• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN GEJALA CHILLING INJURY TERHADAP PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA VARIETAS GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DINGIN SKRIPSI HENRY OKVITASARI B F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN GEJALA CHILLING INJURY TERHADAP PERUBAHAN MUTU BUAH MANGGA VARIETAS GEDONG GINCU SELAMA PENYIMPANAN DINGIN SKRIPSI HENRY OKVITASARI B F"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN GEJALA CHILLING INJURY TERHADAP PERUBAHAN MUTU

BUAH MANGGA VARIETAS GEDONG GINCU SELAMA

PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI

HENRY OKVITASARI B

F14062980

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

STUDY ON THE CHILLING INJURY SYMPTOMS OF MANGO FRUITS

VAR. GEDONG GINCU STORED UNDER LOW TEMPERATURE STORAGE

Henry Okvitasari Badriyah

Under Guidance: Dr. Ir. Y Aris Purwanto, M. Sc dan Dr. Ir. Sutrisno, M. Agr.

Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 62 251 8624622, email : henryokvitasari@gmail.com

ABSTRACT

Low temperature storage is a common method to extend the self life and to maintain the quality of mango. However, low temperature storage may cause mango experience the chilling injury. Study on the chilling injury symptoms of mango stored under low temperature storage will be very important in order to understand better mathod to reduction of chilling injury. The objective of this study was to examine the chilling injury symptopms of mango fruits stored at 8, 13 ˚C and room temperature. Chilling injury symptoms was determined from the ion leagake which measured from the changes in the value of electric conductivity with time. The quality of mango during storage were evaluated from the changes in weight loss, respiration rate, colour, firmness, total soluble solid as well as organoleptic test. The result showed that mango fruits experienced chilling injury at days 4 at storage condition of 8˚C. The chilling injury symptoms at days 4 was showed by the highest value of slope from graphic of total percentage of electric conductivity value with time. This phenomenon of chilling injury symptoms at 8˚C was also indicated by quality parameter i.e respiration rate, weight loss, total soluble solid, change in colour, firmness and organoleptic test.

(3)

HENRY OKVITASARI BADRIYAH. F14062980. Kajian Gejala Chilling

Injury Terhadap Perubahan Mutu Buah Mangga Varietas Gedong Gincu

Selama Penyimpanan Dingin. Di bawah bimbingan Y. Aris Purwanto dan

Sutrisno. 2011

RINGKASAN

Penyimpanan pada suhu rendah adalah cara yang umum digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas produk pertanian segar. Permasalahan yang sering dihadapi untuk mempertahankan kualitas produk pertanian dengan cara pendinginan adalah kepekaan produk pertanian terhadap perlakuan suhu rendahsangat bervariasi. Penyimpanan pada suhu rendah dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan dingin (chilling injury) yang berakibat pada kerusakan produk secara fisiologi baik secara eksternal maupun internal sehingga dapat menurunkan kualitas produk. Gejala kerusakan dingin terlihat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas, dan peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yang khas. Gejala kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji gejala chilling injury dengan beberapa parameter mutu buah mangga varietas Gedong Gincu selama penyimpanan dingin yaitu, jumlah konsentrasi CO2 dan O2, susut bobot, perubahan warna, total padatan terlarut, kekerasan

buah, uji organoleptik, dan ion leakage.

Sampel mangga diperoleh dari kebun petani. Buah mangga yang dipetik dari kebun dibungkus dengan kertas koran untuk melindungi benturan dan diangkut dalam keranjang plastik dan kardus ke Laboratorium dengan lama perjalanan 8 jam. Buah kemudian dicuci dengan air yang mengalir dan dianginkan untuk selanjutnya dilakukan sortasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran berat, volume, kekerasan, warna, dan total padatan terlarut (°Brix). Untuk mencegah kerusakan buah akibat serangan mikroorganisme, buah mangga dicelupkan pada larutan Thiabendazol 0.5 ppm selama 1 menit.

Sampel buah disimpan pada suhu 8, 13˚C dan suhu ruang sebagai kontrol. Selama penyimpanan dilakukan pengukuran susut bobot, kekerasan, perubahan warna, respirasi, total padatan terlarut dan perubahan ion leakage tiap dua hari sekali. Ion leakage dilakukan diukur berdasarkan perubahan nilai konduktivitas dari sampel daging buah dengan dimensi 1x1x1 cm yang direndam di aquabides yang diketahui nilai konduktivitas awalnya dengan selang pengukuran tiap 20 menit selama 300 menit. Gejala chilling injury diamati dari slope grafik perubahan total persentasi dari ion leakage pada selang waktu 20 sampai 240 menit. Seluruh pengamatan dihentikan pada saat kondisi dari sampel buah sudah tidak layak konsumsi atau rusak. Pada akhir pengamatan dilakukan juga uji organoleptik.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa suhu penyimpanan berpengaruh terhadap laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, warna, dan hasil uji organoleptik. Pada penyimpanan suhu 8˚C, perubahan mutu buah mangga gedong gincu lebih lambat. Buah mangga gedong gincu yang disimpan pada suhu 8˚C menunjukkan gejala kerusakan dingin (chilling injury) pada hari ke empat. Hal ini ditunjukkan dari nilai tertinggi slope perubahan persentase ion leakage yaitu sebesar 0.212. Gejala chilling injury pada penyimpanan suhu 8˚C ini ditunjukkan dari gagal matangnya sampel buah yang mengakibatkan kurang disukainya sampel buah pada uji organoleptik. Secara umum sampel buah yang disimpan pada suhu 8˚C dapat tahan sampai 30 hari, penyimpanan pada suhu 13˚C dapat disimpan sampai 26 hari. Sedangkan pada kontrol, sampel buah mulai mengalami kerusakan pada hari ke 14. Berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan maka suhu penyimpanan yang direkomendasikan adalah suhu 8˚C, walaupun masih terjadi chilling injury.

(4)

KAJIAN GEJALA CHILLING INJURY TERHADAP PERUBAHAN MUTU

BUAH MANGGA VARIETAS GEDONG GINCU SELAMA

PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HENRY OKVITASARI B

F14062980

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(5)

Judul Skripsi

: Kajian Gejala Chilling Injury Terhadap Perubahan Mutu

Buah Mangga Varietas Gedong Gincu Selama Penyimpanan

Dingin

Nama

: Henry Okvitasari Badriyah

NIM

: F14062980

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M. Sc.)

(Dr. Ir. Sutrisno, M. Agr.)

NIP. 196 40307 198903 1 001

NIP. 195 90720 198601 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng.)

NIP. 19661201 199103 1 004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian

Gejala Chilling Injury Terhadap Perubahan Mutu Buah Mangga Gedong

Gincu Selama Penyimpanan Dingin adalah hasil karya sastra sendiri dengan

arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun

pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2011

Yang membuat pernyataan

Henry Okvitasari Badriyah

F 14062980

(7)

© Hak cipta milik Henry Okvitasari Badriyah, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Intitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak ke-1 dari 2 bersaudara dari pasangan ayah Subadi dan Ibu Darmi yang dilahirkan di Desa Langgenharjo, Kabupaten Pati Jawa Tengah pada tanggal 29 Oktober 1988.

Pada tahun 1994, penulis mulai memasuki dunia pendidikan untuk pertama kali secara formal di Sekolah Dasar (SD) Negeri Langgenharjo, Kecamatan Margoyoso dan berhasil lulus pada tahun 2000. Setelah lulus dari SD, kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 2 Trangkil dan lulus pada tahun 2003. Setelah itu, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tayu berhasil lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, setelah mengikuti Ujian Seleksi Mahasiswa IPB (USMI), penulis akhirnya diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) tanpa jurusan karena sistem mayor minor. Dengan persaingan yang sangat ketat selama setahun di Tingkat Persiapan Besama (TPB), penulis berhasil diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2007 dan berhasil menyelesaikan studi pada tahun 2011.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi mahasiswa. Pada tahun 2006/2007, penulis aktif di Rohis Kelas B21/22, DKM Al- Hurriyah, dan Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP). Pada tahun 2007/2008, penulis aktif di Rohis Kelas Teknik Pertanian (TEP), Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA), Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI), dan Forum Bina Islami (FBI), Asrama Putri darmaga (APD). Pada periode 2008/2009, penulis aktif di Rohis Kelas TEP, IMATETANI, Forum Bina islami (FBI), Asrama Putri darmaga (APD), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM F), dan Forum Indonesia Muda (FIM) Angkatan IX. Pada periode 2009/2010 penulis aktif di Koperasi FATETA (KopFA), ASA (Aliansi Selamatkan Anak Indonesia) dan Forum Indonesia Muda (FIM) Angkatan IX.

