• Tidak ada hasil yang ditemukan

D I N A M I K A R E K A S A T W A V o l. 8 N o. 1, 5 M a r e t 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "D I N A M I K A R E K A S A T W A V o l. 8 N o. 1, 5 M a r e t 2015"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI SUMBER NITROGEN PADA

PROSES ENKAPSULASI TERHADAP JUMLAH MIKROBA DAN

PENURUNAN BAHAN ORGANIK PROBIOTIK

Finna Kurniasih

1

, Umi Kalsum

2

, M. Farid Wadjdi

2

1

Program S1 Peternakan,

2

Dosen Peternakan Universitas Islam Malang

Email : finna_kurniasih@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh penambahan berbagai jenis sumber Nitrogen pada proses enkapsulasi bakteri Lactobacillus salivariusmenggunakan maltodextrin terhadap jumlah mikroba dan penurunan kandungan bahan organik (BO) probiotik. Materi yang digunakan adalah isolat bakteri Lactobacillus salivarius, maltodextrin, susu skim, biji kedelai, bekatul dan ZA. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangaan yaitu P1: maltodextrin 10% + biji kedelai 45% + bekatul 45%, P2:maltodextrin 10% + susu skim 45% + bekatul 45% dan P3: maltodextrin 10% + ZA 1% + bekatul 89%. Variabel yang diamati adalah jumlah mikroba dan penurunan kandungan BO probiotik. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan sumber N pada proses enkapsulasi probiotik Lactobacillus salivarius menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap jumlah mikroba dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penurunan kandungan bahan organik probiotik. Rata-rata jumlah mikroba (log cfu/g) perlakuan P1 : 8,4534ab± 0,0010, P2 : 8,4522a ± 0,0001 dan P3 : 8,4548b ± 0,0017. Rata-rata penurunan kandungan BO (data transformasi) perlakuan P1 : 7,28a ± 1,53, P2 : 6,51a ± 1,62 dan P3 : 12,20b ± 0,79. Kesimpulan penelitian ini adalah penambahan ZA 1% dan bekatul 89% sebagai sumber nitrogen pada media enkapsulan menunjukkan hasil yang paling baik terhadap jumlah sel mikroba probiotik didukung dengan semakin tinggi bahan organik yang termanfaatkan oleh mikroba ditandai dengan penurunan kandungan BO probiotik.

Kata kunci : enkapsulasi, sumber nitrogen , jumlah mikroba, bahan organik

THE INFLUENCE OF VARIETY SOURCE OF NITROGEN ON

ENCAPSULATION PROCESS TOWARD THE AMOUNT OF

MICROORGANISM AND DECREASING ORGANIC MATTER OF

PROBIOTIC

Abstrack

The purpose of this research was to know the effect of additional variety source of nitrogen toward encapsulation process of Lactobacillus salivarius using maltrodextrin toward the amount of bactery cell and the ingredient decreasing organic matter of probiotic. The material on this study was isolat bacterial Lactobacillus Salivarius, maltodextrin, skim milk, soybean, rice bran and ZA. The experimental design which is used is Completely Randomized Design (CRD)with3 treatments and 4 replication are P1: maltodextrin 10% + soybean 45% + rice bran 45%, P2: maltodextrin 10% + skim milk 45% + rice bran 45% and P3: maltodextrin 10% + ZA 1% + rice bran 89%. The variables are analyzed outlined as following: amount of bactery and the ingredient decreasing OM probiotic. The data were analyzed using analysis of variance(ANNOVA). Results of analysis of variance showed that the addition of N sources on the probiotic Lactobacillus salivarius encapsulation process showed a significant effect (P <0.05) to the number of microbes and a high significant level (P <0.01) to the organic matter (OM) levels. The average number of microbes (log cfu/g), treatment P1 : 8,4534ab± 0.0010, P2 : 8,4522a ± 0.0001 dan P3 : 8,4548b ± 0.0017. Average the ingredient decreasing organic matter (OM) level, P1 : 7.28a ± 1.53, P2 : 6.51a ± 1.62 dan P3 : 12.20b ± 0.79. The conclusion of this research is additonal 1% of Za and 89% of rice brain as a nitrogen source toward encapsulation media considered as the best result toward amount of probiotic bactery cell is supported by the higher organic materials utilized by microorganism is characterized by a decrease in the BO contains probiotics.

