• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOKSIDA

(SO

2

) PADA MASYARAKAT DI PERMUKIMAN PENDUDUK

SEKITAR INDUSTRI PT.PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG

TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH :

ROIS SOLICHIN

1111101000132

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Desember 2016

(3)

ii

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, 6 Desember 2016

Rois Solichin, NIM: 1111101000132

Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Sulfur Dioksida (SO2) Pada Masyarakat di Pemukiman Penduduk Sekitar Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Tahun 2016

(xvii + 132 halaman, 21 tabel, 6 gambar, 8 bagan, 5 lampiran)

ABSTRAK

Sulfur dioksida (SO2) sebagai salah satu zat pencemar udara yang sebagian

besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, dimana pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara memiliki peran terbesar penghasil SO2 yang ada di

dunia. Tujuan penelitian ini untuk memprakirakan besaran risiko gangguan kesehatan pada penduduk yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Kota Palembang terhadap pajanan SO2 pada tahun 2016.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis risiko kesehatan lingkungan, dilakukan selama bulan September sampai Oktober 2016 dengan 297 responden penduduk usia dewasa yang terbagi pada 3 cluster wilayah yaitu 800 meter, 1050 meter dan 1300 meter dari pusat emisi SO2 yang ada di

dalam area pabrik PT. Pusri Palembang.

Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi SO2 di pemukiman sekitar

industri PT. Pusri Palembang adalah 0,246 mg/m3. Berat badan dengan nilai median 56,4 kg, rata-rata laju asupan harian adalah 0,60 m3/jam, waktu pajanan

dengan median 24 jam/hari, frekuensi pajanan dengan median 365 hari/tahun, dan durasi pajanan dengan median 31 tahun. Nilai intake non karsinogenik yang didapatkan untuk intake SO2 (real time) adalah 0,053 mg/kg/hari. Tingkat risiko

yang didapatkan adalah 0,252 (RQ<1) yang artinya tidak memiliki risiko yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri Palembang.

Kesimpulan penelitian ini adalah masyarakat yang bermukim di sekitar area industri PT. Pusri Palembang tidak berisiko memiliki gangguan kesehatan non karsinogenik akibat paparan SO2. Walaupun begitu, baik pihak PT. Pusri

Palembang maupun pemerintah Kota Palembang sebagai pemangku kebijakan dapat melakukan kajian lebih lanjut dan pemantauan rutin terhadap zat-zat pencemar yang keluar dari aktivitas industri termasuk SO2 agar tidak

membahayakan masyarakat yang tinggal berdekatan langsung dengan area industri

Daftar Pustaka : 73 (1978-2016)

Kata Kunci : ARKL, Asupan SO2, Pemukiman Penduduk Sekitar

(4)

iii

Ungraduate Thesis, 6 Desember 2016 Rois Solichin, NIM: 1111101000132

Environment Health Risk Analysis Exposure Sulfur dioxide (SO2) in the Community Living Around PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Industry.

(xvii + 132 pages, 21 table, 6 pictures, 8 chart and 5 attachment)

ABSTRACT

Sulfur dioxide (SO2) as one of the air pollutants is largely formed by the

combustion of fossil fuel, therefore fuel power plants with coal has a big role in producing SO2 in the world. The purpose of this study is to predict the risk of

health problems occured in residents living around industrial of PT. Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang on exposure of SO2 in 2016.

This research is using a quantitative method analysis about the environmental health risks, conducted during October 2016, with 297 respondents age more than 17 years old, divided in three clusters area of 800 meters, 1050 meters and 1300 meters, from the center of SO2 emissions in the plant area of PT.

Pusri Palembang.

The results showed the concentration of SO2 in the settlements around the

industrial area of PT. Pusri Palembang is 0.246 mg/m3. The weight with a median value of 56.4 kg, average daily intake rate is 0.60 m3/h, the time of exposure to a median 24 hours/day, frequency of exposure to a median 365 days/year, and duration of exposure to a median of 31 years. Non-carcinogenic intake value obtained for the intake SO2 (real time) is 0.053 mg/kg/day. The level of risk

obtained is 0.252 (RQ <1), which means there is no risk that can cause health problems for people living around industrial area of PT. Pusri Palembang.

The conclusion of this paper is the communities living around industrial area of PT. Pusri Palembang have no risk in getting non-carcinogenic health problems due to exposure of SO2. However, both the PT. Pusri Palembang and

Palembang city government as policy maker can do further studies and do routine monitoring of the contaminants out of the industrial activities including SO2 in

order not to endanger the people who live directly close to the industrial area.

Citation : 73 (1978-2016)

(5)

iv

Skripsi dengan Judul

ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOKSIDA(SO2) PADA MASYARAKAT DI PEMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR INDUSTRI PT. PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG TAHUN 2016

OLEH: ROIS SOLICHIN

1111101000132

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Ujian Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Desember 2016

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes Catur Rosidati. SKM, MKM

(6)

v

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, Desember 2016

Mengetahui

Penguji I

Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D

NIP. 19750316 200710 2 001

Penguji II

Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, MKKK

Penguji III

(7)

vi

I. Data Pribadi

1. Nama Lengkap : Rois Solichin

2. Tempat Tanggal Lahir: Palembang, 2 Mei 1994

3. Alamat Asal : Jl. H.A.Halim Perumahan Dosen

Politeknik Negeri Sriwijaya No. 04 RT. 13 RW. 41 Kelurahan Bukit Lama Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembang

4. Alamat Domisili : Jl. Kertamukti, pisangan raya no. 20 RT.03 RW.09 Kelurahan Cireundeu Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan

5. Agama : Islam

6. Jenis Kelamin : Laki-laki 7. Golongan Darah : A

8. Status : Belum Menikah 9. Program Studi : Kesehatan Masyarakat 10.Nomor Telepon : 085764360644

11.Alamat Email : roizz.08@gmail.com/ roissolichin@yahoo.com

II. Riwayat Pendidikan

1. SD Islam Az-Zahrah Kota Palembang 2. SMP Negeri 1 Kota Palembang 3. MA Negeri 3 Kota Palembang

(8)

vii

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi penelitian yang berjudul “ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOKSIDA (SO2) PADA MASYARAKAT DI PERMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR INDUSTRI PT.PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG TAHUN 2016”.

Pada penulisan skripsi ini, penulis merasa masih banyak kekurangan baik teknis maupun materi mengingat akan kemampuan penulis yang belum mencapai kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan bagi penulis demi kesempurnaan skripsi penelitian ini.

Dalam penulisan skripsi penelitian ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan proposal penelitian ini, khususnya kepada :

1. Allah SWT. yang telah memberikan ridho-Nya sehingga dalam pelaksanaan penelitian ini berjalan dengan lancar sesuai dengan izinnya.

2. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, Ph.D selaku Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Ibu Dr.Hj. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku dosen Pembimbing I dan Ibu

(9)

viii

kalian berdua mungkin tidak akan pernah terbalas, akan tetapi kami selaku anak akan selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada kalian.

6. Kepada kedua saudara/i ku Aditya Rachmadi dan Kartika Nur Dilana yang senantiasa memberikan semangat dan waktu untuk membimbing saya.

7. Sahabat karib seperjuangan, satu daerah, satu pintu kosan, satu piring makan dan satu gelas minum saya Chandra Perdana, Muslim, Sugi, Haidar, Bahtiar (BTR), Kak Iid, Hatan dan Kak Bayu. Keluarga besar SJD-SS, teman-teman seperjuangan di Kesehatan Lingkungan 2011, Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (ENVIHSA)

8. Serta Rekan-rekan mahasiswa kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga kita bisa menjadi ahli kesehatan masyarakat yang bisa diandalkan didunia nyata nantinya. Ilmu yang dipelajari mendapat berkah dari Allah swt.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran serta pencerahan khususnya bagi penulis, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, aamiin yarabbalalamin.

