• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA HARGO DEDALI SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA HARGO DEDALI SURABAYA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

DI PANTI WERDHA HARGO DEDALI

SURABAYA

Eko Andrianto

Program Studi S-1 Keperawatan

Stikes Hang Tuah Surabaya

ABSTRAK

Latar Belakang: Depresi adalah gangguan mental yang paling sering terjadi dan paling mudah diatasi pada kehidupan usia lanjut, namun sering kali kondisi ini tidak terdiagnosis dan tidak diatasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pada lanjut usia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya.

Metode: Desain Penelitian dengan Pra Experimental rancangan One-group pre-post test design. Populasi penelitian adalah lanjut usia yang mengalami depresi. Sampel menggunakan Simple Random Sampling didapatkan 30 responden. Penelitian menggunakan instrumen standar operasional prosedur terapi relaksasi otot progresif dan lembar wawancara. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank-Test (p<0,05).

Hasil: Penelitian menunjukkan dari 30 responden rata-rata mengalami depresi ringan sebelum diberikan terapi dan sesudah diberikan rata-rata mengalami penurunan tingkat depresi. Hasil uji Wilcoxon Sign Rank-Test menunjukkan p=0,000 karena p=0,05 berarti ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pada lanjut usia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya.

Kesimpulan: Penelitian terapi relaksasi otot progresif ini berpengaruh terhadap tingkat depresi, sehingga terapi ini bisa dijadikan kegiatan yang dilaksanakan secara terjadwal.

Kata Kunci : Terapi Relaksasi Otot Progresif, Lanjut Usia, Tingkat Depresi.

PENDAHULUAN

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua berarti

mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,

(2)

penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang tidak proposional (Nugroho, 2008: 11). Masyarakat lanjut usia juga tidak terhindar dari depresi (Lubis, 2009: 6). Menurut Depression Guideline Panel (1993). Depresi adalah gangguan mental yang paling sering terjadi dan paling mudah diatasi pada kehidupan usia lanjut, namun sering kali kondisi ini tidak terdiagnosis dan tidak diatasi (Mass, et al. 2011: 704).

Saat ini diseluruh dunia, jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa (satu dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun), pada tahun 2025, lanjut usia akan mencapai 1,2 milyar (Nugroho, 2008: 1). Menurut Makmur Sunusi (2006) dalam Fatmah (2010: 4) dalam dua dekade terakhir ini, terjadi peningkatan populasi penduduk lansia di Indonesia dari 4,48 % pada

tahun 1971 (5,3 juta jiwa) menjadi 9,77% pada tahun 2010 (23,9 juta jiwa). Bahkan pada tahun 2020 diprediksi akan terjadi ledakan jumlah penduduk lansia sebesar 11,34% atau sekitar 28,8 juta jiwa.

Di negara-negara

berkembang, WHO (World Health Organization) bahwa pada tahun 2020 nanti depresi akan menjadi salah satu penyakit mental yang banyak dialami dan depresi berat akan menjadi penyebab kedua terbesar kematian setelah serangan jantung. Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tahun 1980, hampir 20%-30% dari pasien rumah sakit di negara berkembangan mengalami gangguan mental emosional seperti depresi (Lubis, 2009: 2). Menurut survei yang dilakukan Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) menyebutkan sekitar 94%

(3)

masyarakat Indonesia mengidap depresi dari tingkat ringan hingga paling berat (Lubis, 2009: 2).

Menurut Teddy Hidayat (2008) dalam Yosep (2009: 277), depresi ditandai dengan gejala berikut: kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada semangat dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna, putus asa, nafsu makan dan berat badan menurun, sulit kosentrasi dan daya ingat menurun, gangguan tidur (sulit tidur atau tidur berlebihan) disertai mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan, misal mimpi orang yang sudah meninggal. Agitasi atau retardasi motorik (gelisah atau perlambatan gerakan motorik), hilang perasaan senang, semangat dan minat, meninggalkan hobi, kreativitas dan produktivitas menurun, gangguan seksual (libido

menurun), pikiran-pikiran tentang kematian dan bunuh diri. Menurut Lubis (2011: 127). Walaupun banyak orang yang depresi tidak bunuh diri, depresi yang tidak ditangani dapat meningkatkan resiko percobaan bunuh diri. Sangat sering bagi individu yang mengalami depresi memiliki pikiran untuk bunuh diri. Perasaan kesepian dan ketidakberdayaan adalah faktor yang sangat besar seseorang melakukan bunuh diri.

