• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap konsumennya. Demikian pula dengan bidang jasa transportasi terkait erat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap konsumennya. Demikian pula dengan bidang jasa transportasi terkait erat"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan

Semua bidang jasa terkait erat dengan pelayanan yang akan diberikan terhadap konsumennya. Demikian pula dengan bidang jasa transportasi terkait erat dengan pelayanan yang akan diberikan pada pengguna alat transportasi yang disediakan. Penilaian terhadap pelayanan diperlukan untuk (dalam jangka panjang) meningkatkan pelayanan kepada publik di satu sisi, dan di sisi lain, menurunkan biaya operasi. Penetapan tingkat pelayanan perlu memperhatikan berbagai aktor yang terlibat. Konsumen menghendaki tingkat pelayanan yang setinggi-tingginya. Dilain pihak, operator bertujuan untuk meningkatkan pendapatan yang sebanyak-banyaknya. Sementara itu, masyarakat berkepentingan untuk tidak memperoleh dampak negatif dari beroperasinya sebuah sistem angkutan. Dengan demikian tingkat pelayanan akan bersifat subyektif. Fakta menunjukkan bahwa kualitas pelayanan angkutan jalan berada pada kondisi yang cukup memprihatinkan, meskipun saat ini pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan angkutan, melalui penyediaan angkutan umum massal berbasis jalan (BRT) dibeberapa kota besar di Indonesia. Namun hal tersebut ternyata belum optimal untuk mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum. Pada tahun 2014 Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan telah memprogramkan bantuan pengoperasian angkutan massal berbasis jalan untuk wilayah Medan, Binjai dan Deli Serdang.

(2)

Adalah alasan klasik yang yang mengatakan bahwa biaya yang tersedia tidak cukup untuk meningkatkan pelayanan yang ada saat ini. Tentu saja ini berkaitan dengan tarif yang sangat rendah. Dalam konteks ini, maka pemerintah sudah selayaknya berupaya meningkatkan kualitas pelayanan tanpa harus membebani terlalu banyak pada masyarakat.

Menurut Vuchic dkk (1992) kualitas pelayanan merupakan elemen kualitatif dari suatu pelayanan yang sesuai dan mudah digunakan dalam suatu sistem, kenyamanan perjalanan, keindahan, kebersihan, dan kepuasan penumpang. Sedangkan LPM-UGM (2000) mendefinisikan tingkat pelayanan (level of service) adalah ukuran menyeluruh dari karakteristik operasi dan pelayanan yang mempengaruhi penumpang. Faktor-faktor yang dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat pelayanan adalah:

1. Elemen kinerja yang mempengaruhi penumpang, seperti: operating speed, reliability dan keselamatan;

2. Service quality yang terdiri dari aspek-aspek kualitatif, seperti:

kenyamanan dan kemudahan menggunakan sistem angkutan, riding

comfort, estetika, kebersihan;

3. Tarif yang harus dibayar oleh konsumen.

Kemudian menurut LPM-UGM (2000) kualitas pelayanan didefinisikan melalui dua fungsi, yaitu kualitas pelayanan sebagai fungsi tarif dan observed variabels (waktu perjalanan, keterlambatan dan load factor) serta kualitas pelayanan

(3)

dan non-observed variabels (keberadaan air bersih, pencahayaan, sirkulasi udara dan kondisi kebersihan).

2.2 Aspek Legalitas Pelayanan Angkutan Bus Bandara (Pemadu Moda)

Dalam Pasal 23 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, angkutan pemadu moda termasuk kategori pelayanan “angkutan khusus dalam trayek” yang merupakan merupakan pelayanan pelengkap terhadap pelayanan angkutan antar kota antar provinsi, angkutan antar kota dalam provinsi dan angkutan kota.