Penulis

(10)

ix

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ... i

ABSTRAK ... ii

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 12

1.4 Tujuan Penelitian ... 13

1.4.1 Tujuan Umum ... 13

1.4.2 Tujuan Khusus ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 15

1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti ... 15

1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 15

1.5.3 Manfaat Bagi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang ... 15

1.5.4 Manfaat Bagi Pemerintah Kota Palembang ... 16

1.5.5 Manfaat Bagi Masyarakat ... 16

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1.4.1 Dampak SO2 Terhadap Ekosistem Perairan ... 23

(11)

x

2.1.5.1 Inhalasi ... 33

2.1.5.2 Kontak Kulit/Mata ... 37

2.1.5.3 Ingesti ... 39

2.2 Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ... 39

2.2.1 Paradigma Penilaian risiko ... 39

2.2.2 Karakteristik EKL dan ARKL ... 43

2.2.3 Identifikasi Bahaya ... 47

2.2.4 Penilaian Dosis Respon ... 48

2.2.5 Analisis Pemajanan ... 51

2.2.6 Karakteristik Risiko ... 54

2.2.7 Manajemen Risiko ... 55

2.3 Paradigma Kesehatan Lingkungan ... 58

2.4 Kerangka Teori ... 60

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 62

3.1 Kerangka Konsep ... 62

3.2 Definisi Operasional ... 64

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 68

4.1 Desain Penelitian ... 68

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 68

4.3 Subjek Studi ... 70

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 70

4.4.1 Populasi Subyek ... 70

4.4.2 Sampel... 70

4.4.3 Pengambilan dan Perhitungan Sampel Manusia ... 71

4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel Lingkungan (SO2) ... 73

4.4.5 Metode Pengukuran Konsentrasi Sulfur dioksida (SO2) ... 75

4.4.6 Analisa Sampel SO2 ... 76

4.4.6.1 Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) di udara ambien ... 77

4.5 Pengolahan dan Penyajian Data ... 78

4.6 Teknik dan Analisis Data ... 80

(12)

xi

5.1 Profil Lokasi Penelitian ... 84

5.2 Karakteristik Responden ... 84

5.2.1 Umur ... 84

5.2.2 Jenis Kelamin ... 86

5.2.3 Jenis Pekerjaan ... 87

5.3 Deskriptif Variabel Penelitian ... 88

5.3.1 Konsentrasi SO2 ... 90

5.3.2 Berat Badan ... 92

5.3.3 Laju Asupan ... 93

5.3.4 Waktu Pajanan ... 95

5.3.5 Frekuensi Pajanan ... 96

5.3.6 Durasi Pajanan ... 98

5.3.7 Nilai Intake (Asupan SO2) ... 99

5.3.8 Karakteristik Risiko ... 102

BAB VI PEMBAHASAN ... 107

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 107

6.2 Konsentrasi SO2 di Udara ... 107

6.3 Berat Badan ... 111

6.4 Laju Asupan ... 112

6.5 Waktu Pajanan ... 113

6.6 Frekuensi Pajanan ... 115

6.7 Durasi Pajanan ... 116

6.8 Nilai Intake (Asupan SO2) ... 118

6.9 Karakteristik Risiko ... 120

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 124

7.1 Kesimpulan ... 124

7.2 Saran ... 125

(13)

xii

Tabel 2.1 Sifat Fisik SO2 ... 20

Tabel 2.2 Dampak Paparan SO2 Terhadap Kesehatan Manusia... 29

Tabel 2.3 Laju Inhalasi Kombinasi Laki-Laki dan Perempuan per Kelompok

Umur untuk Durasi Pajanan Jangka Panjang ... 36

Tabel 2.4 Contoh RfC beberapa agen risiko atau spesi kimia jalur inhalasi ... 50

Tabel 2.5 Keterangan Perhitungan Intake Non Karsinogenik Pada Jalur Inhalasi .... 52

Tabel 5.1 Distribusi Usia Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar Kawasan

PT.Pusri Palembang Tahun 2016 ... 85

Tabel 5.2 Gambaran Umur Responden di Pemukiman Sekitar Kawasan PT.Pusri

Palembang Tahun 2016 ... 85

Tabel 5.3 Distribusi Jenis Kelamin Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar

PT.Pusri Palembang Tahun 2016 ... 86

Tabel 5.4 Distribusi Jenis Pekerjaan Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar

PT. Pusri Palembang Tahun 2016 ... 87

Tabel 5.5 Distribusi Konsentrasi SO2, Berat Badan, Laju Asupan, Waktu Pajanan, Frekuensi Pajanan, dan Durasi Pajanan Masyarakat di Pemukiman Sekitar PT.Pusri Palembang Tahun 2016 ... 89

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Konsentrasi SO2 di Pemukiman Sekitar PT. Pusri Palembang Tahun 2016 ... 91

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berat Badan tiap Cluster .. 92

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Laju Asupan tiap Cluster . 94

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Waktu Pajanan tiap

Cluster ... 95

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Pajanan tiap

Cluster ... 97

Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Durasi Pajanan tiap

Cluster ... 98

(14)

xiii

Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Besar Risiko ... 103

Tabel 5.16 Prakiraan Besar Risiko 5,10,15,20,15 sampai 30 Tahun yang akan

(15)

xiv

Bagan 2.1 Jalur Pajanan Polutan SO2 ... 39

Bagan 2.2 Paradigma Untuk Penelitian/Penilian Risiko/Manajemen Risiko ... 41

Bagan 2.3 Ilustrasi logika pengambilan keputusan untuk menentukan tipe studi mana yang dapat dilakukan dalam mempelajari efek lingkungan terhadap kesehatan manusia ... 46

Bagan 2.4 Ruang lingkup langkah-langkah analisis risiko ... 47

Bagan 2.5 Alur Kerja ARKL ... 57

Bagan 2.6 Kerangka Teori ARKL SO2 ... 61

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ARKL ... 63

(16)

xv

Gambar 2.1 Paparan Dermal pada Berbagai Media ... 38

Gambar 2.2 Paradigma Kesehatan Lingkungan ... 59

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian ... 69

Gambar 4.2 Cluster Sampling ... 71

Gambar 4.3 Titik Pengambilan Sampel Udara ... 74

(17)

xvi

µg/Nm3 : Mikrogram per newton meter kubik mg/m3 : Miligram per meter kubik

AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ARKL : Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

ATSDR : Agency for Toxic Substances and Disease Registry BLH : Badan Lingkungan Hidup

BLHD : Badan Lingkungan Hidup Daerah

BMKG : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BPS : Badan Pusat Statistik

BUMN : Badan Usaha Milik Negara CSF : Cancer Slope Factor

DDT : Dichloro-Dhphenyl-Trichloroethane Depkes : Departemen Kesehatan

ECR : Excess Cancer Risk

EHRA : Enivonmental Health Risk Assesment EPA : Environmental Protect Agency

GRK : Gas Rumah Kaca H2SO4 : Asam Sulfat

Ha : Hektar

IARC : International Agency for Research on Cancer IPCS : International Programme On Chemical Safety Kemendagri : Kementrian Dalam Negeri

Kemenkes : Kementrian Kesehatan

(18)

xvii

NAAQS : National Ambient Air Quality Standard NO2 : Nitrogen dioksida

NOAEL : No Observed Adverse Effect Level NRC : National Research of Cancer

OSHA : Occupational Safety and Health Administration PermenLH : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

PP : Peraturan Pemerintah PPM : Particulate Per Meter PT : Perseroan Terbatas PUSRI : Pupuk Sriwidjaja

RfC : Reference Concentration RfD : Reference Dose

RI : Republik Indonesia RQ : Risk Quotient SF : Slope Factor

SNI : Standar Nasional Indonesia SO2 : Sulfur dioksida

SO3 : Sulfur trioksida

SOx : Sulfur oksida

UU : Undang-Undang

UUD : Undang-Undang Dasar WBG : World Bank Group

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polusi udara saat ini menjadi salah satu masalah bagi kehidupan makhluk hidup terutama kesehatan manusia di dunia. Seiring bertambahnya jumlah pengguna kendaraan bermotor, membuat lingkungan semakin dipenuhi dengan udara-udara yang tidak sehat. Belum lagi berdirinya pabrik-pabrik besar yang ikut berkontribusi mencemari udara yang ada di atmosfer dunia ini (Amelia, 2014).

Dalam urutan prioritas masalahnya, sumber polusi udara antara lain berasal dari sektor (1) transportasi, terutama mobil dan truk; (2) pembangkit tenaga listrik yang membakar batubara atau minyak; dan (3) industri, yang pelaku utamanya adalah pabrik baja, peleburan logam, kilang minyak, pabrik pulp dan kertas. Pada saat ini dunia industri adalah sumber terbesar penghasil polusi udara yang ada di dunia dan terus mengalami pertumbuhan di setiap tahunnya.

(20)

(visibilitas) yang sering menimbulkan kecelakaaan lalu lintas (Soedomo,2001).

Pertumbuhan industri sendiri terjadi dimulai dari sebelum krisis moneter yang terjadi di Indonesia hingga perkembangannya pada saat ini. Laju pertumbuhan yang terjadi di industri nonmigas berkisar 12% sebelum terjadinya krisis moneter dan sempat menurun menjadi 6,1% pada tahun 1997 dan bahkan hingga 13,1% pada tahun 1998. Sedangkan laju pertumbuhan yang terjadi di industri nonmigas pada tahun 2003 dan 2004 berturut-turut adalah 5,57% dan 7,7%. Pada tahun 2004, laju pertumbuhan tertinggi tercatat pada industri alat angkut, mesin dan peralatan yaitu 17,7% yang kemudian disusul oleh industri lainnya sebesar 15,1% yang tersebar di seluruh Indonesia (Pasaribu, 2012).