Penatalaksanaan depresi pada lanjut usia salah satunya yang akan digunakan adalah terapi modalitas. Menurut Perko dan Kreigh (1988) dalam Susana (2011: 3) terapi modalitas adalah suatu metode atau teknik terapi yang menggunkan pendekatan secara spesifik yang didasarkan pada bangunan teori. Pendekatannya bersifat langsung dan fasilitatif untuk suatu perubahan bagi

(4)

klien (individu) yaitu dengan menyediakan sarana yang efektif yang memungkinkan klien berpindah atau berubah menuju kondisi yang lebih baik dalam konteks psikososial. Salah satu teknik yang umum digunakan adalah program relaksasi progresif baik secara langsung dengan instruktur atau melalui alat perekam. Menurut Kustanti dan Widodo (2008) dalam Setyoadi dan Kushariyadi (2010: 107). teknik relaksasi otot progresif merupakan suatu terapi relaksasi yang diberikan kepada klien dengan menegangkan otot-otot tertentu dan kemudian relaksasi. Relaksasi progresif adalah salah satu cara dari teknik relaksasi yang mengombinasikan latihan napas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot tertentu.

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011: 108) bahwa

indikasi dari terapi relaksasi otot progresif, yaitu: klien yang mengalami insomnia, klien sering stres, klien yang mengalami kecemasan, klien yang mengalami depresi. Pada latihan relaksasi ini perhatian individu diarahkan untuk membedakan perasaan saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang. Setelah otot-otot terbiasa dengan relaksasi maka keadaan rileks bisa didapatkan dan ini bisa menciptakan pikiran positif yang berpengaruh pada penurunan tingkat depresi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa adanya pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap tingkat depresi pada lanjut usia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya.

(5)

Pada penelitian ini menggunakan metode desain penelitian Pra Experimental dengan rancangan One-group pre-post test design peneliti melakukan observasi pengukuran tingkat depresi lansia sebelum dilakukan intervensi kemudian di observasi lagi dengan mengukur tingkat depresi lansia sesudah 4 kali sesi intervensi terapi relaksasi otot progresif. Pemberian terapi dilakukan 1 kali dalam seminggu selama 4 minggu. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 minggu dimulai pada tanggal 28 April – 28 Mei 2015 di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya.

Populasi dan Sampel

Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 33 lansia yang mengalami depresi di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya. Sampel diambil peneliti dari sebagian lansia dengan depresi di Panti Werdha

Hargo Dedali Surabaya. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 lansia yang telah dihitung melalui rumus perhitungan besar sampel. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Probability Sampling. Teknik yang digunakan adalah Simple Random Sampling Instrumen Penelitian

Prosedur terapi relaksasi otot progresif digunakan sebagai alat ukur variabel independen yakni terapi relaksasi otot progresif dan setiap langkah-langkah yang ada di prosedur terapi relaksasi otot progresif merupakan indikatornya yang akan digunakan saat intervensi dilaksanakan

Pengumpulan data pada penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan kuesioner GDS 30 untuk mengetahui tingkat depresi yang terdiri dari 30 pertanyaan.

(6)

Penilaiannya sebagai berikut: Skor 0-10 menunjukkkan tidak depresi.Skor 11-20 menunjukkan depresi ringan. Skor 21-30 termasuk depresi berat.

Prosedur Pengumpulan Data dan Analisa Data

Langkah awal peneliti menyeleksi responden sesuai kriteria inklusi dan eksklusi kemudian peneliti memberikan informasi dan meminta persetujuan kepada calon responden. Pengumpulan data pertama pre-test melalui kuesioner yang disebar ke responden. Peneliti mendatangi responden setiap kamar dan menjelaskan juga membimbing dalam mengisi kuesioner. peneliti dan tim mendatangi setiap kamar responden dimana setiap kamar terdapat 3-4 lanjut usia, di kamar itu di siapkan kursi sejumlah lanjut usia kemudian di berikan intervensi terapi

relaksasi otot progresif secara bersama-sama dengan waktu 30 menit. Selama intervensi responden dibimbing satu-persatu sesuai dengan prosedur. Terapi relaksasi otot progresif yang akan dilakukan selama 4 minggu yang dibagi menjadi 4 sesi, 1 kali pemberian terapi setiap satu minggunya dan setiap sesi alokasi waktunya 30 menit, setiap responden mendapat 4 kali terapi dalam 4 minggu.

