• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK HUKUM INDONESIA PELANGGARAN HAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASPEK HUKUM INDONESIA PELANGGARAN HAM"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejahatan merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang (deviant behavior) yang selalu ada dan melekat (inherent) dalam setiap bentuk masyarakat, seperti mahari yang setiap bagi terbit dari ufuk timur, atau bak musim yang selalu berganti seiring dengan irama dalam semesta (Schur, 1965; Goode, 1984). Karena itu kejahatan merupakan fenomena sosial yang bersifat universal (a univerted social phenomenon) dalam kehidupan manusia, dan bahkan dikatan telah menjadi the oldest social problem of human kind (Sutherland & Cressey, 1960; Taft & England, 1964).

Selain memiliki demensi lokal, nasional dan regional kejahatan juga dapat menjadi masalah internasional, karena seiring dengan kemajuan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang canggih, modus operandi kejahatan masa kini dalam waktu yang singkat dan dengan mobilitas yang cepat dapat melintasi batas-batas negara (borderless countries). Inilah yang dikenal sebagai kejahatan yang berdimensi transnasional (transnational criminality).

(2)

Dalam kurun waktu dua dasa warsa terakhir ini Indonesia telah menjadi salah satu negara yang dijadikan pasar utama dari jaringan sindikat peredaran narkotika yang berdimensi internasional untuk tujuan-tujuan komersial. Untuk jaringan peredaran narkotika di negara-negara Asia, Indonesia diperhitungkan sebagai pasar (market-state) yang paling prospektif secara komersial bagi sindikat internasioanl yang beroperasi di negara-negara sedang berkembang.

Efek narkoba tidak langsung seketika: bertahap tapi mematikan. Kalau dikonsumsi berlebihan, berpotensi menimbulkan ketergantungan, baik fisik maupun psikis atau keduanya, sehingga diistilahkan zat yang dapat menimbulkan ketergantungan (dependence Producing drugs), seperti alkohol, morfin, heroin, marijuana, magadon, mandrax, ectasy, dan lain-lain.

Kalau sudah kecanduan narkoba, tidak satupun kekuatan dapat menghentikan keinginan pecandu mengonsumsi narkoba. Ia mengalami ketergantungan yang luar biasa, menghilangkan ingatan, gila, dan paranoid. Bahkan, lebih parah lagi mengganggu keluarga dan meresahkan masyarakat. Demi mendapat narkoba segala cara dihalalkan. Mencuri, merampas, menjambret, merampok, bahkan menjual diri demi mendapat barang laknat tersebut.

Sebuah studi dari Universitas California, Amerika Serikat (AS), menemukan 50 persen pencurian di Inggris setiap tahun disebabkan narkoba. Di Amerika Serikat, 60 persen dari orang yang ditahan setiap tahun telah memakai narkoba ilegal. Enam ratus lima puluh pecandu heroin di AS melakukan 70.000 kejahatan dalam periode 3 bulan. Penelitian itu juga memerkirakan, bisnis AS kehilangan US$100 miliar per tahun karena penyalahgunaan narkoba dan alkohol pada pekerja.

(3)

Jumlah kejahatan narkoba meningkat dari 26.000 kasus pada 2010 menjadi 29.000 kasus (36.000 tersangka) pada 2011 dan nilai transaksinya mencapai Rp48 triliun-50 triliun per tahun. Sementara itu dari sisi jenis narkotika, semua jenis tersedia di pasaran, mulai dari heroin, kokain, sabu-sabu hingga ekstasi dan jenis lain.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia pasal 1 bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Dengan demikian menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi HAM dalam rangka menjaga harkat dan martabat manausia menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer) bahkan negara.

(4)

Kedua didefinisikan “ acts and omissions (imputable to the State) that do not yet constitue violatios of national criminal laws but of internationally recognized norms relating to human rigths.” Kriteria kedua bukanlah pelanggaran hukum pidana tetapi secara internasional diakui kaitannya dengan HAM. Kata “recognized” artinya mengacu kepada norma yang tercantum pada perjanjian internasional tentang HAM, norma-norma yang merupakan bagian dari hukum kebiasaan internasional, atau norma-norma yang merupakan bagian prinsip hukum yang telah diakui oleh bangsa-bangsa beradab.

Penyalahgunaan Narkoba telah menjadi suatu bentuk kejahatan Transnasional sebab telah melewati batas-batas kenegaraan didunia. Menilai dampak dari penyalahgunaan Narkoba yang begitu luas dan hebat khususnya terhadap kehidupan kemanusiaan, maka pengedar Narkoba seharusnya dapat dikategorikan sebagai Pelanggar HAM.

1.2. Perumusan Masalah

Dari urian diatas, penulis ingin membahas lebih lanjut, mengenai permasalahan penerapan unsur-unsur pelanggaran HAM terhadap Pengedar Narkoba sebagai pihak yang melakukan pelanggaran HAM.

1.3. Metode Penulisan

(5)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Narkoba

Narkoba(narkotika dan obat/bahan berbahaya) atau napza adalah obat/bahan/zat, yang bukan tergolong makanan .jika di minum, di suntik, di telan atau di hirup akan berpengaruh terutama pada kerja otak dan sering menyebabkan ketergantungan. Akibatnya fungsi kerja otak berubah demikian pula dengan fungsi vital organ tubuh lain. Narkoba adalah istilah dalam penegak hukum dan masyarakat, disebut berbahaya karna tidak aman di gunakan oleh manusia,barang ini harus di gunakan sesuai dengan ketentuan hukum, sedangkan napza adalah istilah dalam dunia kedokteran yang biasanya di gunakan sebagai obat yang dosisnya di atur dalam UU.

Jenis-jenis Narkoba :

1. NARKOTIKA

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman /bukan tanaman baik sintetis maupunsemi yang dapat menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran,menghilangkan/mengurangi rasa nyeri. Narkotika terbagi 3:

a. Narkotika golongan 1: berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan. Ex: heroin,kokain dan ganja

b. Narkotika golongan 2: berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan dan di gunakan pada terapi sbg pilihan terakhir. Ex: morfin,petidin dan metadon.

(6)

2. Psikotropika

Yaitu zat/obat baik alamiah/sintetis yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Yang terbagi:

a. Psikotropika golongan 1: ketergantungannya amat kuat. Ex: ekstasi,dan LSD. b. Psikotropika golongan 2: ketergantungannya kuat. Ex:amfetamin dan sabu. c. Psikotropika golongan 3: ketergantungannya sedang. Ex: pentobarbital. d. Psikotropika golongan 4: ketergantungannya ringan . ex:diazepam

3. Zat Psiko aktif lain

Yaitu zat/bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak. Jenisnya adalah :

a. Alcohol, pada minuman keras

b. Inhalansia, zat mudah menguap yang terdapat pada pabrik,dll c. Nikotin,yang terdapat pada tembakau

d. Kafein,yang terdapat pada kopi

Penggolongan narkoba menurut WHO berdasarkan pengaruhnya terhadap tubuh manusia:

a. Opioida,menyebabkan nyeri dan menyebabkan mengantuk. Ex:opium,morfin

b. Ganja,menyebabkan perasaan riang dan meningkatkan daya khayal. c. Kokain,meningkatkan aktivitas otak/fungsi organ tubuh lainnya

d. Golongan amfetamin,ex:amfetamin,ekstasi dan sabu e. Alcohol pada minuman keras

f. Halusinogen,memberikan daya halusinasi. Ex: LSD g. Sedative dan hipnotika,obat penenang obat tidur h. PCP(fensiklidin)

i. Solven dan inhalasi,gasuap yg dihirup. Ex: tiner dan lem j. Nikotin pada tembakau

(7)

2.2. Akibat Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan Narkoba memiliki dampak yang luar biasa baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan. Berikut beberapa akibat yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba :

Terhadap Diri Sendiri

a. Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal remaja. b. Intoksikasi(keracunan).

c. Overdosis yang dapat menyebabkan kematian. d. Gangguan perilaku/mental-sosial.

e. Gangguan kesehatan.

f. Menurunnya nilai-nilai kehidupan agama,sosial dan budaya. g. Masalah ekonomi dan hukum.