(21)

serupa yang diterbitkan WHO pada tahun 2011 lalu yang hasilnya menyimpulkan kalau ketika itu saja kualitas udara di dunia telah memburuk.

Berdasarkan data yang didapat dari Kementrian Lingkungan Hidup (2014) sektor transportasi merupakan sumber pencemar udara dan Gas Rumah Kaca (GRK) yang penting di perkotaan. Hasil inventarisasi emisi yang dilakukan di Kota Palembang dan Surakarta dengan menggunakan basis data tahun 2010, menunjukan kontribusi emisi partikel halus dari sektor transportasi (sumber bergerak) sebesar 50%-70% dari total emisi partikel halus dan sekitar 75% dari total emisi gas-gas berbahaya terhadap kesehatan. Sumber emisi pencemar partikel halus lainnya adalah industri, rumah tangga, komersial, dan lain-lain. Sedangkan, emisi GRK dari sektor transportasi di perkotaan adalah sekitar 23% dari total emisi GRK dari seluruh sumber (Kementrian Lingkungan Hidup, 2014).

Sulfur dioksida (SO2) yang termasuk kedalam gas rumah kaca juga

berperan sebagai polutan pencemaran udara dapat berasal dari aktivitas antropogenik atau hasil dari kegiatan manusia seperti aktivitas transportasi, kegiatan industri, maupun dari aktivitas pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar minyak, gas, batubara, maupun kokas (Wiharja, 2002). Sumber kedua berasal dari kegiatan alamiah di bumi seperti letusan gunung berapi dan batuan yang mengandung sulfur. Pencemaran udara oleh SO2 disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak

berwarna, yaitu Sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3), dan

(22)

karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif (Rusmayadi, 2010).

Seiring dengan meningkatnya pemakaian bahan bakar fosil berbanding lurus dengan konsentrasi SO2 yang juga ikut terus meningkat.

Di Asia, jumlah emisi SO2 terus mengalami peningkatan yang cukup

signifikan. Pada tahun 1970, emisi SO2 sekitar 11,25 juta ton dan

meningkat menjadi 20 juta ton SO2 pada tahun 1986 (Hammed and

Dignon, 1992 dalam Dewi, 2007). Indonesia sendiri, jumlah emisi SO2

terus mengalami peningkatan mencapai 797 ribu metrik ton pada tahun 1995 (Earth Trends Country Profiles, 2003 dalam, Dewi 2007). Sedangkan menurut Sugiyono (2000) SO2 yang berasal dari pembangkit

listrik dengan bahan bakar batubara mempunyai pangsa yang paling besar diantara lainnya yaitu sebesar 42,0% dari total pembangkitan. Pangsa yang kedua adalah pembangkit listrik yang menggunakan gas alam yaitu sebesar 38,8%. Sisanya adalah pembangkit listrik tenaga diesel (8,7%), pembangkit listrik tenaga air (6,9%) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (3,6%).

Pencemaran SO2 yang melebihi ambang batas atau baku mutu

yaitu sekitar 900 µg/Nm3 (PP RI no. 41 tahun 1999) juga secara langsung bisa memberikan dampak pada mahkluk hidup apabila tercampur dengan unsur air pada saat berada di atmosfer yaitu membentuk suatu ikatan Asam sulfat (H2SO4) atau lebih dikenal sebagai hujan asam yang berdampak

(23)

Bagi makhluk hidup seperti manusia, SO2 maupun ikatan H2SO4

berdampak terhadap kesehatan seperti penyakit pernafasan (bronchitis) ataupun pada tanaman berdampak kepada kematian pada tanaman tersebut. Sedangkan, bagi makhluk tak hidup seperti benda-benda mati, H2SO4

dapat mengakibatkan korosif pada benda tersebut. Sedangkan menurut Achmadi (2012) dampak pencemaran udara terhadap tubuh manusia sangat luas mulai dari hal yang bersifat lokal dan sistemik. Paru adalah target utamanya selain dari organ lainnya seperti tenggorokan hingga ke saluran pencernaan. Pengaruh utama polutan SO2 terhadap manusia adalah

iritasi sistem pernapasan. Oleh Karena itu, SO2 dianggap pencemar yang

berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernapasan kardiovaskular (Zakaria dan Azizah, 2013).

(24)

penyakit terbesar, prevalensi ISPA di pemukiman penduduk sekitar PT. Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang sebesar 11,47%.

Kota Palembang sebagai kota terbesar ke-7 di Indonesia mempunyai luas wilayah 374,03 Ha dengan jumlah kecamatan sebanyak 16 dan 107 kelurahan/desa (BPS Kota Palembang, 2012). Sedangkan, jumlah penduduk berdasarkan data Kemendagri sampai tahun 2011 berjumlah 1.611.309 jiwa (Kemendagri, 2013) disebut sebagai pusat pemerintahan di Sumatera Selatan pastinya memiliki berbagai aktivitas padat seperti transportasi, perniagaan, pendidikan, industri, pemerintahan dan lainnya, termasuk kegiatan perindustrian yang dijalankan PT. Pusri Palembang. PT. Pusri Palembang yang dikenal masyarakat sekitar adalah perusahaan yang bergerak dalam produksi dan distribusi pupuk urea ke seluruh wilayah Indonesia dan yang terbesar se-Asia Tenggara. PT. Pusri Palembang terletak berdekatan dengan pusat perkotaan Kota Palembang yaitu di pinggiran sungai Musi sebagai salah satu ikon dari kota yang dikenal sebagai Venesia nya Asia Tenggara.

Pada proses pembuatan pupuk urea PT. Pusri Palembang, limbah yang dikeluarkan mengandung hasil sampingan udara kotor (impurities) SO2 dalam bentuk gas yang dihasilkan oleh boiler-boiler dan alat-alat

pembangkit energi listrik yang ada di kawasan pabrik PT. Pusri Palembang. Sama halnya yang disimpulkan oleh Dwirani (2004) baik itu limbah udara berupa ammonia maupun limbah gas-gas lainnya seperti SO2

dan NO2, apabila limbah ini dibuang langsung ke udara ambien dan

(25)

mempengaruhi kualitas udara ambien dan mengurangi derajat kesehatan manusia. Tidak hanya akan memberikan potensi bahaya terhadap pekerja, melainkan juga terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik

Berdasarkan hasil pemantauan lingkungan polutan yang diakibatkan oleh aktivitas indutri seperti yang terjadi di sekitar permukiman PT. Pusri Palembang yang dilakukan oleh Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan (BLH Sumsel, 2014) didapatkan hasil rata-rata kadar pencemaran udara oleh gas SO2 sebesar 180,4 µg/Nm3/1jam pada pematuan di 5 titik sekitar

pemukiman PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Nilai tersebut memang belum melewati ambang batas SO2 yaitu 900 µg/Nm3/1jam yang

dikeluarkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 41 Tahun 1999.

Namun, beradasarkan perhitungan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai default untuk pola aktivitas (waktu, frekuensi dan lama pajanan), berat badan dan konsentrasi referensi SO2 sebesar 0,026 mg/m3 dari faktor

pajanan inhalasi (EPA, 1990 dalam Kemenkes 2012) dengan nilai konsentrasi sebesar 180,4 µg/Nm3/1jam menghasilkan tingkat risiko sebesar 2,5 (RQ≥1) atau dikategorikan tidak aman dan berisiko menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di pemukiman sekitar PT. Pusri Palembang.

(26)

menghasilkan suatu dampak lingkungan dari kegiatannya tersebut. Hal ini didukung dengan letak geografisnya yang berada sangat dekat dengan permukiman masyarakat Kota Palembang dan aliran Sungai Musi. Dampak lingkungan yang dimaksud disini adalah seberapa besar dampak penting baik yang bersifat positif maupun negatif yang akan dihasilkan dari kegiatan PT. Pusri Palembang yang akan mempengaruhi masyarakat yang tinggal di sekitarnya baik itu dari komponen fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan industri ini. Untuk menilai seberapa besar dampak lingkungan dari suatu usaha dan/atau kegiatan diperlukan suatu analisis mengenai dampak lingkungan.

(27)

Tujuan dilaksanakannya studi AMDAL ini merupakan untuk menjamin agar sesuatu usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak lingkungan atau layak dari aspek lingkungan hidup. Dengan kelayakan lingkungan tersebut, berarti bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan tersebut diharapkan akan mampu meminimalkan kemungkinan dampak negatif yang kemungkinan timbul, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien (Sucipto dan Asmadi, 2011). Selain itu, tujuan AMDAL untuk merumuskan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan dari rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut.

(28)

Dari hasil data sekunder yang didapatkan dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Sumatera Selatan yaitu konsentrasi di sekitar kawasan industri PT. Pusri Palembang sebesar 180,4 µg/Nm3/1jam dan

setelah dihitung dengan menggunakan rumus ARKL oleh peneliti didapatkan hasil berupa risiko tidak aman bagi kesehatan masyarakat sekitar sehingga pentingnya suatu proses audit lingkungan hidup yang tertera dalam studi AMDAL. Maka salah satu cara untuk melaksanakan bagian dari proses audit lingkungan hidup ini dengan menggunakan pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan dimana berfungsi untuk menilai dan memprakirakan dampak kesehatan yang ditimbulkan dari kegiatan usaha yang dilaksanakan PT. Pusri Palembang sejauh ini bagi kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi industri.

Sampai pada saat penelitian ini dilakukan, belum ditemukannya penelitian dengan topik yang serupa menggunakan pendekatan ARKL untuk mengukur tingkat risiko kesehatan oleh pajanan SO2 pada

masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri Palembang. Sampel manusia pada penelitian ini terfokus kepada orang dengan kelompok umur dewasa dikarenakan kelompok umur dewasa rata-rata memiliki laju inhalasi yang lebih besar dibandingkan kelompok umur lainnya seperti anak-anak dan remaja. Pajanan SO2 sendiri lebih banyak

(29)

udara oleh polutan SO2 dapat membahayakan kesehatan pada masyarakat

yang bermukim di sekitar industri PT.Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil perhitungan analisis risiko kesehatan yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai konsentrasi SO2 yang

didapatkan dari hasil pengukuran oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Selatan pada daerah pemukiman yang berada di sekitar industri PT. Pusri Palembang tahun 2014 menghasilkan tingkat risiko tidak aman (RQ ≥1) bagi masyarakat yang tinggal di permukiman sekitar industri PT. Pusri Palembang. Udara yang mengandung SO2 dengan

konsentrasi yang terus meningkat secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti gangguan pada iritasi tenggorokan, iritasi mata, batuk hingga berbahaya pada sistem pernafasan kardiovaskular.

(30)

SO2 pada masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri

Palembang.

Dalam teknisnya limbah udara emisi yang dikeluarkan oleh PT. Pusri Palembang berupa emisi natural berupa ammonia dan debu urea yang lebih mendominasi dibandingkan emisi buangan lainnya seperti sulfur dioksida, nitrogen dioksida dan opasitas yang dihasilkan oleh packed-packed boiler dan pembangkit listrik yang ada di kawasan pabrik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran konsentrasi SO2 yang dihasilkan oleh packed-packed boiler tadi yang terdispersi ke

dalam udara ambien di pemukiman penduduk sekitar industri PT. Pusri Kota Palembang serta mengetahui besar risiko yang ditimbulkan dari konsentrasi SO2 tersebut bagi kesehatan masyarakat yang bermukim di

sekitar industri PT. Pusri Palembang.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Berapa nilai konsentrasi SO2 di udara ambien di pemukiman sekitar

industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang pada tahun 2016?

2. Berapa nilai berat badan masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja pada tahun 2016?

3. Berapa nilai laju asupan pajanan SO2 pada masyarakat yang bermukim di

sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang pada tahun 2016?

(31)

5. Berapa nilai frekuensi pajanan (hari/tahun) masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang terhirup udara yang mengandung SO2 pada tahun 2016?

6. Berapa nilai durasi pajanan (tahun) masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang terhirup udara yang mengandung SO2 pada tahun 2016?

7. Berapa nilai Intake (Asupan SO2) masyarakat yang bermukim di sekitar

industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang terhirup udara yang mengandung SO2 pada tahun 2016?

8. Berapa besar nilai risiko kesehatan pada masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang akibat pajanan SO2 pada

tahun 2016?

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memprakirakan besaran risiko gangguan kesehatan pada penduduk yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang terhadap pajanan polutan sulfur SO2

pada tahun 2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahui nilai konsentrasi SO2 dalam udara ambien di sekitar

(32)

2. Diketahui nilai berat badan masyarakat yang menghirup udara yang diperoleh dari udara yang mengandung SO2 di industri PT. Pupuk

Sriwidjaja Kota Palembang pada tahun 2016.

3. Diketahui nilai laju asupan SO2 pada masyarakat yang menghirup

udara yang diperoleh dari udara yang mengandung SO2 di industri

PT. Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang pada tahun 2016.

4. Diketahui nilai waktu pajanan (jam/hari) terhadap udara terhirup yang mengandung SO2 yang diperoleh dari aktivitas industri PT. Pupuk

Sriwidjaja Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2016

5. Diketahui nilai frekuensi pajanan (hari/tahun) SO2 terhadap

masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang tahun 2016.

6. Diketahui nilai durasi pajanan (tahun) terhadap udara terhirup yang mengandung SO2 yang diperoleh dari aktivitas industri PT. Pupuk

Sriwidjaja Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2016

7. Berapa nilai Intake (Asupan SO2) pada masyarakat yang bermukim di

sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang?

(33)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan tolak ukur bagi penelitian selanjutnya mengenai cemaran udara oleh SO2 di udara Kota Palembang akibat dari

buangan limbah udara (gas) pabrik PT. Pusri Palembang serta dapat mengembangkan ilmu ARKL sebagai disiplin ilmu untuk mendukung perkembangan ilmu kesehatan dalam meprediksikan dampak kesehatan dari suatu pajanan agent biologi maupun kimia di masa yang akan datang.

1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian berikutnya dengan mengembangkan metode yang lebih luas ruang lingkupnya. Informasi dari penelitian ini juga dapat menjadi bahan tambahan ilmu untuk pengembangan kemampuan mahasiswa untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuan yang dimiliki mahasiswa program studi kesehatan masyarakat.

1.5.3 Manfaat Bagi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Hasil penelitian ini nantinya akan menjadi informasi tambahan kepada pihak perusahaan dalam hal mengevaluasi besaran konsentrasi emisi SO2 yang selama ini dibuang ke lingkungan luar (udara ambien) dan

(34)

1.5.4 Manfaat Bagi Pemerintah Kota Palembang

Sebagai informasi batas baku mutu cemaran udara oleh SO2 yang

ditoleransi serta sebagai acuan tolak ukur pembentukan regulasi-regulasi yang memungkinkan jika cemaran udara oleh SO2 tersebut melebihi baku

mutu yang telah ada. Ataupun sebagai acuan bagi pemerintah untuk lebih mengkritisasi dan mengawasi secara penuh aktivitas-aktivitas yang memungkinkan terjadi pencemaran.

1.5.5 Manfaat Bagi Masyarakat

Masyarakat mengetahui sebagai suatu informasi seberapa besar tingkat pencemaran udara oleh SO2 yang berasal dari asap hasil buangan

limbah PT. Pusri Palembang yang mereka buang serta aktivitas transportasi yang berada berdekatan dengan lokasi penelitian

1.6Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Palembang pada bulan Oktober 2016. Jenis penelitian dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis risiko kesehatan sebagai dampak pajanan SO2 terhadap masyarakat. Penelitian ini untuk memprakirakan

risiko aman atau tidaknya pajanan SO2 terhadap masyarakat yang

bermukim di sekitar industri PT. Pusri Kota Palembang tahun 2016. Sampel penelitian merupakan masyarakat Kota Palembang yang berada pada daerah sekitar industri PT. Pusri Palembang dengan radius pengamatan 1.300 meter dari titik sumber emisi boiler- boiler pabrik yang menghasilkan polutan SO2. Masyarakat yang dimaksud adalah kelompok

(35)

yang lebih besar karena mereka memiliki laju inhalasi yang lebih besar, rasio berat badan dan peningkatan volume/menit dibandingkan kelompok umur anak-anak ataupun kelompok umur lainnya.

Pengukuran konsentrasi polutan SO2 diukur dengan menggunakan

(36)

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sulfur Dioksida

2.1.1 Pengertian

Sulfur dioksida adalah gas yang tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Berbentuk cairan ketika berada di bawah tekanan, dan dengan mudah larut dalam air. SO2 di udara berasal dari kegiatan seperti

pembakaran batubara dan minyak di pembangkit listrik atau dari peleburan tembaga. Di alam sendiri, SO2 dapat dilepaskan ke udara dari

letusan gunung berapi (ATSDR, 1998).

Sulfur dioksida dalam jumlah besar digunakan sebagai perantara dalam pembuatan asam sulfat dan pulp sulfit. Hal ini juga digunakan dalam pertanian dan di industri makanan dan minuman seperti, antara lain, biosida dan pengawet. (IARC, 1997). SO2 merupakan salah satu

jenis agen oksidasi dan agen reduksi pada temperatur ruangan. Di atmosfer, SO2 memiliki kemampuan bereaksi secara fotokimia ataupun

katalitik dengan material lain yang dapat membentuk sulfur trioksida, asam sulfur, dan garam dari asam sulfur.

Pembakaran bahan bakar merupakan sumber utama pencemar SO2. Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang

menghasilkan SO2. Sulfur merupakan kontaminan yang tidak

(37)

sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara (Cahyono, 2011).

Pada konsentrasi antara 0,8 ppm-1 ppm di udara, kehadirannya dapat dirasakan oleh kebanyakan orang, bahkan jika konsentrasinya lebih dari 8 ppm, gas ini berbau tajam dan dapat menyebabkan iritasi pada manusia.

2.1.2 Karakteristik SO2

Berdasarkan sifat kimia, SO2 adalah gas tidak berwarna dengan

bau yang menyengat. SO2 sangat mudah larut dalam air. Hal ini tidak

bisa terbakar (ATSDR, 1998). Konsentrasi untuk terdeteksi pada indera perasa adalah 0,3-1 ppm di udara dan ambang bau adalah 0,5 ppm. Gas ini bersifat iritan . SO2 merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia

SO2 yang tersusun dari 1 atom sulfur dan 2 atom oksigen.

Reaksi : S(g) + O2(g) SO2(g)

Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat reaktif terhadap gas yang lain .Berdasarkan sifat fisika SO2 memiliki titik

didih -100 C, titik lebur -75,50 C, berat jenis relatif (air =1) 1,4.

Kelarutannya dalam air adalah 8,5 dalam 100 ml air pada suhu 250 C. Gas ini lebih berat dari udara, berat jenis uap relatif di udara 2,25 sedangkan berat jenis relatif udara adalah 1.

Bau yang menyengat biasanya cukup untuk mendeteksi kehadiran dari SO2. Kebanyakan orang dapat mendeteksi SO2 pada

tingkat 1 sampai 3 ppm (1 ppm setara dengan 2,62 mg/m3). SO2 bersama

(38)

halogen, partikel logam, dll) merupakan pencemar udara primer yang komposisi atau kadarnya tidak akan mengalami perubahan di atmosfer baik secara kimia maupun fisis dalam jangka waktu relatif lama yaitu harian sampai dengan tahunan.

Berdasarkan penelitian terhadap sebaran SO2, jarak tempuh dari

SO2 pada sumber titik pencemar (point source) dapat mencapai 3.000

meter horizontal (Suryani S.,et al, 2010 dalam Purnama 2013). Emisi pencemar udara yang termasuk didalamnya SO2 itu sendiri dapat

menyebar sesuai dengan kondisi meteorologis setempat terutama arah angin rata-rata dan fluktuasi kecepatan turbulen, serta stabilitas atmosfer yang sangat dinamis antara temporal maupun spasial (Oke, 1986; Nasstrom dkk., 2000; Stroh dkk., 2005 dalam Turyanti dkk., 2016).

Tabel 2.1 Sifat Fisik SO2

Berat Molekul : 64,06 dalton

Titik Didih (760 mmHg)

: 14,00F (-100C)

Titik Beku : -99,40F (-72,70C)

Tekanan Uap : 2538 mmHg di 70,0 EF (21,10C)

(39)

Kelarutan air : Larut dalam air (11,3 g/100 ml pada 680 F [200C])

Sifat : Mudah terbakar

Sumber: ATSDR,2014

Sulfur dioksida larut dalam air atau uap untuk membentuk asam sulfur. Banyak logam termasuk seng, aluminium, cesium, dan besi terbakar di pemanas SO2. SO2 bereaksi eksplosif ketika kontak dengan

natrium hidrida. SO2 terbakar bila dicampur dengan lithium asetilena

diamino karbida atau acetylide lithium ammonia (ATSDR, 2014).

2.1.3 Sumber Pencemar SO2

Sulfur Dioksida berasal dari dua sumber yakni sumber alamiah dan buatan. Sumber-sumber SO2 alamiah adalah gunung-gunung berapi,

pembusukan bahan organik oleh mikroba dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akan

menghasilkan H2S yang cepat berubah menjadi SO2 sebagai berikut :

H2S(g) + 3/2 O2(g) SO2(g) + H2O(l)

Sumber-sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar

(40)

pertanian. Kadang-kadang ditambahkan sebagai penanda peringatan dan tahan api untuk fumigants gandum cair. Sekitar 300.000 ton digunakan setiap tahun untuk memproduksi hydrosulfites dan bahan kimia yang mengandung sulfur lainnya (40%); untuk pemutih pulp kayu dan kertas (20%); proses, hama, dan pemutih makanan (16%); untuk limbah dan pengolahan air (10%); dalam logam dan bijih pemurnian (6%); dan penyulingan minyak (4%). Jumlah beracun belerang dioksida dapat dilepaskan dari metabisulfit kimia pengawet dengan adanya air dan asam. (ATSDR, 2014).

Pemakaian batubara sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan industri seperti yang terjadi di beberapa negara Eropa Barat dan Amerika, menyebabkan kadar SOx di udara meningkat. Pencemaran SOx di udara terutama berasal dari pemakaian batubara yang digunakan pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya. Bagaimana peranan batubara dalam menyumbang pencemaran SOx telah banyak diteliti di negara-negara industri seperti yang tampak pada tabel berikut ini.

Selain dari bahan bakar berupa minyak,batubara dan gas maupun dari alam yang berasal dari letusan gunung berapi, SO2 juga dapat

ditemukan pada makanan dan minuman yang sering dikonsumsi oleh manusia. Menurut Faloon (2016) SO2 pada makanan ataupun minuman

(41)

menjaga warna buah-buahan segar. Distributor komersial penggunaan makanan sulfit sebagai pengawet terdapat dalam berbagai produk. Hal ini penting untuk membaca tulisan kecil pada label produk. Bir dan minuman beralkohol lainnya mungkin memiliki pengawet sulfit di dalamnya. Jika manusia yang memiliki alergi terhadap SO2 ini diharapkan sadar akan hal

itu dan selalu berhati-hati dalam memilih produk makanan maupun minuman yang diperjual belikan secara umum. Namun, menurut Kristianingrum (2006) meski SO2 bermanfaat dipakai sebagai bahan

pengawet makanan akan tetapi dapat berisiko menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi.

2.1.4 Dampak SO2

2.1.4.1 Dampak SO2 Terhadap Ekosistem Perairan

Masalah belerang sudah sangat lama dibahas, dan efek belerang terhadap lingkungan telah dikenal selama berabad-abad. Itu mungkin hasil dari pembuangan belerang ke perairan, tanah, atau udara. Efek ke lingkungan akan menjadi perhatian khusus. Selain toksisitas SO2 untuk organisme, efek lain berupa

peningkatan pencucian kation dan logam, pengasaman tanah dan air, dan perubahan tingkat siklus nutrisi.

Efek terlarut SO2 mirip dengan asam nitrat atau klorida.

(42)

Air akan asam jika daerah aliran sungai memiliki buffer yang sangat buruk. Paling sensitif adalah perairan di batuan dasar rendah, pelapukan silika, batupasir, granit, dan gneisses felsic, di mana kontribusi zat alkali air kecil. Perairan asam telah terlihat dalam kaitannya dengan endapan asam, outlet asam sulfat atau tanah, penggalian selokan, atau situasi lain yang terkontaminasi. Efek pengasaman atmosfer pada air telah dipelajari di tempat yang berbeda, misalnya di Pegunungan Adirondack Amerika Serikat, La Cloche Pegunungan Kanada, dan di Skandinavia.

2.1.4.2 Dampak SO2 Terhadap Tanah

Di sini akan diringkas cara yang paling penting di mana belerang antropogenik ditambahkan ke tanah, jumlah belerang antropogenik yang mungkin ditambahkan, dan kondisi di mana belerang ditambahkan ke tanah dapat dianggap sebagai "polutan."

Emisi SO2 ke atmosfer dan pengendapan sulfur ini pada

tanah merupakan jenis polusi tanah yang saat ini menjadi perhatian. Sekitar 60 juta ton SO2 dipancarkan setiap tahunnya di

seluruh dunia dan melalui mekanisme ini jumlah terbesar dari sulfur ditambahkan ke tanah sebagai polutan. Cara-cara yang dipancarkan SO2 dikembalikan ke bumi adalah sebagai berikut:

 H2SO4 dan garam netral dari SO2 dibawa pada saat hujan atau

(43)

 SO2 dapat terserap di pohon-pohon yang kemudian mencegah

curah hujan dan H2SO4 yang terbentuk dibawa ke dalam tanah

(Baker et al, 1973.); deposisi partikulat yang mengandung H2SO4 dan garam berlangsung (Brosset, 1973 dalam Nriagu,

1978); dan SO2 diserap langsung oleh tanah (Johansson, 1959;

Terraglio dan Manganelli, 1966 dalam Nriagu, 1978).

Jumlah pengasaman disebabkan oleh masing-masing dari mekanisme yang tergantung pada tingkat dan komposisi deposisi sulfur itu sendiri. Jika deposisi hanya terdiri dari H2SO4,maka

akan terjadi pengasaman tanah, tetapi jika deposisi adalah garam netral, tanah tidak akan mengalami pengasaman. Namun, emisi SO2 biasanya disimpan sebagai campuran garam H2SO4 dan

dengan berbagai komposisi campuran tersebut terus bervariasi dengan waktu dan tempat tertentu.

Serapan langsung dari SO2 oleh tanah adalah salah satu

mekanisme yang hanya untuk mengasamkan tanah tersebut. Pengasaman tanah sangat tergantung pada jenis tanah itu sendiri. Misalnya, tanah yang diisi dengan baik dengan CaCO3 bebas

(tanah berkapur dapat terdiri dari 20% karbonat bebas) pada dasarnya kebal terhadap pengasaman oleh H2SO4 hanya karena

asam bereaksi dengan bebas CaCO3 untuk membentuk CaSO4.

Namun, sebagian besar tanah tidak berkapur dan paparan emisi SO2 menyebabkan mereka menjadi lambat diasamkan, meskipun

(44)

Cara utama sulfur "mencemari" tanah hanya dengan membuat tanah tersebut menjadi asam. Tanah menjadi asam sulfur hanya ketika bentuk asam menghasilkan sulfur ditambahkan ke tanah misalnya, unsur sulfur atau (NH4) H2SO4

digunakan sebagai pupuk, atau sebagian dari emisi SO2 dari

industri mencapai tanah sebagai H2SO4, (NH4) H2SO4, atau

sebagai SO2 sendiri.

Ketika tanah menjadi asam, ada beberapa cara dimana kesuburan tanah secara substansial berkurang dengan nodulasi dan fiksasi nitrogen dikarenakan konsentrasi ion hydronium yang tinggi (mekanisme ini terjadi pada pH dibawah 6,0) ; kelarutan aluminium dan mangan mulai meningkat dengan penurunan pH di bawah 5,5 dan toksisitas kedua unsur ini mempengaruhi beberapa spesies tanaman yang dpat menyebabkan tanaman tersebut tidak akan tumbuh. Ketersediaan tanaman yang paling penting adalah nutrisi, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium yang tercuci dari tanah yang asam alami dan sudah rendah dalam dua nutrisi ini.

(45)

karena itu, SO2 adalah sebagai sebuah "polutan" sepanjang sebuah

tanah terdeteksi bersifat asam terutama tanah yang memiliki buffer yang buruk. Sehingga lebih jauh akan berpengaruh pada penurunan pH yang dapat mempengaruhi produktivitas sebuah tanah itu sendiri.

2.1.4.3 Dampak SO2 Terhadap Kesehatan Manusia

Pencemaran SO2 sendiri menimbulkan dampak terhadap

manusia, hewan, dan kerusakan pada tanaman. Emisi SO2 yang

berlimpah mungkin secara langsung menyebabkan kerusakan yang luas terhadap pohon-pohon kayu yang jaraknya dalam sel daun tanaman membentuk sufite yang beracun. Pajanan jangka panjang untuk tingkat persisten SO2 dapat mempengaruhi

kesehatan manusia. Perubahan fungsi paru-paru terlihat di beberapa pekerja yang terpapar SO2 tingkat rendah selama 20

tahun. Namun, pekerja ini juga terkena bahan kimia lainnya, sehingga efek kesehatan mereka mungkin bukan hanya dari SO2

saja. Penderita asma juga telah terbukti sangat sensitif terhadap SO2 dalam konsentrasi rendah (ATSDR, 1999)

Selain itu SO2 ini juga menyebabkan iritasi mata, selaput

lendir, kulit, dan saluran pernapasan tentunya. Bronkospasme, edema paru, pneumonitis, dan obstruksi jalan napas akut dapat terjadi. Paparan inhalasi konsentrasi SO2 dengan konsentrasi yang

(46)

sensitif mengalami bronkospasme bila terkena SO2 atau memakan

makanan yang mengandung sulfit yang diawetkan. SO2 bereaksi

dengan air di saluran napas bagian atas untuk membentuk hydrogen, bisulfit, dan sulfit yang semuanya menyebabkan iritasi. Akibatnya, bronkokonstriksi reflex meningkatkan resistensi saluran napas (ATSDR,2014).

Sulfur dioksida saja tidak berpotensi mengiritasi paru-paru kecuali konsentrasinya melebihi 10 sampai 20 ppm. Alasan yang jelas untuk potensi rendah ini adalah bahwa SO2 dihirup hampir

sepenuhnya diserap di saluran napas atas dan tidak mencapai paru-paru. Hanya beberapa individu yang sensitif dapat menunjukkan perubahan kecil dalam fungsi paru-paru pada konsentrasi 1 sampai 2 ppm, tetapi dalam jangka waktu yang panjang SO2 ini akan berdampak merugikan bagi keseluruhan

orang jika terus terpapar dari polutan udara yang satu ini. (Nriagu, 1978)

Pada 1 ppm SO2 ada perubahan dosis terkait resistensi

aliran paru, gejala subjektif, atau tindakan lain fungsi paru-paru dapat dideteksi pada sebagian subjek. Namun, peneliti lain (Amdur et al, 1953;. Snell dan Luchsinger, 1969; Bates dan Hazucha, 1973;. Andersen et al, 1974 dalam Nriagu, 1978) telah menunjukkan efek dari konsentrasi sebesar 0,75-1,00 ppm SO2

(47)

subjek. Burton et al. (1969) dalam Nriagu (1978) memperkirakan bahwa "hyperreactors" atau individu yang sangat rentan terhadap SO2 mungkin merupakan 10 sampai 20% dari populasi orang

dewasa muda yang sehat.

Tabel 2.2

Dampak Paparan SO2 terhadap Kesehatan Manusia

Konsentrasi (ppm) Pengaruh

3-5 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya (selama 4 jam)

8-12 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan (selama 4 jam)

12-20

Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata dan mengakibatkan batuk (selama 4 jam)

20-50 Maksimum yang diperbolehkan untuk konsentrasi dalam waktu lama

50-100 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak singkat (30 menit)

Sampai 500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat Sumber : (DEPKES RI 2007 dalam Zakaria dan R.Azizah 2013)

2.1.4.3.1 Paparan Akut

(48)

ketika SO2 bereaksi dengan air cenderung menjadi inisiator utama sulfur

dioksida yang disebabkan bronkokonstriksi.

a. Pernapasan

Sulfur dioksida pada iritasi pernapasan menginduksi gejala seperti bersin, sakit tenggorokan, mengi, sesak napas, sesak dada, dan rasa sesak napas. Refleks laring kejang dan edema dapat menyebabkan obstruksi jalan napas akut. Bronkospasme, pneumonitis, dan edema paru dapat terjadi.

Beberapa individu sangat rentan terhadap adanya SO2 dan

bereaksi berlebihan terhadap konsentrasi yang pada kebanyakan orang mendapatkan respon yang jauh lebih ringan. Aklimatisasi (penyesuaian fisiologis individu terhadap perubahan lingkungan) juga dapat terjadi pada hingga 80% dari individu yang terkena. Ini tidak selalu menguntungkan meskipun paparan mungkin menjadi kurang subyektif pantas setelah terpapar terus menerus atau berulang-ulang.

Penderita asma yang sensitif terhadap sulfit dalam makanan dapat mengembangkan bronkospasme atau reaksi anafilaktoid. SO2 bersama dengan komponen lain dari polusi udara

bisa memperburuk penyakit cardiopulmonary kronis. Paparan konsentrasi tinggi SO2 dapat menyebabkan Reactive Airway

(49)

Anak-anak mungkin lebih rentan terhadap agen korosif daripada orang dewasa karena diameter yang relatif lebih kecil dari saluran udara mereka. Anak-anak juga mungkin lebih rentan karena ventilasi menit yang relatif meningkat per kilogram berat badan dan kegagalan untuk mengevakuasi daerah segera bila terkena.

Seperti halnya yang dipaparkan oleh Nadakavukaren (1986) gas SO2 dapat larut dalam mukosa membran hidung, tenggorokan,

dan mengiritasi saluran pernapasan bagian atas. Gas SO2 dapat pula

bereaksi dengan uap air sehingga terbentuk asam sulfat yang merupakan zat yang sangat iritatif terhadap mukosa saluran pernapasan dan jaringan paru. Hal ini dapat menyebabkan matinya sel silia, sehingga aktivitas respiratory clearance akan terganggu. Jika sampai pada jaringan paru, maka fungsi sel makrofag juga terganggu. Oleh karena itu, jika udara pernapasan mengandung bahan pencemar dapat meningkatkan kepekaan terhadap penyakit infeksi saluran pernapasan (bronkitis dan emfisema). Bahan polutan gas yang masuk ke dalam saluran pernapasan dapat pula menyebabkan sembab membran mukosa sehingga mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan.

b. Kulit

Sulfur dioksida adalah iritasi kulit parah yang menyebabkan rasa sakit menyengat, kemerahan, dan lecet, terutama pada selaput lendir. Kontak kulit dengan kompresi gas atau SO2 cair dapat

(50)

permukaan yang relatif lebih besar. Rasio berat badan, anak-anak lebih rentan terhadap racun yang mempengaruhi kulit.

c. Penglihatan

Konjungtivitis dan kornea luka bakar dapat dihasilkan dari efek iritasi dari uap belerang dioksida atau gas terkompresi dan dari kontak langsung dengan cairan.

d. Gastrointestinal

Mual, muntah, dan sakit perut telah dilaporkan setelah paparan inhalasi sampai pada dosis tinggi SO2.

e. Potensi Gejala Sisa

Tingkat eksposur tinggi akut telah mengakibatkan fibrosis paru, bronkitis kronis, dan bronkopneumonia kimia dengan obliterans bronchiolitis. Bronkospasme dapat dipicu pada orang yang memiliki penyakit paru-paru, terutama mereka yang memiliki asma dan emfisema. Jarang terjadi hiperreaktivitas saluran napas onset baru yang dikenal sebagai sindrom disfungsi saluran udara reaktif (RADS), berkembang pada pasien tanpa bronkospasme sebelumnya.

2.1.4.3.2 Paparan Kronis

Paparan kronis dapat menyebabkan rasa penciuman berubah (termasuk peningkatan toleransi terhadap rendahnya tingkat SO2),

(51)

kronis, dan mempercepat penurunan fungsi paru. Paparan kronis mungkin lebih serius bagi anak-anak karena potensi masa hidup mereka lebih lama.

a. Karsinogenik

Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) ditugaskan untuk meneliti polutan sulfur dioksida. SO2 tidak dapat

diklasifikasikan untuk efek yang menyebabkan kanker kepada manusia.

b. Reproduksi dan Efek Perkembangan

Sulfur dioksida tidak termasuk dalam racun yang terjadi pada sistem reproduksi dan perkembangan tubuh manusia, laporan pada tahun 1991 yang diterbitkan oleh Kantor Umum Akuntansi Amerika Serikat (GAO) dalam ATSDR (2014) yang berisi daftar 30 bahan kimia yang menjadi perhatian karena diakui secara luas tidak terindikasi ke sistem reproduksi dan perkembangan tubuh manusia. Begitupun dengan rute paparan untuk senyawa SO2

sendiri tidak berdampak kepada sistem repsoduksi dan perkembangan manusia. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa SO2 adalah genotoxin pada manusia.

2.1.5 Jalur Pajanan SO2 2.1.5.1 Inhalasi

(52)

kelembaban membran mukosa untuk membentuk asam sulfur (H2SO3),

yang merupakan iritan yang parah. Penderita asma dapat mengalami peningkatan resistensi saluran napas dengan konsentrasi SO2 yang kurang

dari 0,1 ppm saat berolahraga. Orang dewasa sehat mengalami peningkatan resistensi saluran napas pada 5 ppm, bersin dan batuk pada 10 ppm, dan bronkospasme pada 20 ppm. Perlindungan pernapasan diperlukan untuk pajanan pada atau di atas 20 ppm. Pajanan dari 50 sampai 100 ppm dapat ditoleransi selama lebih dari 30 sampai 60 menit, tetapi pajanan yang lebih tinggi dapat menyebabkan kematian dari obstruksi jalan napas. SO2 lebih berat daripada udara; dengan demikian,

paparan di ventilasi yang buruk, tertutup, atau daerah dataran rendah dapat menyebabkan sesak napas.

Anak-anak bisa terpapar pada tingkat yang sama dari polutan SO2

sebagaimana orang dewasa, hanya saja orang dewasa dapat menerima dosis yang lebih besar karena mereka memiliki luas permukaan paru-paru yang lebih besar, rasio berat badan dan peningkatan volume/menit (EPA, 2011). Seperti yang dilansir pula dari ATSDR (1998) Pajanan SO2 sendiri

lebih banyak berdampak pada orang dewasa (susah bernafas hingga rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan) dibandingkan anak-anak. Terlebih terdapat studi yang menyiratkan bahwa kesehatan remaja (12-17 tahun) tidak lebih rentan kepeada efek menghirup SO2 dibanding kesehatan orang

dewasa.

(53)

dimana Layton menggunakan tiga (3) cara pendekatan untuk menilai laju inhalasi antara kelompok umur anak-anak dan dewasa baik laki-laki maupun perempuan. Pendekatan pertama (1) dengan menggunakan rata-rata asupan energi makanan harian untuk kelompok umur anak-anak didapatkan rata-rata asupannya 6,35-13,09 m3/hari untuk anak laki-laki dan 2,35-5,95 m3/hari untuk anak perempuan, sedangkan untuk kelompok umur dewasa laki-laki sebesar 10-19 m3/hari dan 8-12 m3/hari untuk dewasa perempuan. Untuk pendekatan kedua (2) dan ketiga (3) masing-masing 15 m3/hari untuk anak laki-laki, 12 m3/hari untuk anak-anak perempuan, 9,9-11 m3/hari untuk dewasa perempuan, 13-17 m3/hari untuk dewasa laki-laki dan 11-15 m3/hari untuk dewasa perempuan serta 13-17 m3/hari untuk dewasa laki-laki. Sehingga dindikasikan dari ketiga pendekatan yang digunakan oleh Layton bahwasanya rata-rata manusia dewasa lebih besar laju inhalasinya dibandingkan anak-anak.

Selain penilaian yang dilakukan Layton (1993) pernyataan bahwa kelompok umur dewasa lebih besar asupan inhalasi dibandingkan dengan kelompok umur anak-anak adalah studi-studi yang dilakukan oleh Environmental Protection Agency (EPA) tahun 2009, Brochu et al. (2006), Arcus-Arth and Blaisdell (2007), Stifelman (2007) penilaian pada aktivitas sehari-hari yang dilakukan kedua kelompok umur seperti pada saat istirahat dan aktivitas bergerak dimana kelompok umur manusia dewasa lebih besar yaitu 22,8 m3/hari untuk laki-laki dan 21,1 m3/hari untuk perempuan, sedangkan untuk anak-anak sebesar 14,8 m3/hari laju

(54)

Tabel 2.3

Laju Inhalasi Kombinasi Laki-Laki dan Perempuan per Kelompok Umur untuk Durasi Pajanan Jangka Panjang

Kelompok Umur Rata-rata inhalasi

(m3/hari) Sumber : Exposure Factor Handbook (EPA, 2011)

(55)

udara dan di permukaan tubuh manusia. Rute paparan inhalasi; agen (juga stressor) yang tertarik adalah SO2; target adalah seorang laki-laki; media

adalah udara dan permukaan paparan ditentukan sebagai kedudukan titik-titik di atas pintu masuk ke mulut dan hidung. Secara teoritis, konsentrasi paparan adalah rata-rata konsentrasi udara pada setiap titik pada permukaan paparan. Kebutuhan praktis menyatakan bahwa dalam studi yang sebenarnya, udara di sekitar hidung seseorang adalah dengan mutlak diasumsikan tercampur dan konsentrasi paparan yang diukur (misalnya 20 mg/m3) diasumsikan paparan di hidung orang (dengan asumsi bahwa pengukuran berada di dekat orang). Volume kontak adalah volume teoritis udara yang tersedia untuk inhalasi pada periode paparan yang tertarik. Volume udara yang dihirup selama periode paparan merupakan pengganti untuk volume kontak. Seringkali monitor udara pribadi digunakan untuk memperkirakan konsentrasi paparan agen dalam volume kontak (SO2).

2.1.5.2 Kontak Kulit/Mata

(56)

untuk tujuan ilustrasi sebagai daerah persegi panjang pada permukaan stratum korneum, lapisan terluar dari kulit seperti yang ditunjukkan. Paparan sesaat pada titik-titik pada permukaan paparan pada Gambar 2.1 bervariasi secara spasial karena media yang berbeda berada dalam kontak dengan permukaan kulit.

