• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 Pendahuluan - Kelompok 3a

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 Pendahuluan - Kelompok 3a"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan utama bagi seluruh makhuk hidup di bumi. Manusia membutuhkan air untuk digunakan dalam berbagai kebutuhan seperti halnya, minum, mandi, memasak, mencuci, industry, pertanian, dan masih banyak lainnya. Bagi hewan air digunakan untuk meminum, dan bagi tumbuhan air dugunakan untuk mengangkut zat-zat makanan keseluruh tubuh tumbuhan. Air kemudian digunakan untuk mendukung proses fotosintesis yang mana hasil fotosintesis itu sendiri sangat dibutuhkan seluruh makhluk hidup di bumi.

Pentingnya peranan air bagi seluruh makhluk di bumi. Namun, berbagai macam aktivitas manusia yang mempengaruhi ketersediaan air bersih itu sendiri. Antara lain, pabrik, pertanian, rumah sakit, dan limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai. Hal tersebut tentunya menyebabkan keberadaan air bersih semakin terancam. Kriteria air bersih yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa.

(2)

dibutuhkan pun semakin meningkat. Secara global, kuantitas sumber daya tanah dan air relative tetap, sedangkan kualitasnya semakin hari semakin menurun. Oleh karena itu manusia harus mengupayakan untuk melakukan proses penjernihan dan pengolahan air yang dapat menghasilkan air yang dapat digunakan kembali oleh semua makhluk hidup.

Maka dari itu, kami melakukan proses penjernihan air dalam hal ini merupakan badan air atau air sungai. Penjernihan ini dapat dilakukan tanpa menggunakan teknologi. Kelompok kami melakukan percobaan penjernihan air dengan metode enceng gondok, metode filtrasi, dan metode arang aktif untuk membandingkan hasil turdibitas ketiganya. Dilanjutkan dengan percobaan hasil enceng gondok yang dipadukan dengan arang aktif dan hasil filtrasi yang dibandingkan dengan arang aktif juga. Terakhir kelompok kami juga melakukan percobaan menggunakan tiga metode penjernihan sekaligus, yakni metode penjernihan air dengan media tanaman eceng gondok, filtrasi dengan susunan yang dapat merubahan kondisi fisik dari air sungai, dan juga menggunakan metode endapan dengan menggunakan arang.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana cara penjerihan air dengan media eceng gondok? b. Bagaimana cara penjernihan air dengan metode filtrasi ?

(3)

d. Bagaimana hasil penjernihan dengan menggabungkan ketiga metode tersebut (enceng gondok, filtrasi, dan arang aktif) ?

e. Bagaimana hasil penjernihan penggabungan Enceng gondok dengan arang aktif ?

f. Bagaimana hasil penjernihan penggabungan Filtrasi dengan arang aktif ?

1.3 Tujuan Praktikum a. Tujuan umum

1) Mengetahui cara penjernihan air b. Tujuan khusus

1) Mengetahui cara penjernihan air dengan media eceng gondok 2) Mengetahui cara penjernihan air dengan metode filtrasi

3) Mengetahui cara penjernihan air dengan menggunakan arang/ karbon aktif

4) Mengetahui hasil penjernihan dengan menggabungkan ketiga metode tersebut (enceng gondok, filtrasi, dan arang aktif) 5) Mengetahui hasil penjernihan penggabungan Enceng gondok

dengan arang aktif

6) Mengetahui hasil penjernihan penggabungan Filtrasi dengan arang aktif

(4)

a. Dapat mengetahui cara penjernihan air menggunakan media enceng gondok, filtrasi dan karbon aktif

(5)

BAB 2 Dasar Teori

2.1 Penjernihan Air

Ada berbagai macam cara sederhana yang dapat kita gunakan untuk mendapatkan air bersih, dan cara yang paling mudah dan paling umum digunakan adalah dengan membuat saringan air sederhana. Perlu diperhatikan, bahwa air bersih yang dihasilkan dari proses penyaringan air secara sederhana tersebut tidak dapat menghilangkan sepenuhnya garam yang terlarut di dalam air. Gunakan destilasi sederhana untuk menghasilkan air yang tidak mengandung garam. Metode penjernihan dengan penyaringan:

a. Saringan Kain Katun.

Pembuatan saringan air dengan menggunakan kain katun merupakan teknik penyaringan yang paling sederhana / mudah. Air keruh disaring dengan menggunakan kain katun yang bersih. Saringan ini dapat membersihkan air dari kotoran dan organisme kecil yang ada dalam air keruh. Air hasil saringan tergantung pada ketebalan dan kerapatan kain yang digunakan.

b. Saringan Kapas

(6)

kain katun, penyaringan dengan kapas juga dapat membersihkan air dari kotoran dan organisme kecil yang ada dalam air keruh. Hasil saringan juga tergantung pada ketebalan dan kerapatan kapas yang digunakan.