Pada tahun ajaran 2008/2009 atau peralihan dari semester 6 ke semester 7, penulis melakukan Praktek Lapang (PL) di PT. Garudafood Putra Putri Jaya, Pati, Jawa Tengah dengan topik “Mempelajari Teknik Pengohan Pangan di PT. Garudafood Putra Putri Jaya”. Selanjutnya penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB dengan topik “Kajian Gejala Chilling Injury Terhadap Perubahan Mutu Buah Mangga Varietas Gedong Gincu Selama Penyimpanan Dingin” di bawah bimbingan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr.

(9)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat, taufik, hidayah dan karunia – Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian yang berjudul “Kajian Gejala Chilling Injury Terhadap Perubahan Mutu Buah Mangga Varietas Gedong Gincu Selama Penyimpanan Dingin”. Semoga syukur yang tak seberapa dibanding nikmatNya ini, terus dan terus bertambah menjadi sebab bertambahnya nikmat kita, La insyakartum la azindannakum. Sholawat beserta salam senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang syafa`atnya selalu diharapkan di hari akhir kelak. Ucapan terimakasih yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak memberikan bantuan berupa masukan, saran, maupun kritikan dalam penyelesaian penelitian ini, yaitu:

1. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc. selaku dosen pembimbing I atas bimbingan dan arahan dengan sabar, penuh perhatian dalam penyempurnaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta semangat untuk cepat menyelesaikan studi.

2. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku pembimbing II yang dengan cerdas, teliti, semangat menyumbangkan ide, pikiran, masukan dengan penuh perhatian selama penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Sri Endah Agustina, MS yang telah berkenan menjadi dosen penguji penulis pada ujian skripsi yang banyak memberi masukan dan pemahaman.

4. Sugiyono, STP, M.Si. yang telah berkenan memberikan masukan, ide, pemikiran, serta pemahaman kepada penulis serta arahan dan bimbingannya.

5. Dosen dan staf teknik Pertanian yang telah memberi banyak pengetahuan dan pengalaman selama penulis menimba ilmu.

6. Abah dan Bunda beserta keluarga besar di Pati yang senantiasa memberikan dukungan spiritual serta kasih sayangnya.

7. Untuk Mujahidku yang selalu sabar memberikan semangat untuk segera menyelesaikan amanah studi, nasehat yang tak pernah lelah, bimbingan untuk bisa menyelesaikan dengan hasil terbaik yang diusahakan, pengorbanan dan bantuannya terhadap penulis.

8. Pak Sulyaden, atas kesediaannya dalam membantu penulis dalam pengambilan data di Lab. TPPHP juga atas arahan, dan saran – sarannya dalam pelaksanaan penelitian ini. 9. Sahabatku; Yeni, Azzah, Nana, DJ, Ratih, Herman, Wahid, Ozi, Fikri, Tono, Ida, mba

Dian, mba Fitri, Bu Yusra Hayati dan lainnya, atas semua motivasi, pengorbanan dan bantuannya kepada penulis.

10. Teman-teman seperjuangan AE 43, terimakasih atas semangat dan kebersamaan kita selama ini.

11. Teman – teman APD`ers; One, Elot, Ment, Mile, Yius, Mai, Ceu Am, Ka Vyta, teh Dedeh, ceu Wati, de’ moon, angkatan Lambret, angkatan Pelor, dan rekan-rekan APD’ers

(10)

iv

lainnya yang tidak bisa disebutkan, yang telah memberikan dukungan, nasihat, dan bantuan kepada penulis selama ini.

12. Teman-teman “Rumah laundry” : mba Upik, de’kul, mba Eni, mba Nur yang selama ini menyemangati tuk selalu berjuang.

13. Teman-temanku Halaqoh, terimakasih atas kebersamaan kita selama ini, nasehat serta semangatnya juga guru-guru ngajiku yang senantiasa sabar.

14. Rekan-rekan FIM “mari bersama membangun bangsa”.

15. Rekan-rekan BIMBEL NIC yang senantiasa semangat menangani murid-muridnya, juga Bu Muslikah dan bapak Roh santoso, terimakasih atas kepercayaan yang diberikan selama ini.

16. Mba Beta yang telah memberi amanah yang luar biasa atas kerjasama, bantuan, serta nasehatnya yang kaya akan manfaat.

17. Rekan-rekan kerja “TIM Akreditasi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem 2011” dan staf Departemen TMB : Bu Rus, Pak Mul, Dani “Ilir”, mbak Citra, Sugihartati, Pak Nandang, Pak Andri, Pak Sandy, mba Wati, Bu Ina, Bu Emil, Bu Mar yang sabar menasehati penulis, bimbingan, arahan dan bantuannya.

18. Semua pihak yang mendukung sehingga penelitian ini dapat terlaksana yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga penelitian ini menjadi rujukan dan sumber inspirasi bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam perbaikan atau kelanjutan penelitian ini.

Bogor, April 2011

(11)

v

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Rumusan Masalah... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Mangga ... 3

2.2 Penyimpanan Mangga ... 5

2.3 Kerusakan Dingin(Chilling Injury) ... 6

III. METODE PENELITIAN ... 8

3.1Waktu dan Tempat... 8

3.2Alat dan Bahan ... 8

3.3Prosedur Penelitian ... 8

3.4 Pengamatan ... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

4.1 Laju Respirasi ... 14

4.2 susut Bobot ... 17

4.3 Kekerasan ... 19

4.4 Total Padatan Terlarut ... 20

4.5 Perubahan Warna ... 21

4.6 Ion Leakage ... 24

4.7 Organoleptik ... 26

4.8 Hubungan Ion leakage dengan perubahan mutu ... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

5.1 Kesimpulan ... 30

5.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(12)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Fisik Beberapa Varietas Mangga Komersial ... 3

Tabel 2. Komposisi kimia beberapa varietas mangga per 100 g bahan ... 4

Tabel 3. Syarat Mutu Mangga ... 4

(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Prosedur Penelitian ... 9

Gambar 2. Grafik warna Munsell ... 11

Gambar 3. Grafik Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan suhu 8˚C. ... 14

Gambar 4. Grafik Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan suhu 13˚C. ... 14

Gambar 5. Grafik Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan suhu ruang. ... 15

Gambar 6. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada suhu 8˚C ... 15

Gambar 7. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada suhu 13˚C ... 16

Gambar 8. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada suhu ruang ... 16

Gambar 9. GrafikPerubahan susut bobot mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu ... 18

Gambar 10. Grafik Perubahan kekerasan mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu ... 19

Gambar 11. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu ... 20

Gambar 12. Grafik Perubahan nilai L mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu. ... 21

Gambar 13. Grafik Perubahan nilai a,b (Tengah) mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada suhu 8˚C . ... 22

Gambar 14. Grafik Perubahan nilai a,b (Tengah) mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada suhu 13˚C.. ... 22

Gambar 15. Grafik Perubahan nilai a,b (Tengah) mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada suhu ruang.. ... 23

Gambar 16. Grafik Perubahan Ion leakage pada penyimpanan suhu 8˚C pada hari ke-0. ... 24

Gambar 17. Grafik Perubahan Ion leakage pada penyimpanan suhu 8˚C pada hari ke-4 ... 25

Gambar 18. Grafik Perubahan Ion leakage pada penyimpanan suhu 8˚C pada hari ke-6 ... 25

Gambar 19. Grafik Hasil uji Organoleptik buah mangga Gedong Gincu pada perlakuan suhu penyimpanan 8˚C. ... 27

Gambar 20. Grafik Hasil uji Organoleptik buah mangga Gedong Gincu pada perlakuan suhu penyimpanan 13˚C ... 27

Gambar 21. Grafik Hasil uji Organoleptik buah mangga Gedong Gincu pada perlakuan suhu penyimpanan suhu ruang . ... 28