(2)

2

PENDAHULUAN

Probiotik merupakan mikroba hidup yang dapat hidup atau berkembang dalam usus dan dapat menguntungkan inangnya baik secara langsung maupun tidak langsung dari hasil metabolitnya, sehingga mikroba yang menguntungkan dapat berkembang dengan baik (Kompiang, 2009). Probiotik mampu meningkatkan kemampuan internal dan eksternal tersebut dengan pemanfaatan mikroorganisme yang berfungsi sebagai probiotik (mikroba yang menguntungkan) dan penghasil nutrien yang lebih mudah dicerna (prebiotik), serta sebagai sumber enzim mikrobial. Penggunaan probiotik secara langsung akan meningkatkan efektivitas mikroba usus yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan. Kalsum (2006) menyatakan bahwa pemanfaatan probiotik endogenous hasil isolasi dari saluran pencernaan mampu mempengaruhi aktivitas enzim dalam usus halus, menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan mencegah kolonisasinya di dinding usus halus serta menurunkan kadar kolesterol produk tanpa adanya resiko efek samping penggunaannya bahkan akan meningkatkan kesehatan ternak maupun konsumennya.

Kriteria probiotik yang baik adalah mempunyai kestabilan kualitas dan mempunyai daya simpan yang baik. Untuk menjaga kestabilan kualitas probiotik tersebut harus didukung adanya proteksi dengan teknologi yang sesuai, sehingga mikroba probiotik mampu tumbuh dengan kuantitas dan kualitas yang baik serta mampu mempertahankan diri dari gangguan lingkungan lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa syarat probiotik yang baik adalah probiotik harus tetap dalam keadaan hidup, daya untuk bertahan hidup ketika melalui saluran pencernaan dan manfaat kesehatan yang dapat dibuktikan. Untuk menjaga viabilitas bakteri maka perlu usaha melindungi bakteri, salah satunya dengan metode enkapsulasi.

Enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) suatu bahan inti, dalam hal ini adalah bakteri probiotik sebagai bahan inti dengan menggunakan bahan enkapsulasi tertentu, yang bermanfaat untuk mempertahankan viabilitasnya dan melindungi probiotik dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (Wu et al., 2000). Komponen yang bersifat peka seperti mikroorganisme, dapat dienkapsulasi

untuk meningkatkan viabilitas dan umur simpannya (Pacifico et al. 2001).

Penelitian tentang enkapsulasi probiotik sebelumnya sudah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan berbagai variasi bahan enkapsulasi dan kultur yang dienkapsulasi, diantaranya: enkapsulasi Bifidobacteria dan Lactobacillus dengan alginat - pati (Sultana et al. 2000), Lactobacillus casei dengan alginat - tepung polard dan terigu (Widodo dkk, 2003), Lactobacillus sp dengan kalsium alginat (Chandramouli et al., 2004).

Dari beberapa penelitian di atas dihasilkan bahwa penggunaan bahan enkapsulasi dari jenis protein, memberi hasil ketahanan setelah proses enkapsulasi yang lebih baik dan penggunaan bahan enkapsulasi dari jenis polisakarida menyebabkan tekstur yang kasar pada mikrokapsul yang dihasilkan maupun setelah diaplikasikan pada produk.

Triana (2006) menyatakan dengan adanya enkapsulasi sel mikroba dengan bahan enkaspulan dari jenis protein yang mengandung nitrogen yang tinggi mampu melindungi sel-sel secara sempurna sehingga ketahanan atau viabilitas sel probiotik selama proses pembuatan produk (enkapsulasi) dan penyimpanan, serta meningkatkan ketahahanan selama dalam jalur pencernaan (pH rendah dan cairan empedu pada unggas yang mengkonsumsinya.

Oleh sebab itu dilakukan penelitian ini guna mengetahui bahan enkapsulan yang terbaik dari penambahan berbagai jenis sumber nitrogen. Ditinjau dari kemampuan memproteksi mikroba probiotik dan penurunan kandungan bahan organik probiotik.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober sampai 24 November 2014 di Laboratorium Pusat Universitas Islam Malang. Materi yang digunakan penelitian adalah isolat bakteri Lactobacillus salivarius (Kalsum et al, 2012), maltodextrin, skim milk, biji kedelai, bekatul dan ZA. Penelitian menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL).

