• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum

Beton merupakan bahan yang getas dimana beton sangat baik dalam menahan tekan, namun kurang efektif dalam tarik. Reinforcement / perkuatan dengan besi berfungsi untuk menyerap daya tarik ini sehingga retak yang tidak dapat dihindari oleh beton mutu tinggi tidak melemahkan struktur.

Beton dengan perkuatan fiber didefinisikan sebagai beton yang terdiri dari semen, agregat kasar, halus serta air dan fiber yang berbentuk seperti serabut. Fungsi dari pemakaian fiber ini adalah untuk meningkatkan kuat tarik dengan memperlambat pertumbuhan retak, dan untuk meningkatkan ketahanan dengan menyalurkan tegangan antar penampang retak sehingga pertambahan deformasi dapat meningkat seiring tegangan puncak dibandingkan tanpa penggunaan fiber.

II.2. Bahan

II.2.1. Semen Portland

Semen Portland merupakan semen hidrolis yang tersusun oleh kalsium silikat hidrolis. Semen hidrolis menyatu dan mengeras secara reaksi kimia dengan air. Dalam reaksinya dengan air, yang disebut hidrasi, semen menyatu dengan air membentuk gumpalan menyerupai batu.

II.2.1.1. Tipe Semen Portland

Tipe semen Portland yang berbeda diproduksi agar kebutuhan akan keadaan fisik dan kimia yang berbeda-beda dapat terpenuhi. Secara umum, semen Portland yang ada diproduksi ada 5, antara lain :

(2)

Semen Portland Tipe I merupakan semen yang umum digunakan untuk berbagai pekerjaan konstruksi yang mana tidak terkena efek sulfat pada tanah atau berada di bawah air.

b. Tipe II (Modified Cement)

Semen Portland Tipe II merupakan semen dengan panas hidrasi sedang atau di bawah semen Portland Tipe I serta tahan terhadap sulfat. Semen ini cocok digunakan untuk daerah yang memiliki cuaca dengan suhu yang cukup tinggi serta pada struktur drainase.

c. Tipe III (Rapid-Hardening Portland Cement)

Semen Portland Tipe III memberikan kuat tekan awal yang tinggi. Penggunaan Tipe III ini jika cetakan akan segera dibuka untuk penggunaan berikutnya atau kekuatan yang diperlukan untuk konstruksi lebih lanjut. Semen Tipe III ini hendaknya tidak digunakan untuk konstruksi beton missal atau dalam skala besar karena tingginya panas yang dihasilkan dari reaksi beton tersebut.

d. Tipe IV (Low-Heat Portland Cement)

Semen Portland Tipe IV digunakan jika pada kondisi panas yang dihasilkan dari reaksi beton harus diminimalisasi. Namun peningkatan kekuatan lebih lama dibandingkan semen tipe lainnya tetapi tidak mempengaruhi kuat akhir.

e. Tipe V (Sulphate-Resisting Cement)

Semen Portland Tipe V digunakan hanya pada beton yang berhubungan langsung dengan sulfat, biasanya pada tanah atau air tanah yang memiliki kadar sulfat yang cukup tinggi.

II.2.1.2. Sifat Semen Portland

Spesifikasi Portland semen umumnya menempatkan batas pada komposisi kimia dan sifat fisiknya. Pengertian yang signifikan dari sifat fisik semen sangat membantu dalam hal mengaplikasikan hasil dari uji semen. Berikut adalah sifat dari semen Portland :

a. Kehalusan (Fineness)

Kehalusan semen mempengaruhi panas yang dihasilkan dan besarnya hidrasi. Nilai kehalusan yang tinggi akan meningkatkan hidrasi semen dan meningkatkan pertumbuhan kuat tekan.