Peneliti melakukan analisa univariate dengan analisa deskripsi

yang dilakukan untuk

menggambarkan setiap variabel yang diteliti terpisah. Data yang didapatkan pada saat pre test dan post test akan dikumpulkan dan dianalisa uji Wilcoxon Signed Rank-Test menggunakan program SPSS 16 dengan nilai kemaknaan p ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima. HASIL PENELITIAN

(7)

Tabel 1 hasil uji Wilcoxon Sign Rank-Test sebelum dan sesudah terapi relaksasi otot progresif pada lanjut usia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya (n=30).

No Responden

Pre Test Post Test Perubahan

Skor Tingkat Depresi

Skor Tingkat Depresi

Skor

1 13 Ringan 10 Tidak Depresi 3

2 12 Ringan 8 Tidak Depresi 4

3 12 Ringan 7 Tidak Depresi 5

4 22 Berat 15 Ringan 7

5 13 Ringan 8 Tidak Depresi 5

6 13 Ringan 9 Tidak Depresi 4

7 24 Berat 19 Ringan 5

8 14 Ringan 8 Tidak Depresi 6

9 15 Ringan 8 Tidak Depresi 7

10 13 Ringan 8 Tidak Depresi 5

11 13 Ringan 6 Tidak Depresi 7

12 14 Ringan 10 Tidak Depresi 4

13 17 Ringan 12 Ringan 5

14 15 Ringan 10 Tidak Depresi 5

15 14 Ringan 9 Tidak Depresi 5

16 15 Ringan 9 Tidak Depresi 6

17 12 Ringan 6 Tidak Depresi 6

18 14 Ringan 8 Tidak Depresi 6

19 11 Ringan 7 Tidak Depresi 5

20 14 Ringan 6 Tidak Depresi 8

21 16 Ringan 10 Tidak Depresi 6

22 16 Ringan 9 Tidak Depresi 7

23 11 Ringan 8 Tidak Depresi 3

24 12 Ringan 9 Tidak Depresi 3

25 18 Ringan 8 Tidak Depresi 10

26 12 Ringan 10 Tidak Depresi 2

27 11 Ringan 11 Ringan 0

28 21 Berat 21 Berat 0

29 11 Ringan 8 Tidak Depresi 3

30 11 Ringan 9 Tidak Depresi 2

Mean 14,30 9.53 4,8

Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank-Test p = 0,000

Berdasarkan tabel 1 didapatkan hasil sebelum dilakukan terapi relaksasi otot progresif dengan jumlah responden 30 dengan jumlah responden yang mengalami depresi

ringan sebanyak 27 responden sedangkan responden yang mengalami depresi berat sebanyak 3 responden dan didapatkan hasil sesudah dilakukan terapi relaksasi

(8)

otot progresif dengan jumlah responden 30 dengan jumlah jumlah responden yang tidak mengalami depresi sebanyak 26 responden, responden yang mengalami depresi ringan sebanyak 4 responden sedangkan responden yang mengalami depresi berat sebanyak 1 responden

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan terjadi penurunan tingkat depresi sesudah dilakukan terapi relaksasi otot progresif selama 4 minggu. Nilai rata-rata pre test adalah 14,30 dan pada saat post test didapatkan nilai rata-rata 9,53. Penurunan yang terjadi rata-rata 4,8 . Dengan menggunakan Uji Wilcoxon Signed Rank-Test hasil yang didapatkan p = 0,000 (α < 0,05) yang berarti ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat

depresi pada lanjut usia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya.

PEMBAHASAN

Berdasarkan dari analisa kuesioner GDS pre test dan post test didapatkan hasil untuk pre test dengan nilai tertinggi 24 responden baik yang mengalami depresi ringan maupun berat menjawab pertanyaan ke 10 yaitu “Apakah bapak/ibu merasa tidak mampu berbuat apa-apa” pertanyaan ini menjadi bagian dari pertanyaan favourable untuk butir soal/parameter perasaan tidak berdaya ini sesuai dengan teori menurut menurut Atkinson (1990) dalam Lubis (2009: 13), depresi sebagai suatu gangguan mood yang dicirikan tak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tak mampu mengambil keputusan