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan pada penelitian ini untuk mengetahui hasil perbandingan terbaik dalam segi tekstur dengan berbagai perbandingan bahan sumber N untuk proses enkapsulasi pada

(3)

3

maltodextrin yakni menggunakan maltodextrin 10% dan 20%.

Penelitian utama menggunakan 3 perlakuan dan 4 ulangan yaitu P1: Maltodextrin 10% + Biji kedelai 45% + Bekatul 45% (N sebesar 0,57%) , P2 : Maltodextrin 10% + skim milk 45% + Bekatul 45% (N sebesar 0,22%) dan P3 : Maltodextrin 10% + ZA 1% + Bekatul 89% ( N sebesar 0,25%). Peralatan yang digunakan adalah timbangan analitik, autoclave, oven, waterbath shacker, enlenmeyer, spektrofotometer, cawan petri, tabung reaksi, dan beaker glass.

Variabel yang diamati adalah jumlah mikroba dan penurunan kandungan bahan organik (BO) probiotik. Hasil penelitian dianalisis dengan uji ANOVA.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Mikroba

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan penambahan berbagai jenis sumber nitrogen pada proses enkapsulasi probiotik (Lactobacillus salivarius) memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap jumlah mikroba probiotik. Hal ini dikarenakan dengan penambahan berbagai sumber Nitrogen pada proses enkapsulasi mampu melindungi bakteri Lactobacillus salivarius dari kerusakan bakteri tersebut. Sesuai pernyataan Anal dan Singh (2007) bahwa proses enkapsulasi merupakan proses untuk menyalut inti yang berupa suatu sel dengan suatu bahan pelindung tertentu yang dapat menguragi kerusakan sel tersebut. Penggunaan bahan berbasis protein sebagai bahan enkapsulan sifatnya memiliki kemampuan mengemulsi serta mampu

melindungi bakteri dari panas

(thermoprotectan) (Krasaekoopt et al. 2003). Selain itu diduga juga karena pertumbuhan bakteri Lactobacillus salivarius pada masing-masing media berhubungan erat dengan kemampuan bakteri memetabolisme nutrisi yang ada dan kemampuan bakteri untuk bertahan hidup dari pengaruh lingkungannya dan memperbanyak sel.

Berdasarkan hasil uji BNT (5%) dan rataan jumlah mikroba Lactobacillus salivarius pada probiotik setelah dienkapsulasi masing-masing perlakuan yaitu: P1= 8,4534ablog cfu/g, P2= 8,4522a log cfu/g, dan P3= 8,4548b log cfu/g (data hasil transformasi). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan penambahan berbagai jenis sumber nitrogen pada proses enkapsulasi probiotik

(Lactobacillus salivarius) memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap jumlah mikroba probiotik. Hal ini diduga dengan penambahan berbagai sumber Nitrogen pada proses enkapsulasi mampu melindungi bakteri Lactobacillus salivarius dari kerusakan bakteri tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Anal dan Singh (2007) bahwa proses enkapsulasi merupakan proses untuk menyalut inti yang berupa suatu sel dengan suatu bahan pelindung tertentu yang dapat menguragi kerusakan sel tersebut. Penggunaan bahan berbasis protein sebagai bahan enkapsulan sifatnya memiliki kemampuan mengemulsi serta mampu

melindungi bakteri dari panas

(thermoprotectan) (Krasaekoopt et al. 2003). Selain itu diduga juga karena pertumbuhan bakteri Lactobacillus salivarius pada masing-masing media yang diduga berhubungan erat dengan kemampuan bakteri memetabolisme nutrisi yang ada dan kemampuan bakteri untuk bertahan hidup dari pengaruh lingkungannya dan memperbanyak sel.

Berdasarkan hasil uji BNT (5%) dan rataan jumlah mikroba Lactobacillus salivarius pada probiotik setelah dienkapsulasi masing-masing perlakuan yaitu: P1= 8,4534ablog cfu/g, P2= 8,4522a log cfu/g, dan P3= 8,4548b log cfu/g (data hasil transformasi).