c. Aerasi

Aerasi merupakan proses penjernihan dengan cara mengisikan oksigen ke dalam air. Dengan diisikannya oksigen ke dalam air maka zat-zat seperti karbon dioksida serta hidrogen sulfida dan metana yang mempengaruhi rasa dan bau dari air dapat dikurangi atau dihilangkan. Selain itu partikel mineral yang terlarut dalam air seperti besi dan mangan akan teroksidasi dan secara cepat akan membentuk lapisan endapan yang nantinya dapat dihilangkan melalui proses sedimentasi atau filtrasi.

d. Saringan Pasir Lambat (SPL)

Saringan pasir lambat merupakan saringan air yang dibuat dengan menggunakan lapisan pasir pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Air bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku melewati lapisan pasir terlebih dahulu baru kemudian melewati lapisan kerikil.

e. Saringan Pasir Cepat (SPC)

(7)

dibandingkan dengan Saringan Pasir Lambat, yakni dari bawah ke atas (up flow). Air bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku melewati lapisan kerikil terlebih dahulu baru kemudian melewati lapisan pasir.

f. Gravity-Fed Filtering System

Gravity-Fed Filtering System merupakan gabungan dari Saringan Pasir Cepat(SPC) dan Saringan Pasir Lambat(SPL). Air bersih dihasilkan melalui dua tahap. Pertama-tama air disaring menggunakan Saringan Pasir Cepat(SPC). Air hasil penyaringan tersebut dan kemudian hasilnya disaring kembali menggunakan Saringan Pasir Lambat. Dengan dua kali penyaringan tersebut diharapkan kualitas air bersih yang dihasilkan tersebut dapat lebih baik. Untuk mengantisipasi debit air hasil penyaringan yang keluar dari Saringan Pasir Cepat, dapat digunakan beberapa / multi Saringan Pasir Lambat.

g. Saringan Arang

Saringan arang dapat dikatakan sebagai saringan pasir arang dengan tambahan satu buah lapisan arang. Lapisan arang ini sangat efektif dalam menghilangkan bau dan rasa yang ada pada air baku. Arang yang digunakan dapat berupa arang kayu atau arang batok kelapa. Untuk hasil yang lebih baik dapat digunakan arang aktif.

(8)

Saringan air sederhana/tradisional merupakan modifikasi dari saringan pasir arang dan saringan pasir lambat. Pada saringan tradisional ini selain menggunakan pasir, kerikil, batu dan arang juga ditambah satu buah lapisan injuk / ijuk yang berasal dari sabut kelapa.

i. Saringan Keramik

Saringan keramik dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat dipersiapkan dan digunakan untuk keadaan darurat. Air bersih didapatkan dengan jalan penyaringan melalui elemen filter keramik. Beberapa filter kramik menggunakan campuran perak yang berfungsi sebagai disinfektan dan membunuh bakteri. Ketika proses penyaringan, kotoran yang ada dalam air baku akan tertahan dan lama kelamaan akan menumpuk dan menyumbat permukaan filter. Sehingga untuk mencegah penyumbatan yang terlalu sering maka air baku yang dimasukkan jangan terlalu keruh atau kotor. Untuk perawatan saringn keramik ini dapat dilakukan dengan cara menyikat filter keramik tersebut pada air yang mengalir. j. Saringan Cadas / Jempeng / Lumpang Batu

(9)

sawah. Seperti halnya saringan keramik, kecepatan air hasil saringan dari jempeng relatif rendah bila dibandingkan dengan SPL terlebih lagi SPC.

k. Saringan Tanah Liat.

Kendi atau belanga dari tanah liat yang dibakar terlebih dahulu dibentuk khusus pada bagian bawahnya agar air bersih dapat keluar dari pori-pori pada bagian dasarnya .

Koagulan adalah zat kimia yang menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel di dalam suspensi. Zat ini merupakan donor muatan positip yang digunakan untuk mendestabilisasi muatan negatip partikel. Dalam pengolahan air sering dipakai garam dari Aluminium, Al (III) atau garam besi (II) dan besi (III). Metode penjernihan dengan koagulan:

Zat Koagulan terhidrolisa yang paling umum digunakan dalam proses pengolahan air minum adalah garam besi (ion Fe3+) atau Aluminium (ion Al3+ ) yang terdapat didalam bentuk yang berbeda-beda seperti tercantum di atas dan bentuk lainnya seperti :

a. Alum/Tawas

(10)

> 7 terbentuk Al ( OH )-4. Flok –flok Al ( OH )3 mengendap berwarna putih.

Gugus utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada pH netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna. Akan tetapi apabila pH rendah atau boleh dikata kelebihan dosis maka air akan tampak keputih – putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih. Dalam cartesian terbentuk hubungan parabola terbuka, sehingga memerlukan dosis yang tepat dalam proses penjernihan air.