Lebih lanjut dalam pasal 27 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 35 Tahun 2003 disebutkan beberapa karakteristik pelayanan angkutan pemadu moda sebagai berikut:

1. Pelayanan angkutan pemadu moda dilaksanakan untuk melayani penumpang dari dan/atau ke terminal, stasiun kereta api, pelabuhan dan bandar udara, kecuali dari terminal ke terminal.

2. Pelayanan angkutan pemadu moda diselenggarakan dengan ciri-ciri

sebagai berikut:

a. Khusus mengangkut perpindahan penumpang dari satu moda ke moda

lain; b. Berjadwal;

(4)

c. Menggunakan mobil bus dan/atau mobil penumpang;

d. Menggunakan plat tanda nomor warna dasar kuning dengan tulisan

hitam.

3. Kendaraan yang digunakan untuk angkutan pemadu moda harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Mencantumkan papan trayek pada kendaraan yang dioperasikan;

b. dilengkapi tanda khusus berupa stiker dengan tulisan sesuai jenis

pelayanan yang tercantum pada izin trayek, yang ditempatkan pada badan kendaraan sebelah kiri dan kanan;

c. dilengkapi logo dan nama perusahaan yang ditempatkan pada pintu

depan bagian tengah sebelah kiri dan kanan;

d. Dilengkapi tanda jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashbord

kendaraan, yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan angkutan;

e. Dilengkapi fasilitas bagasi sesuai kebutuhan.

Secara garis besar posisi angkutan pemadu moda dalam struktur pengelompokkan pelayanan angkutan umum di Indonesia dijelaskan pada gambar 2.1.

(5)

Gambar 2.1 Klasifikasi Penyelenggaraan Pelayanan Angkutan Orang Sumber: Kepmenhub No.KM.35 Tahun 2003

2.3 Konsep Pelayanan Transportasi Antar Moda (Intermodality)

Fasilitas perpindahan moda merupakan simpul yang menghubungkan berbagai pelayanan transportasi umum sehingga membentuk sebuah jaringan pelayanan. Jika perpindahan antar moda transportasi tersebut dapat dibuat menjadi lebih mudah, lebih cepat, lebih baik dan lebih nyaman, maka integrasi dan fleksibilitas dari jaringan secara keseluruhan akan meningkat dengan pesat.

Orang melakukan perpindahan moda ketika tidak ada rute atau layanan angkutan yang langsung dan nyaman didalam perjalanan mereka, atau ketika dengan melakukan perpindahan moda perjalanan mereka menjadi lebih cepat dan lebih menyenangkan. Umumnya orang tidak suka dengan ketidakpastian dan kelelahan

Angkutan Umum Dalam Trayek Trayek Tetap Dan Teratur 1. AKAP 2. AKDP 3. Kota 4. Pedesaan 5. Lintas Batas 6. Perbatasan 7. Khusus Angkutan Khusus 1. Antar Jemput (Travel) 2. Karyawan 3. Pemukiman 4. Pemadu Moda 1. Taksi 2. Sewa 3. Pariwisata 4. Lingkungan Tidak Dalam Trayek Angkutan Perbatasan

 Antara Kota dengan Kecamatan Kab. lain

 Antara Kab. Dengan

Kecamatan Kota lain

 Antara Kota dengan kecamatan wil. Kota

 Antara Kab. Dengan kecamatan wil. Kab.

(6)

fisik yang terjadi ketika mereka melakukan perpindahan moda. Moda angkutan umum massal perkotaan dirancang untuk menyediakan layanan dengan pilihan jadwal yang beragam. Dimana tidak ada angkutan umum yang menyediakan layanan langsung maka perpindahan moda akan tetap dibutuhkan.

Transportasi di kota-kota besar mempunyai jaringan transportasi umum yang sangat luas dan beragam antara lain meliputi BRT (Bus Rapid Transit), angkutan perkotaan, taksi, kereta api perkotaan, kapal penyeberangan dan pesawat udara. Perpindahan moda tranportasi terjadi ketika penumpang berpindah moda dari satu moda transportasi ke moda transportasi lain atau berpindah moda diantara dua pelayanan moda yang sama termasuk juga orang yang akan menggunakan atau telah menggunakan sistem transportasi umum dikombinasikan dengan berjalan kaki, naik sepeda, mengendarai motor atau mobil.

