• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM PAJAK BUAH BERASTAGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM PAJAK BUAH BERASTAGI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM PAJAK BUAH BERASTAGI

2.1. Sejarah Pajak Buah Berastagi

Pajak Buah Berastagi mulai berdiri sejak tahun 1970 saat namanya masih menjadi Pajak Tarum Ijuk. Nama itu diambil dari bentuk atap yang ada di pajak tersebut dimana pada saat itu dibuat dari bahan ijuk yang diikat dan dikumpulkan sehingga dapat menjadi atap dan melindungi orang-orang yang ada di bawahnya. Sedangkan peresmian dari tempat ini dilakukan empat belas tahun setelahnya, yaitu pada tanggal 18 Mei 1984 oleh Bupati Karo pada saat itu Drs. Rukun Sembiring.

Foto 6. Sumber : Foto Leonard Ginting, 23 Januari 2015. Tanda peresmian berdirinya Pajak Buah Berastagi yang diabadikan dalam

sebuah batu yang terletak dekat pintu masuk.

Kata “pajak” adalah istilah khas masyarakat Karo untuk menyebutkan pasar. Bangunan yang mempunyai luas lima ribu meter persegi ini selalu ramai dikunjungi wisatawan baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Sebelum

(2)

menjadi Pajak Buah Berastagi atau saat namanya masih Pajak Tarum Ijuk, pajak ini tidak memiliki tempat yang cukup luas seperti sekarang ini. Menurut keterangan informan yang penulis dapatkan, lokasi Pajak Tarum Ijuk pada saat itu berada di tempat pengisian bahan bakar minyak (SPBU) yang sekarang ini letaknya berada di samping Pajak Buah Berastagi.

2.2. Lahirnya Pajak Buah Berastagi

Pajak Buah Berastagi lahir sebagai salah satu daerah dan tujuan objek wisata di Kabupaten Karo dan di Sumatera Utara karena memiliki lokasi yang nyaman, sejuk, dan strategis sebagai pilihan bagi wisatawan dalam negeri maupun mancanegara untuk melakukan kegiatan liburan di akhir pekan.

Selain faktor tersebut hal lain yang juga berpengaruh terhadap lahirnya Pajak Buah Berastagi adalah dikarenakan kondisi wilayah disana yang merupakan dataran tinggi yang subur sehingga memungkinkan banyak tanaman yang bisa tumbuh disana.

Hal inilah yang juga membuat mayoritas penduduk yang berada di Karo untuk memilih bermata-pencaharian sebagai petani. Setelah itu para petani kemudian berpikir untuk membuat sebuah tempat yang akan dijadikan sebagai arena bagi para petani disana yang mau menjual hasil tanamannya setelah tanamannya bisa dipanen.

Maka dari itu dibuatlah sebuah pasar (pajak) kecil-kecilan yang berbentuk persegi panjang yang saat itu berada persis di depan Tugu Perjuangan, Berastagi. Pajak itu berbentuk persegi panjang dan menghadap ke arah persimpangan jalan menuju kota Medan. Pajak itu diberi nama Pajak Tarum Ijuk.

(3)

2.3. Masyarakat Karo

Disini penulis akan menggambarkan tentang nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh sebagian besar pedagang yang berada di Pajak Buah Berastagi, dimana berasal dari suku Karo8. Tidak ada batasan suku maupun etnis yang berlaku di Pajak Buah Berastagi. Ibu Azis br. Ginting sebagai salah seorang informan penulis mengatakan bahwa di Pajak Buah Berastagi juga pernah ada pedagang yang berasal dari etnis Cina atau Tionghoa.

Kebetulan pedagang itu adalah tetangga ibu Azis disana (pajak). Pedagang tersebut sudah sepuluh tahun berjualan disana, dimulai tahun 2010 dan omsetnya cukup memuaskan karena menjual berbagai macam barang mulai dari pakaian sampai aksesoris kecil.

Salah satu filosofi yang dianut masyarakat Karo dalam kaitannya dengan urusan berdagang, yaitu ula perajang-ajang kalak. Artinya adalah jangan menyerobot mana yang bukan kepunyaan kita. Hal ini dapat diterapkan dalam kehidupan berdagang maupun bermasyarakat dimana kita harus bisa menghormati hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pedagang dan pembeli.