Aluminium sering membentuk komplek 6 s/d 8 dibandingkan dengan ion Fe (III) yang membentuk suatu rantai polimer yang panjang. Senyawa itu disebut dengan cationic polynuclier metal hydroxo complex dan sangat bersifat mengadsorpsi dipermukaan zat-zat padat. Bentuk hidrolisa yang akan terbentuk didalam air , sebagian besar tergantung pada pH awal, kapasitas dapar (buffer), suhu, maupun konsentrasi koagulan dan kondisi ionik (Ca2+ dan SO42–) maupun juga dari kondisi pencampuran dan kondisi reaksi.

(11)

Pada kekeruhan yang disebabkan tanah liat sangat baik dihilangkan dengan batas pH antara 6,0 sampai dengan 7,8; penghilangan warna umumnya dilakukan pada pH yang sedikit asam, lebih kecil dari 6, bahkan di beberapa daerah harus lebih kecil dari 5. Dari beberapa penelitian (untuk air gambut dari daerah Riau), efisiensi penghilangan warna akan baik bila pH lebih kecil dari 6 untuk setiap dosis koagulan alum sulfat yang digunakan. Walaupun demikian efisiensi penghilangan warna masih tetap tinggi dihasilkan pada koagulasi dengan pH sampai 7, tetapi dengan dosis alum sulfat yang lebih tinggi (sampai 100 mg/l), tetapi bila dosis alum sulfat lebih kecil (60 mg/l) pada pH yang sama (sampai dengan 7), terjadi penurunan efisiensi penghilangan warna secara drastis (sampai dengan 10 %).

(12)

atau soda abu untuk proses Stabilisasi dengan harapan tidak akan terjadi perubahan alum terlarut menjadi alum endapan. Bila cara diatas tidak dilakukan, kemungkinan akan terjadi pengendapan alum di reservoir atau pada jaringan pipa distribusi, akibat penambahan kapur atau soda abu untuk proses stabilisasi dilakukan setelah air keluar dari filter, seperti halnya yang dilakukan pada pengolahan air yang biasa (tidak berwarna).

b. PAC ( Poly Aluminium Chloride )

PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion alumunium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n). Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya adalah:

1) PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.

2) Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk diikat membentuk flok.

(13)

zat organik terutama ikatan karbon nitrogen yang umumnya dalam truktur ekuatik membentuk suatau makromolekul terutama gugusan protein, amina, amida dan penyusun minyak dan lipida.

4) PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan yang lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafik untuk PAC adalah membentuk garis linier artinya jika dosis berlebih maka akan didapatkan hasil kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan bahan kimia dapat dilakukan. Sedangkan untuk koagulan selain PAC memberikan grafik parabola terbuka artinya jika kelebihan atau kekurangan dosis akan menaikkan kekeruhan hasil akhir, hal ini perlu ketepatan dosis.

5) PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolite yang dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan pembantu, ini berarti disamping penyederhanaan juga penghematan untuk penjernihan air.

(14)

ekstrim sehingga penghematan dalam penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan.

7) PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan gugus hidroksil kedalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul, dengan demikian walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load bagi instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh.

c. Senyawa Besi

Senyawa besi mempunyai tendensi membentuk jenis polinuklir yang lebih kecil dibandingkan dengan aluminium. Dosis koagulan yang diperlukan tergantung pada:

1) Konsentrasi warna.

(15)

3) Jenis koagulan → koagulan yang dapat digunakan untuk menghilangkan warna adalah:

a) Garam aluminium: Alum sulfat/tawas, Al2(SO4)3.xH2O, Polyaluminium chloride, PAC (PACl), Aln(OH)mCl3n-m

b) Garam besi (III) : Ferri sulfat, Fe2(SO4)3.xH2O, Ferri klorida, FeCl3.

Semakin tinggi dosis koagulan yang digunakan akan menghasilkan efisiensi penghilangan warna yang lebih besar pula, akan tetapi residu koagulan akan semakin besar.

Pada kasus pembentukan flok yang lemah dengan menggunakan dosis tawas optimum untuk menghilangkan warna, polialumunium klorida (PAC) dapat digunakan sebagai koagulan pilihan selain tawas. Koagulasi dengan poli alumunium klorida dapat dengan mudah memproduksi flok yang kuat dalam air dengan jangkauan dosis yang lebih kecil dan rentang pH yang lebih besar, tanpa mempertimbangkan kehadiran alkalinitas yang cukup (Pararaja, 2008).

2.2 Badan Air

Menurut Direktori Istilah Pekerjaan Umum, badan air adalah kumpulan air yang besarnya antara lain bergantung pada relief permukaan bumi, curah hujan, suhu, dsb, misal sungai, rawa, danau, laut, dan samudra.

(16)

kubangan, situ dan lahan basah. Sementara sungai, jeram, kanal dan tempat dimana air mengalir dari satu lokasi ke lainnya tidak selalu dapat dinamakan badan air. Meskipun dalam istilah bahasa Inggris belum ada istilah tersendiri untuk air yang mengalir. Satu hal yang pasti bahwa air terjun dan geiser tidak memiliki kriteria untk disebut badan air.

