandi dan cuci, kerapihan diri, belajar, kesehatan dan peralatannya (serta ruang perlengkapan). 4. Pembiayaan

Memiliki anggaran yang berasal dari sumber tetap maupun tidak tetap.

5. Pelayanan Sosial Dasar

Memiliki pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien, meliputi : makan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan, dan kesehatan.

6. Monitoring dan Evaluasi, meliputi :

Monev Proses, yakni penilaian terhadap proses pelayanan yang diberikan kepada klien.

(10)

Monev Hasil, yakni monitoring dan evaluasi terhadap klien, untuk melihat tingkat pencapaian dan keberhasilan klien setelah memperoleh proses pelayanan.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) standar kualitas/mutu untuk menjembatani terwujudnya pelayanan sosial yang diberikan yang layak secara keilmuan bagi klien. Kata ’minimal’ merujuk pada kewajiban tanggung jawab serta tindakan-tindakan positif yang setidaknya harus dilampaui/dijalankan, bukan diterjemahkan sebagai kelonggaran negatif yang membolehkan pelayanan dengan apa adanya atau sekedarnya. SPM sebagai dasar menuju pada Pelayanan Prima kemudian pada Pelayanan Berkualitas.

2.2 Pengertian Lanjut Usia

Lanjut Usia adalah seseorang baik wanita maupun laki-laki yang telah berusia 60 tahun ke atas. Lanjut Usia secara fisik dapat dibedakan atas dua yaitu lanjut usia potensial maupun lanjut usia tidak potensial. Beberapa jenis permasalahan yang dialami lanjut usia antara lain secara fisik, mental, sosial dan psikologis. Sehingga hal ini akan mengakibatkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Usia lanjut merupakan sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005). Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006). Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra

(11)

Utama,1995). Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

Ketika seseorang melangkahkan kakinya memasuki usia lanjut, berarti juga bahwa ia masuk ke dalam pergaulan hidup yang baru. Apa yang dilakukan di waktu muda banyak yang tidak dapat ia lakukan lagi. Selain fisik dan psikisnya, norma-norma kepatutan yang berlaku di masyarakat juga menhendaki demikian. Kelompok usia lanjut dikelompokkan lagi ke dalam subkelompok usia lanjut yang mampu membiayai hidupnya sendiri dan subkelompok usia lanjut yang tidak mampu membiayai hidupnya sendiri.

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar memberikan pelayanan kepada lanjut usia yang berbagai latar belakang masalahnya. Pada umumnya mereka adalah lanjut usia yang tidak mampu membiayai hidupnya sendiri. Dalam UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan sosial lanjut usia dijelaskan bahwa pemberdayaan adalah setiap upaya meningkatkan kemampuan fisik, mental spiritual, sosial,

pengetahuan, dan keterampilan agar para lanjut usia siap didayagunakan sesuai

dengan kemampuan masing-masing. Secara sepintas arah pemberdayaan tersebut

(12)

bagaimana pemberdayaan tidak saja terhadap para lanjut usia, dan keluarganya

namun juga kepada seluruh komponen bangsa ini agar diberdayakan sehingga

upaya-upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia dapat terwujud. Pemberdayaan

harus diselenggarakan menjadi suatu gerakan.

Tantangan yang dihadapi akibat meningkatnya jumlah lanjut usia, terutama mereka yang tidak potensial dan terlantar, adalah penyediaan jaminan sosial baik formal maupun informal. Penyiapan lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik lanjut usia akan menjadi kendala bagi lanjut usia yang masih potensial. Di samping itu tantangan lain adalah penyediaan pelayanan yang dibutuhkan oleh lanjut usia sebagaimana yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

Visi : "Lanjut Usia Indonesia Sejahtera 2020" Misi :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan sosial lanjut usia secara fisik,mental, sosial serta diliputi rasa keselamatan dan kenyamanan.

2. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif agar selama mungkin lansia menjadi subyek pembangunan.