(3)

b. Kekuatan (Soundness)

Kekuatan ini berdasarkan pada kemampuan pasta untuk mengeras serta mempertahankan volumenya setelah pengikatan.

c. Konsistensi (Consistency)

Konsistensi didasarkan pada gerakan relatif pada semen pasta segar atau mortar atau kemampuannya untuk mengalir.

d. Waktu Pengikatan (Setting Time)

Waktu pengikatan diindikasikan dengan pasta yang sedang menimbulkan reaksi hidrasi yang normal.

e. Salah Pengikatan (False Set)

Salah Pengikatan adalah bukti dari hilangnya plastisitas tanpa berkembangnya panas setelah pencampuran.

f. Kuat Tekan (Compressive Strength)

Kuat tekan didukung oleh tipe semen, komposisi bahan dan kehalusan semen. g. Panas Hidrasi (Heat of Hydration)

Panas Hidrasi adalah panas yang ditimbulkan ketika semen dan air bereaksi. Panas yang dihasilkan bergantung pada komposisi kimia dari semen tersebut.

h. Kehilangan Pembakaran (Loss on Ignition)

Kehilangan Pembakaran diindikasikan sebelum hidrasi dan karbonasi, yang diakibatkan penyimpanan yang tidak sesuai.

II.2.1.3. Kandungan Semen Portland

Telah kita ketahui bahwa senyawa mentah yang digunakan untuk memproduksi semen Portland adalah kapur, silika, alumina dan oksida besi. Kandungan ini berinteraksi satu dengan lainnya membentuk suatu material kompleks.

Tabel 2.1. Senyawa Utama Semen Portland

Nama Senyawa Komposisi Oksida Singkatan

Trikalsium silikat 3CaO.SiO2 C3S

(4)

Trikalsium aluminat 3CaO.Al2O3 C3A

Tetrakalsium aluminoferit 4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF

Perhitungan komposisi pada semen Portland berdasarkan hasil yang diperoleh R.

H. Bogue dan lainnya, dan sering disebut ‘Komposisi Bogue’.

C3S = 4.07 (CaO)–7.60 (SiO2)–6.72 (Al2O3)–1.43 (Fe2O3)–2.85 (SO3)

C2S = 2.87 ( SiO2)–0.754 (3CaO.SiO2)

C3A = 2.65 (Al2O3)–1.69 (Fe2O3)

C4AF = 3.04 (Fe2O3)

Tabel 2.2. Perkiraan Batas Komposisi Semen Portland

Oksida Isi (%) CaO 60 - 67 SiO2 17 - 25 Al2O3 3 - 8 Fe2O3 0.5 - 6.0 MgO 0.1 - 4.0 Alkalis 0.2 - 1.3 SO3 1 - 3

II.2.2. Agregat

Penggunaan jenis dan kualitas agregat yang tepat tidak dapat dihindari karena agregat kasar dan halus umumnya menguasai 60% hingga 75% dari volume beton (70% hingga 85% dari berat) dan secara langsung campuran beton yang baik dan sifat kekuatan, komposisi campuran, dan ekonomis.

(5)

Agregat harus memenuhi standar untuk penggunaan secara teknik : agregat harus bersih, keras, kuat, partikel yang bebas dari penyerapan kimia, lapisan lumpur, dan material halus lainnya dalam batas wajar yang dapat mempengaruhi hidrasi dan pengikatan semen pasta.

II.2.2.1. Karakteristik Agregat

a. Gradasi (Grading)

Gradasi adalah distribusi ukuran partikel dari agregat yang ditentukan dari analisis ayakan. Ukuran partikel agragat ditentukan dengan kawat jaring dengan bukaan persegi. Gradasi dan ukuran maksimum agregat mempengaruhi proporsi agregat seperti penggunaan semen dan air, kelecakan, ekonomis, penyerapan, susut, dan ketahanan beton.

b. Gradasi Agregat Halus (Fine-Aggregate Grading)

Agregat halus adalah agregat yang lolos ayakan No.4 (4.75 mm). Agregat yang mana melewati ayakan No.50 (300μm) dan No.100 (150μm) mempengaruhi kelecakan serta

tekstur permukaan.

c. Gradasi Agregat Kasar (Coarse-Aggregate Grading)

Agregat kasar adalah agregat yang lebih besar dari ayakan No.4 (4.75 mm). Ukuran maksimum agregat kasar pada beton mempengaruhi keekonomisannya. Biasanya air dan semen dibutuhkan lebih banyak untuk agregat dengan ukuran lebih kecil.

