• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut prinsipal (principal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut prinsipal (principal)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Teoretis

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori agensi (agency theory) menjelaskan adanya hubungan kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut prinsipal (principal) yang menyewa pihak lain disebut agen (agent) untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik yang meliputi pendelegasian wewenang (Jensen dan Meckling, 1979). Dalam hubungan keagenan, pihak yang memiliki akses langsung terhadap informasi perusahaan, serta memiliki asimetris informasi terhadap pihak eksternal perusahaan, seperti kreditor dan investor adalah manajer perusahaan. Dimana informasi tersebut tidak diungkapkan pihak manajemen kepada eksternal perusahaan, termasuk kepada investor.

Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kamungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan prinsipal sehingga memicu biaya keagenan (agency cost) (Boediono, 2005). Dalam teori agensi menyatakan bahwa pihak prinsipal mendelegasikan tanggung jawab atas decision making kepada agent. Namun hubungan dalam prinsipal dan agen perusahaan perbankan tidak lepas dari adanya regulator dalam hal pemerintah melalui Bank Indonesia sehingga akan mengakibatkan masalah dalam keagenan akan menjadi kompleks. Menurut Watts dan Zimmerman (1986) dalam Rahmawati et al. (2007) hubungan

(2)

prinsipal dan agen untuk memikirkan bagaimana akuntansi tersebut dapat digunakan untuk sarana dalam memaksimalkan kepentingannya.

Salah satu bentuk tindakan yang dapat dilakukan agen adalah dengan melakukan manajemen laba. Dalam teori agensi, praktek manajemen laba dapat dipengaruhi oleh prinsipal dan agen dengan timbulnya suatu tujuan dalam mencapai tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Hubungan tersebut tercermin antara pemilik modal sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Informasi yang dimiliki oleh agen lebih banyak daripada informasi yang dimiliki oleh prinsipal, hal itu dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan pribadinya. Dalam hal ini investor akan mengalami kesulitan dalam mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen karena prinsipal hanya memiliki informasi yang sedikit.

2.1.2 Bank Syariah

Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 pasal 1 memberikan penjelasan antara lain tentang perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Adanya Undang-Undang No.10 tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-Undang No.7 tahun 1992 Tentang Perbankan serta dikeluarkannya Fatwa Bunga Bank Haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2003 banyak bank-bank yang mulai menjalankan prinsip syariah, ada yang melakukan konversi dari bank konvensional menjadi syariah. Selain itu, adapun bank-bank

(3)

konvensional yang membuka cabang bank syariah dan bank pengkreditan rakyat syariah. Bank syariah mempunyai potensi yang cukup besar dalam mengatasi dampak krisis ekonomi, dan mengingat mayoritas penduduk Indonesia yang muslim menjadikan masyarakat lebih memilih bank yang menggunakan prinsip sesuai syariat agama Islam.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 pasal 1 butir 13 tentang prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank bank dan pihak lain untuk penyimpanan dan pembiayaan kegiatan usaha, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

2.1.3 Fungsi dan Tujuan Bank Syariah

Fungsi utama bank yakni manghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk bebagai tujuan atau sebagai financial intermediary (Budisantoso dan Triandaru dalam Purwasih, 2010). Dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal 4 dijelaskan fungsi bank syariah :

1. Bank syariah dan unit usaha syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.

(4)

2. Bank syariah dan unit usaha syariah dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkan kepada organisasi pengelola masyarakat.

3. Bank syariah dan unit usaha syariah dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nadzir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf.

4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bank syariah memiliki tujuan yang sama seperti bank konvensional, yaitu menjadi lembaga perbankan yang dapat menghasilkan keuntungan dalam transaksi usahanya seperti meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Selain itu, didalam prinsip Islam melarang unsur-unsur dalam transaksi perbankan yaitu perniagaan atas barang-barang haram, melakukan transaksi dengan adanya sistem bunga, perjudian dan spekulasi yang disengaja (maisir), serta ketidak jelasan dan manipulatif (ghahar).