3. Meningkatkan kepedulian masyarakat agar lansia yang memerlukan/mendapatkan pelayanan,perlindungan/bantuan dan perawatan secara manusiawi dan bermartabat.

(13)

Tugas Pokok : Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, standarisasi dan pemberian bimbingan teknis serta evaluasi di bidang pelayanan sosial lanjut usia.

Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Pelayanan Sosial lanjut Usia mempunyai fungsi :

1. Penyiapan perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan sosial dalam panti, pelayanan sosial luar panti, kelembagaan sosial serta perlindungan sosial dan aksesibilitas sosial lanjut usia.

2. melaksanakan kebijaksanaan teknis dibidang pelayanan sosial dalam panti, pelayanan sosial luar panti, kelembagaan sosial serta perlindungan sosial dan aksesibilitas sosial lanjut usia sesuai peraturan perundang-perundangan yang berlaku.

3. Penyusunan standar teknis, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dibidang pelayanan sosial dalam panti, pelayanan sosial luar panti,kelembagaan sosial serta perlindungan sosial dan aksesibilitas sosial lanjut usia.

4. Bimbingan teknis di bidang pelayanan sosial dalam panti, pelayanan sosial luar panti, kelembagaan sosial lanjut usia serta perlindungan sosial dan aksesibilitas sosial lanjut usia.

5. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis dibidang pelayanan sosial dalam panti, pelayanan sosial luar panti, kelembagaan sosial serta perlindungan sosial dan aksesibilitas sosial lanjut usia

(14)

Perbaikan perawatan dan penyediaan fasilitas kesehatan serta semakin baiknya gizi masyarakat berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia yang membawa konsekuensi meningkatnya jumlah lanjut usia dari tahun ke tahun. Dengan semakin panjangnya usia harapan hidup, akan berimplikasi pada permasalahan sosial yang berkaitan dengan kondisi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi dimana jumlah lanjut usia terlantar semakin meningkat.

2.3 Permasalahan dan Batasan pada Lanjut Usia

Lansia adalah proses menua (aging) yaitu proses alami yang dihadapi manusia. Dalam proses ini, tahap yang paling krusial adalah tahap lansia (lanjut usia). Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia.

Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Memasuki masa lansia berarti memasuki kehidupan fisik dengan daya tahan dan fungsi yang telah menurun. Efek-efek tersebut menentukan lansia dalam melakukan penyesuaian diri secara baik atau buruk, akan tetapi ciri-ciri usia lanjut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, itulah sebabnya mengapa usia lanjut lebih rentan dari pada usia muda.

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga

(15)

Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN, 1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian.

Menurut teori penarikan diri (Disengagement Theory), usia lanjut merupakan proses yang bergerak secara perlahan dari individu untuk menarik diri dari peran sosial atau dari konteks sosial. Keadaan ini menyebabkan interaksi individu lanjut usia mulai menurun, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Pada usia lanjut sekaligus terjadi triple loss, yaitu kehilangan peran (loss of role), hambatan kontak sosial (restriction of contacs and relationships), dan berkurangnya komitmen (reduced commitment to sosial mores and values).

Masalah kesehatan lanjut usia, ada dua pandangan yang bebeda dalam menjelaskan fenomena yang sama, yaitu lingkaran kehidupan negatif dan lingkaran kehidupan positif. Dalam sudut pandang lingkaran kehidupan negatif, individu lanjut usia dipersepsi sebagai individu yang mengalami pengurangan ketahanan fisik, mental dan peran sosial. Dan kemudian anggota keluarga atau masyarakat mencapnya sebagai individu yang sudah memasuki masa kurang produktif dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang lain. Sementara menurut sudut pandang lingkaran kehidupan positif, melihat fase lanjut usia sebagai kelanjutan dari peran sosial masyarakat di dalam masyarakat. Dalam lingkaran ini, misi utamanya adalah mempertahankan keutuhan dan kesatuan pada lanjut usia. Oleh karena itu, upaya intervensi baik dari sisi medis, sosial medis,

(16)

sosial, dan pendidikan menjadi sangat penting bagi individu lanjut usia (Sudarma, 2002 : 181).