d. Bentuk Partikel dan Tekstur Permukaan (Particle Shape and Surface Texture)

Bentuk partikel dan tekstur permukaan dari agregat mempengaruhi sifat dari campuran beton segar daripada sifat dari beton keras. Permukaan kasar, bersudut, memanjang memerlukan air yang lebih banyak untuk meningkatkan kelecakan beton daripada yang mulus, bulat, dan padat.

e. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis agregat adalah perbandingan berat agregat terhadap berat dari volume air yang sama. Berat jenis agregat pada umumnya berkisar antara 2.4-2.9.

(6)

Ketika kita mempertimbangkan kekuatan dari beton, factor yang mempengaruhi adalah banyaknya air pada campuran beton. Kualitas air juga penting karena ketidakmurnian air dapat mempengaruhi waktu pengikatan semen, yang secara langsung mempengaruhi kekuatan beton atau timbul bercak pada permukaannya, dan juga dapat menimbulkan korosi pada tulangan besi.

II.2.4. Fiber

Fiber untuk campuran beton dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu : 1. Fiber metal, misalnya serat besi dan serat strainless stell.

2. Fiber polymeric, misalnya serat polypropylene dan serat nylon. 3. Fiber mineral, misalnya fiberglass.

4. Fiber alam, misalnya serabut kelapa dan serabut nenas.

Fiber polypropylene merupakan senyawa hidrokarbon dengan rumus kimia C3H6

yang berupa filament tunggal ataupun jaringan serabut tipis yang berbentuk jala dengan ukuran panjang antara 6 mm sampai 50mm dan memiliki diameter bervariasi. Dalam penelitian ini digunakan Fiber polypropylene yang diproduksi oleh PT.Sika Indonesia dengan merk dagang SikaFibre. Karakteristik dari SikaFibre disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.3. Karakteristik SikaFibre Karakteristik Fiber polypropylene Berat jenis 0.91 gr/cm3

Panjang fiber 12 mm Diameter fiber 18 micron Kuat tarik 300–440 MPa Modulus elastisitas 6000–9000 N/mm2 Penyerapan air Nol

(7)

Kadar fiber 600 gr/m3beton

II.2.4.1. Pengaruh Fiber Pada Sifat Mekanikal Beton

Dalam jurnalnya yang berjudul “An Experimental Investigation into The Effect of Polypropylene Fibers on Mechanical Properties of Concrete” oleh E. Mollaahmadi, dkk

bahwasannya penggunaan fiber pada beton secara umum dibagi menjadi fiber alami dan sintetis seperti karbon, nilon, polypropylene. Polypropylene fiber digunakan untuk mengurangi retak yang disebabkan oleh penyusutan beton.

Polypropylene fiber secara efektif mengatur retak susut plastis pada beton, dan mengurangi lebar retak maksimum, dan jumlah retak. Efek dari fiber ini bergantung pada proporsi terhadap persentase volumenya. Semakin panjang fiber dengan diameter yang sama semakin besar dampaknya terhadap kapasitas lenturnya.

Dalam jurnalnya semen, agregat diperoleh dari daerah Yazd, Iran. Karakteristik polypropylene yang digunakan adalah sebagai berikut

Tabel 2.4. Karakteristik Fiber

Sifat Fiber tebal Fiber biasa

Ukuran diameter (mm) 0.98 0.022

Kuat tarik (MPa) 240 400

Massa jenis (gr/cm3) 0.88-0.92 0.91

Modulus Elastisitas (MPa) 5100 8500

Pemanjangan (%) 24.2 12

Bentuk Bergelombang Datar

Untuk Mix-design serta berat fiber per volume disajikan pada tabel berikut : Tabel 2.5. Proporsi Mix Design

Air (kg) Semen (kg) Pasir (kg) Agregat kasar (kg)

Superplasticizer (kg)

(8)

Tabel 2.6. Karakteristik dan berat fiber per volume beton No sampel Tipe fiber Ukuran diameter

(mm) Panjang fiber (mm) Berat fiber (kg/m3) PC(beton biasa) - - - -F6 Biasa 0.022 6 1.1 F12 Biasa 0.022 12 1.1 F19 Biasa 0.022 19 1.1 T30 Tebal 0.98 30 16.5 T40 Tebal 0.98 40 16.5

Balok sampel yang direncanakan berukuran 10 x 10 x 50 cm. Sampel diletakkan pada perletakan sendi danrol dengan jarak 45 cm dan jarak antar beban adalah 15 cm. Pengukur lendutan ditempatkan pada tengah sampel dan diukur pada setiap pembebanan.