Beberapa badan air merupakan buatan manusia seperti reservoir atau pelabuhan. Namun biasanya istilah badan air hanya diperuntukan bagi yang terjadi secara alami dan merujuk pada permukaan geografi. Beberapa badan air mengumpulkan dan memindahkan air dari sungai dan jeram, namun sebagian besar berupa air statis seperti yang terjadi di danau dan samudra (Supriati, 2013).

Badan air dicirikan oleh tiga komponen utama, yaitu komponen hidrologi, komponen fisika-kimia, dan komponen biologi. Penilaian kualitas suatu badan air harus mencakup ketiga komponen tersebut, yaitu :

a. Air Permukaan

Air tawar berasal dari dua sumber, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan badan air lain, yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan es/salju, dan sisanya berasal dari air tanah.

(17)

atmosfer. Setelah jatuh ke permukaan bumi, air hujan mengalami kontak dengan tanah dan melarutkan bahan-bahan yang terkandung di dalam tanah.

Perairan permukaan diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu badan air tergenang dan badan air mengalir.

1) Perairan tergenang

Perairan tergenang meliputi danau, kolam, waduk, rawa, dan sebagainya. Perairan tergenang, khususnya danau, biasanya mengalami stratifikasi secara vertikal akibat perbedaan intensitas cahya dan perbedaan suhu pada kolom air yang terjadi secara vertikal. Arus air danau dapat bergerak ke berbagai arah. Paerairan danau biasanya memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal. Stratifikasi ini tergantung pada kedalaman dan musim.

Berdasarkan intensitas cahaya yang masuk ke perairan, stratifikasi vertikal kolom air pada perairan tergenang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a) Lapisan eufotik, yaitu lapisan yang masih mendapatkan cukup cahaya matahari.

(18)

Tiupan aingin dan perubahan musim yang mengakibatkan perubahan intensita cahaya matahari dan perubahan suhu dapat mengubah atau menghancurkan stratifikasi vertikal kolom air. Fenomena perubahan stratifikasi vertikal ini dapat diamati dengan jelas pada perairan tergenang yang terdapat di wilayah ugahari yang memiliki empat musim.

2) Perairan mengalir

Salah satu contoh perairan mengalir adalah sungai. Sungai dicirikan oleh arus yang searah relatif kencang, dengan kecepatan berkisar antara 0,1 – 1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola drainase. Pada perairan sungai, biasanya terjadi percampuran massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertical kolom air seperti pada perairan tergenang. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena yang biasa terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut.

b. Air Tanah

(19)

waktu tinggal yang sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang lama tersebut, air tanah akan sulit untuk pulih kembali jika mengalami pencemaran.

Jika laju pengambilan air tanah pada akifer melebihi laju pengisiannya maka akan terjadi penurunan volume air tanah dan penambahan volume udara yang besarnya setara dengan volume air yang dikeluarkan dari akifer. Kondisi ini memunkinkan terjadinya penurunan muka tanah. Pengambilan air tanah akan mengubah aliran air tanah. Bersamaan dengan keluarnya air dari akifer, tekanan hidrostatik air tanah mengalami penurunan sehingga aliran air tanah dari arah laut akan mengisi daerah yang disedot airnya tersebut.

Air tanah yang berasal dari lapisan deposit pasir memiliki kandungan karbondioksida tinggi dan kandungan bahan terlarut rendah. Air tanah yang berasal dar lapisan deposit kapur juga memiliki kadar karbondioksida yang rendah, namun memiliki nilai TDS yang tinggi.

(20)

2.3 Peranan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms) dalam Penurunan Kadar Limbah

Tumbuhan air Eceng gondok (Eichornia crassipes (Mart.) Solms) merupakan salah satu jenis tumbuhan air yang pertumbuhannya sangat mudah dan cepat. Baik pada perairan sungai, kolam maupun waduk, sehingga dikenal sebagai tumbuhan penggangu di lingkungan perairan.

Tumbuhan ini dapat tumbuh baik di perairan yang tergenang atau di pinggir sungai dan sawah, tumbuh secara cepat dan membentuk massa gulma melalui pembiakan vegetatif secara cepat, dan menyebabkan kompetitor baik terhadap udara maupun terhadap ruang dan sinar matahari.

Eceng gondok termasuk tumbuhan yang berakar, di samping akar yang kecil dan bersel tunggal yang berfungsi untuk mengumpulkan air dan garam mineral dari dalam tanah dan mengangkutnya ke akar, batang dan daun (Wirotitjan, 2009).

Tanaman Eceng Gondok memiliki selulosa mencapai 72,63% yang dapat dimanfaatkan sebagai penyerap bahan-bahan tertentu. Selulosa sendiri merupakan polimer sederhana yang terdiri dari 300 sampai 15000 D glukosa membentuk ikatan kimia yang memiliki permukaan rantai selulosa seragam dan membentuk lapisan berpori. Material padatan berpori inilah yang menyerap bahan-bahan di sekelilingnya (Lowel, 1991), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai material penyerap bahan berbahaya bagi lingkungan.