2.1.4 Laporan Keuangan Bank dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan bank syariah disajikan setidaknya secara tahunan. Laporan keuangan bank syariah diatur dengan PSAK No. 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah. Dalam laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri dari komponen - komponen berikut :

(5)

a. Neraca

Laporan posisi keuangan yang mencakup aset, liabilitas, equity dari pihak pemilik rekening investasi tidak terbatas dan sejenisnya, dan modal pemilik pada suatu tanggal yang diungkapkan.

b. Laporan Laba Rugi

Hal - hal yang mencakup dalam laporan laba rugi adalah pendapatan investasi, biaya / biaya keuntungan atau kerugian yang harus diungkapkan berdasarkan jenisnya selama periode yang dicakup oleh laporan laba rugi. Semua sifat dari pendapatan, biaya / biaya, keuntungan maupun kerugian harus diungkapkan. c. Laporan Arus Kas

Laporan arus kas mengungkapkan komponen utama dari masing - masing kategori arus kas. Laporan arus kas mengungkapkan kenaikan atau penurunan netto pada kas dan setara kas selama periode yang dicakup dalam laporan ini dan saldo kas dan setara kas pada awal dan akhir periode.

d. Laporan Perubahan Modal Pemilik dan Laporan Laba Ditahan

Laporan perubahan modal pemilik mengungkapkan modal disetor, kontribusi modal para pemilik selama periode, pendapatan (kerugian) netto selama periode, distribusi kepada para pemilik selama periode, kenaikan (penurunan) pada cadangan legal dan pilihan selama periode, dan laba ditahan pada awal periode.

(6)

e. Laporan Perubahan Investasi Terbatas

Laporan ini memisahkan investasi terbatas berdasarkan sumber pembiayaan. Disamping itu laporan perubahan investasi terbatas memisahkan portofolio investasi berdasarkan jenisnya.

f. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat dan Dana Sumbangan (Apabila bank bertanggung jawab atas pengumpulan dan pembagian zakat)

Pengungkapan dalam laporan ini harus dilakukan mengenai tanggung jawab bank atas pembayaran zakat dan apakah bank mengumpulkan zakat atas nama para pemilik rekening investasi tidak terbatas. Pengungkapan tersebut dilakukan untuk dana-dana yang dibayarkan oleh bank dari dana zakat dan sumbangan selama periode dan dana-dana yang sedia pada akhir periode. g. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qard

Laporan sumber dan penggunaan dana qard mengungkapkan hal-hal yang meliputi periode yang dicakup, saldo qard yang beredar dan dana-dana yang tersedia pada awal periode berdasarkan jenisnya, jumlah dan sumber-sumber dan penggunaan pada dana yang disumbangkan selama periode berdasarkan sumbernya, jumlah dan penggunaan dana-dana selama periode berdasarkan jenisnya serta saldo dana qard yang beredar dan dana yang tersedia pada akhir periode.

h. Catatan - Catatan Laporan Keuangan

Dalam laporan keuangan diharuskan mengungkapkan semua informasi untuk menjadikan laporan keuangan tersebut memadai, relevan, dan dapat dipercaya sebagai informasi atas laporan keuangan bagi para pemakainya.

(7)

Laporan keuangan yang dibuat memiliki tujuan tersendiri. Tujuan dalam pembuatan laporan keuangan suatu bank adalah sebagai berikut (Kasmir, 2003) : a. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah aktiva dan jenis-jenis aktiva

yang dimiliki.

b. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah kewajiban dan jenis-jenis kewajiban baik jangka pendek (lancar) maupun jangka panjang.

c. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah modal dan jenis-jenis modal bank pada waktu tertentu.

d. Memberikan informasi tentang hasil usaha yang tercermin dari jumlah pendapatan yang diperoleh dan sumber - sumber pendapatan bank-bank tersebut.

e. Memberikan informasi keuangan tentang jumlah biaya - biaya yang dikeluarkan.

f. Memberikan informasi tentang perubahan - perubahan yang terjadi dalam aktiva, kewajiban, dan modal suatu bank.

g. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen dalam suatu periode dari hasil laporan keuangan yang disajikan.