Lain lagi dengan istilah Karo, ula mengga. Ungkapan ini mengingatkan kita agar jangan merasa iri terhadap benda atau hal kepunyaan orang lain karena itu adalah salah satu sifat buruk yang harus dihindari. Masyarakat Karo mendiami wilayah Kabupaten Karo di kota Kabanjahe. Orang Karo memiliki pedoman sikap perilaku dalam kehidupan sehari-hari, yang disebut dengan :

8

Masyarakat Karo, http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1715/masyarakat-karo, (akses 29 September 2015).

(4)

 Merga Silima

Terdiri atas lima marga besar, yakni Karo-karo, Ginting, Sembiring, Tarigan, dan Perangin-angin. Merga adalah organisasi kekerabatan suku Karo. Merga diperhitungkan dari garis keturunan ayah melalui satu nenek moyang laki-laki. Merga tersebut sangat dijunjung tinggi dan merupakan penentu kekerabatan, keturunan, dan jodoh.

 Tutur Siwaluh

Merupakan delapan tutur yang menjadi pedoman bagi masyarakat Karo untuk berkomunikasi antar sesama dari lima marga besar. Tutur Siwaluh menata bagaimana cara bersikap, bertutur, menyapa, memanggil, dan sopan santun secara keseluruhan.

 Rakut Sitelu

Adalah tiga unsur kekerabatan yang saling berkaitan, yakni Kalimbubu, Senina, dan Anak Beru. Tiga unsur kekerabatan yang menjadi sumber sikap perilaku seseorang dalam kehidupan masyarakat Karo disebut Sangkep Nggeluh. Kalimbubu adalah merga ibu atau merga istri dan saudaranya yang merupakan pihak kerabat pemberi gadis. Senina adalah kelompok kerabat semarga. Anak Beru adalah kelompok kerabat yang menerima gadis.

Harapan dan idaman yang ingin diwujudkan masyarakat Karo adalah pencapaian tiga hal pokok, yaitu tuah, sangap, dan mejuah-juah. Tuah berarti menerima berkat dari Tuhan Yang Maha Esa, memiliki keturunan, banyak kawan, kecerdasan, dan kelestarian sumber daya alam untuk generasi mendatang. Sangap

(5)

berarti mendapat rezeki dan kemakmuran. Sementara mejuah-juah artinya sehat sejahtera, aman, dan damai.

Salah satu ciri khas masyarakat Karo adalah sifat kekeluargaan. Hal ini terlihat dalam acara ertutur (pertautan hubungan seseorang dengan orang lain) yang dilanjutkan dengan pertanyaan “sudah makan atau belum?”. Apabila orang yang ditanyakan belum makan, maka tuan rumah wajib mengajaknya makan, atau jika belum berumah-tangga maka akan dibawa ke rumah orang tua untuk makan bersama.

Jenjang keturunan keluarga pun menentukan tinggi rendahnya tutur kata seseorang, yaitu :

 Tutur Meganjang (tingkat tutur tinggi), orang yang mempunyai panggilan dari ayah ke atas.

 Tutur Sintengah (tingkat tutur menengah), orang yang mempunyai hubungan panggilan setingkat senina (saudara) atau setimpal.

 Tutur Meteruh (tingkat tutur paling rendah), orang yang mempunyai panggilan tingkat anak ke bawah.

Tradisi orang Karo mengharuskan untuk bertindak atau bersikap sopan, yang disebut mehamat. Sebelum agama Islam dan Kristen datang ke Tanah Karo, mereka menganut kepercayaan Pemena. Pemena mengenal adanya Dewa Dibata, yang terdiri atas; (1) Batara Guru sebagai pencipta alam semesta, (2) Benua Holing sebagai dewa yang berkuasa di muka bumi, dan (3) Paduka ni Aji sebagai dewa yang berkuasa di benua bawah. Kepercayaan Pemena meyakini adanya tiga jenis alam yang memiliki makhluk tersendiri. Mereka juga mempercayai roh nenek moyang dan roh orang mati sada wari (suatu hari).