Perlakuan P2 berbeda nyata dibandingkan perlakuan P3 dan P1. Hal ini karena perlakuan P1 dan P3 mempunyai kandungan nitrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan P2, sehingga P2 kurang mampu mempertahankan Sesuai pernyataan Triana (2006) Lactobacillus salivarius bukan bakteri termofilik, melainkan mesofilik. Bakteri tersebut tidak mempunyai protein yang stabil pada suhu tinggi bila sel terpancar panas tinggi akibat enkapsulasi yang tidak sempurna, protein akan mengalami kerusakan sehingga sel mengalami kematian. Dengan adanya kandungan nitrogen yang lebih tinggi pada perlakuan P1 dan P3 lebih mampu melindungi sel-sel secara sempurna sehingga mampu bertahan selama proses enkapsulasi. Kandungan nitrogen pada P1 0,57% dan P3 sebesar 0,35% lebih tinggi dibandingkan dengan P2 nitrogen pada P2 sebesar 0,22%.

Selain itu kenaikan total mikroba, diduga semakin banyak mikroba yang memanfaatkan serat untuk metabolisme sel. Kandungan serat kasar yang ada pada P3cukup tinggi karena adanya bekatul 89% dari jumlah seluruh media enkapsulan. Mikroba

merombak serat kasar menjadi substrat yang lebih sederhana untuk metabolism selnya. Hal

(4)

4

Gambar 1. Grafik rata-rata penurunan kandungan BO probiotik 0,00% 5,00% 10,00% 15,00% P1 P2 P3

Penurunan BO

ini sesuai pernyataan Karppinen (2003), bahwa serat kasar dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat meskipun kecepatan fermentasinya lebih lambat daripada serat pangan larut. Pada P3 juga terdapat kandungan sulfur yang cukup tinggi dari ZA 1% yang membantu sintesa protein. Menurut Vorizan (2002) ZA mengandung kadar Nitrogen dalam bentuk amonium sebesar 21% dan sulfur 24% yang dapat langsung dimanfaatkan mikroba sebagai sumber nitrogen dan mineral untuk perbanyakan sel. Sehingga bakteri Lactobacillus salivarius mampu berkembang secara normal dan dapat bertahan hidup dari pengaruh lingkungan selama proses enkapsulasi.

Pada perlakuan P1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan P3. Hal ini diduga karena tingginya kandungan nitrogen pada P1 0,57% tetapi nilai rataan jumlah mikrobanya lebih rendah dibandingakan P3 karena kandungan Sulfurnya

Pada P1 lebih kecil dibandingkan P3. Hal ini sesuai pernyataan Slyter et al. (1996) bahwa Sulfur tereduksi dalam bentuk asam sylfida (H2S) selanjutnya akan bereaksi dengan O-acetyl serine membentuk asam amino sistein dan asam asetat. Reaksi tersebut didukung oleh enzim sistein sintetase. Sistein diketahui sebagai prekursor utama untuk sintesis asam amino metionin. Metionin selanjutnya sangat diperlukan pada proses awal (tahap inisiasi) sintesis protein dalam sel mikroba. Karena fungsi metionin yang sangat strategis dalam proses sintesis protein tersebut, maka penambahan sulfur dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri.

Jumlah nitrogen yang terkandung pada perlakuan P1 dan P3 sebagai bahan enkapsulan pada proses enkapsulasi diduga mampu melindungi bakteri Lactobacillus salivarius dari pengaruh lingkungan yang dapat menurunkan viabilitasnya. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Triana (2006) bahwa dengan adanya protein yang mengandung nitrogen yang tinggi mampu melindungi sel-sel secara sempurna sehingga ketahanan atau viabilitas sel probiotik selama proses pembuatan produk (enkapsulasi) dan penyimpanan, serta meningkatkan ketahahanan selama dalam jalur pencernaan (pH rendah dan

cairanempedu pada unggas yang

mengkonsumsinya.

Penurunan Kandungan Bahan Organik

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan penambahan berbagai jenis sumber nitrogen pada proses enkapsulasi probiotik (Lactobacillus salivarius) memberikan pengaruh yang angat nyata (P<0,01) terhadap penurunan kandungan Bahan Organik probiotik.