2.1.5 Tingkat Kesehatan Bank

Menurut Susilo dkk (2000: 22-23), kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan maupun untuk memenuhi semua kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan yang

(8)

berlaku. Menilai tingkat kesehatan bank dilakukan setiap tahun untuk mengetahui apakah bank tersebut mengalami penurunan atau peningkatan. Dalam bank yang memiliki tingkat kesehatan yang kurang sehat mungkin harus mendapatkan pengarahan atau sanksi dari Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank.

Adapun faktor-faktor yang dapat menggugurkan kesehatan bank menurut Mulyono (1995:162), predikat tingkat kesehatan bank yang sehat atau cukup sehat atau kurang sehat akan diturunkan menjadi tidak sehat apabila terdapat hal-hal yang membahayakan kelangsungan bank antara lain :

a. Perselisihan intern yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan dalam bank yang bersangkutan

b. Campur tangan pihak-pihak diluar bank dalam kepengurusan bantu termasuk didalam kerja sama tidak wajar yang mengakibatkan salah satu atau beberapa kantornya berdiri sendiri

c. Windaw Dressing dalam pembukuan dan laporan keuangan yang secara materil dapat berpengaruh terhadap keadaan bank sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap bank.

d. Praktek-praktek bank dalam atau melakukan usaha diluar pembukuan bank. e. Kesulitan keuangan yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memenuhi

kewajiban kepada pihak ketiga.

f. Praktek lain yang menyimpang dan dapat membahayakan kelangsungan bank atau mengurangi kesehatan bank.

(9)

2.1.6 Rasio CAMEL

Dalam mengukur tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan No.6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia menggunakan rasio CAMEL. Rasio CAMEL terdiri dari Capital, Asset, Management, Earning, dan Liquidity. Unsur-unsur penilaian dalam analisis CAMEL tersebut meliputi :

1. Rasio Capital (Permodalan)

Penilaian berdasarkan kepada permodalan yang dimiliki oleh salah satu bank. Salah satu penilaian adalah dengan metode CAR (Capital Adequacy Ratio) yaitu dengan cara membandingkan model terhadap aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). Menurut Zimmerman (2002), modal merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan sebagai dasar pengukuran kinerja bank, yang tercermin dalam komponen CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity). Oleh karena itu, besarnya modal suatu bank akan mempengaruhi jumlah aset produktif, sehingga semakin tinggi asset utilization maka modal harus bertambah besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka Return On Asset (ROA) juga akan semakin besar. Dalam hal tersebut, bank akan memiliki kinerja keuangan yang meningkat dan membaik. Tinggi rendahnya CAR suatu bank akan dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor utama yaitu besarnya modal yang dimiliki bank dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang dikelola oleh bank tersebut. Hal ini disebabkan penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

(10)

2. Rasio Asset Quality (Kualitas Aset)

Penilaian didasarkan kepada kualitas aktiva yang dimiliki bank. Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklarifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian perbandingan penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklarifikasikan. Rasio tersebut dapat dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia.

3. Rasio Management

Rasio Management menunjukkan kemampuan manajemen bank untuk mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko - risiko yang timbul melalui kebijakan - kebijakan dan strategi bisnisnya untuk mencapai target. Manajemen bank dapat diklarifikasikan sehat apabila sekurang - kurangnya telah memenuhi 81% dari seluruh aspek tersebut. Bank Indonesia telah menyusun pertanyaan untuk menilai kemampuan manajemen yang terdiri dari manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. Penggunaan rasio Net Profit Margin dalam rasio manajemen berkaitan dengan aspek - aspek manajemen yang dinilai, baik dalam manajemen umum maupun manajemen risiko. Net Profit Margin juga mencerminkan tingkat efektifitas yang dapat dicapai oleh usaha operasional bank, yang terkait dengan hasil akhir dari berbagai kebijaksanaan dan keputusan yang telah dilaksanakan oleh bank dalam periode berjalan.