(21)

hanya itu kemampuan lainnya adalah menyerap logam-logam berat seperti Pb, Cd, Hg, Zn, Fe, Mn, Cu, Ni, Au, Co, dan Sr. sedangkan pada senyawa organic, eceng gondok mampu mengadsorpsi senyawa organic dan kandungan lain (Suspended Solids, SS). Penggunaannya sebagai penyerap nutrisi, eceng gondok ikut berperan dalam eutrofikasi di perairan karena dapat mengabsorpsi nitrogen dan fosfor sehingga kemampuan mereduksi eutrofikasi lebih maksimal.

Berdasarkan hasil kajian terhadap perubahan kualitas air irigasi eceng gondok dapat menurunkan kadar COD sebesar 21,59% yaitu 40,34 mg/ml menjadi 31,63 mg/L serta TSS sebesar 41,3% mg/L setelah melewati eceng gondok. Sehingga secara keseluruhan parameter kualitas air yang diamati telah sesuai baku mutu yang diacu berdasarkan peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 peruntukan perikanan kelas 3 (Fauzi, Halawa, & Herdiana, 2011).

(22)

2.4 Proses Penyaringan (Filtrasi)

Proses penyaringa dilakukan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dalam air melalui media berpori. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui lapisan media filter. Proses filtrasi tergantung pada gabungan mekanisme kimia dan fisika yang kompleks dan yang terpenting adalah adsorbsi. pada waktu air melalui lapisan filter, zat padat terlarut bersentuhan dan melekat pada butiran Gumpalan partikel atau flok yang terjadi tidak semuanya dapat mengendap. Flok-flok yang relative kecil atau halus masih melayang-layang dalam air. Oleh karena itu, untuk mendapatkan air yang betul-betul jernih harus dilakukan penyaringan atau filtrasi.

Media penyaring digunakan pasir, kerikil, arang, dan ijuk. Susunan media penyaring dari paling dasar ke atas adalah:

a. Lapisan 1: batu koral b. Lapisan 2: kerikil c. Lapisan 3: arang batok d. Lapisan 4: pasir halus e. Lapisan 5: ijuk

f. Lapisan 6: pecahan genteng

Di antara Lapisan diberi kasa plastic untuk memudahkan pada waktu pencucian saringan.

(23)

Karbon Aktif atau Arang Aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Daya serap karbon aktif ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.

Karbon Aktif (arang aktif) adalah jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar.Satu gram karbon aktif setara dengan suatu material yang memiliki luas permukaan 500-1500 m2. Aktivasi karbon menjadi karbon aktif juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi. Karbon aktif banyak digunakan untuk menghilangkan kontaminan astetik, sedikit efektif menghilangkan beberapa kontaminan dari senyawa volatile (seperti benzene, trichloroethylene) juga kontaminan berbasis petroleum. Karbon aktif yang bersifat molekular, juga mampu menyerap molekul organik dengan baik.

(24)

Di Jepang dikenal arang binchotan yang berasal dari kayu “kishu binchotan”. Arang binchotan dibuat pada suhu yang sangat tinggi dan mempunyai efek alkali. Cocok untuk menjernihkan air minum karena melepaskan klorin dan zat-zat berbahaya lainnya. Arang ini tetap keras di dalam air, saking kerasnya tidak melepaskan bubuk apapun. Kalau memasukkan 50 sampai 60 gram arang ini ke dalam satu liter air ledeng, berarti Anda menambah kandungan mineral dan membuatnya lebih basa, menjadikan air minum yang baik. Arang yang digunakan untuk penjernih air, dicuci dulu lalu disteril dalam air mendidih, kemudian dikeringkan dibawah matahari.

(25)

2.6 Standar Tingkat Kekeruhan Air

Standar air bersih dan air minum diatur oleh Permenkes No. 416/ MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air. Di mana pada peraturan ini disebutkan bahwa pada syarat kualitas air bersih tingkat kekeruhan yang diperbolehkan adalah maksimal sebesar 25 NTU, sedangkan pada syarat kualitas air minum tingkat kekeruhan yang diperbolehkan adalah maksimal sebesar 5 NTU.

(26)

BAB 3 Metode Praktikum

3.1 Rancang Bangun

Gambar 3.1 : Percobaan 1

(27)

3.2 Alat dan Bahan a) Alat :

1. Ember air ukuran kecil 3 buah 2. Kran air 1 buah

3. Jaring Kasa 4. Turbidi meter

5. Botol bekas air mineral berukuran 1,5L 6. Gelas aqua bekas

b) Bahan:

1. Air Sungai 2. Eceng Gondok 3. Kerikil

4. Pasir

5. Pecahan genting 6. Arang Batok 7. Ijuk

8. Koral

9. Arang Batang

Untuk filtrasi, alat dan bahan sudah tersedia di laboratorium Kesling FKM Unair, begitu juga dengan turbidimeter. Sehingga kelompok kami menggunakan sumberdaya yang telah tersedia.

