BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi suatu Negara pada awalnya secara umum
merupakan perencanaan pembangunan ekonomi berorientasi pada masalah
pertumbuhan (growth). Hal ini bisa dimengerti mengingat penghalang utama bagi
pembangunan negara sedang berkembang adalah terjadinya kekurangan modal.
Kalau masalah kekurangan modal ini bisa teratasi, maka proses pembangunan di
negara-negara sedang berkembang akan lebih cepat mencapai sasaran. Namun
istilah
growth tidak bisa disamakan dengan pengertian development
(pembangunan).
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan dalam tabungan, produksi dan modal untuk meningkatkan output tanpa melihat apakah kenaikan output tersebut secara lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang yang sangat penting dalam melakukan analisa tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Menurut Sirojuzilam dan Mahalli (2010) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang bidang ekonomi.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat
kegiatan ekonomi yang dicapai sekarang lebih tinggi dari pada yang dicapai pada
masa sebelumnya. Pertumbuhan tercapai apabila jumlah fisik barang-barang dan
jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut bertambah besar dari
tahun-tahun sebelumnya.
Menurut Jhingan (2010) dalam teori ekonomi pembangunan, dikemukakan
ada enam karakteristik pertumbuhan ekonomi, yaitu :
1. Terdapatnya laju kenaikan produksi perkapita yang tinggi untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang cepat.
2. Semakin meningkatnya laju produksi perkapita terutama akibat adanya perbaikan teknologi dan kualitas input yang digunakan.
3. Adanya perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa.
4. Meningkatnya jumlah penduduk yang berpindah dari pedesaan ke daerah perkotaan (urbanisasi).
5. Pertumbuhan ekonomi terjadi akibat adanya ekspansi negara maju dan adanya kekuatan hubungan internasional.
6. Meningkatnya arus barang dan modal dalam perdagangan internasional..
Mankiw (2006) dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah produk domestik bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.
Todaro (2000) menyebutkan bahwa pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan
keuangan dari kehidupan manusia. Dengan demikian pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Sedangkan berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen non ekonomi.
Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perobahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional termasuk pula percepatan (akselerasi) pertumbuhan ekonomi, pengurangan, ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan absolut (Todaro, 2000).
Menurut Arsyad (1999) pembngunan ekonomi adalah suatu proses yang
menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat dalam
jangka panjang. Definisi ini menyimpulkan bahwa pembangunan ekonomi
mempunyai tiga sifat penting, yaitu : a) Suatu proses yang berarti perubahan yang
terjadi terus menerus, b) Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita, dan c)
Kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka
panjang.
Menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan (2010) pembangunan ekonomi
merupakan serangkaian usaha dan kebijaksanaan yang bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, pemerataan
pembagian pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan
mengusahakan pergesaran kegiatan ekonomi dari sektor pertanian ke sektor
sekunder dan tersier. Dengan kata lain arah dari pembangunan ekonomi adalah
mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan tingkat
pemerataannya semakin membaik sesuai dengan yang digariskan dalam UUD
1945 yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur.
Sebagai suatu proses, pembangunan ekonomi berhubungan dengan
perubahan dalam komposisi dari input dan output dari ekonomi.
Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan Perubahan-perubahan dalam segala perbaikan pada kondisi
masyarakat. Tujuan utama dari pembangunan adalah inkorporasi dalam produksi
dan memuaskan segala aktifitas dari masyarakat yang berpartisipasi. Kegiatan
produktif ini memiliki bermacam fungsi seperti kegiatan menghasilkan
pendapatan, merubah bahan mentah menjadi barang dan jasa yang siap untuk
dikonsumsi.
Krisnamurthi (1995) pembangunan ekonomi yang berhasil harus memiliki
empat dimensi pokok, yaitu pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan,
perubahan atau transformasi struktur ekonomi dan kesinambungan pembangunan
itu sendiri. Sedangkan menurut Jhingan (2010) pembangunan ekonomi tidak dapat
dicapai semata-mata dengan menyingkirkan hambatan yang menghalangi
kemajuan ekonomi. Syarat utama bagi pembangunan ekonomi ialah proses
pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam
negeri.
Analisis pembangunan ekonomi perlu dipandang sebagai suatu proses
yang saling berkaitan dan berhubungan serta saling mempengaruhi antara
faktor-faktor yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2000).
Sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan
pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasil-hasilnya demikian juga ditujukan
bagi pemantapan stabilitas nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan
pembangunan secara kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan
nasional harus mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks
kedaerahan tersebut sebab masyarakat secara keseluruhan adalah bisnis dan
bahkan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan
pembangunan nasional.
Sehubungan dengan keterangan di atas maka perlu diuraikan pengertian
pembangunan daerah seperti dikemukakan oleh Sukirno (2000) yaitu :
1.
Sebagai pembangunan negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayahnya dan
dalam konteks ini istilah yang paling tepat digunakan adalah pembangunan
wilayah.
2.
Strategi pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu langkah untuk
melengkapi strategi makro dan sektoral dari pembangunan nasional.
Dengan dilaksanakannya pembangunan wilayah bukanlah semata-mata
terdorong oleh rendahnya tingkat hidup masyarakat melainkan merupakan
keharusan dalam meletakkan dasar-dasar pertumbuhan ekonomi nasional yang
sehat, untuk masa yang akan datang. Dengan dilaksanakannya pembangunan
daerah diharapkan dapat menaikkan taraf hidup masyarakat sekaligus merupakan
landasan pembangunan nasional akan berhasil apabila pembangunan masyarakat
berhasil dengan baik.
Pembangunan daerah merupakan pembangunan yang segala sesuatunya
dipersiapkan dan dilaksanakan oleh daerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan,
pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah
memiliki hak otonom. Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan
pembangunan yang perencanaan, pembiayaan, dan pertanggungjawabannya
dilakukan oleh pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah dimana
tempat kegiatan tersebut berlangsung (Munir. 2002).
Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan
yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah
terhadap pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu
daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain (Munir,
2002).
Pada dasarnya pembangunan daerah dilakukan dengan usaha-usaha sendiri
dan bantuan teknis serta bantuan lain-lain dari pemerintah. Dalam arti ekonomi
pembangunan daerah adalah memajukan produksi pertanian dan usaha-usaha
pertanian serta industri dan lain-lain yang sesuai dengan daerah tersebut dan
berarti pula merupakan sumber penghasilan dan lapangan kerja bagi penduduk.
Dalam strategi pembangunan wilayah aspek-aspek pokok yang penting
dipecahkan adalah daerah mana serangkaian pembangunan selayaknya dijalankan.
Untuk beberapa proyek letak daerahnya sudah khusus dan tidak dapat lagi
dipindahkan, seperti proyek bendungan untuk tenaga listrik dan irigasi, proyek
pertambangan dan sebagainya.
Dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan
seluruhnya masayarakat Indonesia, pembangunan daerah perlu dipacu secara
bertahap. Untuk menjamin agar pembangunan daerah dapat memberikan
sumbangan yang maksimal dalam keseluruhan usaha pembangunan nasional
haruslah dilakukan kordinasi yang baik antara keduanya. Hal ini berarti bahwa
pemerintah daerah harus mempertimbangkan berbagai rencana pemerintah pusat
maupun di daerah lain.
Sebelum suatu daerah menyusun berbagai langkah-langkah dalam
pembangunan daerahnya dengan demikian suatu daerah mempunyai kekuasaan
yang lebih terbatas dalam usaha mencapai tujuan pembangunannya sebab program
pembangunan daerah yang akan dilaksanakan suatu daerah tidak dapat
bertentangan dengan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat.
Jadi pada hakekatnya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh
sesuatu daerah merupakan pelengkap perencanaan pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah pusat yaitu membuat suatu program untuk
menyebarkan proyek-proyek ke berbagai daerah dengan tujuan agar penyebaran
tersebut akan memberikan sumbangan yang optimal kepada usaha pemerintah
untuk membangun.
Namun dalam prakteknya tujuan tersebut tidak selalau tercapai karena
perencanaan yang jauh dari sempurna oleh sesuatu daerah, organisasi tidak
efisien, kurangnya informasi mengenai potensi daerah dan berbagai faktor lain.
Sebagai akibat banyaknya kekurangan dalam merumuskan dan melaksanakan
penyebaran proyek-proyek ke berbagai daerah, pemerintah daerah dengan bantuan
badan perencana daerah yang bersangkutan haruslah secara aktif membantu
perumusan rencana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
Dalam mewujudkan sasaran jangka panjang pembangunan, yakni menuju
masyarakat yang adil dan makmur telah dilakukan berbagai upaya yang mengarah
pada tercapainya cita-cita tersebut. Pembangunan daerah yang merupakan
rangkaian yang utuh dari pembangunan nasional pada beberapa tahun terakhir
telah mulai menunjukkan kemajuan yang berarti dalam meningkatkan kinerja dari
daerah tersebut.