Terhadap Keluarga

Suasana nyaman dan tentram di keluarga terganggu karena barang-barang berharga di rumah sering hilang,anak sering berbohong,mencuri,menipu,tak bertanggung jawab,hidup semaunya dan asocial. Orang tua pun akan menjadi malu karna memiliki seorang anak yang pecandu,merasa bersalah dan menutupi semua perbuatan anaknya.orangtua pun putus asa sebab pengeluaran uang meingkat karna anak harus berulang kali di rawat bahkan mungkin mendekam di penjara sehingga keluarga menanggung beban sosial dan ekonomi.

Terhadap Pendidikan Sekolah

(8)

Terhadap Kehidupan Masyarakat, Bangsa dan Negara.

Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan,Negara menderita kerugian karna masyarakatnya tidak produtif dan kejahatan meningkat. Mafia perdagangan narkoba selalu beerusaha memasok narkoba ke daerah–daerah yang masyarakatnya mudah/rentan terhadap narkoba.

Terhadap Kesehatan

Banyak masalah kesehatan yang muncul akibat penggunaan narkoba. Narkoba sendiri sebenarnya dalam dunia kesehatan diperlukan dalam rangka aktivitas pengobatan. Namun yang menjadi masalah adalah apabila penggunaannya dilakukan diluar medis dan disalahgunakan untuk kepentingan lain. Dalam kehidupan sosial pengguna narkoba sering alat pendukung untuk menggunakan narkoba digunakan secara bersama-sama sehingga tingkat sterilisasinya sangat diragukan, hal ini tentunya akan meningkatkan kerawanan terhadap penyebaran penyakit berbahaya. HIV/AIDS meningkat akibat penggunaan alat yang berkaitan dengan narkoba (seperti alat suntik) digunakan secara bersama-sama, belum lagi infeksi-infeksi yang dapat diakibatkan oleh penggunaan alat yang tidak steril.

2.3. HAM dan Pelanggaran HAM

Teori dan Pengertian HAM

Prof. Louis Henkin menyampaikan bahwa hak-hak individu sebagai cita-cita politik digambarkan pada hukum alam dan perkembangannya, yaitu sebagai hal yang natural. Perwujudan secara modern sebagaimana disampaikan John Locke, dikenal sebagai apa yang disuarakan dalam American Declaration of Independece, French Declaration of Rigts of Man and Citizen, direalisasikan pada Konstitusi Amerika dan Bill of Rights maupun pada konstitusi serta hukum negara-negara modern.

(9)

munculnya negara. HAM lahir sebagai kodrat sejak manusia lahir dan bersifat abadi serta tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk negara. Dengan adanya kontrak sosial dari individu-individu yang memunculkan negara sehingga negara memiliki kewajiban untuk melindungi warga negara. John Locke mengibaratkan negara sebagai “penjaga malam” bagi rakyatnya, hal ini dimanifestasikan dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat 4 Juli 1776 :

“ ….. bahwa manusia dikaruniai oleh Tuhan dengan hak-hak absolut ….. Bahwa untuk menjamin hak-hak ini pemerintahan dibentuk dikalangan umat manusia ….. .”

Ditegaskan kembali oleh John F Kennedy pada pelantikan Presiden AS tanggal 3 Januari 1961 yang menyatakan “ … that the rights of men come not from the generosity of state, but from the hand of God …. .” Konsistensi terhadap tersebut menjadi suatu kebijakan internal AS yang diwujudkan dalam pemberian bantuan luar negerinya selalu dikaitkan dengan kondisi HAM negara penerima bantuan.

Prof Henkin selanjutnya mengatakan bahwa konsep HAM saat ini telah diterima secara umum dan universal diterima walaupun terdapat perbedaan dan kekhususan. Salah satu versi terkadang tidak melandasi atau membenarkan konsep hukum alam dengan kontrak sosialnya, atau dimasukan sebagi teori politik dilain pihak. Pada lembaga internasional perwakilan negara-negara menyatakan dan mengakui HAM serta menerapkan kedalam sistem politik sosial negaranya. Konsep HAM antara lain :

HAM adalah adalah hak individu dalam tatanan masyarakat, setiap manusia memiliki dimana hak tersebut legitimate, valid dan dibenarkan oleh masyarakatnya.

HAM adalah universal dimiliki oleh semua umat manusia pada setiap tatanan masyarakat, tidak dibedakan secara geografis, sejarah, budaya atau ideology, potik atai system ekonomi maupun tingkat pertumbuhan masyarakatnya.

(10)

diterjemahkan dan dimasukan kedalam hukum mengikat pada tatanan politik masyarakat. Ketika suatu tatanan masyarakat mengakui bahwa seseorang memiliki hak, artinya legitimasi, dibenarkan, dilembagakan dan ditegakan pada system nilai kemasyarakatan, memberikan bobot nilai diantara nilai-nilai kemasyarakatan yang lain . Negara harus mengembangkan intitusi dan prosedur, merencanakan, menggerakan sumber – sumber untuk kepentingan HAM.

Konsep lain tentang HAM adalah dari aliran positivisme yang dipelopori George Jellinek memandang HAM sebagai hak yang diperoleh dan daya berlakunya tergantung pada negara dan tata hukum positifnya. Sedangkan pandangan sosiologis memandang HAM sebagai fungsi sosial yang diakibatkan adanya system pembagian kerja dan kerjasama yang berkembang dalam masyarakat. Realisasi HAM dikaitkan dengan pelaksanaan kewajiban sosial yang secara inheren terkandung dalam hak-hak itu.

Pengertian HAM

a. PBB memberikan pengertian dalam Deklarasi Universal HAM sebagai berikut : “ Hak asasi manusia adalah hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia apabila tidak ada mustahil kita akan hidup sebagai manusia.”

b. TAP MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM menyatakan : “ Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Mahaesa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan hak kesejahteraan yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun”.

(11)

keselamatan, keamanan, kemerdekaan, keadilan, kebersamaan dan kesejahteraan social sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun.”

d. UU No 39 Tahun 1999 (Pasal 1 butir 1) dan UU No 26 tahun 2000 (Pasal 1 butir 1)memberikan definisi HAM sebagai berikut :

“ Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”

Pelangaran HAM

Pelanggaran Hak Asasi Manusia dapat dikategorikan kedalam 2 (dua) bentuk yakni pelanggaran HAM (biasa) dan pelanggaran berat HAM (gross violation). Pengertian pelanggaran HAM sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 butir 2 UU 39 Tahun 1999, sbb :

“ Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh UU ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”

(12)

Untuk mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM (biasa) menggunakan mekanisme yang ada seperti KUHAP, KUHP (KUHP Militer), KUH Perdata sedangkan instrumen yang digunakan adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Militer. Spesifikasi didalam proses penyelesaian pelanggaran HAM (biasa) hanya apabila subyek (pelaku) adalah aparat maka akan dikenakan pemberatan dalam penjatuhan hukuman.

Pelanggaran Berat HAM

Disamping pelanggaran HAM (biasa) terdapat jenis pelanggaran berat HAM, yaitu merupakan pelanggaran khusus HAM sehingga proses penyelesaiannya menggunakan mekanisme dan instrumen yang khusus.