Masalah-masalah pada lansia antara lain, mudah jatuh, mudah lelah, kekacauan mental akut, nyeri dada, sesak nafas pada waktu melakukan kerja fisik, berdeba-debar, pembengkakan kaki bagian bawah, nyeri punggung bawah atau pinggang, nyeri pada sendi pinggul, berat badan menurun, mengompol, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan tidur, keluhan pusing, keluhan dingin dan kesemutan, serta mudah gatal.

Lantas apa yang harus dilakukan oleh semua komponen bangsa dalam rangka

mengantisipasi kemungkinan timbulnya permasalahan ketergantungan, kesehatan,

atau upaya meningkatkan kesejahteraan Lansia ? Jika hal ini tidak dilakukan sejak

dini, maka tunggu saja masalah ini akan merupakan bom waktu yang akan

mendatangkan permasalahan bangsa pada waktu yang akan datang. Kalaulah pada

era tahun tujuh puluhan sampai dengan sekarang ini masalah pengendalian

kelahiran menjadi fokus pelaksanaan program di bidang kependudukan, maka bisa

jadi jika program tersebut kurang berhasil pelaksanaannya maka bangsa ini akan

menghadapi sekaligus dua permasalahan di bidang kependudukan yaitu

pengendalian angka kelahiran dan sekaligus masalah pertumbuhan serta

meningkatnya jumlah penduduk Lansia yang begitu tinggi.

Sebagai pekerja sosial, di dalam membimbing masyarakat terkhusus pada

lanjut usia sebaiknya menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada satu program pun

yang merugikan bagi kesehatan dan kesejahteraan kelompok selama tujuannya

(17)

2.4Kerangka Pemikiran

Menjadi tua adalah suatu hal yang pasti dan tidak bisa dielakkan oleh

siapapun. Menua merupakan proses siklus hidup. Pada saat masa-masa lanjut usia

harapannya bisa merasakan kehidupan yang layak. Artinya, seorang lansia

hendaknya beroleh pelayanan yang maksimal dengan kata lain seperti yang sering

disebut ‘bahagia dihari tua’. Sudah selayaknya para lanjut usia memperoleh

kesejahteraan di saat masa tuanya. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia

membawa satu masalah yang harus ditangani keberadaannya dan harus ditanggapi

serius oleh pemerintah baik pihak-pihak lembaga lainnya.

Dengan berdasarkan Undang-Undang No.13 tahun 1998 yang membahas

tentang Kesejahteraan sosial lanjut usia, diharapkan dapat memberikan aturan

pelayanan yang akan membawa lanjut usia pada taraf kesejahteraan yang lebih

baik. Kesejahteraan sosial dapat mencakup semua bentuk intervensi sosial yang mempunyai suatu perhatian utama dan langsung pada peningkatan kesejahteraan individu dan masyarakat sebagai keseluruhan. Kesejahteraan sosial mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses yang secara langsung berkenaan dengan penyembuhan dan pencegahan masalah-masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia, dan perbaikan kualitas hidup itu meliputi pelayanan-pelayanan sosial bagi individu dan keluarga-keluarga juga usaha-usaha untuk memperkuat atau memperbaiki lembaga-lembaga sosial.

Seluruh elemen masyarakat sangat diharapkan untuk meningkatkan kepedulian terhadap lanjut usia. Tidak terkecuali Yayasan atau lembaga manapun yang bergerak di bidang pelayanan sosial lanjut usia. Demikian juga UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar, yang

(18)

diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh warga binaan sosial lanjut usia, sehingga para lanjut usia yang berada didalamnya dapat merasakan kesejahteraan yang lebih baik.