(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Contoh Perhitungan ... 34

Lampiran 2. Laju Respirasi ... 35

Lampiran 3. Susut Bobot ... 37

Lampiran 4. Kekerasan ... 38

Lampiran 5. Total Padatan Terlarut ... 39

Lampiran 6. Perubahan warna ... 40

Lampiran 7. Organoleptik ... 41

Lampiran 8. Photo Perubahan Warna Mangga Hari ke-1... 42

Lampiran 9. Photo Perubahan Warna Mangga Hari ke-14... 43

Lampiran 10. Photo Perubahan Warna Mangga Hari ke-16... 44

Lampiran 11. Contoh form organoleptik ... 45

(15)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Mangga merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon yang berasal dari negara India, yang kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Indonesia (Menegristek, 2009). Mangga merupakan komoditas buah yang potensial untuk pasar domestik dan ekspor, baik untuk dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Produksi mangga dari tahun 2002 – 2006 menunjukkan peningkatan walaupun berfluktuasi. Pada tahun 2006, luas areal panen mangga sebesar 195,503 ha dengan produksi mencapai 1,621,997 ton atau sebesar 8.3 ton/ha. Situasi pasar dan perdagangan mangga sangat tergantung pada preferensi konsumen. Pasar internasional membutuhkan produk mutu tinggi dengan standar tententu, tidak hanya untuk buah segar, tetapi juga untuk produk olahannya (BPS, 2008). Akibatnya Indonesia menghadapi kompetisi yang semakin ketat dalam ekspor mangga dengan negara-negara pengekspor lainnya. Berdasarkan data volume total ekspor untuk mangga, manggis termasuk jambu biji di pasar dunia mencapai 1,178,810 ton pada tahun 2005 dan Indonesia berkontribusi hanya sebesar 1,760 ton atau 0.15%. Impor total dunia untuk ketiga komoditas tersebut mencapai 857,530 ton dan Indonesia mengimpor hanya sebesar 540 ton atau sekitar 0.06% (Pusdatin dan BPS, 2008).

Indonesia dikenal sebagai negara penghasil mangga keenam terbesar di dunia, varietas mangga dari Indonesia tidak secara meluas dikenal di pasar internasional. Ekspor mangga secara rata-rata pertahun dari tahun 2002-2006 sebesar 7.1 % dari ekspor buah total. Volume ekspor mangga tahun 2006 mencapai 1,182 ton senilai 1.2 juta US $, dengan negara tujuan ekspor negara- negara di Timur Tengah, Asia Timur dan Eropa Barat. Di samping kawasan tersebut sebetulnya masih terdapat beberapa negara yang berpotensi untuk dijadikan sasaran ekspor mangga seperti : China, Jepang, Eropa dan Australia (Kementan, 2009).

Pada saat musim panen raya, harga mangga jatuh (turun) karena pasar terakumulasi yang berakibat pada penurunan harganya. Tidak semua mangga terserap pasar sehingga dibutuhkan penanganan mutu yang baik pada saat itu. Pendinginan merupakan salah satu cara yang umum digunakan untuk menghambat penurunan mutu produk (Pantastico, 1986). Buah mangga termasuk komoditas yang mudah mengalami kerusakan (perishable). Hal ini dikarenakan sebagai bahan hidup, mangga tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi, fotosintesis, dan transpirasi walaupun telah terpisah dari tumbuhan induknya setelah dipanen. Menurut Pantastico (1975), sebagian perubahan fisikokimia buah pasca panen berhubungan dengan respirasi seperti proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, pelunakan daging buah dan penurunan nilai mutu. Respirasi merupakan kegiatan metabolik oksidatif yang penting dalam fisiologi pasca panen. Sebagai buah klimakterik, kenaikan pola respirasi mangga dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan waktu simpan mangga. Masalah penurunan mutu buah mangga selama penyimpanan, dapat diatasi dengan penggunaan bahan kimia dan penyimpanan dingin. Tetapi penggunaan bahan kimia dapat menyebabkan keracunan jika terkumulasi terus menerus dalam tubuh.

Penyimpanan dingin dimaksudkan untuk menurunkan suhu produk sehingga akan memperlambat laju respirasi sebelum dilakukan penanganan pasca panen lanjutan. Penyimpanan dengan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan chilling injury, sehingga mutu turun. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989) pada suhu rendah (0˚C-10˚C) buah-buahan dapat mengalami kerusakan karena tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal. Kerusakan dingin tersebut seperti adanya lekukan, cacat bercak-bercak kecoklatan pada permukaan buah, penyimpangan

(16)

2

warna di bagian dalam atau gagal matang setelah dikeluarkan dari ruang pendingin. Pengeriputan lebih jelas tampak pada buah-buahan seperti jeruk nipis, jeruk besar, mangga, atau alpukat, yang bagian paling luarnya lebih keras dan lebih tebal daripada lapisan-lapisan yang berbatasan.

Dalam penelitian ini, akan dianalisis pengaruh suhu penyimpanan dingin terhadap gejala chilling injury dengan melihat beberapa parameter mutu mangga. Jika dapat diketahui hubungan proses fisiologis buah mangga dan perubahan mutunya, maka akan memegang peranan penting dalam sistem penyimpanan. Dengan demikian podusen buah mangga dapat memperkirakan batas toleransi penyimpanan dan masih berada dalam karakteristik mutu yang baik saat sampai ditempat pemasaran atau negara tujuan.

1.2

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji gejala chilling injury dengan beberapa parameter mutu buah mangga varietas Gedong Gincu selama penyimpanan dingin yaitu, laju respirasi CO2 dan O2,

susut bobot, perubahan warna, total padatan terlarut, kekerasan buah, uji organoleptik dan ion leakage.

I.3 RUMUSAN MASALAH

Penyimpanan dengan suhu rendah (8˚C) dibawah suhu optimum penyimpanan dingin mangga (13)˚C diduga mengakibatkan gejala chiling injury (kerusakan dingin).

(17)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

MANGGA

Mangga merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon yang berasal dari negara India, yang kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Indonesia.

Klasifikasi botani tanaman mangga adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Anarcadiaceae Genus : Mangifera Spesies : Mangifera spp.

Jenis Mangifera indica L. yang banyak ditanam di Indonesia, adalah mangga arumanis, golek, gedong, manalagi dan cengkir, dan Mangifera foetida yaitu kemang dan kweni. Karakteristik fisik mangga gedong meliputi bentuk, ukuran, dan berat. Bentuk mangga gedong hampir bulat dengan ukuran (10x8x6) cm, lekuk pangkal buah sedikit, kulit buah tebal dan halus berlilin, kulit buah saat masak berwarna merah jingga pada bagian pangkal dan merah kekuningan pada bagian pucuk. Daging buah tebal, kenyal, berserat halus, berwarna kuning jingga, banyak mengandung air, dan beraroma khas harum menyengat. Berat mangga gedong rata-rata 200 – 300 gram (Broto 2003 dan Satuhu 2000).

Tabel 1. Karakteristik Fisik Beberapa Varietas Mangga Komersial Kultivar Utuh (gram) Berat (%) Daging (cm) Panjang (cm) Lebar (cm) Tebal Serat Sifat Daging Warna

Arumanis 376-450 66 15.10 7.80 5.50 banyak kuning oranye

Gedong 250-300 59 10.00 8.00 6.00 banyak oranye

Cengkir 320 66 - - - sedikit kuning

Manalagi 560 - 16.00 8.20 7.30 sedang kuning

Golek 456-512 66 15.70 7.90 6.20 sedang kuning

Indramayu 400-520 65 16.10 7.50 7.50 sedang Kuning Sumber : Deptan (2008) dalam Paramitha (2009)

Ditinjau dari kandungan gizinya, buah mangga mempunyai komposisi gizi yang cukup lengkap, terutama vitamin dan mineral, yakni vitamin A dan vitamin C yang sangat dibutuhkan tubuh. Selain itu, mangga juga mengandung mineral, protein, karbohidrat, kalori, kalsium, fosfor, besi, magnesium, asam pantotenat, tanin, dan sedikit lemak. Singh (1986) dan Laksminarya (1980) menerangkan bahwa kandungan utama mangga segar adalah air dan karbohidrat, sejumlah asam-asam organik, protein, mineral, pigmen, vitamin, lemak, polifenol, dan zat eteris yang menyebabkan flavor. Komposisi kimia beberapa varietas mangga dapat dilihat pada Tabel 2.

(18)

4

Tabel 2. Komposisi kimia beberapa varietas mangga per 100 g bahan Komposisi kimia Varietas mangga

Arumanis Gedong Cengkir

kalori (kal) 46.0 44.0 72.0 protein (g) 0.4 0.7 0.8 lemak(g) 0.2 0.2 0.2 karbohidrat(g) 11.2 11.2 18.7 kalsium(mg) 15.0 13.0 13.0 fospor (mg) 9.0 10.0 10.0 besi (mg) 0.2 0.2 1.9 vitamin A (SI) 1200.0 16400.0 2900.0 Vitamin B1 (mg) 0.08 0.08 0.06 vitamin C (mg) 6.0 9.0 16.0 Air (%) 86.6 87.4 80.2

Sumber : Direktorat Gizi (1981) dalam Anugrah (2004).