3.3 Prosedur Kerja:

(28)

b. Percobaan 1:

1) Ukur tingkat kekeruhan air sungai menggunakan alat turbidimeter terlebih dahulu.

2) Bagi air sungai yang telah diukur turbiditasnya menjadi tiga sampel pada wadah yang berbeda.

3) Wadah 1: sediakan ember untuk menampung air sungai dan beri enceng gondok ±5 buah. Kemudian diamkan selama 24 jam, setelah itu catat hasil turbiditasnya.

4) Wadah 2: siapkan media filtrasi dengan susunan paling dasar batu koral, kerikil, arang batok, pasir halus, ijuk, pecahan genteng. Tampung air hasil penyaringan pada wadah 2 kemudian ukur turbiditasnya.

5) Wadah 3: sampel air sungai ke-tiga ditampung pada wadah 3 kemudian diberi karbon aktif dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian ukur turbiditasnya.

6) Bandingkan hasil ketiga percobaan dengan media yang berbeda. c. Percobaan 2:

1) Hasil percobaan 1 pada wadah 1 dan wadah 2 yang telah diukur turbiditasnya diambil sampelnya dan ditampung pada wadah 1a dan wadah 2a.

2) Beri arang aktif pada tiap wadah 1a dan wadah 2a kemudian didiamkan selama 24 jam.

(29)

1) Ukur tingkat kekeruhan air sungai menggunakan alat turbidimeter terlebih dahulu.

2) Ember penampung dan penjernih:

a) Ember yang dipergunakan untuk menampung dan menjernihkan air beri lubang pada bagian bawah ( ±5 cm dari dasar ember) dan beri tulisan A pada ember

b) Pada lubang yang telah dibuat pasang kran

c) Kemudian setelah semuanya terpasang, masukkan air sungai kedalam ember

d) Setelah cukup penuh, masukkan tanaman eceng gondok kedalam ember ± 5 buah

e) Biarkan selama ± 24 jam, setelah itu buka kran agar air dapat tertampung diember yang bersih dan kemudian ukur kembali tingkat kekeruhannya menggunakan turbidimeter. 3) Botol penyaring:

a) Potong bagian belakang botol sehingga berlubang

(30)

c) Setelah semuanya tersusun maka masukkan air yang telah diukur turbiditasnya setelah mengalami proses penampungan dan penjernihan di ember A.

d) Kemudian tampung air yang sudah disaring di ember B. e) Selanjutnya ukur turbiditasnya lagi, dan catat.

4) Setelah diukur turbiditasnya, kemudian di ember B masukkan arang batang.

5) Diamkan sekurang- kurangnya selama 24 jam. Setelah itu ukur kembali turbiditasnya menggunakan turbidimeter dan catatlah hasilnya.

6) Hasil akhirnya berupa air bersih yang bisa dimanfatkan. 3.4 Lokasi Praktikum

Kelompok kami akan melakukan praktikum Kesling mengenai teknik penjernihan air dengan air sungai sebagai bahan utama dalam metode ini di Fakultas Kesehatan Masyarakat terutama di Laboratorium Kesling lantai 3.

3.5 Waktu Pelaksanaan

Dengan mempertimbangkan kemungkinan terburuk mengenai percobaan kami, kami berinisiatif untuk melakukan praktikum pada tanggal 20 – 21 Maret 2013.

3.6 Rincian Biaya

Tabel 3.1. Tabel Rincian Biaya No

. Alat / Bahan Jumlah Harga

1. Ember Air 3 @ Rp 5.500

Rp 16.500,00

2. Kran Air 1 @ Rp 5.000

(31)

3. Botol air Mineral

1 botol

-4. Turbidimeter 1 buah - ( pinjam)

-9. Tanaman Eceng

Gondok 2 buah

-10. Alat filtrasi - (pinjam)

-11. Arang Rp 5.000,00

T O T A L Rp 26.500,00

3.7 Tabel Hasil

a. Percobaan 1 :

Tabel 3.2. Tabel Percobaan 1 No

. Variabel pembanding Tingkat kejernihan (NTU) 1. Air Sungai

2 Air sungai + Enceng Gondok

3. Air sungai + Filtrasi 4. Air sungai + Arang Aktif

b. Percobaan 2 :

Tabel 3.3. Tabel Percobaan 2

No. Variabel pembanding Tingkat kejernihan (NTU) 1. Air sungai

2. Eceng Gondok + Arang 3. Filtrasi + Arang

c. Percobaan 3:

Tabel 3.4. Tabel Percobaan 3

No. Variabel pembanding Tingkat kejernihan (NTU) 1. Air Sungai

(32)

Bab 4

Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Pengamatan

a. Percobaan 1 :

Tabel 4.1. Tabel Hasil Percobaan 1 No

.