Hasil dari percobaan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.7. Pembebanan pada sampel

No sampel Pcr (kg) Pu(kg) Pc 997.33 -F6 965.33 -F12 928 -F19 806.33 -T30 880 713 T40 1015 1030

Beban ketika pertama kali retak adalah beban retak (Pcr) dan beban ultimate (Pu). Beban ultimate didapat pada sampel yang mengandung fiber polypropylene tebal, karena pada sampel fiber biasa setelah mencapai retak pertama kehancuran terjadi.. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Pcr menurun dengan meningkatnya panjang fiber dalam sampel yang mengandung fiber polypropylene biasa. Hal ini disebabkan retak mikro pada beton yang mempengaruhi kuat lendut. Karena dengan meningkatnya panjang fiber, kelecakan beton menjadi berkurang, dan retak mikro pada beton menjadi meningkat, yang

(9)

menghasilkan kuat lendut beton menjadi menurun (shuan-fa, 2001). Tetapi, pada sampel yang mengandung fiber polypropylene tebal, Pcr meningkat seiring meningkatnya panjang fiber.

Dari pencatatan defleksi pada beton saat pertama kali retak, dapat dilihat pada tabel 6. Dengan pemakaian PP fiber defleksi pada keretakan pertama berkurang hingga 139%.

Tabel 2.8. Penurunan Yang Terjadi

No sampel Penurunan (mm)

PC 0.91

T30 0.59

T40 0.38

II.3. Sifat Beton

Beton merupakan material komposit dengan banyak permasalahan. Campuran beton tersebut tidak bias langsung keras tetapi memerlukan proses reaksi yang memakan waktu. Salah satu masalah adalah masing-masing unsur dalam campuran beratnya tidak sama sehingga agregat yang berat cenderung bergerak ke bawah dan air yang ringan cenderung bergerak ke atas. Untuk itu kita perlu mengetahui sifat pada beton.

II.3.1. Beton Segar

Dalam pengerjaan beton segar, sifat penting yang harus diperhatikan adalah kelecakan (workability). Kelecakan merupakan kemudahan pengerjaan beton, dimana pada saat penuangan dan pemadatan tidak menimbulkan masalah seperti pemisahan dan pendarahan.

Istilah kelecakan dapat didefinisikan dari tiga sifat berikut :

a. Kompaktibilitas yaitu kemudahan beton untuk dipadatkan dan mengeluarkan rongga-rongga udara.

(10)

b. Mobilitas yaitu kemudahan beton untuk mengalir ke dalam cetakan dan membungkus tulangan.

c. Stabilitas yaitu kemampuan beton untuk tetap menjadi massa homogen tanpa pemisahan selama pengerjaan.

Pada adukan yang tidak stabil, air dapat terpisah dari benda padat, kemudian naik ke permukaan. Fenomena ini disebut pendarahan. Sementara agregat kasar dapat terpisah dari campuran mortar. Fenomena ini disebut pemisahan.

Baik Geser Runtuh

Gambar 2.1. Pengujian Slump Test

II.3.2. Beton Keras

Nilai kekuatan tekan beton relative tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya. Beton merupakan bahan yang bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9%-15% dari kuat tekannya. Agar beton mampu menahan gaya tarik maka beton diperkuat oleh batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama.

Dalam buku Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo (1996) menyatakan bahwa kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan :

a. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran di antara keduanya.

(11)

b. Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja.

c. Angka muai kedua bahan hampir sama dimana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat celcius angka muai beton 0.00001 sampai 0.000013 sedangkan baja 0.000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan.