Dari hasil uji BNT 1% dan diperoleh rata-rata penurunan kandungan bahan organik probiotik setelah dienkapsulasi dari masing-masing perlakuan yaitu P1=7,28a%, P2= 6,51a%, P3= 12,20b% (data hasil transformasi). Kandungan bahan organik setelah proses enkapsulasi mengalami penurunan. Hal ini disebabkan adanya pemanfaatan substrat yang terdapat pada media oleh mikroorganisme untuk tumbuh, berkembang dan mempertahankan hidupnya selama proses enkapsulasi probiotik Lactobacillus salivarius.Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrawidana dkk (2008), penurunan bahan organik tinggi karena adanya perombakan zat-zat makanan, salah satunya yaitu pemanfaatan bahan organik berupa karbohidrat, protein, lemak dan serat kasar dari bahan baku untuk aktivitas mikroba dalam menghasilkan energi dan nitrogen yang berguna untuk tumbuh dan berkembang dan perbanyakan sel mikroba.

Pada perlakuan P3 terjadi penurunan kandungan BO tertinggi 12,20% dibandingkan dengan P1: 7,28% dan P2: 6,51%. Semakin tinggi penurunan bahan organik media enkapsulan, diduga kandungan bahan organik pada media enkapsulan seperti protein, Gambar 1. Grafik rata-rata jumlah mikroba

probiotik 8,45 8,455 8,46 P1 P2 P3 8,453 8,452 8,455

Jumlah Mikroba

(5)

5

karbohidrat dan lemak telah banyak dirombak secara sempurna oleh bakteri menjadi senyawa sederhana sehingga dapat digunakan bakteri untuk metabolisme sel. Hal ini dikarenakan mikroba dapat mengubah serat komplek seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi senyawa sederhana sehingga mudah diserap oleh tubuhnya untuk tumbuh, perkembangan dan memperbanyak sel (Anonimus, 1995).

Selain itu pada P3 terdapat kandungan SK yang cukup tinggi karena penggunaan bekatul 89% dengan tingginya kandungan SK ini akan dirombak oleh mikroba menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah untuk digunakan mikroba tumbuh dan berkembang sehingga kandungan BO nya pada P3 menurun. Hal ini sesuai pernyataan Sofyan (1996) bahwa pada saat inkubasi akan terjadi proses fermentasi, mikroba akan menguraikan molekul organik yang kompleks menjadi molekul sederhana sehingga mudah untuk dimanfaatkan mikroba untuk tumbuh dan berkembang.

Penurunan kandungan BO setelah proses enkapsulasi sesuai dengan hasil pada peningkatan jumlah mikroba. Pada P3 terjadi penurunan BO yang tertinggi 12,20 % dan menunjukkan jumlah mikroba tertinggi 8,455 x 108 cfu/g. Begitu pula pada P1 terjadi penurunan yang lebih kecil dibandingkan P3 7,28 %, jumlah mikroba lebih rendah dibanding P3 8,453 x 108 cfu/g, dan penurunan BO terendah yakni pada P2 6,51 % ini juga sinergis dengan jumlah mikroba probiotik yang paling sedikit yaitu 8,452 x 108 cfu/g. Hal ini dikarenakan semakin tinggi penurunan kandungan BO setelah proses enkapsulasi semakin banyak mikroba yang memanfaatkan nutrisi yang terkandung pada media untuk metabolisme sel.

Selain itu dengan semakin banyaknya mikroba yang berkembang dan juga mulai banyaknya diproduksi enzim yang membantu perombakan zat makanan untuk pertumbuhan mikroba maka akan mempengaruhi kandungan bahan organik dari substratnya. Hal ini dikarenakan untuk tumbuh dan berkembang mikroba merombak karbohidrat, lemak dan juga serat kasar yang nantinya dari hasil perombakan digunakan sebagai sumber energinya.

KESIMPULAN

Penambahan ZA 1% dan bekatul 89% sebagai sumber nitrogen pada media enkapsulan menunjukkan hasil yang paling baik terhadap jumlah sel mikroba probiotik didukung dengan semakin tinggi bahan

organik yang termanfaatkan oleh mikroba ditandai dengan penurunan kandungan BO probiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Anal A.K and H. Singh. 2007. Recent Advances In Microencapsulation Of Probiotik For Industrial Applications And Targeted Delivery. Trends In Food Science And Technology 18 240

Anonimus, 1995. Pemeliharaan Kelinci. Kanisius. Yogyakarta.