2.2. Desentralisasi Fiskal
Terminologi desentralisasi ternyata tidak hanya memiliki satu makna. Ia dapat diterjemahkan ke dalam sejumlah arti, tergantung pada konteks penggunaannya. Hidayat dalam Zulyanto (2010) mendefinisikan desentralisasi sebagai berbagi (sharing) kekuasaan pemerintah antara kelompok pemegang kekuasaan di pusat dengan kelompok-kelompok lainnya, di mana masing-masing kelompok tersebut memiliki otoritas untuk mengatur bidang-bidang tertentu dalam lingkup territorial suatu Negara.
Mawhood dalam Zulyanto (2010) dengan tegas mengatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan (devolution) kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Hidayat dalam Zulyanto (2010) sementara itu, Smith juga merumuskan definisi desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan dari tingkatan (organisasi) lebih atas ke tingkatan lebih rendah, dalam suatu hierarki territorial, yang dapat saja berlaku pada organisasi pemerintah dalam suatu Negara, maupun pada organisasi-organisasi besar lainnya (organisasi non pemerintah).
Di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 33 tahun 2004, pengertian desentralisasi dinyatakan sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (Kuncoro, 2009). Ini artinya desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab (akan fungsi-fungsi publik) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Desentralisasi fiskal merupakan sebuah instrumen untuk mencapai salah satu tujuan negara, yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Dengan desentralisasi akan diwujudkan dalam pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak (taxing power), terbentuknya dewan yang dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari Pemerintah Pusat (Sidik, 2002).
Desentralisasi fiskal, merupakan salah satu komponen utama dari desentralisasi. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes, pinjaman, maupun dana perimbangan dari Pemerintah Pusat.
World Bank (dalam Masjkuri, 2007) menyatakan keuntungan dari desentralisasi
fiskal adanya mobilitas pendapatan, inovasi dalam aktivitas ekonomi, akuntabilitas dari pejabat pemerintah dan partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Mobilisasi pendapatan secara keseluruhan dapat dipenuhi, karena desentralisasi dapat memperluas jaringan pajak. Sebagian besar pelayanan pemerintah dibiayai oleh pajak Pertambahan Nilai dan pajak pendapatan.
Pengertian pendapatan dapat diartikan sebagai jumlah penerimaan atau perolehan yang berasal dari penjualan yang akan menambah jumlah harta si penjual berupa kas ataupun piutang
serta harta lainnya. Sering juga pendapatan diartikan sebagai jumlah perolehan yang telah menjadi hak daripada yang memperoleh. Akan tetapi pengertian seperti ini tidak dapat memberikan pengertian yang memuaskan karena tidak menjelaskan sumber atau sehubungan dengan kegiatan apa maka ada pendapatan tersebut, juga tidak menjelaskan apa-apa saja yang merupakan bagian dari pendapatan. Pendapatan merupakan arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu
mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Pendapatan merupakan keseluruhan penerimaan atau perolehan atau penyelesaian kewajiban yang tercermin pada peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban suatu badan usaha dalam satu periode tertentu. Peningkatan harta ataupun penurunan kewajiban tersebut berasal dari kegiatan utama perusahaan ditambah dengan penerimaan atau perolehan yang timbul diluar operasi normal perusahaan seperti halnya pendapatan dari deviden, bunga, sewa dan lain-lain.
Sedangkan pengertian Daerah adalah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari UU Nomor 22 tahun 1999 yaitu daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (daerah otonom) yang dibagi menjadi : Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten/Kota.
Hak dan wewenang pemerintah daerah dalam pengelolaan/penggalian
sumber-sumber keuangan daerah diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai revisi Undang-Undang No. 22 Tahun
1999. Dinyatakan bahwa kepada suatu pemerintah daerah diwajibkan untuk
menggali sumber-sumber keuangan daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dapat memberikan kebebasan kepada pemerintah
daerah setempat untuk menciptakan sumber pajak/retribusi daerah yang baru demi
semakin tercapainya kemajuan suatu daerah yang semakin mantap. Tentu saja
dengan cara yang tidak eksploitatif agar dimensi-dimensi yang disebutkan diatas
menjadi dasar dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerah.