(11)

4. Rasio Earning

Penilaian terhadap rasio rentabilitas meliputi penilaian terhadap beberapa faktor antara lain, kemampuannya dalam menghasilkan laba, kemampuan laba mendukung ekspansi dan menutupi risiko, serta tingkat efesiensi. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat. Metode penilainnya dapat dilakukan dengan perbandingan laba dengan total aset (ROA) dan perbandingan biaya operasi dengan pendapatan operasi (BOPO). Menurut Sukarno dan Syaichu (2006), apabila manajemen mampu menekan BOPO, hal itu berarti efisiensi meningkat akan sangat signifikan terhadap kenaikan keuntungan yang dapat dilihat pada besarnya ROA. Bank Indonesia telah menetapkan batas minimum dari BOPO berdasarkan SK No.30/11 KEP/DIR adalah lebih kecil dari 100%. Bank Indonesia juga menetapkan dibawah 90% adalah angka terbaik untuk rasio BOPO. Karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati 100% maka bank tersebut dikategorikan sebagai bank yang tidak efisien dalam manjalankan operasinya. Dengan begitu semakin tinggi rasio BOPO akan semakin kurangnya efisiensi biaya, serta akan memberikan dampak pada perolehan profit bank yang akan semakin menurun juga.

5. Rasio Liqudity (Likuiditas)

Rasio likuiditas bertujuan untuk mengukur seberapa likuid suatu bank (Kasmir, 2003). Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap beberapa komponen yaitu dalam kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek, kebijakan dalam pengelolaan likuiditas, akses kepada sumber

(12)

pendanaan, serta stabilitas pendanaan. Dalam peraturan Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 menyatakan bahwa kemampuan dalam likuiditas bank dapat dikur dengan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR). Loan to Deposit Ratio merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dalam menyediakan dana kepada debiturnya dengan modal yang dimiliki oleh bank maupun dana yang dikumpulkan dari masyarakat (Tarmizi dan Kusumo, 2003). Sedangkan pada perbankan syariah dapat menggunakan Finance to Deposit Ratio (FDR) dalam pengukuran likuiditas bank. Pada perhitungan Finance to Deposit Ratio melakukan perbandingan antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil dikerahkan oleh pihak bank.

2.1.7 Kinerja Keuangan

Perusahaan mempunyai suatu tujuan dalam mencapai nilai (value) yang tinggi, untuk mendapatkan nilai yang tinggi tersebut perusahaan harus melakukan berbagai macam kegiatannya secara efesien dan efektif. Penilaian suatu kinerja keuangan dalam perusahaan bagi manajemen dapat diartikan sebagai penilaian terhadap prestasi yang dapat dicapai. Kinerja keuangan adalah rangkaian aktivitas keuangan pada suatu periode tertentu dilaporkan dalam laporan keuangan yang terdiri dari laba rugi dan neraca (Gitosudarmo dan Basri, 2002).

Dalam hal ini, ukuran kinerja perbankan yang tepat adalah dengan mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba setiap periodenya. Menurut Harahap (2001), laba adalah perbedaan antara realisasi penghasilan yang berasal dari

(13)

transaksi perusahaan periode tertentu dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan itu. Dalam pengukuran profitabilitas pada perbankan dapat dilihat dengan berbagai macam rasio, seperti Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM) (Dendawijaya, 2003). Sedangkan Bank Indonesia lebih mementingkan perhitungan dengan menggunakan ROA daripada ROE karena Bank Indonesia lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat. Apabila ROA terus meningkat maka bank tersebut dapat dikategorikan sebagai bank yang sehat karena meningkatnya profitabilitas dari bank tersebut.