Pengertian pelanggaran berat HAM dapat dilihat dalam UU No. 26 Tahun 2000 yang merupakan hasil adopsi Statuta Roma (Aticle 1 dan 7), sebagai berikut :

Pasal 7 menyebutkan:

“ Pelanggaran HAM yang berat meliputi :

a. kejahatan genosida;

b. kejahatan terhadap kemanusiaan. “

Pasal 8 menyebutkan :

“ Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :

a. membunuh anggota kelompok;

(13)

c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;

d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok, atau

e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.”

Pasal 8 merupakan penjelasan dari pengertian kejahatan genosida (genocide) yang dicantumkan dalam Pasal 7.

Pasal 9 merumuskan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) sebagai berikut :

“ Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diamksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :

a. pembunuhan; b. pemusnahan; c. perbudakan;

d. pengusiaran atau pemindahan penduduk secara paksa;

e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan secara fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;

f. penyiksaan;

g. perkosa, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa, atau bentuk-bentuk kekrasan seksual lain yang setara;

(14)

i. penghilangan secara paksa; j. kejahatan aphartheid.”

Dari Pasal 8 dan Pasal 9 jelas nampak perbedaan antar subyek kejahatan genosida dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam kejahatan terhadap kemanusiaan subyek adalah “aparat negara” sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep kejahatan terhadap kemanusian terjadi didalam suatu konflik yang bersifat vertikal. Demikian pula dalam hal perencanaan tindakan terdapat sifat spesifik yaitu “serangan yang meluas atau sistematik” diamana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 9 sbb :

“ Yang dimaksud dengan “serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil” adalah suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan terhadap penduduk sipil sebagai kelanjutan kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan dengan organisasi”

Namun demikian pelanggaran berat HAM bukanlah dominasi aparat negara sebagai subyek tetapi tidak tertutup kemungkinan non aparat negara dapat menjadi subyek karena kewenangan dan kedudukannya, sebagai contoh kasus Rwanda, Eks Yugloslavia dan G 30 S/PKI di Indonesia.

Pelanggaran HAM dalam Hukum Internasional

Hukum Internasional memberikan pemahaman bahwa suatu negara dikatakan melakukan pelanggaran HAM apabila sebuah kebijakan negara, tindakan negara, mendorong atau membiarkan terjadinya :

a. genosida;

b. perbudakan atau perdagangan budak;

c. pembunuhan atau yang menyebabkan hilangnya individu-individu;

d. penyiksaan, penghukuman atau kekejaman lain yang tidak berperikemanusiaan, pembedaan derajat;

(15)

f. diskriminasi rasial sistematik;

g. sebuah pola konsisten dari gross violation HAM yang diakui secara internasional.

Gross violation berdasarkan hukum kebiasaan internasional antara lain adalah sebagai berikut :

a. systematic harassment (ancaman sistematik); b. invasi;

c. kesewenangan putusan atau penghukuman;

d. penyangkalan dari peradilan terbuka dalam kasus-kasus kriminal; e. penghukuman yang tidak sepadan;

f. pelarangan kebebasan meninggalkan negara; g. pelarangan untuk kembali ke negrinya;

h. pengambilan masal penduduk;

i. pelarangan kebebasan bersuara dan beragama; j. pembatasan dihadapan hukum;

k. pelarangan kepribadian dasar seperti menikah dsb; l. diskriminasi individu, rasial dan agama.

Gross violation dalam hukum internasional dikatakan dalam Convenant on Civil and Political Rights bahwa peserta convenant bertanggung jawab atas penyimpangan dari hak-hak tersebut ( yang tersebut didalam convenant) dan setiap negara bertanggung jawab berdasarkan hukum kebiasaan internasional atas sebuah pola konsisten terhadap penyimpangan hak-hak tersebut sebagai kebijakan negara.

Sebuah pola konsisten dari gross violation HAM adalah :

a. penyimpangan dari hukum kebiasaan internasional (tentang HAM); b. tindakan yang termasuk pelanggaran yang diakui sebagai pelanggaran

HAM.