II.3.3. Retak Pada Beton

Dalam pengerjaannya selalu diusahakan agar retak pada beton tidak terjadi. Namun, retak pada beton tetap dapat terjadi. Berikut adalah beberapa jenis retak pada beton :

a. Retak Plastis

Retak plastis biasanya terjadi sebelum beton mengeras. Diakibatkan oleh terjadinya air yang terpisah dari campuran beton.

b. Retak Susut

Retak susut diakibatkan oleh air yang terlalu cepat menguap dari beton. Semakin tinggi penguapan yang terjadi, semakin banyak retak susut yang terjadi.

c. Retak Susut Jangka Panjang

Retak ini sering terjadi pada pengecoran skala besar. d. Retak Rambut

Retak rambut terjadi karena permukaan beton memiliki jumlah air yang lebih banyak dari bagian dalam beton. Biasanya terjadi sebelum retak susut.

Tabel 2.9. Waktu Muncul Retak

Jenis Retak Waktu Muncul

Retak Plastis 10 menit–3 jam Retak Susut 30 menit–6 jam Retak Susut Jangka Panjang Beberapa minggu

(12)

II.4. Tegangan Regangan Beton

Tegangan yang terjadi pada beton menurut Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang yang dinyatakan dengan rumus :

= (2.1)

Dimana : σ = Tegangan Beton (MPa)

P = Beban (N)

A = Luas Penampang (mm2)

Regangan yang terjadi pada beton menurut Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang dapat didefinisikan sebagai :

= ∆ (2.2)

Dimana : ε = ReganganBeton

Δl = Pertambahan panjang dalam daerah beban (mm)

l = Panjang mula-mula (mm)

II.5. Kuat Tarik Beton

Konstruksi beton yang direncanakan mendatar menerima beban tegak lurus terhadap sumbu bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi karena daya dukung beton terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari garis berat beton, semakin jauh dari garis berat maka semakin kecil daya dukungnya.

Kuat tarik untuk beton normal berkisar antara 9%-15% dari kuat tekannya. Penggujian kuat tarik beton dilakukan melalui splitting test. Nilai pendekatan yang diperoleh menurut Istimawan Dipohusodo (1996) dalam bukunya dari hasil pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,50-0,60 √fc’, sehingga untuk beton normal digunakan

nilai 0,57 √fc’. Pengujian tersebut menggunakan benda uji silinder beton berdiameter 15 cm dan panjang 30 cm, diletakkan pada arah memanjang di atas alat penguji kemudian beban tekan diberikan merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua bagian dari ujung ke ujung. Tegangan

(13)

tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah disebut sebagai spilt cylinder strength. Menurut SNI 03-2491-2002 besarnya tegangan tarik beton (tegangan rekah beton) dapat dihitung dengan rumus:

= 2

di mana : Fct : Tegangan rekah beton (kg/cm2) P :Beban maksimum (kg)

L : Panjang silinder (cm) D : Diameter (cm)

II.6. Baja Tulangan

Agar beton dapat bekerja dengan baik terutama untuk menahan gaya tarik maka perlu dibantu dengan perkuatan penulangan. Supaya berlangsungnya lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain digunakan batang polos berpenampang bulat (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD) yang umumnya disebut tulangan baja ulir.

Sifat fisik batang tulangan baja yang paling penting untuk digunakan dalam perhitungan perencanaan beton bertulang adalah tegangan luluh (fy) dan modulus elastisitas (Es). Ketentuan SK SNI 03-2847-2002 menetapkan bahwa nilai modulus elastisitas baja adalah 200.000 MPa.

II.7. Balok Beton Bertulang

Suatu gelagar balok bentang sederhana yang menahan beban mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Pada kejadian momen lentur positif, pada bagian atas akan terjadi regangan tekan dan dibagian bawah dari penampang terjadi regangan tarik. Regangan-regangan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tegangan-tegangan yang harus di tahan oleh balok, tegangan tekan disebelah atas dan tegangan tarik di bagian bawah.