Sesuai dengan penggolongan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
pendapatan daerah bersumber dari :
a. Pendapatan Asli Daerah yaitu pendapatan dari suatu daerah dimana pengelolaaannya diurus sendiri oleh rumah tangga/pemerintah daerah itu sendiri. Jenis penerimaan ini terdiri dari :
1. Hasil Pajak Daerah 2. Hasil Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 4. Lain-lain PAD yang sah
b. Dana Perimbangan, terdiri dari : 1. Dana Bagi Hasil
2. Dana Alokasi Umum 3. Dana Alokasi Khusus
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah, terdiri dari : 1. Dana Darurat dari Pemerintah
2. Hibah
3. Bantuan Keuangan 4. Bagi Hasil dari Provinsi
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) yang berasal dari potensi asli daerah yang bersangkutan sesuai kewenangan daerah tersebut. Penerimaan tersebut akan menambah ekuitas dana lancar dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan dan menjadi hak pemerintah daerah serta tidak perlu dibayar kembali. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selanjutnya menurut Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang tersebut di atas, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.
2.2.2. Pengeluaran Pemerintah
Dalam melaksanakan semua kegiatan, pemerintah membutuhkan sejumlah pembiayaan. Dalam hal ini didukung oleh penerimaan pemerintah baik yang berasal dari penerimaan daerah maupun penerimaan pembangunan. Kegiatan pemerintah yang berupa pengeluaran pemerintah dibagi dua yaitu: pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin adalah bagian yang biasanya dibelanjakan setiap tahun anggarannya secara teratur. Pengeluaran pembangunan adalah bagian dari pengeluaran yang khusus digunakan untuk pengeluaran pembangunan daerah.
Menurut Boediono (2001) dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa.
2. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai, perubahan gaji pegawai yang mempunyai proses makroekonomi dimana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung.
3. Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment adalah bukan pembelian barang / jasa oleh pemerintah di pasar barang, akan tetapi pos ini mencatat pembayaran atau pemberian pemerintah langsung kepada warganya, misalnya: pembayaran subsidi atau bantuan langsung tunai kepada berbagai golongan masyarakat. Pembayaran pensiun, pemabayaran pinjaman pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administratif keduanya berbeda.
Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemrintah itu, semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan.
Menurut Suparmoko (1999) sifat-sifat pengeluaran pemerintah:
1. Pengeluran yang self liquidating sebagian atau seluruhnya yaitu pengeluaran pemerintah yang berupa pemberian jasa kepada masyarakat yang pada akhirnya adanya pembayaran kembali dari masyarakat yang menerima jasa-jasa tersebut. 2. Pengeluaran pemerintah yang bersifat reproduktif, artinya mewujudkan
keuntungan-keuntungan ekonomi bagi masyarakat, dengan naiknya tingkatan penghasilan dan sasaran pajak yang lain yang akhirnya menaikkan penerimaan pemerintah.
3. Pengeluaran yang tidak self liquidating maupun yang tidak reproduktif yaitu pengeluaran yang langsung menambah kesejahteraan masyarakat.
4. Pengeluran yang secara langsung tidak produktif dan merupakan pemborosan. Misalnya: untuk pembiayaan pertahanan dan perang.
Keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah pada hakekatnya ditentukan oleh potensi sumber daya alam yang ada, prasarana dan sarana yang dibangun, modal yang tersedia serta kemampuan sumber daya manusia di masing-masing daerah. Keempat sumber daya tersebut harus cukup tersedia untuk menunjang pembangunan daerah (Sumodiningrat, 1996). Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi yang diinginkan diperlukan mekanisme pembangunan yang lebih sistematis. Yang dimaksud dengan mekanisme pembangunan adalah gerak ke depan dari suatu sistem yang berdimensi pada produksi, pendapatan, tingkat hidup, sikap, kelembagaan serta kebijakan. Mekanisme pembangunan ini ditopang oleh sumber-sumber berupa modal fisik, modal manusia dan modal kelembagaan. Dalam usaha untuk meningkatkan pembangunan, ketiga-tiganya harus ditingkatkan kuantitasnya, diperbaiki kualitasnya dan dimanfaatkan secara lebih efisien. Jumlah penyediaan modal fisik ini dapat diukur dengan uang. Modal fisik dalam hal ini diasumsikan mewakili modal keseluruhan, sedangkan pendapatan nasional dianalogkan dengan produksi nasional, sehingga walaupun kurang tepat, suatu kenaikan pendapatan nasional dapat dipergunakan sebagai ukuran kemajuan ekonomi (Kunarjo, 1996).