(6)

Suku Karo pun mengenal istilah serayaan atau royong. Nilai gotong-royong masyarakat Karo berbunyi ersada ole bagi singerintak. Artinya bersatu aba-aba seperti orang yang menarik tekang. Tekang adalah tiang agung pada bangunan tradisional rumah adat Karo. Tekang ditarik oleh laki-laki dan perempuan, baik tua atau muda.

Kampung pada masyarakat Karo biasa disebut kuta. Rumah tradisional masyarakat Karo terdiri atas dua macam, yaitu siwaluh jabu (rumah biasa) dan rumah adat siwaluh jabu (rumah adat). Biasanya penghuni yang menempati rumah siwaluh jabu tidak terikat oleh merga dan peraturan adat.

Masyarakat Karo umumnya bekerja sebagai petani dengan menanam padi dan sayur-sayuran. Dikenal ungkapan tradisional bagi aron ku juma, artinya mereka berganti-ganti mengerjakan tanah yang dimiliki anggota aron. Aron ialah kelompok kerja yang merupakan sistem gotong-royong ketika mengelola tanah persawahan.

2.4. Keadaan di Pajak Buah Berastagi

Keadaan Pajak Buah Berastagi cukup ramai diminati dan dikunjungi oleh para wisatawan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pajak ini terletak di lokasi yang strategis karena terletak di empat persimpangan yang dapat dilalui berbagai jenis angkutan umum dari berbagai wilayah di kota dan desa-desa yang berdekatan dengan Berastagi, seperti kota Kabanjahe, desa Merdeka, desa Jumaraja, desa Tongkeh, dan lain-lain.

Jarak dari Kabanjahe menuju Berastagi adalah sepuluh kilometer, jarak dari desa Jumaraja ke Berastagi adalah sekitar tiga kilometer, dan jarak dari

(7)

desaTongkeh ke Berastagi adalah dua kilometer. Sedangkan satu lagi adalah jalan menuju kota Medan dari persimpangan yang ada disana atau tepatnya di Tugu Perjuangan Berastagi yang dapat ditempuh sejauh enam puluh kilometer.

2.4.1. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang mendukung penjualan di Pajak Buah Berastagi adalah :

a) Adanya fasilitas tempat untuk berjualan berupa lapak yang berjumlah 270 unit, dimana 180 unit kios berukuran 3 x 3 meter dan losd atau bale-bale berjumlah 90 unit (84 unit ukuran 2 x 2 meter & 6 unit ukuran 2 x 3 meter).

b) Adanya sarana penerangan lampu-lampu jalan guna mendukung kegiatan yang ada disana hingga malam hari. Hal ini diperlukan agar pada saat malam hari semua kegiatan yang berlangsung disana mendapat pasokan cahaya yang cukup.

c) Adanya petugas kebersihan dari dinas kebersihan setempat yang bertugas setiap hari. Para pedagang disitu juga akan dikenakan biaya kebersihan Rp 10.000,00per minggu. d) Kawasan parkir yang cukup leluasa untuk para pengunjung

yang membawa kendaraannya, baik roda dua maupun roda empat. Lokasi parkir ini ditempatkan di pinggir jalan mengelilingi Pajak Buah Berastagi. Untuk pengunjung yang membawa mobil biaya parkir yang dikenakan sebesar

(8)

Rp 4.000,00untuk sekali parkir, sedangkan untuk pengunjung yang membawa sepeda motor dikenakan biaya parkir sebesar Rp 2.000,00 untuk sekali parkir.

e) Adanya fasilitas kamar mandi atau toilet umum yang berjumlah empat unit, sangat penting untuk tempat-tempat yang selalu ramai seperti Pajak Buah Berastagi.

Foto 7. Sumber : Foto Leonard Ginting, 26 Januari 2015. Salah satu sisi di bagian dalam Pajak Buah Berastagi, dimana juga terdapat

(9)

Foto 8. Sumber : Foto Leonard Ginting, 26 Januari 2015. Bale-bale adalah lapak yang berada di dalam Pajak Buah Berastagi, tidak

memiliki sekat/batas seperti bangunan kios.

2.4.2. Letak dan Batas-batas Wilayah

Lokasi Pajak Buah Berastagi yang cukup strategis,yaitu terletak di tiga persimpangan jalan besar membuatnya sering dikunjungi oleh para pengunjung atau wisatawan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun mancanegara.

Salah satu arah di persimpangan ini adalah jalan raya lintas Sumatera yang dapat menuju ke kota Medan yang berjarak sekitar enam puluh (60 km) kilometer dari sana. Sebelumnya kita akan menemukan lokasi tempat hiburan yaitu Bukit Kubu yang juga sering dikunjungi orang-orang bila menjelang hari libur akhir pekan yang jaraknya hanya enam ratus meter dari Pajak Buah.

Sekitar satu setengah kilometer dari Bukit Kubu kita akan menjumpai Taman Hutan Raya yang juga adalah salah satu objek wisata

(10)

daerah Karo. Tahura ini adalah taman hutan yang fungsinya mirip dengan Taman Safari yang ada di kota Bogor yaitu sebagai hutan yang dilindungi oleh pemerintah karena juga dijadikan sebagai tempat penampungan bagi beberapa jenis hewan langka di Sumatera, seperti Harimau Sumatera dan Gajah Sumatera.

Secara teritorial Pajak Buah Berastagi berada di Kelurahan Gundaling I Kecamatan Berastagi. Kelurahan ini mempunyai luas enam kilometer persegi. Dalam hal penatausahaannya, Pajak Buah Berastagi dikelola oleh Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dibawah naungan DinasPasar.

Sementara itu batas-batas wilayah Pajak Buah Berastagi, yakni : a) Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Camat, Berastagi; b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Tourist Information

Center (Pusat Informasi Turis/Wisatawan), Berastagi; c) Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Gundaling,

Berastagi;

d) Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Perwira, Berastagi. Selain Bukit Kubu dan Tahura di sekitar Pajak Buah Berastagi juga ada objek wisata lainnya yang masih dalam kawasan wisata di Karo. Tempat itu adalah objek wisata Bukit Gundaling. Tempat ini juga sering dikunjungi wisatawan dalam negeri maupun mancanegara, terutama pada saat hari-hari raya dan akhir pekan.

Objek wisata yang satu ini lebih mirip dengan objek wisata Penatapan yang ada di daerah Doulu dan juga mirip dengan lokasi yang

(11)

ada di Puncak, Bogor karena menyuguhkan pemandangan yang luas dan sejuk dari atas ketinggian. Bagi para remaja yang tinggal di sekitar Berastagi dan Kabanjahe, nama Bukit Gundaling sudah tidak asing lagi bagi mereka karena disanalah kebanyakan para remaja ini sering menghabiskan waktunya di malam minggu bersama kekasihnya.

2.4.3. Kawasan Serupa Selain Pajak Buah Berastagi

Selain Pajak Buah Berastagikawasan serupa juga ada di PasarSayur Mayur Roga Berastagi atau masyarakat sekitar sering menyebutnya Pajak Roga Simpang Ujung Aji. Pajak ini lebih berorientasi kepada penjualan sayur dan buah-buahan yang berasal dari hasil panen para petani di Karo.

Walaupun begitu tidak seluruh desa yang ada di Kabupaten Karo yang menjual hasil tanamannya kesana.Jarak antara Pajak Roga Berastagi dengan Pajak Buah Berastagi adalah duakilometer. Bila kita berada di persimpangan Tugu Perjuangan Berastagi, jalan menuju ke Pajak Roga adalah jalan yang sama bila kita ingin menuju ke arah kota Kabanjahe.

(12)

Tabel 1 : Beberapa Perbedaan di antara Pajak Roga Berastagi dengan Pajak Buah Berastagi

Calon Pembeli atau Orang yang Berkunjung

Jumlah Barang yang Dijual

Sistem Pembelian

Bila di Pajak Buah Berastagi calon pembeli

atau orang-orang yang berkunjung kesana mayoritas adalah para turis (wisatawan) yang berasal dari dalam negeri

maupun mancanegara. Sedangkan di Pajak Roga

Berastagi, calon pembeli atau orang-orang yang

berkunjung kesana mayoritas adalah para

perkoper dan agen pemasok.

Bila di Pajak Roga jumlah barang yang dijual disana dalam bahasa dagang, kita

biasa

mengelompokkannya kedalam partai menengah.

Sedangkan di Pajak Buah Berastagi jumlah

barang-barang yang dipasok kesana adalah di bawah

300 kg.

Jika di Pajak Roga Berastagi sistem pembelian

yang diterapkan disana adalah dengan hitungan

borongan atau per keranjang, dimana dalam

satu keranjang biasanya mempunyai berat 65 kilogram. Sedangkan di

Pajak Buah Berastagi sistem pembelian yang diterapkan disana adalah

dengan hitungan eceran atau per kilogram. Sumber : Hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa informan di Pajak

Buah dan Pajak Roga Berastagi.

Foto 9. Sumber : Foto Dinas Pasar Berastagi, 28 Januari 2015. Peta wilayah Pajak Buah Berastagi.

(13)

Foto 10. Sumber : Foto Leonard Ginting, 13 Februari 2015. Jalan pintu masuk utama menuju Pajak Roga Berastagi.

Foto 11. Sumber : Foto Leonard Ginting, 16 November 2014. Ibu Aldi br Sembiring (kanan) yang sedang melayani calon pembeli. Sistem pembelian yang biasa diterapkan Pajak Buah Berastagi adalah dengan

(14)

Foto 12. Sumber : Foto Leonard Ginting, 20 Desember 2014. Ibu Jesica br Pinem yang sedang merapikan barang-barang dagangannya

di Pajak Roga Berastagi.

2.5. Pajak Roga Berastagi

Disini penulis akan memberikan penjelasan yang lebih mendalam mengenai Pasar Sayur Mayur Roga Berastagi atau Pajak Roga Berastagi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Pajak Roga Berastagi adalah salah satu kawasan serupa dengan Pajak Buah Berastagi.

Disana penulis bertemu dengan salah satupedagang yang membuka kedai nasi bernama Bp. Hormat Surbakti. Beliau adalah salah satu informan kunci yang memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai sejarah Pajak Roga Berastagi ini. Berikut adalah kutipan wawancaranya9.

Ya, saya lahir dan besar sampai sekarang di Berastagi ini. Saya juga sudah lama berjualan nasi di Pajak ini, jadi saya mengenal dengan baik sejarah lahirnya Pajak Roga Berastagi ini.

(15)

Jadi Bp. Hormat mengatakan bahwa Pajak Roga Berastagi ini baru saja dipindahkan lokasinya pada tahun 2013. Sebelum berada di daerah Simpang Ujung Aji ini, Pajak ini dulunya berada di Jalan Pembangunan Berastagi dan namanya masih Pajak Sayur Berastagi. Pajak Sayur Berastagi ini mulai berdiri pada tahun 1979.

Itu artinya Pajak itu sudah berdiri selama tiga puluh empat tahun disana. Alasan mengapa Pajak Sayur sudah berpindah lokasi adalah karena status lahan yang dijadikan Pajak tersebut adalah lahan sewaan. Jadi selama ini pihak pemerintah daerah setempat menyewa kepada tuan tanah yang menjadi pemilik lahan di Pajak Sayur itu.

Tetapi pada tahun 2013 yang lalu saat kontrak sewanya sudah habis, sang pemilik tanah tidak mau lagi memberikan kontrak sewa kepada Pemda. Alasan yang penulis dengar adalah karena lahan seluas 1,5 hektar yang dulu disewakan kepada Pemda untuk dijadikan Pajak tersebut ternyata adalah tanah peninggalan orang tua yang telah meninggal. Jadi tanah itu sekarang dibagi rata kepada anak-anaknya.

Hal ini memang sering dilakukan dengan tujuan untuk menghindari konflik di kemudian hari. Sedangkan mengenai lahan yang saat ini menjadi Pajak Roga Berastagi kebetulan ceritanya memiliki persamaan yang cukup banyak. Jadi setelah kontrak Pemda di Pajak Sayur itu sudah habis maka Pemda segera mencari tempat untuk dijadikan lokasi yang sama, yaitu Pajak.

Akhirnya ditemukanlah lahan kosong di daerah Simpang Ujung Aji. Lahan ini juga adalah tanah kosong yang dimiliki oleh sebuah keluarga bermarga Purba. Melihat lahan seluas dua hektar ini diyakini memiliki posisi yang baik dan

(16)

strategis untuk kegiatan pasar, maka Pemda setempat melalui dinas pasar ingin membeli tanah ini kepada keluarga Purba.

Namun sayang, mereka hanya ingin lahannya disewakan saja. Hal ini juga penulis dengar karena posisi lahan ini yang merupakan tanah peninggalan orang tua jadi mereka masih enggan untuk menjualnya. Mereka ingin menjualnya hanya pada saat tanah itu sudah dibagi rata.

Untuk pertanyaan terakhir penulis pun bertanya kepada Bp. Hormat, “berapa jangka waktu yang telah disepakati Pemda kepada keluarga Purba ini ?” Lalu beliau pun menjawab, “ya, setahu saya Pajak Roga ini dikontrakkan oleh keluarga Purba kepada pihak Pemda selama dua puluh lima (25) tahun”. Sedangkan untuk biaya pengutipan-pengutipan yang ada di Pajak Roga penulis juga berhasil mendapatkan informasi dari Bp. Hormat Surbakti ini.

(17)

Tabel 2 : Biaya-biaya Pengutipan yang ada di Pajak Roga No. Jenis

Pengutipan

Biaya Pengutipan Oknum / Aktor-aktor yang Mengutip 1. Cukai. Rp 2.000,00 / hari. Dinas pasar (perpas). 2. Kios (ukuran 3m

x 3 m).

Rp 2.000.000,00 / tahun.

Dinas pasar (perpas). Ada juga pengutipan tambahan Rp 3.000,00 /

hari oleh pihak tuan tanah.

3. Lapak. Rp 600.000,00 / tahun. Dinas pasar (perpas). Ada juga pengutipan tambahan Rp 3.000,00 /

hari oleh pihak tuan tanah. 4. Jaga Malam. Rp 2.000,00 / hari. Pemuda setempat. 5. Kebersihan. Rp. 2.000,00 / hari. Dinas kebersihan. 6. Listrik. Rp. 2.000,00 / hari. Tuan tanah. 7. Parkiran. Rp 2.000 untuk mobil

kecil, dan Rp 5.000,00 untuk mobil besar.

Dinas perhubungan. 8. Jaga malam barang. Rp 5.000,00 / keranjang / malam. Pemuda setempat. Sumber : Hasil wawancara dengan Bp. Hormat Surbakti, 25 Maret 2015.

Foto 13. Sumber : Foto Leonard Ginting, 13 Februari 2015. Salah satu bentuk aktivitas yang terlihat di Pajak Roga Berastagi, dimana

Perkoper, Petani, Tukang Sorong, dan Tukang Timbang saling berinteraksi dan bernegosiasi.

Gambar

Tabel 1 : Beberapa Perbedaan di antara Pajak Roga Berastagi dengan Pajak  Buah Berastagi
Tabel 2 : Biaya-biaya Pengutipan yang ada di Pajak Roga  No.  Jenis

Referensi

Dokumen terkait

SMP Negeri 21 terletak dan berada pada lingkungan yang sangat menunjang dalam proses, belajar mengajar, memiliki lapangan dan pekarangan yang cukup Was

Hingga tahun 1987 Jasa Marga adalah satu-satunya penyelenggara jalan tol di Indonesia yang pengembangannya dibiayai Pemerintah dengan dana berasal dari pinjaman luar negeri

Dengan hadirnya Kompas Online, para pembaca harian Kompas terutama di Indonesia bagian timur dan di luar negeri dapat menikmati harian Kompas di hari yang sama tanpa harus

Pantai Senggigi yang da di Lombok Barat merupakan destinasi tujuan wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan setiap tahunnya dan sebagian wisatawan menyempatkan diri

Kegiatan KPP Pratama Semarang Timur adalah melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wilayah Pajak di bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak tidak Langsung lainnya yang berada di Wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Tegallega berdasarkan

Sebagai pasar tradisional, keberadaan Pajak Sembada yang terletak di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan ini cukup strategis untuk dikunjungi masyarakat

Subjek pajak luar negeri Subjek pajak luar negeri ► Subjek pajak orang pribadi Orang pribadi yang tdk Subjek pajak orang pribadi Orang pribadi yang tdk bertempat tinggal di Indo lebih