2.1.8 Profitabilitas Perbankan (ROA)

Profitabilitas atau yang biasa disebut dengan rentabilitas adalah kamampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Menurut Siamat (2005) ukuran profitabilitas yang umum digunakan oleh perusahaan adalah Return On Equity (ROE) sedangkan untuk industri perbankan indikator yang digunakan adalah Return On Asset (ROA). Rasio ROA lebih fokus pada kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasional perusahaan.

Bank Indonesia sendiri mengutamakan untuk mengukur nilai profitabilitas suatu bank menggunkan rasio ROA yang diukur dari aset yang dananya berasal dari sebagian besar dana dari masyarakat. Bank indonesia menetapkan standar ROA yang ideal adalah >1,5%. Semakin besar ROA maka semakin besar pula

(14)

tingkat keuntungan pada bank tersebut dan semakin baik penggunaan aset didalam bank. Profitabilitas pada bank syariah dibagi antara para penyandang dana antara lain nasabah investasi, para penabung dan pemegang saham sesuai nisbah yang diperjanjikan.

2.1.9 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengukuran rasio - rasio keuangan dengan pengaruhnya terhadap kinerja keuangan. Berikut ringkasan penelitian terdahulu, diantaranya :

1. Ponttie Prasnanugraha (2007) dengan judul Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum di Indonesia. Penelitian tersebut menggunakan variabel dependen kinerja keuangan yang diukur dengan ROA dan variabel independen yang menggunakan rasio CAR, BOPO, NIM, NPL, dan LDR. Hasil penelitian antara lain, rasio CAR dan LDR tidak berpengaruh secara parsial terhadap ROA sedangkan rasio NPL, BOPO, dan NIM secara parsial berpengaruh terhadap ROA.

2. Pandu Mahardian (2008) dengan judul Analisis Pengaruh Rasio CAR, BOPO, NPL, NIM dan LDR Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan. Peneliti tersebut menggunakan variabel dependen yang diukur menggunakan ROA dan variabel independen menggunakan rasio CAR, BOPO, NIM, NPL, dan LDR. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rasio CAR, NIM, dan LDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA sedangkan rasio BOPO

(15)

berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA dan rasio NPL tidak berpengaruh terhadap ROA.

3. Diana Puspitasari (2009) dengan judul penelitian Analisis Pengaruh CAR, NPL, PDN, NIM, BOPO, LDR, dan Suku Bunga SBI terhadap ROA. Penelitian tersebut menggunakan ROA sebagai variabel dependen dan menggunakan CAR, NPL, PDN, NIM, BOPO, LDR dan suku bunga SBI sebagai variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio CAR, PDN, dan LDR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. Sedangkan rasio NPL dan BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA, dan NIM dan suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap ROA.

4. Sabir et al. (2012) dengan judul penelitian Pengaruh Rasio Kesehatan Bank Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah dan Bank Konvensional di Indonesia. Variabel dependen pada penelitian ini menggunakan ROA sebagai pengukuran kinerja keuangan dan variabel independen pada penelitian tersebut menggunakan rasio keuangan CAR, BOPO, NOM, NPF, FDR, NIM, NPL, dan LDR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA, BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA, NOM berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, NPF tidak berpengaruh terhadap ROA, FDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Hasil pada bank konvensional menunjukkan bahwa CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, BOPO tidak berpengaruh terhadap ROA, NIM berpengaruh positif dan

(16)

signifikan terhadap ROA, NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA, dan rasio LDR berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA.