(9)

memulai suatu kegiatan, tak mampu kosentrasi, tak punya semangat hidup, selalu tegang, dan mencoba bunuh diri. Lanjut usia yang mengalami kemunduran fisik mengalami keterbatasan dimana mereka membutuhkan bantuan dari orang lain untuk melakukan kegiatan sehari-hari dan memenuhi kebutuhannya. Namun tekadang lanjut usia merasa tidak bisa apa-apa atau tidak berdaya terhadap keadaannya yang mengalami kemunduran fisik yang berpengaruh terhadap aktivitasnya. Beberapa lanjut usia yang bisa mengatasi dampak dari perubahan-perubahan yang dialaminya dimasa usia lanjut tentu akan tetap bisa menjalani aktivitasnya dengan tanpa bantuan orang lain. Namun bila gagal maka mereka akan menunggu dibantu dan merasa tidak mampu untuk melakukan apa-apa

Sedangkan untuk hasil pre test nilai terendah 4 responden baik yang mengalami depresi ringan maupun epresi berat menjawab pertanyaan no 27 yaitu “ Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur bangun dipagi hari?” pertanyaan ini menjadi bagian dari pertanyaan unfavourable untuk butir soal/parameter minat aktifitas dimana ini tidak seperti teori dimana seharusnya orang yang mengalami depresi mengalami imsomnia sehingga mungkin saja kesulitan untuk bangun pagi. Menurut Priest (1994) Gangguan Tidur : Insomnia dan Hipersomnia Siapa saja pernah mengalami susah tidur dari waktu ke waktu, tetapi penderita depresi umumnya selalu mengalami susah tidur. Gangguan tidur meliputi beberapa bentuk berikut ini, susah tidur walaupun sudah lelah, bangun lebih pagi dari biasa dan sering

(10)

bangun pada malam hari, tidur berlebihan pada siang hari (Priest, 1994) dalam Lubis (2009: 130). Lanjut usia yang mengalami gangguan tidur imsomnia kemungkinan besar mempunyai pikiran-pikiran jelek yang mengganggu ketika lanjut usia dalam keadaan sendiri hal ini berakibat munculnya kekhawatiran dan ketakutan ketika memulai untuk tidur karena bisa saja lanjut usia tersebut mempunyai pikiran bahwa pikiran jelek tersebut akan terbawa ke dalam mimpi dan memperburuk keadaaannya.

Hasil dari analisa kuesioner GDS post test didapatkan hasil nilai tertinggi 24 responden baik yang mengalami depresi ringan maupun berat menjawab pertanyaan ke 10 “Apakah bapak/ibu merasa tidak mampu berbuat apa-apa” hal ini masih sama dengan hasil dari pre test

tidak ada perubahan jumlah responden yang menjawab tetap 24 responden. Dapat dijelaskan bahwa kemunduran fisik mempengaruhi kemandirian dan aktivitas sehari-hari lanjut usia. Lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan fisik yang mempengaruhi kondisi kesehatan seperti diketahui lanjut usia yang mengalami gangguan kesehatan bisa disebabkan fisiknya yang sudah tidak seperti waktu muda rentan terserang penyakit. Status kesehatan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terjadinya depresi. Menurut Caine et al. (1993 dalam Miller, 1995) faktor resiko yang berhubungan kuat dengan terjadinya depresi adalah penyakit kronis. Kerusakan fungsi kognitif, penurunan fungsi sensori dan dan kerusakan fungsi tubug lainnya, dapat menjadi faktor resiko terjadinya fdepresi. Kondisi penyakit

(11)

kronis, serangan jantung, stroke, fraktur, gengguan penglihatan, diabetes, penyakit otot dan persendian dan prosedur operasi merupakan kondisi yang dapat meningkatkan resiko depresi pada lansia (Duckworth, 2009 dalam Suardana, 2011: 32)

Untuk nilai terendah 3 responden baik yang mengalami depresi ringan maupun berat menjawab pertanyaan ke 6 “ Apakah bapak/ibu mempunyai pikiran jelek yang mengganggu terus-menerus? pertanyaan ini menjadi bagian dari pertanyaan unfavourable untuk butir soal/parameter perasaan bersalah. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala depresi dalam perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Keliath (1996) dalam Azizah (2011: 66) salah satu aspek yaitu Afektif; kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan

perasaan, kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah, kesedihan. Menurut Sunaryo (2004: 150) perasaan adalah sesuatu tentang keadaan jiwa manusia yang dihayati secara atau tidak senang. Rasa bersalah (guilt) adalah motif utama untuk semua aktivitas simbolik, dan Burke mendefinisikan rasa bersalah secara luas untuk mencakup berbagai jenis ketegangan, rasa malu, rasa bersalah, rasa jijik, atau perasaan yang tidak menyenangkan lainnya (West dan Turner: 2008: hal 31). Orang yang depresi sering menyalahkan dirinya sendiri, perasaan bersalah selalu menghantui dirinya sehingga orang yang mengalami depresi hidupnya tidak tenang, selalu merasa gelisah dan menyalahkan dirinya sendiri biasanya perasaan bersalah muncul karenan dia gagal melakukan sesuatu

(12)

dan tanggung jawab yang menyebabkan orang lain kecewa sehingga dia depresi.