Berdasarkan varietasnya, ukuran berat mangga diklasifikasikan menjadi empat, yaitu besar, sedang, kecil dan sangat kecil. Mangga gedong dikatakan besar jika beratnya > 250 gram, sedang jika beratnya 200 - 250 gram, kecil jika beratnya 150 – 199 gram, dan sangat kecil jika beratnya 100 – 149 gram (Satuhu 2000). Syarat mutu mangga berdasarkan SNI dibagi menjadi dua kelas yaitu mutu 1 dan mutu 2 (Tabel 3).

Tabel 3. Syarat Mutu Mangga

Karakteristik Persyaratan

Mutu I Mutu II

Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam

Tingkat ketuaan tua tapi tidak terlalu matang

tua tapi tidak terlalu matang

Kekerasan Keras cukup keras

Ukuran Seragam kurang seragam

Kerusakan % (jml/jml)maks 5 10

Kotoran (%) Bebas Bebas

Busuk % (jml/jml) maks 1 1

Sumber : SNI 01-03-3728-2008 UDC

Selain yang ditetapkan, adakalanya syarat mutu masih ditambah lagi berdasarkan permintaan pasar (pihak eksportir atau pasar swalayan), dimana mangga untuk pasar ekspor memiliki syarat yang lebih banyak daripada domestik. Satuhu (2000) menerangkan beberapa syarat mutu mangga untuk ekspor yaitu permukaan kulit mulus, tidak berbintik, tidak berlubang, tidak ada warna hitam pada

(19)

5

pangkal buah, tidak ada noda scab, bebas luka (luka mekanis atau mikrobiologis), bebas dari penyakit pascapanen dan bentuk normal. Syarat mutu mangga untuk pasar domestik (pasar swalayan), yaitu permukaan kulit buah tidak harus 100 % mulus, tidak luka (luka mekanis atau mikrobiologis), tidak ada bintik hitam dan lubang pada kulit, bebas penyakit pascapanen, serta bentuk normal (Satuhu, 2000).

5.1

PENYIMPANAN MANGGA

Umur pemasaran mangga dapat diperpanjang dengan metode penyimpanan yang tepat. Kondisi lingkungan yang optimal untuk penyimpanan buah mangga adalah kondisi yang memungkinkan buah tersebut disimpan selama mungkin tanpa banyak kehilangan cita rasa, tekstur dan kadar air. Jangka waktu penyimpanan juga tergantung pada aktivitas respirasi, ketahanan terhadap kehilangan air dan tanggapan terhadap mikroorganisme perusak. Kondisi lingkungan penyimpanan yang diinginkan dapat diperoleh dengan cara penegendalian suhu, kelembaban dan sirkulasi udara atau komposisi atmosfernya (Broto, 2003).

Penyimpanan produk pertanian segar pada suhu rendah adalah cara yang umum digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas produk. Permasalahan yang sering dihadapi untuk mempertahankan kualitas produk pertanian dengan cara pendinginan adalah kepekaan produk pertanian terhadap perlakuan suhu rendahsangat bervariasi. Penyimpanan pada suhu rendah dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan dingin (chilling injury) yang berakibat pada kerusakan produk secara fisiologi baik secara eksternal maupun internal sehingga dapat menurunkan kualitas produk

Pengontrolan suhu dalam mendukung pengendalian laju respirasi produk hasil pertanian sangat penting untuk memperpanjang umur simpan produk tersebut. Metode yang umum digunakan untuk menurunkan laju respirasi adalah penyimpanan dengan suhu rendah karena metodenya sederhana dan efektif. Menurut Broto (2003), prinsip penyimpanan dengan pendinginan adalah mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan penguapan gas cair bertekanan (refrigerator) dalam sistem tertutup.

Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, penurunan kecepatan pertumbuhan, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat, serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage) (Saltveit, 1989; 2002). Perubahan bentuk fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya ion leakage dari jaringan tanaman yang sensitif terhadap suhu dingin (Lyons, 1973). Liebermann et al. (1953), menemukan kebocoran ion potasium lima kali lebih besar dari ubi jalar setelah 10 hari penyimpanan pada suhu rendah. Beberapa peneliti juga menyatakan terjadinya kenaikan jumlah ion dari jaringan daun dan buah pada suhu rendah (Tatsumi dan Murata, 1978). Perubahan pH juga dapat dijadikan petunjuk terjadinya kerusakan dingin (Naruke et al., 2003). Hasil penelitian Schirra (1992) menyebutkan bahwa gejala kerusakan dingin pada buah anggur dapat diketahui dari akumulasi etanol yang berkaitan erat salah satunya dengan pH. Petunjuk terjadinya kerusakan dingin untuk produk pertanian sangat penting untuk diketahui dalam upaya mengetahui ambang batas suhu penyimpanan yang paling optimum.

Selama penyimpanan dengan pendinginan diperlukan suhu yang tepat karena kemungkinan komoditi mengalami kerusakan akibat suhu rendah (chilling injury). Buah-buahan tropika umumnya sensitif terhadap suhu dingin (Kays, 1991) dalam Rizkia 2004. Chilling injury adalah kerusakan karena penyimpanan di bawah suhu optimum yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah, pembentukan warna kulit yang tidak sempurna, dan pematangan yang tidak normal.

(20)

6

Menurut Kader (1980), kisaran suhu terjadinya chilling injury adalah 10 – 15˚C, sedangkan Kays (1991), menerangkan bahwa suhu chilling injury pada mangga adalah 10–13˚C. Apandi (1984), menerangkan bahwa 7–13˚C adalah suhu chilling injury untuk penyimpanan mangga. Menurut Broto (2003), suhu chilling injury untuk penyimpanan mangga adalah sekitar 5-20˚C. Adaptasi penyimpanan pada suhu 15˚C selama sehari untuk mencegah terjadinya chilling injury pada penyimpanan mangga gedong yang disimpan pada suhu 10˚C.

Sakai et al. (1988), dalam Anugrah (2004), mengemukakan bahwa penyimpanan buah mangga dapat dilakukan pada 4 variasi suhu penyimpanan yaitu :

1) Penyimpanan pada suhu 9 – 10˚C, pematangan pada suhu 21 – 24˚C. 2) Penyimpanan pada suhu 7˚C, pematangan pada suhu kamar.

3) Penyimpanan pada suhu 15 – 17.8˚C, pematangan pada suhu 21 – 24˚C. 4) Penyimpanan serta pematangan pada suhu di bawah 26.1 ˚C.

5.1

KERUSAKAN DINGIN (CHILLING INJURY)

Penyimpanan pada suhu rendah dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan dingin (chilling injury) yang berakibat pada kerusakan produk secara fisiologik, baik secara eksternal maupun internal sehingga dapat menurunkan kualitas produk. Gejala kerusakan dingin terlihat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur, kulit terkelupas, dan peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yang khas. Gejala-gejala kerusakan dingin berbeda tergantung pada jenis jaringan yang mengalami kerusakan (Pantastico et al., 1986). Muchtadi dan Sugiyono (1989) mengemukakan bahwa pada suhu rendah (0˚C-10˚C) buah-buahan dapat mengalami kerusakan karena tidak dapat melakukan proses metabolisme secara normal. Kerusakan dingin tersebut seperti adanya lekukan, cacat bercak-bercak kecoklatan pada permukaan buah, penyimpangan warna di bagian dalam atau gagal matang setelah dikeluarkan dari ruang pendingin. Pengeriputan lebih jelas tampak pada buah-buahan seperti jeruk nipis, jeruk besar, mangga, atau alpukat, yang bagian paling luarnya lebih keras dan lebih tebal daripada lapisan-lapisan yang berbatasan. Basah seperti dicelup air (seperti buah tomat), pengeriputan permukaan seperti pada cabe (Mc Chollach, 1962), atau perubahan warna pada seluruh permukaan pada pisang (Pantastico, 1986), bisa terjadi bila kulitnya tipis atau hampir selunak dagingnya. Dikatakan juga mekanisme terjadinya kerusakan dingin antara lain adalah : terjadinya respirasi abnormal, perubahan lemak dan asam dalam dinding sel, perubahan permeabilitas membran sel, perubahan dalam reaksi kinetika dan termodinamika, ketimpangan distribusi senyawa kimia dalam jaringan dan terjadinya penimbunan metabolit beracun. Pengeriputan lebih jelas tampak pada buah-buahan seperti jeruk nipis, jeruk besar, mangga, atau alpukat, yang bagian paling luarnya lebih keras dan lebih tebal daripada lapisan-lapisan yang berbatasan. Basah seperti dicelup air (seperti pada buah tomat), pengeriputan permukaan seperti pada cabe (McChollach, 1962), atau perubahan warna pada seluruh permukaan seperti pada pisang (Pantastico, 1986), bisa terjadi bila kulitnya tipis atau hampir selunak dagingnya. Petunjuk terjadinya kerusakan dingin untuk produk pertanian sangat penting untuk diketahui dalam upaya mengetahui ambang batas suhu penyimpanan yang paling optimum gejala –gejala kerusakan akibat pendinginan pada beberapa jenis buah-buahan dan sayur-sayuran tropika.

Gejala kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage) (Saltveit, 1989). Ion merupakan muatan listrik baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Konsentrasi ion menentukan banyaknya ion yang ada pada larutan tetapi bukan

(21)

7

berarti selalu berbanding lurus dengan besar konduktivitas membran karena membran mempunyai karakter yang khas (Athis, 1995), diantaranya dapat mempertahankan beda potensial antara lingkungan di kedua sisinya. Konduktivitas listrik atau daya konduksi yang spesifik (electrical conductivity) adalah ukuran dari suatu kemampuan material untuk mengalirkan arus listrik dengan satuan mili siemens/meter (mS/m) (Wikipedia, 2007).

Kenaikan persentase ion leakage menunjukkan besarnya membran sel yang pecah. Sitoplasma meliputi sebagian dari protoplasma, secara fisik merupakan zat kental yang tembus cahaya. Merupakan struktur yang sangat kompleks dengan komponen utamanya adalah air (85-95%), mengisi ruangan antara membran sel dan dan inti sel. Dipisahkan dari dinding sel oleh membran yang disebut plasmolema, dan dari vakuola oleh membran (tonoplas). Cairan tersebut berisi berbagai bahan organik dan anorganik, misalnya gula, protein, asam organik, fosfatida, tannin, pigmen flavonoid dan kalsium oksalat. Beberapa zat dalam vakuola dapat berbentuk padatan (Tinin butir protein), bahkan berbentuk kristal. Vakuola berfungsi dalam mengatur air dan kandungan solute dalam sel, misalnya pada pengaturan osmosis (Nobel, 1991).

Tekstur buah dan sayuran bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel. Ketegangan disebakan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-za osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel. Dalam osmosis zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik tinggi ke daerah dengan energi kinetik rendah karena zat-zat yang terlarut didalamnya, sebagai akibat air berdifusi ke dalam sel. Difusi terus-menerus meningkatkan jenjang energi sel, dan berakibat naiknya tekanan, yang mendorong sitoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang. Bila jenjang di luar sel lebih rendah akan terjadi difusi zat-zat ke luar sel yang menyebabkan plasmolisis atau kematian sel. Perubahan bentuk fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya ion leakage dari jaringan tanaman yang sensitif terhadap suhu dingin (Nobel, 1991).

(22)

8

III.

METODE PENELITIAN

3.4

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilaksanakan bulan Juli - November 2010, dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.5

ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, antara lain:

1. Gas analyzer Shimadzu untuk mengukur konsentrasi gas O2 dan CO2

2. Rheometer untuk mengukur kekerasan

3. Camera digital untuk melihat perubahan warna kulit mangga 4. Refraktometer untuk mengukur total padatan terlarut 5. Stoples kaca dengan volume 3,300 ml

6. Timbangan Mettler 2 desimal untuk mengukur susust bobot 7. Alat-alat penunjang untuk pengukuran suhu ruang pendingin 8. Perlengkapan untuk uji organoleptik

9. Chromameter untuk mengukur perubahan warna

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mangga Gedong Gincu segar sebanyak 435 buah atau 171 kg yang diperoleh dari perkebunan petani mangga di Indramayu. Mangga dipanen dengan tingkat ketuaan penuh (umur 80 – 90 hari setelah bunga mekar, berat 200 – 250 g, bentuk buah padat berisi, dan sebagian besar terlapisi lilin yang berwarna putih seperti bedak). Bahan lain yang digunakan adalah thiabendazol, dan bahan-bahan lain yang menunjang terlaksananya penelitian ini.

3.6

PROSEDUR PENELITIAN

Buah mangga Gedong Gincu yang dipetik dari kebun petani di Indramayu segera dibungkus dengan kertas koran untuk melindungi benturan dan dimasukkan dalam kardus/keranjang. Selanjutnya diangkut ke Laboratorium TPPHP, IPB menggunakan mobil dengan lama perjalanan kurang lebih 8 jam. Buah kemudian dicuci dengan air yang mengalir dan dianginkan agar air yang melekat pada mangga setelah dilakukan pencucian dengan air hilang, kemudian buah disortasi yang bertujuan untuk menyeleksi (berdasarkan warna, ukuran, tekstur) dan memisahkan buah yang baik dan rusak. Buah yang telah disortasi kemudian diambil 3 sampel masing-masing untuk diukur berat, volume, kekerasan, warna, dan total padatan terlarut (°Brix). Untuk mencegah kerusakan buah akibat serangan mikroorganisme, buah mangga dicelupkan pada larutan Thiabendazol 0.5 ppm selama 1 menit, kemudian ditiriskan dan dimasukkan dalam stoples yang bervolume 3,300 ml, kemudian dilakukan adaptasi penyimpanan pada suhu 15ºC selama sehari untuk mencegah terjadinya chilling injury (Broto, 2003). Berdasarkan referensi dari Rizkia (2004)dan Sakai et al., (1988) dalam Anugrah (2004) mangga disimpan dalam ruang pendingin dengan suhu 8°C dan 13°C. Penyimpanan dilakukan selama 30 hari. Pengamatan laju respirasi, susut bobot, kekerasan, perubahan warna, uji organoleptik dan ion leakage dilakukan selama 2 hari sekali

(23)

9

Gambar 1. Prosedur Penelitian

Respirasi

NIR

Pengamatan

1.

Susut bobot

2.

Perubahan warna

3.

TPT (Total Padatan

Terlarut)

4.

Kekerasan

5.

Uji organoleptik

6.

Ion leakage

Suhu 13 ˚ C

Perwakilan suhu

optimal

Suhu ruang ˚ C

Perwakilan suhu diatas

T optimal

Suhu 8˚ C

Perwakilan suhu dibawah

T optimal

Pengamatan parameter

Pengukuran awal terhadap

semua parameter pengukuran

Mangga Gedong Gincu

Pembersihan dan sortasi

(24)

10

3.7

PENGAMATAN

Parameter yang diamati adalah konsentrasi CO2 dan O2, susut bobot, perubahan warna, total

padatan terlarut, kekerasan buah, uji organoleptik dan ion leakage. Prosedur penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 1.

3.4.1.

Laju Respirasi

Laju respirasi diukur berdasarkan laju produksi CO2 dan konsumsi O2 yang dihasilkan buah

mangga dengan menggunakan alat gas analyzer. Besarnya konsentrasi CO2 dan O2 tertera dalam vol %

udara. Untuk mengukur laju respirasi selama penyimpanan, buah dimasukkan ke dalam stoples tertutup rapat (stoples digunakan sebagai respiration chamber) , dimana pinggiran penutupnya dilapisi malam agar tidak terjadi kebocoran, untuk saluran pengeluaran dan pemasukan dibuatkan dua selang yang ujung-ujungnya dijepit dan disimpan dalam lemari pendingin dengan masing-masing bersuhu 8˚C, 13˚C, dan suhu ruang sebagai kontrol. Pengukuran laju respirasi selama penyimpanan dilakukan sekali setiap 2 jam yang dimulai pada jam ke – 2 sampai jam ke – 48 secara periodik. Stoples dihubungkan dengan selang pipa alat pengukur gas analyzer (Pipa Shimadzu) untuk melewatkan gas CO2 dan O2 yang kemudian dianalisa. Volume bebas dalam wadah ditentukan dengan mengukur

volume stoples kemudian dikurangi dengan volume buah. Besar laju respirasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1) dan (2).

R= −୚ ୛ ୢ୶భ ୢ୲ (1) Rଶ= − ୚ ୛ ୢ୶మ ୢ୲ (2) Dimana : x1 = konsentrasi gas O2 (%) x2 = konsentrasi gas CO2 (%) t = waktu (jam)

R = laju respirasi (ml/kg.jam) W = massa produk (kg)

V = volume bebas chamber (ml)

3.4.5

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot buah mangga dilakukan dengan membandingkan selisih bobot setiap akhir penyimpanan pada buah yang sama (dalam % susut bobot). Pengukuran perubahan bobot buah dapat diketahui dengan cara menimbang buah mangga yang dijadikan sampel dengan menggunakan alat timbang analitik. Penimbangan bobot buah dilakukan saat sebelum penyimpanan (Wo = bobot

awal) dan setelah penyimpanan (W1 = bobot akhir). Selanjutnya, besar susut bobot buah dapat

dihitung dengan menggunakan rumus sebagi berikut :

ܵݑݏݑݐ ܤ݋ܾ݋ݐ = ௐభି ௐబ ௐబ ݔ 100 % (3) Dimana : W0 = Berat awal(kg) W1 = Berat akhir (kg)

(25)

11

3.4.3

Perubahan Warna

Pengukuran warna adalah salah satu metode yang digunakan dalam menilai kualitas penampakan (visual) produk segar holtikultura. Pengukuran warna diukur menggunakan chromameter dengan nilai koordinat L*a*b menunjukkan warna dan kecerahan visual. Nilai L mewakili kecerahan warna (L = 0 menyatakan hitam dan L = 100 menyatakan putih), nilai a menunjukkan posisi kecerahan antara warna merah/magenta dan hijau (nilai a positif menyatakan magenta dan nilai a negative menyatakan hijau), serta nilai b posisi kecerahan antara warna kuning dan biru (nilai b positif menyatakan kuning dan nilai b negatif menyatakan biru). Perubahan nilai L,a,b dapat diketahui dengan memplotkan nilai-nilai tersebut pada grafik Munsell berikut :

(26)

12

3.4.4

Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan refraktometer. Sebelumnya, bahan (daging buah mangga) dihaluskan sehingga menjadi pasta, kemudian setetes contoh diletakkan pada prisma refraktometer, pengukuran dilakukan pada suhu ruang, lalu dilakukan pembacaan. Sebelum dan sesudah pembacaan refraktometer dibersihkan dengan air. Pengukuran dilakukan pada tiga titik, yaitu ujung, tengah, dan pangkal buah. Masing-masing sampel diambil secara acak sebanyak 3 sampel. Skala refraktometer menunjukkan kadar total padatan terlarut (˚Brix).

3.4.5

Kekerasan Buah

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap alat penekan dari alat rheometer. Alat ini diset dengan beban yang diberikan maksimum 10 kg dengan kedalaman penetrasi penekan 10 mm. Kecepatan laju beban turun yang digunakan yaitu 30 mm/menit. Pengukuran kekerasan dilakukan pada tiga tempat yaitu ujung, tengah, dan pangkal buah. Masing-masing sampel diambil secara acak sebanyak 3 sampel.

3.4.6

Uji Organoleptik

Citarasa diuji secara organoleptik untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap perkembangan mutu buah mangga selama percobaan. Pengujian dilakukan selama penyimpanan pada suhu 8˚C, 13˚C, dan pada suhu ruang terhadap skor hedonik warna kulit,warna daging, aroma,kekerasan, rasa, dan kesukaan dengan skala 1 – 5. Dari penilaian suka atau tidak suka tersebut kemudian dikonversi dalam bentuk angka. Selang angka yang digunakan adalah 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3=biasa, 4 =suka, 5=sangat suka. Jumlah panelis adalah 10 orang dengan skor organoleptik 3 adalah batas penerimaan konsumen dan form penilaiannya dapat dilihat pada Lampiran 12.

3.4.6

Ion leakage

Pengukuran ion leakage dilakukan setiap 2 hari sekali. Masing-masing pengukuran dilakukan pada 3 sampel. Ion lekage diukur berdasarkan perubahan nilai konduktivitas listrik larutan dengan menggunakan Electricity Conductivity Meter (D-24, HORIBA) dengan satuan mili Siemens/meter (mS/m). Pertama-tama daging buah diambil sebagian dengan ukuran 1x1x1 cm. Kemudian sampel yang telah dipotong tadi direndam ke dalam Aquabides (20 ml) yang nilai konduktivitas listrik awalnya diketahui. Pengukuran dilakukan pada suhu ruang dengan selang waktu pengukuran mula-mula tiap 20, 30 dan 60 menit selama 5 jam atau 300 menit. Pengukuran dilakukan pada 20 menit seperti yang dikemukakan Saltveit (2002) setelah 20 menit, kemiringan perubahan dari persentase ion leakage lebih landai tetapi dengan tingkat kenaikan untuk sampel yang disimpan pada suhu 5ºC lebih tinggi dibanding suhu 25ºC. Setelah 5 jam, sampel dihancurkan selama 2 menit supaya semua ion yang masih ada di dalam daging buah terlarut ke dalam Aquabides dan nilai konduktivitas listrik totalnya dapat diukur. Data dari ion leakage dinyatakan dalam persen dari total konduktivitas listrik dalam larutan. Sesuai penelitian Purwanto (2005) persamaan yang digunakan untuk mengukur perubahan ion leakage (total persentasi) adalah sebagai berikut :

(27)

13

Perubahan Ion leakage = ௡మି ௡భ

௡೟ି ௡భ× 100 %

(4)

Keterangan :

n1 : Nilai konduktivitas listrik ke-1 (awal)

n2 : Nilai konduktivitas listrik ke-n; n = 20,40,60,....,300 nt : Nilai konduktivitas akhir setelah diblender

(28)

14

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Laju Respirasi

Respirasi merupakan proses metabolisme utama pada produk hasil panen. Proses inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik dan kimia pada buah mangga. Respirasi adalah proses metabolisme dengan menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa-senyawa organik yang lebih kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana serta menghasilkan energi .

Selama penyimpanan buah mangga terjadi peningkatan konsentrasi CO2 dan penurunan O2 yang

dihasilkan. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2

sampai gambar 4.

Gambar 3. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan

suhu 8˚C.

Gambar 4. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan

suhu 13˚C. 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 K o n se n tr as i g as ( % V o lu m e u d ar a) Hari O2 CO2 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 K o n se n tr as i g as ( % V o lu m e u d ar a) Hari O2 CO2

(29)

15

Gambar 5. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan

suhu ruang.

Peningkatan konsentrasi CO2 dan O2 selama penyimpanan pada suhu 8˚C dan 13˚C pada awal

penyimpanan dianggap sama dengan konsentrasi udara normal yaitu sebesar 0.03 % CO2 dan 21 % O2.

Selama penyimpanan suhu rendah peningkatan konsentrasi CO2 dan O2 relatif kecil, hal ini dapat

dilihat pada akumulasi perubahan konsentrasi pada suhu 8˚C, 13˚C, dan suhu ruang. Pada suhu 8˚C, terdapat 1 titik puncak yang menunjukkan perubahan konsentrasi yang paling besar yaitu 15.23 % CO2 dan 20.6 % O2. Sedangkan pada suhu 13˚C saat perubahan yang terjadi cenderung naik turun dan

suhu ruang tampak pada Gambar 4 tidak beraturan, terutama CO2. Hal ini kemungkinan dikarenakan

adanya jamur pada buah sehingga kemungkinan respirasi buah mangga berubah menjadi an aerob. Laju respirasi dapat dijadikan petunjuk umur simpan buah sesudah panen karena berhubungan dengan laju kemunduran mutu. Rizkia (2004) menyatakan bahwa lama penyimpanan mangga gedong pada suhu 13˚C dan suhu ruang lebih singkat yaitu sampai jam ke-836 dan jam 332 dibandingkan suhu 8˚C yaitu sampai jam ke-1364. Semakin rendah laju respirasi, maka semakin potensial buah tersebut dapat disimpan dalam bentuk segar.

Gambar 6.Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan

pada suhu 8˚C 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 K o n se n tr as i g as ( % V o lu m e u d ar a) Hari O2 CO2 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 0 5 10 15 20 25 30 laj u R e sp ir as i (m l/ k g .j am u d ar a) Hari O2 CO2

(30)

16

Gambar 7.Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan

pada suhu 13˚C

Gambar 8. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada

suhu ruang

Selama penyimpanan buah mangga untuk setiap perlakuan suhu penyimpanan, laju respirasi CO2

dan O2 menunjukkan pola yang sama, dimana pada awal penyimpanan laju respirasi naik terlebih

dahulu kemudian menurun secara tajam. Setelah penurunan, laju respirasi berjalan relatif konstan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Laju respirasi di awal dianggap nol, karena buah mangga baru dimasukkan ke dalam chamber. Selama penyimpanan suhu 8˚C dan 13˚C tidak terjadi lonjakan produksi CO2 dan O2. Hal ini menunjukkan bahwa belum terjadi klimakterik respirasi pada

penyimpanan suhu 8˚C dan 13˚C. Menurut Pantastico (1993), adanya kenaikan mendadak dari produksi CO2 dan setelah itu menurun menunjukkan bahwa terjadi klimakterik repirasi.

Berdasarkan data percobaan pada saat penyimpanan, diketahui bahwa rata-rata laju respirasi CO2

dan O2 pada penyimpanan suhu 8˚C adalah 10.14 ml/kg.jam dan 9.21 ml/kg.jam. Sedangkan pada

penyimpanan suhu 13˚C dan suhu ruang, besarnya laju respirasi CO2 dan O2 rata-rata berkisar 18.31

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 0 5 10 15 20 25 30 laj u R e sp ir as i (m l/ k g .j am u d ar a) Hari O2 CO2 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 0 5 10 15 20 laj u R e sp ir as i (m l/ k g .j am u d ar a) Hari O2 CO2

(31)

17

ml/kg.jam dan 16.90 ml/kg jam untuk suhu 13˚C, serta 46.08 ml/kg.jam dan 52.48 ml/kg.jam untuk suhu ruang. Laju respirasi tertinggi dicapai pada suhu ruang sedangkan rata-rata laju respirasi pada penyimpanan suhu 13˚C lebih besar daripada pada suhu 8˚C. Hal ini terjadi karena laju respirasi CO2

dan O2 pada suhu yang lebih tinggi akan lebih cepat daripada suhu yang lebih rendah sehingga puncak

klimakterik dapat dicapai lebih cepat dibanding dengan perlakuan suhu lainnya. Oleh karena itu, kemungkinan kerusakan mutu buah akan dicapai lebih awal oleh suhu penyimpanan yang lebih tinggi (suhu ruang).

Laju respirasi pada suhu ruang lebih tinggi daripada pada suhu penyimpanan 8˚C dan 13˚C. Hal ini disebabkan pada penyimpanan dingin proses respirasi dihambat sehingga proses produksi CO2 dan

konsumsi O2 rendah . Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), suhu yang rendah akan menghambat

proses respirasi, aktifitas mikroorganisme dan enzim. Dikatakan pula bahwa makin tinggi suhu maka rsepirasi makin cepat, hal ini berlaku sampai suhu optimum, apabila melewati suhu optimum kecepatan respirasi menurun. Penyimpanan pada suhu rendah menghambat tingginya produksi CO2

dan konsumsi O2. Laju produksi CO2 dan O2 pada suhu 8˚C, 13˚C dan suhu ruang dapat dilihat pada

lampiran 2.

Pada suhu penyimpanan lebih tinggi laju produksi CO2 karena terjadi percepatan reaksi respirasi

pada saat proses oksidasi glukosa sehingga menghasilkan CO2, H2O dan energi yang besar. Selain itu

terjadi pengurangan substrat buah yang cukup besar pada suhu lebih tinggi daripada suhu rendah. Dalam hubungannya dengan total padatan terlarut adalah jika total padatan terlarut semakin meningkat berarti terjadi akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, sedangkan penurunan total padatan terlarut karena sebagain gula digunakan untuk proses respirasi.

4.2

Susut Bobot

Salah satu parameter yang mencerminkan tingkat kesegaran buah adalah susut bobot selama penyimpanan. Buah segar yang telah dipetik, masih tetap mengalami proses biologis (Sudibyo dan Roosmani 1980). Proses respirasi dan transpirasi akan menyebabkan komoditi mengalami susut bobot yang dapat disebabkan oleh penguraian glukosa buah menjadi karbondioksida dan kehilangan air. Gas yang dihasilkan akan dapat menguap dan mengakibatkan terjadinya susut bobot. Kehilangan air bukan hanya mengurangi susut bobot, tetapi juga menyebabkan buah menjadi kurang menarik, tekstur jelek, dan mutu menurun. Semakin tinggi susut bobot maka buah tersebut semakin berkurang tingkat kesegarannya.

(32)

18

Gambar 9. Grafik Perubahan susut bobot mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu

Gambar 9 menunjukkan bahwa pada 3 suhu berbeda semakin meningkat susut bobotnya dengan semakin lama penyimpanan dan peningkatan terjadi lebih cepat pada suhu tinggi. Pada penyimpanan 14 hari, susut bobot buah mangga gedong gincu meningkat 1.61 % jika disimpan pada suhu 8˚C, meningkat sebesar 1.94 % jika disimpan pada suhu 13˚C dan meningkat sebesar 3.58% jika disimpan pada suhu ruang. Kader (1992) menjelaskan bahwa terjadinya susut bobot disebabkan hilangnya air dalam buah dan oleh respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O. Demikian juga yang

dijelaskan oleh Broto (2003) bahwa kehilangan susut bobot pada buah dan sayuran selama penyimpanan disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi sehingga menimbulkan kerusakan dan menurunkan mutu produk tersebut.

Berdasarkan pengukuran laju respirasi CO2 dan O2, pada suhu penyimpanan 8˚C dan 13 ˚C lebih

rendah dibandingkan suhu ruang, sedangkan suhu penyimpanan 13 ˚C lebih besar dibandingkan suhu 8˚C. Hal ini dikarenakan pada suhu yang lebih tinggi akan lebih cepat daripada suhu yang lebih rendah sehingga puncak klimakterik dapat dicapai lebih cepat dibanding suhu yang lebih rendah. Sehingga kemungkinan kemunduran mutu terjadi pada suhu yang lebih tinggi seperti pada suhu ruang. Hasil ini serupa dengan penelitian Purwanto (2005) menyebutkan terjadinya susut bobot pada suhu ruang disebabkan karena mentimun mengalami proses respirasi, sedangkan untuk mentimun yang disimpan pada suhu 5 ˚C, meskipun proses respirasi berkurang tetapi terjadinya kerusakan dingin telah menyebabkan timbulnya bintik-bintik lubang kecil dari pengerutan kulit permukaan yang mengakibatkan keluarnya air dari dalam mentimun. Pernyataan yang sama dilaporkan Pantastico (1986) meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan transpirasi yang tinggi. Pembukaan dan penutupan kulit menentukan jumlah kehilangan air yang mengakibatkan susut bobot. Peningkatan susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 3.

Data penyimpanan memperlihatkan bahwa laju kehilangan bobot pada perlakuan suhu 8˚C lebih lambat daripada perlakuan suhu 13˚C. Hal ini kemungkinan disebabkan tekanan uap air di dalam buah mangga telah seimbang atau bahkan lebih kecil daripada tekanan uap air di dalam ruang pendinginan sehingga laju transpirasi buah mangga menjadi berkurang (Heru, 1987). Selain itu mungkin disebabkan lambatnya proses metabolisme di dalam buah mangga yang disimpan pada suhu yang lebih rendah sehingga pembentukan CO2 dan H2Oserta komponen yang sudah menguap menjadi

lambat dan akibatnya bobot menjadi berkurang. Susut bobot semakin meningkat dengan lamanya 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 P e rs e n tas e S u su t B o b o t (% ) Hari T8 T13 TR

(33)

19

waktu penyimpanan. Buah-buahan dan sayuran mengalami penyusutan bobot selama penyimpanan disebabkan karena buah tetap mengalami transpirasi dan respirasi setelah buah dipanen dari pohonnya sehingga buah akan terus kehilangan air yang menyebabkan berkurangnya susut bobot.

4.3

Kekerasan

Perubahan kekerasan sangat berpengaruh pada 3 perlakuan suhu yang berbeda. Semakin menurun dengan semakin lama penyimpanan dan semakin cepat dengan tingginya suhu penyimpanan. Nilai kekerasan tertinggi diperoleh pada awal penyimpanan yaitu 4.00 kgf terendah pada penyimpanan 26 hari pada suhu 13 ˚C yaitu 0.21 kgf. Setelah disimpan 14 hari nilai kekerasan menurun dari kgf menjadi 3.56 kgf pada suhu 8 ˚C, 0.79 kgf pada suhu 13˚C, dan 0.53 kgf pada suhu ruang

Gambar 10. Grafik Perubahan kekerasan mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu

Nilai kekerasan tertinggi mangga yang mengalami penurunan terdapat pada suhu ruang, sedangkan suhu 13˚C lebih rendah daripada suhu 8˚C. Peningkatan susut bobot menyebabkan menurunnya kekerasan buah. Seperti terlihat pada gambar 9. Perubahan susut bobot, pada suhu ruang mengalami peningkatan tertinggi, sedangkan suhu 13˚C lebih rendah daripada suhu 8˚C. Pada penilitian ini suhu 8˚C efektif mengurangi peningkatan susut bobot. Penurunan kekerasan buah mangga selama penyimpanan terjadi karena perombakan komponen penyusun dinding sel sehingga buah semakin melunak. Winarno (2002) menerangkan bahwa saat buah mulai masak dan menjadi masak, kesegaran buah berkurang karena pektin yang larut. Dalam hal penyimpanan suhu rendah dan kaitannya dengan kekerasan buah mangga Bourne (1976) mengemukakan bahwa penyimpanan suhu rendah merupakan salah satu cara paling efektif untuk memperlambat laju penurunan kekerasan, sebab di dalam pendinginan tersebut proses-proses fisiologis berjalan secara lambat. Dari nilai rata-rata kekerasan buah selama penyimpanan di atas maka perlakuan suhu 8 ˚C dapat mempertahankan kekerasan buah lebih lama dibandingkan perlakuan yang lainnya. Kekerasan mangga pada suhu penyimpanan 8˚C, 13˚C dan suhu ruang dapat dilihat pada lampiran 4.

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 K e k e ras an ( k g f) Hari T8 T13 TR

(34)

20

4.4

Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dinyatakan dalam derajat brix sukrosa. Perubahan kimia tersebut terutama pada rasa manis buah yang ditunjukkan melalui padatan terlarut. Sebagian besar total padatan terlarut berupa gula yang terdapat pada buah. Sukrosa memberikan rasa manis pada mangga sehingga semakin tinggi nilai total padatan terlarut, buah semakin manis.

Gambar 11. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu

Gambar 11 menunjukkan bahwa perubahan total padatan terlarut mangga gedong gincu yang disimpan pada 3 kondisi suhu berbeda semakin meningkat selama penyimpanan, namun pada suhu ruang kemudian mengalami penurunan. Hal ini merupakan sifat khas buah klimakterik. Peningkatan total padatan terlarut dengan kandungan utama gula sederhana mungkin disebabkan laju respirasi yang meningkat, sehingga terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat (perubahan pati di dalam buah mangga menjadi gula). Kemudian gula-gula tersebut akan dimanfaatkan untuk respirasi. Pantastico et al., (1986) dalam Anugerah (2004) menjelaskan bahwa peningkatan total gula tidak berlangsung lama karena setelah mencapai maksimum, total gula secara bertahap akan menurun. Penurunan total padatan terlarut buah mangga disebabkan adanya penguraian sukrosa oleh enzim invertase menjadi gula-gula sederhana seperti glukosa, fruktosa, sakarosa, dan monosakarida lainnya.

Pada Gambar 10, terlihat perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan pada suhu 13˚C lebih cepat dibandingkan suhu 8˚C. Setelah disimpan 14 hari pada 8˚C total padatan terlarut meningkat dari 7.49 ˚Brix ,menjadi 9.61 ˚Brix, pada suhu 13 ˚C meningkat dari 7.23˚Brix menjadi 12.16 ˚Brix, sedangkan pada suhu ruang 7.31˚Brix menjadi 12.39 ˚Brix. Hal ini disebabkan karena suhu di dalam ruang penyimpanan yang lebih tinggi, sehingga perubahan gula menjadi lebih cepat dibandingkan pada suhu 8˚C. Kejadian ini sesuai dengan laporan Krisnamurthy et al., (1971) dalam Broto (2003) yang menyatakan bahwa pembongkaran pati maupun perubahan-perubahan gula, pada penyimpanan dingin terjadi lebih lambat. Hal ini bila dikaitkan dengan data pengukuran laju respirasi pada suhu 8 ˚C laju respirasi CO2 dan O2 lebih lambat dibandingkan suhu 13 ˚C dan suhu ruang. Pada

suhu penyimpanan lebih tinggi, laju produksi CO2 tinggi karena terjadi percepatan reaksi respirasi

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 T o tal P ad at an T e rl ar u t B ri x ) Hari T8 T13 TR

(35)

21

pada saat proses oksidasi glukosa sehingga menghasilkan CO2, H2O dan energi yang besar. Selain itu

terjadi pengurangan substrat buah yang cukup besar pada suhu lebih tinggi daripada suhu rendah. Dalam hubungannya dengan total padatan terlarut adalah jika total padatan terlarut semakin meningkat berarti terjadi akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, sedangkan penurunan total padatan terlarut karena sebagain gula digunakan untuk proses respirasi.

4.5

Perubahan Warna

Pengamatan warna dilakukan dengan mengukur warna dari banyaknya cahaya yang dipantulkan (light reflectance) permukaan komoditas cromameter. Sistem notasi warna dinyatakan dengan diagram Munsell, yang dicirikan dengan tiga parameter yaitu L*, a*, dan b*. Nilai L* menyatakan kecerahan (cahaya pantul menghasilkan warna akromatik, putih abu-abu dan hitam) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) dan 100 (putih). Nilai L* semakin menurun atau meningkat berarti kecerahan warna buah semakin gelap atau semakin terang selama penyimpanan.

Gambar 12. Grafik Perubahan nilai L mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu.

Gambar 11 memperlihatkan adanya kecenderungan naiknya tingkat kecerahan buah mangga yang kemudian menurun setelah buah mengalami pembusukan. Pada penyimpanan hari ke-14 dan hari ke-28 tingkat kecerahan pada perlakuan suhu penyimpanan 8˚C dengan nilai L=56.46 dan L=59.49, suhu 13˚C nilai L= 50.54 dan L=53.61 dan suhu ruang L= 59.77 dan L=44.87.

Nilai a* menyatakan warna kromatik campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan –a dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b* menyatakan warna kromatik campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Soekarto, 1985).

40,00 45,00 50,00 55,00 60,00 65,00 70,00 0 5 10 15 20 25 30 L Waktu (hari) T8 T13 TR

(36)

22

Gambar 13. Grafik Perubahan nilai a,b (Tengah) mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada suhu 8˚C

Gambar 14. Grafik Perubahan nilai a,b (Tengah) mangga Gedong Gincu selama penyimpanan pada suhu 13˚C. -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 60

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Fisik Beberapa Varietas Mangga Komersial  Kultivar Utuh  (gram)  Berat (%)  Daging (cm)  Panjang (cm)  Lebar (cm)  Tebal Serat  Sifat  Daging  Warna
Tabel 3. Syarat Mutu Mangga
Gambar 2. Grafik warna Munsell
Gambar  4.  Perubahan  konsentrasi  CO 2  dan  O 2  buah  mangga  Gedong  Gincu  selama  penyimpanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini hanya menguji pengaruh opini audit, pergantian manajemen, ukuran KAP, ukuran perusahaan, dan financial distress , sedangkan masih banyak variabel lain yang

Banyak objek BCB di Cirebon (56 situs) Melakukan penerapan skala prioritas sesuai dengan tingkat urgensinya Mengumpul-kan data kese- jarahan, skala prioritas dan tingkat

Kelomopk yang menolak Putusan MK tersebut yang merupakan sebagan kecl dar warga masyarakat memberkan alasannya: anak luar kawn dapat menmbulkan masalah dalam

 Bapak Wahyu Abdillah, ST sebagai Dosen Pembimbing II yang juga telah memberikan saran dan masukan yang sangat berguna terhadap Tugas

Selain itu, ke'an&akkan responden 5=>(09 tidak  mempun&ai ahli keluarga &ang menghidap thalassemia( $ni mmen&e'a'kan mereka kurang mengam'il

Bahan Tambahan Makanan yang ditambahkan dengan jumlah tertentu atau cukup untuk menghasilkan suatu efek/perubahan terhadap bahan mentah atau bahan lain yang mana bahan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah menegaskan bahwa seorang pengawas harus memiliki 6 kompetensi

Sebagai ketua tim persiapan akreditasi, saya juga telah melakukan pertemuan dengan penanggung jawab pokja-pokja akreditasi seperti administrasi manajemen puskesmas, UKP