Variabel pembanding Tingkat kejernihan (NTU)

1. Air Sungai 12,9

2 Air sungai + Enceng Gondok

2,6 3. Air sungai + Filtrasi 8,6 4. Air sungai + Arang Aktif 1,8

b. Percobaan 2 :

Tabel 4.2. Tabel Hasil Percobaan 2

No. Variabel pembanding Tingkat kejernihan (NTU)

1. Air sungai 12,9

2. Eceng Gondok + Arang 0,9

3. Filtrasi + Arang 2,7

c. Percobaan 3:

(33)

No. Variabel pembanding Tingkat kejernihan (NTU)

1. Air Sungai 12,9

2. Eceng Gondok + Filtrasi + Arang

2,0

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa air sungai yang digunakan

sebagai sampel, semula diukur memiliki tingkat kekeruhan sebesar 12,9

NTU. Pada percobaan pertama air sungai yang dibagi dalam 3 wadah

dengan 3 perlakuan berbeda yaitu didiamkan semalam dengan media eceng

gondok, disaring dengan filtrasi, dan didiamkan semalam dengan media

arang aktif, menunjukkan hasil maksimal pada media arang aktif. Di mana

tingkat kekeruhan turun drastis menjadi hanya sebesar 1,8 NTU. Media

kedua yang menunjukkan penurunan cukup drastis adalah media eceng

gondok dengan tingkat kekeruhan sebesar 2,6 NTU. Sedangkan media

filtrasi menurunkan tingkat kekeruhan air menjadi sebesar 8,6 NTU.

Percobaan ke-dua dilakukan untuk mengetahui sejauh apa keefektifan

penjernihan dapat dilakukan dengan gabungan hasil penjernihan pada

percobaan pertama yang diambil sampelnya, yaitu hasil dari media eceng

gondok dan hasil dari media filtrasi. Setiap sampel tersebut ditampung pada

dua wadah yang berbeda dan didiamkan selama semalam dengan arang

aktif. Hasilnya menunjukkan bahwa air sungai yang didiamkan selama

semalam dengan eceng gondok dengan penurunan tingkat kekeruhan

menjadi sebesar 2,6 NTU, dan kemudian didiamkan lagi selama semalam

dengan arang aktif menghasilkan air dengan kadar kekeruhan paling rendah

(34)

penurunan menjadi sebesar 8,6 NTU, kemudian didiamkan selama semalam

dengan media arang aktif kekeruhannya menurun menjadi sebesar 2,7 NTU.

Pengamatan pada percobaan ke-tiga dengan menggabungkan ketiga

metode yang ada yaitu dengan urutan media eceng gondok kemudian filtrasi

dan yang terakhir dengan arang aktif menghasilkan penurunan tingkat

kekeruhan yang semula sebesar 12,9 NTU menjadi sebesar 2 NTU. Tingkat

kekeruhan naik kembali ketika air sungai yang telah didiamkan selama

semalam pada media eceng gondok melewati media filtrasi yaitu menjadi

sebesar 5,5 NTU. Hal ini diduga karena filtrasi yang terdiri dari banyak

susunan lapisan penyaring berpotensi masih membawa pengotor dari

masing-masing bahan lapisan yang digunakan.

4.2 Pembahasan

(35)

Setelah diberikan perlakuan dengan beberapa metode penjernihan, rata-rata media secara single dapat menurunkan tingkat kekeruhan air, yaitu media eceng gondok sebesar 2,6 NTU dan arang aktif sebesar 1,8 NTU sehingga memenuhi syarat tingkat kekeruhan maksimal air minum maupun syarat kualitas air Golongan A yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum tanpa pengolahan terlebih dahulu. Sedangkan media filtrasi belum mampu memenuhi karena tingkat kekeruhan yang dapat diturunkan hanya menjadi sebesar 8,6 NTU.

Pada percobaan ke-dua dengan gabungan beberapa media, air sungai yang telah didiamkan dengan eceng gondok selama semalam tingkat kekeruhannya turun menjadi hanya sebesar 0,9 NTU setelah didiamkan lagi selama semalam dengan arang aktif. Tingkat kekeruhan ini mendekati tingkat kekeruhan salah satu merk air minum dalam kemasan yang hanya sebesar 0,2 NTU, di mana jelas telah memenuhi syarat air minum dari segi kekeruhannya. Walau hasil dari filtrasi yang digabungkan dengan media arang aktif hanya dapat menurunkan kekeruhan hingga sebesar 2,7 NTU, hasil ini pun telah memenuhi syarat air minum menurut Permenkes No. 416/ MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air dari aspek kekeruhan maupun Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air pada kriteria air Golongan A.

(36)

Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air dari segi kekeruhan dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Bab 5

Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Air merupakan kebutuhan utama bagi seluruh makhuk hidup di bumi. 6Oleh karena itu manusia harus mengupayakan untuk melakukan proses penjernihan dan pengolahan air yang dapat menghasilkan air yang dapat digunakan kembali oleh semua makhluk hidup.