(16)

a. Abuse of power (kesewenangan), yaitu tindakan penguasa atau aparatur negara terhadap masyarakat diluar atau melebihi batas-batas kekuasaan dan kewenangannya yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

b. Violence by omission (kelalaian melaksanakan tugas), yaitu penguasa atau aparatur negara dalam menghadapi keadaan tertentu tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai batas-batas kekuasaan dan wewenangnya yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

c. Gross violation of Human Rights (pelanggaran berat HAM), yaitu tindakan penguasa atau aparatur negara yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental ataupun kerugian material atau immaterial serta mengakibatkan perasaan tidak aman baik terhadap perseorangan maupun masyarakat.

2.4. Penerapan Aspek Hukum HAM terhadap Pengedar Narkoba

Dalam penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa pelanggaran HAM terdiri atas 2 (dua), yaitu Pelanggaran HAM (biasa) dan Pelanggaran HAM Berat. Pelanggaran HAM biasa dapat dikatakan bahwa pelanggaran HAM tidak hanya dilakukan oleh aparat, tetapi dapat pula terjadi secara horisontal yaitu oleh seseorang / kelompok (non aparat) terhadap orang / kelompok lain. Pengertian pelanggaran HAM sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 butir 2 UU 39 Tahun 1999, sbb :

(17)

dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”

Untuk mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM (biasa) menggunakan mekanisme yang ada seperti KUHAP, KUHP (KUHP Militer), KUH Perdata sedangkan instrumen yang digunakan adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Militer. Spesifikasi didalam proses penyelesaian pelanggaran HAM (biasa) hanya apabila subyek (pelaku) adalah aparat maka akan dikenakan pemberatan dalam penjatuhan hukuman.

Dalam ketentuan diatas terulis “.... disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian....” dalam hal ini berarti unsur kesalahan dalam teori pidana, untuk pelanggaran HAM segala bentuk “kesalahan” baik Dolus maupun Culpa adalah disamakan sebagai pelanggaran HAM.

Dalam kaitannya dengan Pengedar Narkoba. Diatas telah dijelaskan pula bahwa akibat yang ditimbulkan oleh Narkoba adalah sangat hebat bahkan menimbulkan kematian. Hal ini jelas bahwa pengedar Narkoba telah melanggar Hak Asasi Manusia yaitu Hak untuk Hidup yang diatur dalam pasal 9 UU No. 39 tahun 1999. Meskipun, efek kematian ini memang tidak terjadi sesaat setelah menenggak Narkoba, tetapi dampaknya seperti layaknya “bom waktu” karena dampak dari Narkoba tersebut mengendap terlebih dahulu. Penyalahgunaan Narkoba sendiri dalam UU No. 35 Tahun 2009 diartikan sebagai penggunaan yang melebihi batas toleransi secara bertahap yang pada akhirnya dapat mangakibatkan “overdosis”. Dan angka kematian yang diakibatkan tidak dapat dikatakan kecil, 50 (lima puluh) orang dalam satu hari dan kurang lebih 15.000 jiwa dalam setahun melayang bukan angka yang wajar.

(18)

BAB III PENUTUP

Dari uraian diatas, dapat kita lihat bahwa ada keterkaitan yang mendasar dalam penerapan aspek Hukum pelanggaran HAM kepada para pengedar Narkoba. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.

Narkoba semakin menjerat banyak korban. Bahkan saat ini tercatat sekitar 50 orang meninggal dunia tiap hari karena narkoba. Angka kematian tersebut terjadi, karena Indonesia sudah bergerak menjadi negara tujuan peredaran narkoba di dunia, juga penghasil barang haram itu daalam jumlah yang tak sedikit.

Angka tersebut, muncul karena tingginya jumlah pengguna narkoba di masyarakat. “Narkoba sudah menjadi ancaman keberlangsungan negara,” banyak yang menilai, pemerintah belum bisa memberikan sebuah upaya nyata terkait masalah ini. Aparat kepolisian contohnya, belum bisa bersungguh-sungguh dalam memerangi narkoba. Tak hanya dengan banyaknya yang tewas, menurut Henry, peningkatan angka kejahatan juga merupakan dampak lain dari meluasnya penggunaan dan peredaran narkoba.

(19)

penyalahgunaan narkoba versi BNN jauh lebih dahsyat dan mengerikan. Setiap hari rata-rata 50 anak bangsa meregang nyawa karena Narkoba.

Fakta itu seharusnya membuat pemerintah lebih serius memberantas kejahatan narkoba ketimbang teroris. Namun, faktanya pemerintah malah tidak menyetarakan kejahatan narkoba seperti halnya terorisme. Coba saja lihat, kalau menghadapi teroris pemerintah luar biasa kejam. Tak ada kata maaf bagi teroris. Belum lagi teroris bergerak melakukan aksinya, Detasmen 88 (Densus 88) yang dibentuk pemerintah sebagai pemburu teroris langsung menyikat mereka. Konon, dana yang dibutuhkan memberantas teroris sangat besar, tidak hanya berasal dari anggaran negara, juga berasal dari hibah luar negeri yang jumlahnya jauh melebihi anggaran pemberantasan narkoba.

Sementara itu, kepada kejahatan narkoba pemerintah justru bersikap lebih lembut. Bukannya para gembong narkoba dipidana seberat-beratnya seperti pidana kepada teroris, malah diberikan pengampunan. Paling tidak, Presiden SBY telah empat kali memberikan grasi kepada terpidana narkoba. Sebelumnya presiden sempat memberi grasi kepada dua warga negara asing, yaitu Schapelle Leigh Corby dan Peter Achim Franz Groobman.

Padahal melihat daya rusak yang disebabkan oleh kejahatan narkoba sudah pantas digolongkan kejahatan terorisme (terorisme narkoba). Karena tergolong terorisme maka hukuman yang diberikan harus sama dengan hukuman kepada teroris, baik dipidana seberat-beratnya hingga hukuman mati. Bagi gembong narkoba tak pantas diberi kata maaf, apalagi ampunan, meskipun atas nama Hak azasi Manusia.

Kita patut mencontoh Malaysia, China, dan Thailand dalam penerapan pidana mati terhadap pelaku kejahatan narkoba. Negara-negara tersebut tak peduli dengan nyawa gembong narkoba. Beberapa kali kita mendengar para gembong narkoba di hukum mati di Malaysia. Sekarang, negara-negara tersebut berhasil meminimalisir peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba.

(20)

diartikan secara luas dan berlaku bukan saja terhadap si pelaku, tetapi kepada setiap orang, supaya mereka berpikir seribu kali melakukan tindak kejahatan yang mengerikan itu.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji syukur kepada-Nya atas segala limpahan kasih dan sayang-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar

Puji syukur penyusun kehadirat Tuhan YME, karena dengan rahmat, karunia, dan anugerah-Nya, penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Penetapan Nilai

Target dan luaran yang akan dihasilkan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah (1) berdirinya Pos DDTK Komprehensif; (2) tersusunnya buku dan kartu DDTK- Komprehensif; (3)

Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau

Tahun tersebut menjadi titik awal dari fase ketiga karena di tahun tersebut untuk pertama kalinya dibuat struktur institusi yang jelas terkait kerjasama lingkungan

Dalam proses transesterifikasi akan dihasilkan metil ester dan hasil samping gliserol (Ketaren, 1986). Distribusi asam lemak yang beragam sebagai penyusun minyak sawit dan

Dengan degradasi kapasitas sebesar 30% untuk lubang 4% mungkin menjadi alasan faktor reduksi desain kolom sebesar 0,65 berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 8.3

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan yaitu (1) pemahaman konsep dan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan model pembelajaran