Pada beban kecil, dengan menganggap belum terjadi retak beton, secara bersama-sama beton dan baja tulangan bekerja menahan gaya tekan yang ditahan oleh beton saja. Pada beban sedang, kuat tarik beton dilampaui dan beton mengalami retak rambut. Karena

(14)

beton tidak dapat meneruskan gaya tarik pada daerah retak, karena terputus-putus, baja tulangan akan mengambil alih memikul seluruh gaya tarik yang timbul.

Pembebanan ultimat adalah kapasitas batas kekuatan beton terlampaui dan tulangan baja mencapai luluh, balok mengalami kehancuran. Pada saat balok dekat dengan keadaan pembebanan ultimat, nilai regangan serta tegangan tekan akan meningkat dan cenderung untuk tidak sebanding diantara keduanya, dimana tegangan beton tekan akan membentuk kurva nonlinear.

Menurut Istimawan Dipohusodo (1996) dalam bukunya menyatakan bahwa pendekatan dan pengembangan metode perencanaan kekuatan didasarkan atas anggapan-anggapan sebagai berikut :

1. Bidang penampang rata sebelum terjadi lenturan, tetap rata setelah terjadi lenturan dan tetap berkedudukan tegak lurus pada sumbu bujur (prinsip Bernoulli). Oleh karena itu, nilai regangan dalam penampang komponen struktur terdistrubusi linear atau sebanding lurus terhadap jarak ke garis netral (Prinsip Navier).

2. Tegangan sebanding dengan regangan hanya sampai pada kira-kira beban sedang, dimana tegangan beton tekan tidak melampau +½ f’c. Apabila beban

meningkat sampai beban ultimat, tegangan yang timbul tidak sebanding lagi dengan regangannya berarti distribusi tegangan tekan tidak lagi linear. Bentuk blok tegangan beton tekan pada penampangnya berupa garis lengkung dimulai dari garis netral dan berakhir pada serat tepi tekan terluar. Tegangan tekan maksimum sebagai kuat tekan lentur beton pada umumnya tidak terjadi pada serat tepi tekan terluar, tetapi agak masuk ke dalam.

3. Dalam perhitungan kapasitas momen ultimat komponen struktur, kuat tarik beton dapat diabaikan (tidak diperhitungkan) dan seluruh gaya tarik dilimpahkan kepada tulangan baja tarik.

(15)

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.2. (a) Penampang Potongan A-A ; (b) Diagram Regangan ; (c) Diagram Tegangan ; (d) Gaya-Gaya

II.8. Tegangan Lentur Pada Balok

II.8.1. Umum

Telah kita ketahui ketika sebuah balok lurus yang memikul beban-beban lateral pada setiap penampangnya mengalami momen lentur dan gaya geser dimana besaran yang terjadi ini dapat dihitung secara manual.

Contoh yang sederhana. dimana sebuah balok kantilever yang terjepit pada salah satu ujungnya dan diberi beban terpusat W pada ujung yang bebas seperti pada gambar 2.3. Pada kejadian seperti ini maka serat atas dari balok tersebut akan mengalami tarik sedangkan serat bawah akan mengalami tekan.

(16)

II.8.2. Lentur Murni Pada Balok

Masalah lentur ini ditinjau pada elemen balok dengan penampang persegi dan diberi gaya lentur pada kedua ujungnya. Balok ini memiliki lebar penampang b , ketinggian penampang h seperti gambar 2.4. dengan sumbu simetri dari penampang adalah Cx, Cy.

Sepanjang balok dibengkokkan terhadap bidang yz, gambar 2.5. dimana sumbu Cz pada pertengahan balok tidak mengalami tarikan sehingga membentuk jari-jari kurvatur R. Kita menganggap panjang elemen balok , pada keadaan tidak terbebani, AB dan FD yang merupakan bagian melintang dari sumbu memanjang balok dan saling sejajar. Pada saat dibengkokkan kita menganggap AB dan FD tetap datar, A’B’ dan F’D’pada gambar 2.5 adalah penampang dari balok yang dibengkokkan yang sudah tidak saling sejajar.