Walaupun pengeluaran pemerintah secara keseluruhan sangat penting dalam sumbangannya terhadap pendapatan nasional, tetapi yang lebih penting lagi adalah penentuan komposisi dari pengeluaran pemerintah. Komposisi dari pengeluaran pemerintah merupakan strategi untuk mencapai sasaran dari pembangunan nasional. Dengan komposisi pengeluaran akan terjawab pertanyaan pengeluaran mana kiranya yang lebih diprioritaskan. Misalnya apakah pengeluaran rutin harus lebih besar dari biaya pembangunan ataukah sektor pertahanan diperbesar lebih dari anggaran untuk sektor-sektor lainnya (Kunarjo, 1996).
Anggaran belanja yang seimbang pada umumnya dititik beratkan pada perbaikan dan rehabilitasi prasarana. Di samping itu, anggaran belanja juga memegang peranan yang sangat penting dalam mendorong kredit investasi jangka menengah melalui sistem perbankan. Dalam menyalurkan dana-dana kredit ke bidang-bidang produksi yang diprioritaskan, pemerintah mempergunakan suku bunga pinjaman yang berlainan tergantung sektor apa yang menjadi prioritas pembangunan, akan mendapata bunga pinjaman yang diprioritaskan.
2.3. Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata–rata penduduk di
suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan
nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan
perkapita juga merefleksikan PDB perkapita. Pendapatan perkapita sering
digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah
negara semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut
( Wikipedia, 2011 ).
Pendapatan nasional pada dasarnya merupakan kumpulan pendapatan
masyarakat suatu negara. Tinggi rendahnya pendapatan nasional akan
mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita negara yang bersangkutan.
Akan tetapi, banyak sedikitnya jumlah penduduk pun akan mempengaruhi jumlah
pendapatan per kapita suatu Negara.
Rumusan dasar pendapatan kapita adalah PDB dibagi dengan jumlah
penduduk. Dari rumusan ini dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah penduduk
sangat mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan per kapita suatu Negara.
Suatu Negara dikatakan maju seara merata bila pendapatan per kapitanya besar.
Meskipun pendapatan nasional suatu Negara tinggi, namun jika tingginya
pendapatan nasional itu diikuti oleh tingginya jumlah penduduk, maka bukan
tidak mungkin Negara itu hanya maju secara pendapatan namun miskin secara
rumah tangga.
Pendapatan nasional juga bisa berarti jumlah pendapatan yang diterima
oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan
faktor-faktor produksi selama satu tahun. Jika pendapatan nasionalnya tinggi
namun pendapatan per Kapitanya rendah, bisa dikatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi di Negara itu tidak meratamaka kesenjangan sosial di Negara itu jelas
terasa karena yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin
terpuruk. Hal ini pulalah yang menyebabkan Negara tersebut dikatakan miskin.
Masalah yang sering dihadapi Negara berkembang adalah masalah tidak
meratanya penghasilan penduduknya. hal ini sebenarnya bisa diatasi jika
pemerintah menerapkan beberapa kebijakan yang naninya dapat menyeimbangkan
pendapatan nasional dengan jumlah penduduk.
2.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto dapat diartikan sebagai estimasi total
produk barang dan jasa yang diterima oleh masyarakat suatu daerah sebagai balas
jasa dari penggunaan faktor-faktor produksi yang dimilikinya. Dalam hal ini maka
pendapatan yang dihasilkan atas penggunaan faktor-faktor tetapi berada di luar
wilayah tersebut tidaklah diperhitungkan.
Konsep regional Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang
menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah. Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di berbagai sektor lapangan usaha yang ada Berdasarkan rumusan pengertian di atas, maka dalam konsep regional, pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang diukur atas dasar harga konstan. Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota gambaran PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam data sektor-sektor ekonomi yang meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari data konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto, perubahan persediaan, ekspor dan impor. Sedangkan pertumbuhan ekonomi daearah dirumuskan sebagai berikut:
PDRBt - PDRBt-1
PED = x 100 %
PDRBt-1
Di mana : PED = Pertumbuhan Ekonomi Daerah
PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto Periode Tertentu
Menurut Kusmadi
dalam Prihatin (1999) produk domestik regional bruto
(PDRB) merupakan satu indikator ekonomi untuk mengukur kemajuan
pembangunan di suatu wilayah. Sebagai nilai dari semua barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi, PDRB bermanfaat untuk mengetahui
tingkat produk netto atau nilai tambah yang dihasilkan seluruh faktor produksi,
besarnya laju pertumbuhan ekonomi, dan pola/struktur perekonomian pada satu
tahun atau periode di suatu negara atau wilayah tertentu.
Berdasarkan lapangan usaha, PDRB dibagi dalam sembilan sektor,
sedangkan secara makro ekonomi dibagi menjadi tiga kelompok besar yang
disebut sebagai sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer apabila
outputnya masih merupakan proses tingkat dasar dan sangat bergantung kepada
alam, yang termasuk dalam sektor ini adalah sektor pertanian dan sektor
pertambangan dan penggalian. Untuk sektor ekonomi yang outputnya berasal dari
sektor primer dikelompokkan ke dalam sektor sekunder, yang meliputi sektor
industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air minum serta sektor bangunan.
Sedangkan sektor-sektor lainnya, yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran,
sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya
serta sektor jasa-jasa dikelompokkan ke dalam sektor tersier (Sitorus dalam
Prihatin, 1999).
Dalam perhitungan pendapatan nasional, terdapat 2 (dua) metode antara
lain :
1.
Metode langsung, yaitu perhitungan nilai tambah dari suatu lapangan
usaha/sektor atau sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka
pendapatan nasional.
2.
Metode tidak langsung, yaitu metode alokasi pendapatan nasional dengan
memperhitungkan nilai tambah sektor/sub sektor suatu region dengan cara
mengalokasikan angka pendapatan nasional dan sebagai dasar alokasi adalah
jumlah produksi fisik, nilai produksi fisik, nilai produksi bruto/netto dan
tenaga kerja, serta alokator tidak langsung.
Metode umum yang digunakan dalam kedua metode di atas adalah dengan
metode langsung, seperti di Indonesia bahkan juga di Pemerintah Kota Medan
(BPS Kota Medan, 2010)
Metode dimaksud dilaksanakan dengan beberapa pendekatan antara lain :
1.
Pendekatan Produksi (Production Approach), yaitu menghitung nilai tambah
dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan
cara mengurangkan biaya tiap-tiap sektor/sub sektor.
2.
Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yaitu menghitung nilai tambah
setiap sektor kegiatan ekonomi dengan menjumlahkan semua balas jasa
faktor-faktor produksi yaitu upah/gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak
tidak langsung netto.
3.
Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu menghitung nilai
tambah suatu kegiatan ekonomi yang bertitik tolak pada penggunaan akhir
dari barang dan jasa yang diproduksi.
Pendekatan yang umum digunakan Negara Republik Indonesia adalah dari
segi Pendekatan Produksi. Perlu diperhatikan bahwa dalam menjumlahkan hasil
produksi barang dan jasa, haruslah dicegah perhitungan ganda (Double
Counting/Multiple Counting). Hal tersebut penting sebab sering terjadi bahan
mentah suatu sektor dihasilkan oleh sektor lain, sehingga nilai bahan mentah
tersebut telah dihitung pada sektor yang menghasilkannya.
Produk Domestik Regional Bruto secara keseluruhan maupun sektoral
umumnya disajikan dalam dua bentuk yaitu penyajian atas dasar harga berlaku
dan atas dasar harga konstan dengan suatu tahun dasar .Penyajian atas dasar harga
berlaku menunjukkan besaran nilai tambah bruto masing-masing sektor, sesuai
dengan keadaan pada tahun sedang berjalan. Dalam hal ini penilaian terhadap
produksi, biaya antara ataupun nilai tambahnya dilakukan dengan menggunakan
harga berlaku pada masing-masing tahun.
Penyajian atas dasar harga konstan merupakan penyajian harga yang
berlaku secara berkala, perkembangan pendapatan regional dapat diartikan
sebagai perkembangan karena mengingkatnya produksi juga diikuti oleh
meningkatnya harga-harga. Oleh kartena itu penyajian seperti ini masih
dipengaruhi oleh adanya faktor perubahan harga (inflasi/deflasi). Penyajian atas
dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan harga tetap suatu tahun dasar.
Dalam hal ini semua barang dan jasa yang dihasilkan, biaya antara yang
digunakan ataupun nilai tambah masing-masing sektor dinilai berdasarkan
harga-harga pada tahun dasar. Penyajian seperti ini akan memperlihatkan perkembangan
produktivitas secara riil karena pengaruh perubahan harga (inflasi/deflasi) sudah
dikeluarkan.