Gambar 2.1 Paparan Dermal pada Berbagai Media (Zartarian, 1996 dalam IPCS

2004)

Untuk SO2 sendiri, pajanan dari 10 sampai 20 ppm menyebabkan

iritasi pada selaput lendir. Kontak langsung dengan kompresi gas atau SO2

(57)

2.1.5.3 Ingesti

Menelan SO2 sangat dimungkinkan karena SO2 merupakan gas

yang terdapat pada suhu kamar. SO2 digunakan dalam jumlah kecil sebagai

bahan tambahan makanan dan pengawet anggur. Penderita asma bisa sangat sensitif mengembangkan bronkospasmenya setelah mengonsumsi makanan atau minum anggur yang diawetkan dengan SO2 atau bahan

pengawet sulfur lainnya.

Bagan 2.1 Jalur Pajanan Polutan SO2 ke Manusia

2.2 Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

2.2.1 Paradigma Penilaian risiko

(58)

kesehatan manusia, ada kebutuhan untuk menghubungkan paparan dengan hasil yang merugikan. Mengingat efek yang berbeda pada eksposur yang berbeda, ada kebutuhan untuk memahami efek khusus dari eksposur berbeda, terutama di tingkat bawah paparan. Kemudian, dalam tahap penilaian eksposur tingkat eksposur sangat tergantung pada agen dan lingkungan dan dibangun di atas spesifik model sumber-jalan-receiver digunakan selama identifikasi bahaya. Model sumber-jalan-receiver adalah pendekatan umum untuk menghubungkan sumber bahan kimia, jalur gerakan di lingkungan, dan rute paparan berbagai reseptor, dalam kasus penilaian risiko individu atau kelompok individu (Nelson 1997). Isu-isu kritis dalam penilaian paparan meliputi karakterisasi besarnya, frekuensi, durasi paparan, dasar untuk penilaian, dan identifikasi sub kelompok yang sangat terbuka. Karakterisasi Risiko memerlukan pertimbangan asumsi dan model yang digunakan, dan ketidakpastian petugas yang digunakan dalam mengembangkan perkiraan risiko. Perkiraan ini kemudian menjadi dasar untuk pilihan yang akan dipilih pada tahap manajemen risiko (Schulte & Waters, 1999).

(59)

campuran atau beberapa eksposur terlibat dalam jalur penyakit, dan variabilitas dari kedua eksposur dan tanggapan dalam dan di antara individu.

Bagan 2.2 Paradigma Untuk Penelitian/Penilian Risiko/Manajemen Risiko

(NAS/NRC, 1983 dalam Kemenkes 2012)

Ada ambiguitas dalam penilaian terminologi risiko yang harus diidentifikasi. Misalnya, pertimbangan paparan akan terjadi di dua tempat dalam model penilaian risiko. Pada tahap identifikasi bahaya, paparan adalah komponen dari penelitian yang mendasari. Hal ini berbeda dari tahap penilaian risiko, di mana tingkat paparan dari penduduk (yang berisiko sedang ditandai) dengan bahaya yang diidentifikasi ditentukan.

Penelitian Risk Assesment Pengelolaan Risiko

(60)

Dalam arti yang sama, pertimbangan dosis-respons muncul di dua tempat. Salah satu kriteria bahaya adalah temuan dari hubungan dosis-respons dalam studi komponen. Selain itu dalam tahap dosis-respons penilaian risiko, tujuannya adalah untuk memastikan apakah ada hubungan dosis-respons dalam semua data yang tersedia, mengidentifikasi bentuk kurva dan memproyeksikan paparan atau tingkat dosis, di mana efek kesehatan yang dikurangi atau diyakini absen. Akhirnya, konsep kerentanan dapat beraksi throughtout model penilaian risiko. Dalam identifikasi bahaya gen-lingkungan interaksi atau efek modifikasi dapat dinilai, dan juga dalam dosis-respons tahap kepekaan dapat diperhitungkan. Akhirnya, pada tahap karakterisasi risiko, proyeksi risiko yang berbeda dapat ditentukan untuk berbagai subkelompok populasi diidentifikasi oleh faktor kerentanan.

Analisis Risiko merupakan sebuah proses untuk mengendalikan situasi atau keadaan dimana organisme, sistem, atau sub/populasi mungkin terpajan bahaya. Proses risk analysis meliputi 3 komponen yaitu penilaian risiko, pengelolaan risiko, dan komunikasi risiko. ARKL merupakan sebuah proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada kesehatan manusia, termasuk juga identifikasi terhadap keberadaan faktor ketidapastian, penelusuran pada pajanan tertentu, memperhitungkan karakteristik yang melekat pada agen yang menjadi perhatian dan karakteristik dari sasaran spesifik (IPCS, 2004 dalam Besmanto dkk )

(61)

perlu memperhitungkan asupan individual ini, perhitungan asupan membutuhkan konsentrasi agen risiko di dalam media lingkungan tertentu, karakteristik antropometri (seperti berat badan dan laju inhalasi atau pola konsumsi ) dan pola aktivitas waktu kontak dengan risk agent dan risiko kesehatan oleh pajanan setiap risk agent dibedakan atas efek karsinogenik dan efek nonkarsinogenik dengan perhitungan yang berbeda.

ARKL tidak dimaksudkan untuk mencari indikasi, menguji hubungan atau pengaruh dampak lingkungan terhadap kesehatan (kejadian penyakit yang berbasis lingkungan), melainkan untuk menghitung atau menaksir risiko yang telah, sedang dan akan terjadi, besaran risiko pada ARKL dinyatakan sebagai RQ (Risk Quotient) untuk nonkarsinogenik dan ECR (Excess Cancer Risk) untuk karsinogenik serta kualitas risiko nonkarsinogenik dan karsinogenik digunakan untuk merumuskan pengelolaan dan komunikasi risiko secara spesifik, pada ARKL menawarkan pengelolaan risiko secara kuantitatif seperti penetapan baku mutu dan reduksi konsentrasi (Rahman, 2007).

2.2.2 Karakteristik EKL dan ARKL

(62)

itu bisa difahami jika masih banyak salah persepsi dan pemertukaran EKL (Epidemiologi Kesehatan Lingkungan) dengan ARKL (Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan). Sekurang-kurangnya ada 6 ciri yang membedakan EKL dan ARKL, yaitu:

1.Dalam ARKL, pajanan risk agent yang diterima setiap individu dinyatakan sebagai intake atau asupan. Studi epidemiologi umumnya tidak (perlu) memperhitungkan asupan individual ini.

2.Dalam ARKL, perhitungan asupan membutuhkan konsentrasi risk agent di dalam media lingkungan tertentu, karakteristik antropometri (seperti berat badan dan laju inhalasi atau pola konsumsi) dan pola aktivitas waktu kontak dengan risk agent. Dalam EKL konsentrasi dibutuhkan tetapi karakteristik antropometri dan pola aktivitas individu bukan determinan utama dalam menetapkan besaran risiko.

3.Dalam ARKL, risiko kesehatan oleh pajanan setiap risk agent dibedakan atas efek karsinogenik dan efek nonkarsinogenik, dengan perhitungan yang berbeda. Dalam EKL, teknik analisis efek kanker dan nonkanker pada dasarnya adalah sama.

Gambar

Tabel 5.16 Prakiraan Besar Risiko 5,10,15,20,15 sampai 30 Tahun yang akan datang .......................................................................................................
Gambar 2.1 Paparan Dermal pada Berbagai Media ................................................
Tabel 2.2
Tabel 2.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, kemampuan TPACK Guru IPA kelas VII SMP Muhammadiyah di Surakarta termasuk dalam kategori cukup baik (CB) dengan persentase sebesar

Sistem penyalur petir ini terbagi dalam 2 bagian, yaitu LPI Guardian CAT Terminal yang diletakan di puncak bangunan atau tower sebagai penangkap petir dan LPI

Secara umum, otot pada manusia terbagi menjadi 3 tipe, yaitu (1) otot polos yang bekerja di luar kesadaran (involunter), (2) otot lurik yang bekerja di bawah kesadaran

(2) Dalam rangka proses pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala Lembang membentuk panitia pengisian keanggotaan BPL

Protective factor dari perkembangan hidup pelaku yang paling utama adalah perhatian dan kepedulian orangtua (parental affection), menumbuhkan kedekatan emosional

Sudah banyak perusahaan yang menggunakan aplikasi multimedia untuk membuat profil perusahaan dan ditampilkan di internet, yang bertujuan untuk mengiklankan produk-produk

Divisi dari Partai Liberal yang pada dasarnya mendapat dukungan dari iuran keanggotaan, yaitu dari 8000 anggota di seluruh Australia. Divisi ini

Untuk menentukan semua himpunan bagian dari suatu himpunan ada dua cara yaitu dengan metode penghapusan anggota dan dengan metode diagram