Untuk melihat lebih jelasnya alur pemikiran tersebut, Peneliti membuat bagan yang menggambarkan kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut :

Bagan Alur Pikir

UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PELAYANAN SOSIAL TUNA RUNGU

WICARA DAN LANJUT USIA PEMATANG SIANTAR

PELAYANAN SOSIAL -Pelayanan Sosial Dasar

(makanan, kesehatan, tempat tinggal) -Pelayanan Teknis

-Penyaluran Bantuan

6 ORANG WARGA BINAAN SOSIAL LANJUT USIA (WBS LANSIA)

ANALISIS (PENELITI)

(19)

2.5 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

2.5.1 Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang

dianut dalam suatu penelitian (Siagian, M. 2011 : 138). Haruslah jelas ditegaskan

batasan konsep yang akan dibahas sehingga tidak meluas dan pembaca bisa

mengerti apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Adapun yang menjadi konsep penelitian ini adalah :

1. Pelayanan Sosial adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok, ataupun kesatuan masyarakat agar mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, yang pada akhirnya mereka diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi klien sehingga kembali kepada fungsi sosialnya.

2. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh (60) tahun ke atas.

3. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar adalah Salah satu panti yang memberikan pelayanan sosial kepada warga binaan sosial lanjut usia yang berlokasi di kota Pematang Siantar provinsi Sumatera Utara.

(20)

2.5.2 Defenisi Operasional

Defenisi Operasional merupakan proses operasionalisasi konsep. Dimana,

perumusan defenisi operasional adalah lanjutan dari perumusan defenisi konsep.

Wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar

terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam konsep

tersebut terangkat dan terbuka (Siagian, M. 2011 : 141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional yang peneliti rumuskan dalam

pelayanan sosial lanjut usia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar, dapat dilihat dengan indikator sebagai berikut :

a. Pelayanan sosial dasar

- Memberikan pemeriksaan kesehatan terhadap warga binaan sosial lanjut

usia.

- Penyediaan obat-obatan untuk Warga Binaan Sosial jika ada yang jatuh

sakit.

- Menyediakan satu ruang poliklinik untuk pemeriksaan kesehatan.

- Menyediakan 1 orang tenaga medis dan 2 orang ahli gizi yang mengatur

kandungan gizi makanan yang akan dikonsumsi.

- Memberikan makan warga binaan sosial tiga kali sehari (pagi, siang,

malam)

(21)

b. Pelayanan Teknis

- Bimbingan keagamaan bagi warga binaan sosial (Islam dan Kristen)

- Pendampingan individu (Warga Binaan Sosial)

- Dinamika kelompok

c. Penyaluran Bantuan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai biaya, pendapatan dan efisiensi dalam usaha ternak sapi sonok dengan menggunakan Feed Supplement yang berbasis

Dengan dibuatnya sistem ini dapat membantu pihak manajemen dalam menentukan calon karyawan mana yang dapat diterima oleh perusahaandan nilai

Rješavanje jednadžbi temperaturnog polja obratka u razvijenom simulacijskom modelu indukcijskog kaljenja provodi se metodom kona č nih elementa na istoj mreži trokutnih kona č

Keterangan : Mata Ujian EKONOMI nomor 1 sampai nomor 15 Mata Ujian SEJARAH nomor 16 sampai nomor 30 Mata Ujian GEOGRAFI nomor 31 sampai nomor 45 Mata Ujian IPS TERPADU nomor 46

Bagaimana bibir dipoles dengan lipstik warna merah tua yang membentuk sebuah mobil pada iklan cetak versi lipstik VW Beige ”New Beetle” dan VW Black ”New Beetle”, hal ini

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan parameter kinetika reaksi orde satu pada pembuatan biodiesel dari minyak jelantah melalui reaksi transesterifikasi dengan

Penelitian peruntukan undang- undang berkaitan kesalahan keluar agama di negeri-negeri juga mendapati tidak terdapat peruntukan yang menyatakan sekiranya proses permohonan

[r]