2.4 Observasi Aktual dan Preferensi Penumpang (Revealed Preference and Stated Preference)

Dalam beberapa kasus transportasi, diketahui bahwa model permintaan perjalanan secara tradisional telah didasarkan atas data yang diperoleh melalui pengamatan langsung perilaku perjalanan dengan menggunakan survei yang mempertanyakan perilaku perjalanan yang sebenarnya dari para responden, atau disebut dengan revealed preference. Namun demikian revealed preference (teknik observasi aktual) ini mempunyai beberapa permasalahan sebagai berikut (Pearmain dan Kroes, 1990):

(7)

1. Observasi pelaku yang ada dirasa kurang bervariasi untuk membuat suatu variabel satu dengan lainnya yang menyebabkan terjadi multi kolinierasi; 2. Perilaku yang dapat diamati kemungkinan bukan hal yang diperlukan oleh

peneliti, hal ini umumnya terjadi pada variabel kualitatif sekunder, seperti pelayanan informasi angkutan umum dan penyediaan ruang bagasi;

3. Dalam kebijaksanaan yang baru tidak terdapat informasi bagaimana

masyarakat akan memberikan tanggapan;

4. Untuk memperoleh data yang cukup, diperlukan biaya yang sangat tinggi dan seringkali data yang diperoleh tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, serta informasi dari operator pengusaha angkutan sulit diperoleh. Dalam perkembangan di bidang transportasi digunakan suatu cara baru yang disebut stated preference untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada revealed preference. Pendekatan stated preference tersebut memungkinkan diperolehnya data yang dapat menerangkan tanggapan perilaku perjalanan terhadap situasi sistem transportasi yang baru (situasi hipotesis).

Menurut Ortuzar dan Willumsen (1994) teknik stated preference diambil dari bidang marketing research. Dalam bidang transportasi, cara ini mulai dikembangkan pertengahan dasawarsa 80-an sebagai cara yang ditawarkan untuk melakukan eksperimen yang meneliti respon pelaku perjalanan terhadap alternatif pilihan yang ditawarkan dalam penyediaan sistem transportasi.

(8)

Menurut Pearmain dan Kroes (1990) teknik stated preference merupakan teknik kuisioner yang mengacu pada pendekatan yang menggunakan pendapat responden dalam menghadapi berbagai alternatif pilihan. Ciri umum teknik tersebut adalah pemakaian suatu disain ekperimental untuk membuat sejumlah alternatif situasi imajiner, kemudian responden diberi pertanyaan untuk mengidentifikasi bagaimana mereka akan merespon jika imajiner tersebut benar-benar ada dalam realita.

Dengan menggunakan pendekatan stated preference diharapkan peneliti dapat melakukan kontrol terhadap semua faktor yang dibuat dalam alternatif pilihan yang ditawarkan. Karena itu teknik ini memungkinkan situasi yang lebih luas dapat diteliti,

yang mana hal tersebut tidak mudah untuk diteliti dengan menggunakan revealed

preference.

2.5 Model

Tamin (1997) mendefinisikan model sebagai bentuk penyederhanaan suatu realita untuk tujuan tertentu, seperti memberi penjelasan, pengertian, serta peramalan. Penaksiran model meliputi usaha untuk mendapatkan nilai paramater sehingga hasil spesifikasi model tersebut mendekati data hasil pengamatan/realita.

(9)

Gambar 2.2.