Angka PDRB secara absolut memberikan gambaran besarnya tingkat
produksi suatu wilayah. Angka PDRB yang dinilai dengan harga konstan
memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut yang diwakili oleh
peningkatan produksi berbagai sektor.
Dari uraian-uraian tersebut akan diperlihatkan adanya kenaikan PDRB
maupun pendapatan regional perkapita, perubahan dan pergeseran strukur
ekonomi menurut sektor-sektor primer, sekunder maupun tertier. Pergeseran
struktur pada masing-masing sektor yang bersangkutan seperti sektor pertanian,
industri, perdagangan, pemerintahan dan sektor-sektor lainnya.
2.3.2. Jumlah Penduduk
Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Tetapi jumlah penduduk yang bertambahnya semakin pesat akan menimbulkan berbagai permasalahan bagi pembangunan. Demikian pula Indonesia sebagai negara berkembang yang memiliki ciri labour surplus economy dan memiliki jumlah penduduk yang keempat terbesar dunia.
Permasalahan yang ditimbulkan akibat pertambahan penduduk yang pesat
di antaranya masalah ketenagakerjaan, kesempatan kerja yang dikaitkan dengan
peluang ekonomi yang diperoleh. Misalnya penduduk dipandang sebagai
konsumen, semakin banyak penduduk, semakin besar permintaan terhadap barang
jasa. Artinya negara yang berpenduduk jumlah besar merupakan pasar yang
sangat potensial bagi peningkatan perekonomian (Rizal, 2006)
Konsep pembangunan berkelanjutan memberikan dampak adanya batas,
bukan batas absolut akan tetapi batas yang ditentukan oleh tingkat masyarakat dan
organisasi sosial, mengenai sumber daya alam serta kemampuan biosfer menyerap
berbagai pengaruh dari kreativitas manusia. Teknologi dan organisasi dapat
dikelola dan ditingkatkan guna member jalan bagi era baru pembangunan
ekonomi.
Dengan demikian strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud
mengembangkan keselarasan baik antara umat manusia dengan alam. Keselarasan
tersebut tentunya tidak bersifat tetap, melainkan merupakan suatu proses yang
dinamis. Proses pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi
pengembangan teknologi, serta perubahan kelembagaan diselenggarakan secara
konsisten dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Oleh karena itulah dalam
pembangunan berkelnjutan, proses pembangunan ekonomi harus disesuaikan
dengan kondisi penduduk serta sumber daya alam dan lingkungan yang ada di
suatu wilayah tertentu.
Menurut Tjiptoherijanto (2002) beberapa alasan yang melandasi pemikiran
bahwa kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam kernagka
pembangunan nasional, antara lain adalah :
Pertama, kependudukan atau dalam hal ini adalah penduduk merupakan
pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan.
Penduduk adalah subjek dan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan
maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi
penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati
oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan
harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar
seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan
tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu
meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.
Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat
mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah
penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan
merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk
yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk
tersebut sebagai beban bagi pembangunan.
Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa
dalam jangka yang panjang, Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu
yang panjang, sering kali peranan penting penduduk dalam pembangunan
terabaikan.
Menurut Sukirno (2000) penduduk yang bertambah dapat menjadi pendorong maupun penghambat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut akan memungkinkan negara tersebut menambah produksi. Selain itu pula perkembangan penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan pasar yang diakibatkannya. Besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan dalam suatu perekonomian tergantung pendapatan penduduk dan jumlah penduduk.
Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia. Ini berarti penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat produksi atau pun kalau bertambah, pertambahan tersebut akan lambat sekali dan tidak mengimbangi pertambahan jumlah penduduk.
2.4. Penelitian Sebelumnya
Brodjonegoro dan Dartanto (2003) dalam penelitiannya Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Daerah : Analisa Model Makro
Ekonometrik Simultan. Hasil studi menunjukkan bahwa setelah pelaksanaan desentralisasi fiskal kesenjangan antar wilayah semakin besar antar daerah di Indonesia. Dalam era desentralisasi fiskal dengan transfer dana dari Pemerintah Pusat dan kewenangan yang luas kepada daerah untuk mengelola dan mengoptimalkan potensi-potensi ekonomi yang ada memberi efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Sasana (2006) dalam penelitiannya Analisis Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil studi menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil estimasi ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi desentralisasi fiskal di Kabupaten/Kota akan semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
Harianto dan Adi (2007) dalam penelitiannya Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Belanja Modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap Pendapatan Per Kapita dalam hubungan langsung, tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Per Kapita, tetapi pertumbuhan yang terjadi masih kurang merata sehingga banyak ketimpangan/jarak ekonomi antar daerah. Dana Alokasi Umum mempunyai dampak yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Belanja Modal (efek tidak langsung).