Chandramouli, V., K. Kailasapathy , P. Peiris and M.Jones. 2004. An

Improved Method Of

Microencapsulation And Its Evaluation To Protect Lactobacillus spp. In Simulated Gastric Condition. J of Microbiol Methods 56:27–35

Kalsum, 2006 U., H. Soetanto, Achmanu and O. Sjofjan. 2012. Effect of a Probiotic Containing Lactoba cillus salivarius on the Laying Performance and Egg Quality of Japanese Quails. Publish in Livestock Research for Rural Development

Karppinen (2003),Karppinnen S. 2003. Dietary Fiber Component of Rye Bran and Their Fermentation In Vitro . Dissertation.Faculty of Science Department of Bioscience, Divisions of Biochemistry, University of Helsinki, Finlandia

Krasaekoopt , W., Bhandari, B DAN Deeth, H.

2003. Evaluation of

Encapsulation Techniques of Probiotic for Yogurt. International Dairy Journal. 13:3-13

Kompiang, I.P. 2009. Pemanfaatan

Mikroorganisme sebagai

Probiotik untuk Meningkatkan Produksi Ternak Unggas di Indonesia. Jurnal Pengembang an Inovasi Pertanian 2 (3):2009

Sahadeva, R.P.K., Leong, S.F., Chua, K. H., Tan, C.H., Chan, H.Y., Tong, E.V., Wong, S.Y.W.,Chan, H.K. 2011. Survival of Commercial Pro biotic Strains To pH and Bile. Int Food Res J 18(4): 1515-1522. Sastrawidana, I Dewa., Bibiana., Fauzi., Anas

(6)

6

Pengolahan Limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerobik-Aerobik Menggunakan Biofin Bakteri Konsorsium Dari Lumpur Limbah Tekstil. Ecotrophic Vol:38

Sultana K, G. Godward, N. Reynolds, R. Arumugaswamy, P. Peiris and K. Kailasapathy. 2000. Encapsulation of

probiotic bacteria withalginate -starch and evaluation of survival in

simulated gastro intestinal condition and in yoghurt. Int. J. Food Microbiol. 62:47–55.

Syofyan. 1996. Pemeliharaan Kelinci. Kanisius, Yogyakarta.

Triana E, Yulianto E, dan Nurhidayat N. 2006. Uji Viabilitas Lactobacillus sp. Mar 8 Terenkapsulasi. Biodiversitas. 7 (2): 114-117.

Vorizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Penerbit PT. AgroMedia Pustaka Depok Jawa Barat.

Widodo, Soeparno dan E. Wahyuni. 2003.

Bioenkapsulasi probiotik

(Lactobacillus casei) dengan pollard dan tepung terigu serta pengaruhnya terhadap viabilitas dan laju pengasaman. J.Tek. dan Industri Pangan 14:98-106

Referensi

Dokumen terkait

Seorang wanita, usia 50 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan kaki tidak dapat berjalan sejak 3 minggu yang lalu. Riwayat sebelumnya pasien sering keputihan berbau

Buatlah aplikasi mobile yang dapat membaca beberapa file (dalam hal ini help.txt dan pesan.txt) dalam satu aplikasi yang mana apabila salah satu menu tersebut dipilih untuk

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi 0 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN SETELAH

Perbandingan antara sub rute pendistribusian tabung yang digunakan oleh perusahaan dengan sub rute yang hasil optimasi menggunakan metode nearest neighbour memiliki

Graedorf (1976) menyatakan bahwa “PAK adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung kepada Roh Kudus, yang membimbing

Dari keseluruhan tabel tunggal yang dianalisis, peneliti dapat menyimpulkan bahwa strategi public relations dengan menggunakan analisis SWOT (Strenghts, Weakness,

Berdasarkan disposisi Sekretaris Daerah Kabupaten Blora tentang Pelaksanaan Pelatihan Bendahara Keuangan Daerah yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah

Pengolahan dan analisis data akan dilakukan kepada 174 data untuk yang mengetahui produk pengganti karena ada beberapa data yang outlier sehingga 26 data yang