Metode penjernihan air merupakan suatu usaha yang dilakukan agar air yang tadinya kurang bermanfaat karena konsistensi yang terkandung didalamnya menjadi air yang bisa dimanfaatkan untuk segala kebutuhan. Dalam praktikum ini, penjernihan dilakukan pada badan air. Sedangkan badan air adalah kumpulan air yang besarnya antara lain bergantung pada relief permukaan bumi, curah hujan, suhu, dsb, misal sungai, rawa, danau, laut, dan samudra.

(37)

Unair. Kemudian, penjernihan air dilakukan dengan metode enceng gondok, metode filtrasi, dan metode arang aktif untuk membandingkan hasil turdibitas ketiganya. Dilanjutkan dengan percobaan hasil enceng gondok yang dipadukan dengan arang aktif dan hasil filtrasi yang juga dipadukan dengan arang aktif. Terakhir menggunakan tiga metode penjernihan sekaligus, yakni metode penjernihan air dengan media tanaman eceng gondok, filtrasi dengan susunan yang dapat merubahan kondisi fisik dari air sungai, dan juga menggunakan metode endapan dengan menggunakan arang.

Berdasarkan pada Permenkes No. 416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Airdapat dilihat bahwa air sungai awal yang belum diberi perlakuan dilihat dari tingkat kekeruhannya sudah memenuhi syarat air bersih.

(38)

Pada percobaan ke-tiga gabungan tiga metode dengan urutan eceng gondok, filtrasi, kemudian arang aktif, menghasilkan air dengan tingkat kekeruhan sebesar 2 NTU. Hasil ini juga telah memenuhi syarat air minum menurut Permenkes No. 416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air dari segi kekeruhan dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air.

5.2 Saran

(39)

Lampiran 1

(40)

Gambar 5 : Proses Filtrasi

Gambar 6 : Hasil Filtrasi dan Enceng Gondok

(41)

Gambar 8 : hasil turbiditas air sungai dengan enceng gondok

Gambar 9 : Hasil turdibitas air sungai dengan arang aktif

Gambar 10 : Hasil turdibitas enceng gondok dengan arang aktif

(42)

Daftar Pustaka

Suara Merdeka, 2009, Manfaat Menakjubkan dari Arang Kayu, idrap.or.id, viewed 3 March 2013, http://www.idrap.or.id/news/detailArtikel.php?ID=35

Fauzi, Christian, & Herdiana, 2011, Program Kreativitas Mahasiswa: Pengolahan Air Limbah Domestik dengan Metode Biology Irigation Memanfaatkan Eceng Gondok Eicchornia Crassipes (Mart) Solms. di Bak Penampungan Sebagai Penyerap Polutan untuk Mengurangi Limbah Organik dan An-Organik, IPB, Bogor

Pararaja, Arif, 2008, Bahan Penjernih Air (Koagulan), wordpress.com, viewed 12 March 2013, http://smk3ae.wordpress.com/2008/08/05/bahan-kimia-penjernih-air-koagulan/

PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 Tentang : Pengendalian Pencemaran Air

Rumidatul, Alfi, 2006, Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsoben Pada Pengolahan Air Limbah, IPB, Bogor

Said, Nusa Idaman & Widayat, Wahyu, 2009, Teknologi Pengolahan Air Gambut Sederhana

(43)

Sari, Ratih Nurmala, 2005, Peranan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms) dan Kayu Apu (Pistia stratoites L.) pada Peningkatan Kualitas Air Sungai yang Mengandung Bahan Pencemar Detergen dan Pupuk Nitrogen

Gambar

Gambar 3.1 : Percobaan 1
Tabel 3.1. Tabel Rincian Biaya
Tabel 3.3. Tabel Percobaan 2
Tabel 4.2. Tabel Hasil Percobaan 2
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak telah terealisasi di Polres Bone, karena dimana anak yang

Perawatan jaringan periodontal untuk mengurangi kedalaman poket periodontal pada wanita menopause penderita periodontitis di Posyandu Lansia Mawar XII Kelurahan

Statistik inferensial adalah teknik analisis data yang digunakan untuk menentukan sejauh mana kesamaan antara hasil yang diperoleh dari suatu sampel dengan hasil yang akan

Penilaian melalui pendekatan biaya, seperti halnya pada pendekaan perbandingan dan  pendekatan kapitalisasi pendapatan adalah didasarkan pada suatu perbandingan.

Lebih memperhatikan pelayanan serta produk yang diberikan kepada konsumen dikarenakan berdasarkan penelitian kepuasan konsumen sangat berdampak terhadap loyalitas konsumen

Oleh karena itu pada penelitian ini akan dikaji pengaruh suhu kalsinasi dengan menggunakan coal bottom ash hasil pembakarn batubara PLTU Tarahan dengan menerapkan

Pengambilan kembali perak dari limbah fotorontgen dilakukan pada kondisi optimum yang sudah diperoleh pada teknik SLM untuk pemisahan perak, yaitu pada komposisi fasa

Dari proses desorpsi dengan larutan NaOH ditunjukkan bahwa mekanisme yang dominan dalam adsorpsi diazinon oleh histidin- bentonit adalah melalui interaksi ikatan