Pada bentuk yang dibengkokkan, beberapa serat memanjang seperti A’F’ tertarik Gambar 2.4. Penampang dari balok

persegi

Gambar 2.5. Balok melengkung pada jari-jari kurvatur bidang yz

(17)

garis netral dan sumbu Cx disebut sebagai sumbu netral. Sekarang kita tinjau serat HJ pada balok yang sejajar sumbu memanjang Cz seperti gambar 2.5, serat sejauh y dari garis netral

dan berada pada daerah tarik. Panjang awal dari serat HJ sebelum dibengkokkan adalah δz

dimana panjang setelah di bengkokkan adalah

′ ′= ( + ) (2.3)

ketika sudut diantara A’B’ dan F’D’ pada gambar 2.5. dan 2.6. adalah δz/R.

Maka selama pembengkokkan HJ tertarik sebesar

′ ′ = ( + ) − = (2.4)

Regangan longitudinal dari serat HJ adalah

= ( )/ = (2.5)

Kemudian regangan longitudinal pada setiap serat adalah sebanding terhadap jarak serat itu dari garis netral. Pada daerah tekan yang berada di sisi sebelah bawah dari permukaan normal memiliki nilai regangan negatif.

Jika material dari balok tetap berada dalam keadaan elastis selama Gambar 2.6. Tegangan pada balok lentur

(18)

= = (2.6)

Penyaluran dari tegangan longitudinal pada setiap penampang seperti pada gambar 2.7., karena penyaluran yang simetris dari tegangan terhadap cumbu Cx maka tidak terjadi dorongan longitudinal pada penampang dari balok. Resultan dari momen yang terjadi adalah

= ∫ (2.7)

Dengan mensubstitusikan σ pada persamaan(2.7) maka didapat

= ∫ = (2.8)

dimana I adalah momen kedua dari luas dari penampang terhadap sumbu Cx. Dari persamaan (2.6) dan (2.8) didapat

= = (2.9)

Dapat disimpulkan bahwa jari-jari yang seragam, R, dari tengah dari sumbu Cz dapat terbentuk dari momen yang terjadi pada kedua ujung dari balok. Persamaan (2.9) menunjukkan hubungan yang linear antara M dan kelengkungan dari balok (1/R). Konstanta seperti EIx dalam hubungan yang linear ini disebut bending stiffness atau

(19)

kadang disebut flexural stiffness dari balok. Kekakuan ini adalah hasil dari modulus Young (E) dan momen kedua dari luas (Ix) dari penampang terhadap sumbu pembengkokkan.

Gambar

Tabel 2.2. Perkiraan Batas Komposisi Semen Portland
Tabel 2.3. Karakteristik SikaFibre Karakteristik Fiber polypropylene Berat jenis 0.91 gr/cm 3
Tabel 2.4. Karakteristik Fiber
Tabel 2.6. Karakteristik dan berat fiber per volume beton No sampel Tipe fiber Ukuran diameter
+6

Referensi

Dokumen terkait

Data di atas juga menunjukkan bahwa variabel pemahaman perpajakan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak badan dengan nilai

-engkajian merupakan tahap a%al dari proses dimana kegiatan yang dilakukan yaitu  Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data# Data fokus yang

[r]

Objek penelitian yang diteliti adalah jumlah anggota, jumlah simpanan anggota, jumlah aset, jumlah modal dan jumlah pendapatan terhadap penyaluran kredit pada Koperasi Simpan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik nanopartikel dari ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) dan rasio optimal variasi

Pengetahuan tentang gejala dan perilaku alam yang dihimpun dalam ilmu fisika telah banyak digunakan untuk mem-bantu profesi lain, seperti profesi di bidang rekayasa,

Bangunan terminal pelabuhan saat ini sangat membutuhkan pelayanan yang lebih terarah serta sesuai dengan kebutuhan ruang yang di inginkan sehingga terminal dapat

E.Y.Kanter Dan S.R.Sianturi dalam bukunya asas-asas hukum pidana imdonesia dan penerapannya mengatakan apabila hakim memperoleh keyakinan bahwa seseorang terdakwa