Pendekatan ilmiah untuk pengembangan model Sumber: Morlok, 1978

Dalam membentuk model sesudah suatu teori ataupun hubungan dapat di identifikasi dan diciptakan, maka model harus diperlakukan sebagai suatu hipotesa, kemudian diperiksa lagi dengan membandingkannya dengan perkiraan defleksi model tersebut dengan defleksi sebenarnya yang diukur dengan beban yang sama. Apabila hasil dan hubungan yang didapat cukup dekat, maka teori tersebut dapat diterima. Sebaliknya apabila hipotesa tersebut tidak menunjukkan hasil yang benar, maka harus diformulasikan kembali sesuai Gambar 2.2. Oleh karena selalu ada kemungkinan

Formulasi teori model atau hipotesa Percobaan atau Perbandingan Perkiraan Observasi-observasi baru Percobaan atau Perbandingan Observasi-observasi baru Observasi-observasi awal Model

Perbedaan yang tidak

Dapat diterima

Perbedaan yang tidak

(10)

kesalahan dalam pengukuran, maka metode formal dari statistik biasanya digunakan untuk membantu dalam percobaan ataupun membandingkan hasil yang diperkirakan dengan hasil sebenarnya (Morlok, 1978).

Menurut Black dalam Tamin (1997) menyatakan bahwa salah satu alasan penggunaan model matematika dalam mencerminkan sistem adalah karena matematika merupakan bahasa yang jauh lebih tepat dibandingkan dengan bahasa verbal, ketepatan yang didapat dari penggantian kata dengan simbol sering menghasilkan penjelasan yang lebih baik daripada penjelasan verbal.

2.6 Pengujian Statistik

Dalam penelitian, metode statistik pada dasarnya berkepentingan terhadap penyajian dan penafsiran kejadian yang bersifat peluang. Ilmuwan biasanya bekerja dengan data numerik yang berupa hasil cacahan ataupun hasil pengukuran, atau mungkin dengan data kategori yang diklasifikasikan menurut kriteria tertentu. Setiap informasi yang tercatat, apakah bersifat numerik atau kategori adalah sebagai observasi (Walpole, 1982).

Menurut Walpole dan Myers (1993) metoda statistik dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensia. Statistik deskriptif berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Sedangkan statistik inferensia mencakup semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data untuk selanjutnya sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan data.

(11)

Menurut Walpole (1982) Pengujian hipotesis dalam statistik inferensia merupakan hal yang paling penting untuk menyimpulkan pernyataan atau dugaan suatu data. Meskipun akan sangat sering menggunakan istilah ‘menerima’ atau ‘menolak’, tetapi perlu disadari bahwa penolakan suatu hipotesis berarti menyimpulkan bahwa hipotesis itu salah, sedangkan penerimaan suatu hipotesis semata-mata mengimplikasikan bahwa kita tidak mempunyai bukti untuk mempercayai sebaliknya. Hipotesis yang dirumuskan dengan harapan akan ditolaknya suatu hal disebut hipotesis nol (Ho), sedangkan penolakan suatu hal

mengakibatkan penerimaan hipotesis yang disebut hipotesis alternatif (H1).

2.7 Tinjauan Aspek Tata Ruang dalam Penetapan Wilayah Pelayanan Angkutan Bus Bandara

Keberadaan bus bandara di Kualanamu nantinya diharapkan dapat lebih mengoptimalkan kinerja Bandara Kualanamu melalui peningkatan aksesibilitas dan mobilitas orang dari dan ke bandara tersebut. salah satu faktor yang juga akan mempengaruhi kualitas pelayanan angkutan selain variabel/atribut pelayanan sebagaimana dijelaskan pada sub bab terdahulu yaitu penentuan wilayah pelayanan angkutan. Faktor ini menjadi cukup penting mengingat, dalam penetapannya perlu mempertimbangkan berbagai aspek terkait termasuk aspek rencana tata guna lahan. Seperti halnya dalam penetapan lokasi terminal, lokasi asal/tujuan perjalanan bus bandara tersebut seyogyanya terintegrasi dengan pusat-pusat kegiatan yang membangkitkan/menarik pergerakan orang. Pendekatan yang digunakan dalam

(12)

penelitian ini adalah dengan mengintegrasikan Rencana Pengembangan Transit Oriented Development (TOD) di Kawasan Metropolitan Mebidang.

Berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang Metropolitan Mebidang, dijelaskan bahwa Transit-Oriented Development (TOD) adalah kawasan komersial yang didesain untuk memaksimalkan akses ke transportasi publik. TOD memiliki pusat dengan stasiun kereta, stasiun bus, dikelilingi oleh pembangunan dengan kepadatan relatif tinggi dengan pembangunan kepadatan rendah menyebar keluar dari pusat. TOD biasanya berlokasi didalam radius 0.4-0.8 km dari pemberhentian transit, yang merupakan suatu skala yang cukup tepat untuk pedestrian.

Berdasarkan arahan pembangunan pusat TOD Metropolitan Mebidang, beberapa TOD yang direkomendasikan untuk menjadi asal/tujuan perjalanan bus bandara adalah sebagai berikut:

1. TOD Belawan – Bandara Kualanamu 2. TOD Binjai – Bandara Kualanamu

3. TOD Pancur Batu – Bandara Kualanamu

4. TOD Deli Tua – Bandara Kualanamu

(13)

Gambar 2.3

Rencana wilayah pelayanan Bus Bandara Sumber: Bappeda Propinsi Sumut

(14)

2.8 Teknik Stated Preference

Dalam perencanaan transportasi diperlukan informasi yang jelas tentang efek dari suatu investasi atau suatu perencanaan strategi yang dilakukan. Selama bertahun-tahun telah dikembangkan metode statistik untuk menyediakan informasi prakiraan perubahan permintaan atau perilaku perjalanan yang ada sebagai akibat dari berbagai

alternatif perencanaan. Dengan menggunakan teknik stated preference, seorang

peneliti dapat melakukan skenario untuk mengetahui perilaku responden dalam berbagai atribut pilihan.

Menurut Ortuzar dan Willumsen (1994) teknik stated preference merupakan pendekatan yang relatif baru dalam penelitian transportasi, merupakan metode eksperimen untuk meneliti cakupan inisiatif kebijakan yang menyeluruh.

Beberapa keuntungan menggunakan teknik stated preference (Pearmain dan Kroes, 1990) adalah:

1. Peneliti dapat melakukan kontrol tentang situasi yang diharapkan akan dihadapi oleh responden;

2. Penggunaan variabel kuantitatif sekunder dapat dilakukan dengan mudah, karena peneliti menggunakan kuesioner untuk menyatakan variabel tersebut;

3. Dalam kebijakan yang bersifat baru, teknik ini digunakan sebagai media evaluasi dan peramalan;

4. Karena seorang responden dapat memberikan jawaban atas berbagai

(15)

terlalu banyak, namun demikian sampel diharapkan dapat mewakili kelompok masyarakat yang diteliti.

Parikesit (1996) dalam Hidayat (2001) menyatakan beberapa kelemahan menggunakan teknik stated preference adalah:

1. Penyimpangan respon, yaitu penyimpangan yang diakibatkan tidak

jujurnya jawaban responden karena apabila situasi yang dipilih tersebut benar-benar ada, maka responden tidak akan melaksanakannya;

2. Penyimpangan strategis, yaitu penyimpangan karena dengan mengisi

kuesioner, maka responden mengharapkan hasil tertentu (subjective). Kedua penyimpangan tersebut erat kaitannya dengan asumsi yang dianut

teknik stated preference, bahwa masyarakat akan benar-benar mengkonsumsi

barang/jasa yang ditawarkan apabila mendatangkan manfaat baginya.

Menurut Pearmain dan Kroes (1990) teknik stated preference yang digunakan dalam studi transportasi memiliki karakteristik pokok sebagai berikut:

1. Metode ini merupakan perangkat survei dalam riset pemasaran untuk

mendapatkan pernyataan masyarakat, bagaimana mereka akan memberikan respon terhadap situasi perjalanan hipotesis;

2. Situasi perjalanan tersebut ditawarkan kepada responden yang mana

memiliki kombinasi faktor yang berbeda dalam kaitannya dengan proses pengambilan keputusan perjalanan;

(16)

3. Peneliti membuat situasi perjalanan yang mudah dimengerti, masuk akal dan realistik, serta situasi dengan tingkat pengetahuan dan pengalaman responden;

4. Responden yang dipilih dalam survei harus mampu mewakili dari

populasi yang diteliti;

5. Respon yang diberikan oleh responden dianalisis dengan metode yang

memberikan ukuran kualitatif faktor-faktor yang diteliti dari situasi perjalanan hipotesis;

6. Hasil penelitian dengan teknik stated preference memberikan ukuran-ukuran yang dapat membantu dalam usaha identifikasi prioritas investasi atau perencanaan dan peramalan kebutuhan dan perilaku perjalanan dimasa mendatang.

Pada Gambar 2.4 berikut akan memberikan informasi elemen-elemen dalam perilaku masyarakat untuk melakukan perjalanan yang dapat diobservasi dengan teknik stated preference. Gambar tersebut memberikan ilustrasi bahwa terdapat faktor eksternal dan internal bagi konsumen yang mempengaruhi perilaku perjalanannya. Faktor eksternal misalnya atribut-atribut perjalanan alternatif dan kendala-kendala situasi, sedangkan faktor internal misalnya persepsi dan preferensi seorang pelaku perjalanan. Faktor eksternal merupakan hal yang mendorong dan membatasi perilaku pasar, sedangkan faktor internal merefleksikan tingkat pemahanan konsumen terhadap pilihannya dan mempengaruhi tindakannya.

(17)

Gambar 2.4.

Komponen perilaku konsumen Sumber: Pearmain dan Kroes, 1990

Dalam menyusun suatu pilihan alternatif, perilaku individu yang melakukan perjalanan merupakan fungsi dari sikap individu serta karakteristik sistem transportasi. Sikap merupakan respon yang efektif terhadap obyek atau pengalaman individu, yaitu pengalaman yang bersifat relatif terhadap obyek dan peristiwa yang

Karakteristik & pengalaman sosioekonomi konsumen Atribut-atribut alternatif perjalanan Informasi alternatif perjalanan Persepsi (kepercayaan) Sikap Pilihan Maksud Kendala-kendala situasi pada konsumen Kendala-kendala pada alternatif yang ada Perilaku perjalanan

(18)

membangkitkan respon secara emosional. Pengukuran sikap merupakan bentuk kuantifikasi dari respon. Stated preference yang dikembangkan untuk mengukur respon tersebut bersifat tidak langsung (penilaian kategori). Disain ekperimental

stated preference harus disusun sedemikian rupa, sehingga kombinasi tingkatan semua faktor yang tercakup di dalam ekperimen tidak berkorelasi terhadap alternatif-alternatifnya. Dengan demikian, maka keseluruhan jumlah alternatif yang dapat ditentukan merupakan fungsi dari jumlah faktor dan jumlah tingkatan faktor yang dipadukan dalam eksperimen. Jika alternatif pilihan yang muncul dari suatu eksperimen begitu besar, maka tidak praktis, karena responden hanya mampu mengevaluasi alternatif pilihan dalam jumlah yang relatif terbatas.

Pengukuran semacam ini dapat bermanfaat dalam mengidentifikasi variabel-variabel yang lebih relevan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perilaku perjalanan orang untuk menentukan fungsi-fungsi tersebut. Secara umum analisis perilaku perjalanan adalah memahami mekanisme yang menyebabkan orang dalam mengadakan perjalanan berperilaku demikian dan memprediksi bagaimana orang merespon kondisi lingkungan yang berubah, sehingga kebijakan akan semakin dapat dirumuskan dan dievaluasi. Namun demikian pengungkapan yang bersifat eksperimental dalam istilah-istilah numerik semestinya tidak mengaburkan kenyataan bahwa masih ada kemungkinan memprediksi pada ukuran akurasi tertentu.

(19)

2.9 Analisis Data Stated Preference

Data kualitatif berupa perilaku seseorang tidak berupa angka, sedangkan dalam pembentukan model dan analisis statistik hanya dapat memproses data berupa angka, sehingga data kualitatif harus dikuantifikasikan dalam bentuk angka. Kemudian kuantifikasi data tersebut disusun dalam skala ordinal. Alternatif pilihan dalam skala ordinal bertujuan untuk mengetahui dan memisahkan persepsi seseorang (respon) mengenai suatu atribut pertanyaan yang ditawarkan dalam jenjang kategori

ordinal ranking. Dikatakan ordinal ranking karena pernyataan ‘pasti naik’ lebih tinggi dari ‘mungkin naik’, kemudian pernyataan ‘mungkin naik’ lebih tinggi dari ‘ragu-ragu’, dan seterusnya. Dalam jenjang kategori alternatif pilihan berupa angka tidak dapat dilakukan operasi matematika, karena tidak mungkin (3 – 2) = 1 atau ‘ragu-ragu’ – ‘mungkin naik’ = ‘pasti naik’.

Teknik analisis yang secara umum digunakan untuk mengolah data stated

preference (Pearmain dan Kroes, 1990) antara lain:

1. Model pilihan diskret (discrete choice models). Model analisis ini

merupakan model probabilitas, yang mana nilai dari masing-masing pilihan responden berkaitan dengan pilihan-pilihan lainnya dalam set alternatif yang ditawarkan.

2. Model regresi. Penyederhanaan asumsi pada hal-hal tertentu dapat

(20)

Beberapa bentuk persamaan yang dapat digunakan untuk menganalisis data kuantitatif antara lain:

1. Multiple linier regression

y = a0 + a1.x1 + a2.x2 + … + an.xn……… dengan, (2.1) y a = dependent variabel 0…an x = paramater variabel 1…xn = independent variabel

2. Orderedprobit dan ordered logit

y* = β’x + ε………...……….

dengan,

(2.2)

y* = dependent variabel dalam bentuk ordinal (0, 1, 2, ..., n)

β’ = paramater yang akan dikalibrasi

x = independent variabel

ε

Dalam penelitian ini data yang diambil menggunakan teknik stated preference

untuk pembentukan model, dimana dependent variabel bersifat ordinal (0, 1, 2, ... n) dalam bentuk respon penumpang, maka analisis regresi linier biasa tidak dapat

digunakan. Untuk itu menurut Greene (1997) dalam beberapa kasus, ordered

(21)

probit atau logit dapat digunakan untuk menganalisis dependent variabel yang bersifat ordinal pada suatu diskret data. Kemudian untuk data yang berdistribusi normal digunakan ordered probit, sedangkan untuk data berdistrubusi tidak normal (weibull) digunakan ordered logit, sehingga pemilihan ordered probit model dalam penelitian ini dengan data yang berdistribusi normal cukup beralasan.

2.10 Ordered Probit Model

Ordered probit model merupakan model yang dapat digunakan untuk menganalisis diskret data dengan dependent varible dalam bentuk ordinal. Pada

ordered probit model urutan data asli dari hasil pertanyaan survei terhadap pilihan responden dengan tepat dapat dimodelkan sesuai yang diinginkan(ordered response) dan probabilitas pilihan responden dapat diketahui dengan tepat. Salah satu hal yang spesifik pada model ini adalah bersifat probabilistik, sedangkan pada model lain seperti model regresi linier biasa bersifat deterministik (pasti).

Ordered probit model dikembangkan oleh Zavoina dan McElvey (1975) yang

merupakan bagian dari econometric model. Econometric model merupakan suatu

model yang berdasarkan hubungan sebab akibat antara variabel yang diamati

(demand) dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya demand. Prediksi dengan menggunakan econometric model diharapkan mampu mengatasi kelemahan yang ada pada proyeksi berdasarkan kecenderungan.