KESIMPULAN DAN SARAN Ada pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pada lanjut usia di Panti Werdha Tresna Hargo Dedali Surabaya. Diharapkan untuk peneliti

selanjutnya menggunakan desain penelitian berbeda untuk membedakan pengaruh pada responden yang mendapat terapi relaksasi otot progresif dengan responden yang tidak mendapat terapi relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:

Nuha Medika.

Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan

Gerontik.Yogyakarta: Deeplublish.

Efendi, F. dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan

Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Fatmah. (2010). Gizi Lanjut Usia.

Jakarta: Erlangga.

Hawari, D. (2011). Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta: FKUI.

Jaya, K. (2015). Keperawatan Jiwa. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara

Publisher.

Junaidi, I. (2012). Anomali Jiwa. Yogyakarta: CV Andi Offset. Kozier, B. (2010). Buku Ajar

Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, & Praktik Volume 1, Edisi 7. Jakarta: EGC.

Lubis, N. L. (2009). Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana.

Maryam, R. S., et al. (2008). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. (2010).

Keperawatan Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika.

(13)

Mass, M. L., et al. (2011). Asuhan Keperawatan Geriatrik: Diagnosis Nanda,

Kriteria Hasil NOC & NIC. Jakarta: EGC.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis

Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Sadock, V. A. dan Sadock B. J. (2010). Kaplan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan Edisi 2.

Yogyakarta: Graha Ilmu. Setyoadi dan Kushariyadi. (2011).

Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. Suardana, I. W. (2011). Hubungan

Faktor Sosiodemografi, Dukungan Sosial dan Status

Kesehatan Dengan Tingkat Depresi pada Agregat Lanjut Usia di Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem Bali. Tesis Universitas Indonesia: Tesis Dipublikasikan

Susana, S. A. dan Hendarsih, S. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan

Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Tobing, D. L. (2012). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation dan Logoterapi Terhadap Perubahan Ansietas, Depresi, Kemampuan, Relaksasi dan Kemampuan Memaknai Hidup Klien Relaksasi dan Kemampuan Memaknai Hidup Klien Kanker di RS Dharmais Jakarta. Tesis Universitas Indonesia: Tesis Dipublikasikan.

West, R dan Turner, Lynn H. (2008). Pengantar Teori Komunikasi Edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika

Yosep, I. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Gambar

Tabel  1  hasil  uji  Wilcoxon  Sign  Rank-Test  sebelum  dan  sesudah  terapi  relaksasi  otot progresif pada lanjut usia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya (n=30)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memberikan informasi kesehatan mengenai pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada wanita lanjut usia dengan hipertensi primer

kualitas tidur pada lanjut usia di Panti Jompo Aisyiyah Surakarta. Untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap kualitas. tidur pada kelompok perlakuan di Panti

Pada penelitian sebelumnya pemberian terapi relaksasi otot progresif pada penderita Generalized Anxiety Disorder ( GAD ) dengan mengunakan kumpulan otot utama berjumlah

Kesimpulan : Terapi relaksasi otot progresif berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah sistolik namun tidak berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah

Hasil penelitian pada kelompok yang mendapat terapi menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif mampu menurunan tingkat stres se- besar 71% dengan nilai p= 0,000

Relaksasi otot progresif dan terapi tertawa adalah terapi komplementer yang dimungkinkan dapat menurunkan tekanan darah.. Tujuan: Membandingkan efektifitas relaksasi otot

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP INSOMNIA PADA LANSIA DI UPT PANTI WERDHA MOJOPAHIT KABUPATEN MOJOKERTO (The Effect Of Progressive Muscle Relaxation To Insomnia On The

Analisa Bivariat Tabel 2 Identifikasi tingkat stres saat premenstrual syndrom pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberikan terapi relaksasi otot progresif Tabel