5. Eni Srihastuti (2013) dengan judul Pengaruh Rasio CAMEL Terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah (Studi kasus di Bank Syariah Mandiri). Penelitian tersebut menggunakan variabel dependen kinerja keuangan perbankan yang diukur dengan ROA, ROE, dan pertumbuhan laba. Variabel independen dalam penetian tersebut menggunakan CAR, NPF, RDI, ROE, dan FDR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel earning dan liquidity berpengaruh parsial terhadap ROE, sedangkan variabel capital, asset, management tidak berpengaruh secara parsial terhadap ROE. Variabel capital dan earning berpengaruh secara parsial terhadap ROA, sedangkan variabel asset, management dan liquidity tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Variabel capital dan management berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan pertumbuhan laba, sedangkan variabel asset, earning, dan liquidity tidak berpengaruh secara parsial terhadap pertumbuhan laba.

2.2 Rerangka Pemikiran

Dalam rerangka penelitian ini, ditunjukkan bahwa variabel independen yang digunakan adalah rasio CAMEL dan variabel dependen yang digunakan adalah Return On Asset (ROA). Analisis rasio CAMEL yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio Capital yang diukur dengan rasio CAR (Capital Adequacy Ratio), Asset quality diukur dengan rasio Non Performing Financing (NPF), Management diukur dengan menggunakan rasio Net Profit Margin (NPM), Earning diukur

(17)

dengan menggunakan rasio BOPO (Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional), Liquidity diukur dengan menggunakan rasio FDR (Finance to Deposit Ratio). Rasio CAMEL dianalisa untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja keuangan perbankan.

Gambar 1 Rerangka Pemikiran

2.3 Perumusan Hipotesis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio CAMEL terhadap kinerja perbankan. Untuk lebih jelasnya, dapat dijelaskan dalam pengembangan hipotesis sebagai berikut :

RASIO CAMEL NPF NPM BOPO FDR CAR Kinerja Keuangan ROA

(18)

2.3.1 Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return On Asset (ROA)

Rasio Capital Adequacy Ratio digunakan untuk mengtahui apakah permodalan bank telah mencukupi dalam mendukung kegiatan bank yang dilakukan secara efisien. Pada rasio CAR angka yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah 8%. Jika rasio CAR sebuah bank berada dibawah 8% berarti bank tersebut menunjukkan ketidak mapuannya dalam menyerap kerugian yang mungkin akan timbul dari kegiatan usaha bank, dan jika rasio CAR diatas 8% menunjukkan bahwa bank tersebut semakin solvable. Apabila bank tersebut mempunyai modal yang cukup, maka bank tersebut dapat menjalankan operasinya dengan efisien. Hal ini sesuai dengan penelitian Mahardian (2008), Widawati (2012) yang menyatakan bahwa rasio CAR berpengaruh positif terhadap profitabilitas bank. Dari argumen diatas, secara umum dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Capital Adequacy Ratio berpengaruh positif terhadap Return On Asset

(ROA).

2.3.2 Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Return On Asset (ROA).

Non Performing Loan (NPL) merupakan perbandingan kredit bermasalah dengan total kredit (Taswan, 2010). NPL digunakan untuk bank konvensional sedangkan untuk perbankan syariah menggunakan Non Performing Financing (NPF). Non Performing Financing (NPF) yang analog dengan Non Performing

(19)

Loan (NPL) adalah tingkat pengembalian pembiayaan yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPF merupakan tingkat pembiayaan macet pada bank tersebut. NPF diketahui dengan cara menghitung pembiayaan non lancar terhadap total pembiayaan. Semakin rendah NPF maka bank tersebut mengalami keuntungan yang semakin tinggi, sebaliknya jika NPF semakin tinggi maka bank tersebut semakin mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. Berdasarkan penelitian Puspitasari (2009) yang menyatakan bahwa NPL berpengaruh positif terhadap profitabilitas (ROA). Maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H2 : Non Performing Financing (NPF) berpengaruh negatif terhadap Return

On Asset (ROA).