Zuliyanto (2010) dalam penelitiannya Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bengkulu. Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat
bentuk hump-shaped (a hump-shaped relation) dalam pengaruh desentralisasi fiskal di provinsi Bengkulu. Artinya pada saat derajat desentralisasi fiskal belum terlampau tinggi, maka kebijakan desentralisasi fiskal akan membawa pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun pada derajat desentralisasi fiskal terlampau tinggi, kebijakan desentralisasi fiskal justru akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian daerah dengan derajat desentralisasi rendah seperti Kabupaten Kaur dan Lebong perlu meningkatkan derajat desentralisasi fiskal karena peningkatan derajat desentralisasi fiskal akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara daerah dengan derajat desentralisasi tinggi seperti Kota Bengkulu dan Kabupaten Bengkulu Utara sebaiknya tidak melakukan kebijakan yang berorientasi pada usaha peningkatan derajat desentralisasi fiskal, karena dapat menghambat pertumbuhan otonomi daerah. Pemerintah dengan derajat desentralisasi fiskal tinggi sebaiknya justru lebih berfokus untuk melakukan kebijakan efisiensi dan efektifitas pada anggaran pengeluaran pemerintah karena akan memberikan manfaat yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi daerah.
Pusporini (2004) dalam Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Era Desentralisasi Fiskal 2001-2003. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal terutama dan sisi penerimaan daerah (dana perimbangan dan pendapatan asli daerah) terhadap pertumbuhan ekonoml daerah di Indonesia, dan untuk mengetahui perbedaan karakteristik antara daerah kabupaten dengan daerah kota, serta untuk mengetahui perbedaan karakteristik antara daerah-daerah di Jawa-Bali dengan daerah-daerah-daerah-daerah di luar Jawa-Bali. Selain dipengaruhi oleh dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, pertumbuhan ekonomi dikontrol pula dengan variabel pendapatan perkapita dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita menjadi penting dalam sumbangannya terhadap pertumbuhan, ekonomi karena
menjadi indikator bagi kesejahteraan penduduknya. Sedangkan jumlah penduduk menjadi penting karena merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan ekonomi sehingga akan besar pengaruhnya terhadap laju dan kecenderungan pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana perimbangan dan pendapatan asli daerah secara signifikan mempunyai hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, meskipun pengaruhnya sangat kecil. Nilai koefisien yang diperoleh adalah : pertama, jika perubahan dana perimbangan naik 1% maka pertumbuhan ekonomi akan naik 0,0078%; kedua, jika perubahan pendapatan asli daerah naik 1% maka pertumbuhan ekonomi akan naik 0,0072%. Hasil estimasi terhadap variabel kontrol pendapatan perkapita dan jumlah penduduk menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut secara konsisten mempunyai hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa jika pendapatan perkapita dan jumlah penduduk meningkat maka pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa antar daerah yang dilihat berdasarkan perbedaan status administratif antara daerah kabupaten dengan kota menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Dilihat dari perbedaan antar daerah yang dilihat berdasarkan perbedaan pulau yaitu daerah-daerah di Jawa-Bali dengan di luar Jawa-Bali menunjukkan arah hubungan yang positif. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi daerah-daerah yang berada di Jawa-Bali lebih tinggi daripada daerah-daerah yang berada di luar Jawa-Bali.
2.5. Kerangka Pemikiran
Desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah menurut Mardiasmo (2002b) pemerintah daerah mampu menyediakan barang-barang publik dan jasa yang
ekonomi lokal. Pemberian wewenang (otonomi) yang lebih besar, membuat pemerintah daerah lebih leluasa melakukan alokasi yang efisien pada berbagai potensi lokal sesuai dengan kebutuhan. Hal ini pada giliranya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan pendapatan per kapita, dan menurut Brodjonegoro (2003) pemerintah daerah mempunyai kewenangan lebih besar untuk berinvestasi dan membelanjakan lebih banyak untuk berbagai sektor produktif. Kerangka konseptual penelitian disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian
2.6. Hipotesis
Desentralisasi fiskal dan pendapatan perkapita secara simultan dan parsial berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Provinsi Sumatera Utara. Pertumbuhan Ekonomi (Y) Pendapatan Perkapita (X2) Desentralisasi Fiskal (X1)