(22)

Pada Gambar 2.5 keuntungan menggunakan ordered probit model antara lain semua tingkatan tanggapan responden dalam bentuk ordinal (0, 1, 2, ..., n) dapat masing-masing diketahui nilai probabilitasnya [ Prob(y = 0), Prob( y = 1), Prob( y = 2), …, Prob( y = n) ].

Beberapa kelemahan dari ordered probit model antara lain:

1. Hanya dapat digunakan untuk menganalisis data yang berdistribusi

normal;

2. Model yang dihasilkan tidak dapat langsung digunakan, karena harus

diestimasi kembali untuk mengetahui nilai probabilitas, sehingga diperlukan ketelitian dalam perhitungan.

Bentuk persamaan dari ordered probit model (Greene, 1997) adalah sebagai berikut:

y* = β’x + ε ...

dengan, (2.3)

y* = dependent variabel dalam bentuk ordinal

β’ = paramater yang akan dikalibrasi x = atribut independent variabel

ε = error term (variabel yang tidak dapat diobservasi).

Hasil estimasi persamaan sebelumnya kemudian dapat diklasifikasikan dalam bentuk ordinal ranking dengan persamaan sebagai berikut :

(23)

y = 1, jika 0 < y* < µ1 ... y = 2, jika µ (2.5) 1 < y* < µ2 ... .... (2.6) .... y = J, jika µ J-1 < y* ... dengan, (2.7) y = respon penumpang

µ = paramater untuk menghitung nilai β’x pada data ke j.

Setelah mendapatkan nilai y* selanjutnya dapat dihitung probabilitas ordered

response yang dituliskan dalam persamaan sebagai berikut :

Prob(y = 0) = φ (–β’x) ……… (2.8) Prob(y = 1) = φ (µ1 – β’x) – φ (–β’x) ……….. Prob(y = 2) = φ (µ (2.9) 2 – β’x) – φ (µ1 – β’x) ……….. …. (2.10) …. Prob(y = J) = 1 – φ (µJ–1 – β’x) ……….

Untuk semua nilai probabilitas positif, sehingga: (2.11)

0 < µ1 < µ2 < …. < µJ–1 ………..

Gambar

Gambar 2.1 Klasifikasi Penyelenggaraan Pelayanan Angkutan Orang   Sumber: Kepmenhub No.KM.35 Tahun 2003

Referensi

Dokumen terkait

memberikan pengetahuan tetapi juga pengajaran nilai dan norma untuk mengubah perilaku peserta didik menjadi lebih baik dan memberikan nasehat jika peserta didik

Membuat perubahan jika terdapat pertindihan JW di antara pensyarah, pelajar dan bilik kuliah/makmal dan mengikut syarat-syarat penyediaan jadual waktu yang telah

Hasil penelitian menunjukkan (1)Persentase ketuntasan secara individual meningkat pada siklus I terdapat 25 siswa tuntas, siklus II terdapat 27 siswa tuntas, dan

+elan!utnya peneliti melakukan penelitian tentang tiga leel !ustifikasi yang dibutuhkan (no justification, unconditional justification, dan  justification of disagreement  ) untuk

• Khusus penggunaan pesawat sinar-X mobile station, jika spesifikasi ukuran mobile station tidak memenuhi spesifikasi teknis dari pabrik atau ketentuan standar

Studi Pengkajian Tentang Pemanfaatan Search Engine Optimization (SEO) untuk Meningkatkan Peringkat pada Hasil Pencarian di Search Engine. YOSI

Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik personal dan karakteristik pekerjaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen

Selain pembuatan asam phospat dari batuan phospat dapat juga dari bonggol pisang karena bonggol pisang mengandung unsur phosphor yang sangat tinggi dan kalsium sehingga