2.3.3 Pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Return On Asset (ROA) Net Profit Margin (NPM) digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Semakin besar rasio NPM menunjukkan bahwa semakin besar kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih. NPM digunakan sebagai proksi dalam menilai aspek manajemen dengan alasan bahwa seluruh kegiatan didalam manajemen bank akan mempengaruhi pada perolehan laba bank tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Respati dan Yandono (2008) menunjukkan bahwa rasio NPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap laba. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H3 : Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap Return On Asset

(20)

2.3.4 Pengaruh Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Return On Asset (ROA)

Menurut Ponco (2008), tingkat efisiensi bank dalam menjalankan operasinya berpengaruh terhadap tingkat pendapatan atau “earning” yang dihasilkan oleh bank tersebut. Selain itu, besarnya rasio BOPO dapat disebabkan karena tingginya biaya dana yang dihimpun dan rendahnya pendapatan bunga dari penanaman dana. Semakin besar rasio BOPO menunjukkan kurangnya tingkat efisiensi bank dalam mengendalikan biaya operasionalnya. Sebaliknya, jika BOPO semakin kecil maka kinerja perusahaan dapat dikatan semakin meningkat atau membaik yang ditunjukkan pada tingkat efisiensi biaya operasional pada bank yang bersangkutan sehingga memungkinkan bank tersebut dalam kondisi masalah cukup kecil. Hal ini sejalan dengan penelitian Mawardi (2005) yang menyatakan bahwa rasio BOPO berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA. Dari penjelasan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H4 : Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh

negatif terhadap Return On Asset (ROA)

2.3.5 Pengaruh Finance to Deposit Ratio (FDR) terhadap Return On Asset (ROA)

Pada peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang menyatakan bahwa dalam mengukur likuiditas suatu bank dapat diproksikan dengan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu perbandingan antara kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Penetapan standar LDR yang baik adalah 85% sampai dengan 110%.

(21)

Dalam perbankan syariah rasio yang digunakan dalam mengukur likuiditas menggunakan rasio Financing Deposit to Ratio (FDR). FDR tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditas. Nilai FDR yang diperkenankan oleh Bank Indonesia adalah pada kisaran 78% hingga 100%. FDR sebenarnya sama dengan LDR dalam bank konvensional, perbedaan penyebutan ini dikarenakan dalam bank syariah tidak ada loan atau pinjaman melainkan financing atau pembiayaan. Semakin tinggi angka FDR maka pembiayaan yang disalurkan semakin meningkat dan sebaliknya semakin rendah angka FDR maka semakin menurunnya pembiayaan yang disalurkan oleh bank tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widati (2012) yang menyatakan bahwa rasio LDR berpengaruh positif signifikan terhadap Return On Asset (ROA). Berdasarkan penjelasan diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Finance to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif terhadap Return On

Gambar

Gambar 1  Rerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

a. Mengenal dan memahami setiap peserta didik baik secara individu maupun kelompok. Memantau perkembangan perilaku peserta didik secara kontinyu. Mampu memotivasi peserta

• Potensi produk lain yang dihasilkan dari pirolisis plastik gedung Geostech adalah 5,45 kg per minggu gas dan 0,30 kg per minggu produk abu. • Minyak pirolisis

Terima kasih pula atas materi komunikasi keluarga yang bapak sampaikan ketika PKM di Cicalengka yang sangat menggugah keinginan saya untuk lebih baik lagi dalam

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, dimana penelitian ini mengukur pengaruh variabel gaya kepemimpinan terhadap kinerja dosen pada Universitas

¾ sejalan dengan penyelenggaraan transportasi yang bersifat kemultian seperti yang telah dimunculkan pada Sub Bab I.1, maka dalam perencanaan program penanganan sistem jaringan

Gambar 2 adalah kurva zat terlarut fasa diam saat kesetimbangan (Qe) lawan konsentrasi zat terlarut dalam fasa gerak saat setimbang (Ce) untuk hafnium -sulfat murni.. Gambar 3

3.3 Memahami bunyi, makna, dan gagasan dari kata, frase, kalimat bahasa Arab sesuai dengan struktur kalimat yang berkaitan dengan topik :.. ةزسلأا ثبٍهٌٍْه baik secara

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul