• Tidak ada hasil yang ditemukan

YAQOWIYU SEBAGAI DAYA TARIK PARIWISATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "YAQOWIYU SEBAGAI DAYA TARIK PARIWISATA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

YAQOWIYU SEBAGAI DAYA TARIK PARIWISATA

PROPOSAL TESIS

Disusun untuk tugas matakuliah Metode Penelitian Kualitatif Yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Achmad Fatchan, M.Pd dan

Bapak Dr. I Nyoman Ruja, S.U.

OLEH:

DWI ANGGA OKTAVIANTO NIM: 150721800080

UNIVERSITAS NEGERI MALANG PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upacara Yaqowiyu adalah upacara adat tradisi yang diadakan di Jatinom, Kabupaten Klaten. Upacara ini diadakan setiap hari jum’at minggu kedua pada bulan Sapar pada penanggalan Jawa. Penduduk setempat juga menyebutnya Saparan. Ciri khas upacara ini adalah penyebaran apam. Warga bersiap

memperebutkan apam yang disebar oleh panitia dari sebuah panggung permanen di selatan masjid. Masjid tersebut berlokasi di kompleks pemakaman Ki Ageng Gribig. Upacara Yaqowiyu bermula saat Ki Ageng Gribig kembali ke Jatinom setelah selesai menunaikan ibadah haji pada tahun 1589. Nama Ki Ageng Gribik digunakan oleh masyarakat setelah kematian tetua yang ada di daerah tersebut, saat masih hidup bernama Wasibagna (Guillot, Claude, 1985). Pemberian nama “Yaqowiyu” daimbil dari do’a Ki Ageng Gribig sebagai penutup pengajian yang berbunyi: “Ya Qowiyu Ya Aziz Qowina wal Muslimin.” Do’a ini memiliki arti: Ya Tuhan, dzat yang maha kuat, Ya Allah yang maha menang, mudah-mudahan memberikan kekuatan kepada kami kaum muslimin (Islami, Mona, E. N., dan Ikhsanudin, M., 2014: 107).

Upacara Yaqowiyyu perlu dilestarikan sebagai bagian dari kebudayaan lokal. Filosofi yang diajarkan oleh Ki Ageng Gribig dalam upacara tersebut antara lain, pentingnya berbagi terhadap sesama umat manusia dan menjalankan perintah agama secara benar. Masyarakat yang ikut merayakan Yaqowiyu saat ini biasanya datang dengan maksud untuk bisa mendapatkan kue apam, supaya memperoleh berkah dari kue apam tersebut. Masyarakat Jawa sebagian besar masih

merupakan golongan abangan, dimana penduduk yang beragama Islam masih menjalankan dan menganggap kejawen sebagai bagian dari kehidupannya (Mulder, Niels, 1983).

Masyarakat Jawa masih merasa ritual adat sebagai bagian dari

(3)

mereka masih mengunakan ritual adat (ruwatan) untuk mengatasinya (Sunarto, 2013). Masyarakat Jawa bangga dapat menerima kebudayaan baru dengan tidak meninggalkan kebudayaan lama (Widyawati, Ken, 2016).

Pemahaman terhadap nilai-nilai kebudayaan Jawa bersanding dengan agama sangat penting. Kebudayaan Jawa masih memperoleh tempat untuk dipertunjukkan sebagi bagian dari “Bhinneka Tunggal Ika” (unity in diversity) (Pemberton dalam Hammons, Christian, 2013). Understanding and application of cultural values serves as a filter the era of the Asean Economic Community (AEC) (Syarief, Erman, dkk., 2016 :22). Gambaran tentang agama bagi masyarakat Jawa dikemukakan oleh Greetz sebagai berikut : Religion’ is understood neither as a matter of individual belief, nor as a ‘cultural system’ (Sidel, John, 2007: 135).

Yaqowiyu bergeser menjadi festival pariwisata. Festival yaqowiyu tercatat jumlah pengunjung pada saat puncak acara tahun 2015 yang mencapai 25.000. Potensi yang besar dari upacara Yaqowiyu dimanfaatkan pemerintah daerah setempat sebagai daya tarik wisata. Upacara adat yang semula bersifat sakral tersebut akhirnya terlihat seperti festival pariwisata. Retribusi dan tiket masuk mulai diperlakukan bagi para pengunjung dan pedangang yang ada di sekitar area perayaan Yaqowiyu. Pergeseran menuju sebuah festival pariwisata ini perlu diteliti lebih dalam.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus untuk meneliti pergeseran upacara “yaqowiyu” yang awalnya berupa upacara keagamaan dan adat tradisi menuju sebuah festival pariwisata.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mengetahui pergeseran upacara adat tradisi menuju festival pariwisata.

(4)

Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif untuk mengungkap bagaimana pergeseran upacara adat dan keagamaan “Yaqowiyu” yang diadakan di Desa Jatinom, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten berubah menjadi festival pariwisata. Pengungkapan ini dengan pisau analisis pendekatan etnografi. Subjek penelitian diperoleh dengan teknik snow ball melalui tokoh kunci seperti tetua adat, pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Data diperoleh melalui observasi, partisipasi dan wawancara mendalam. Data kemudian dianalisis menggunakan metode deskripsi dari Matthew Mills, Michael Huberman, dan Johnny Saldana (2014).

E. Landasan Teori

Islamisasi di Pulau Jawa dilakukan melalui akulturasi budaya. Akulturasi berkaitan dengan budaya yang telah berkembang di Jawa sebelum masuknya Islam dan budaya Islam yang berasal dari Timur Tengah. Greetz mengidentifikasi bahwa inti dari kebudayaan Jawa ialah slametan dan itu merupakan bentuk asli dari ritual animisme untuk memperkuat solidaritas sebuah lingkungan

(Woodward, Mark R., 1988: 54). Woodward membantah pendapat Greetz tersebut dan menyatakan bahwa slametan merupakan wujud dari budaya lokal yang bernuansa Islam. Pendapat tersebut berdasarkan; (1) Slametan merupakan ritual yang bertujuan mencari berkah Tuhan, dengan diwujudkan sebagai makanan yang diyakini berasal dari Arab (2) Slametan mempunyai tujuan sosial dan keagamaan dalam Islam (3) Tata cara dan bacaan yang ada bersumber dari Al Qur’an dan Hadis (4) Unsur-unsur Slametan memang berasal dari tradisi sebelum Islam tetapi telah dimodifikasi sesuai syariat Islam.

(5)

kematian sangat erat bagi masyarakat Jawa. Penduduk yang sudah tua biasanya menolak memakan apam. Konsekuensinya meskipun di negara-negara Asia Selatan dan Asia Tenggara apam merupakan makanan yang biasa, tetapi di Jawa bagian tengah apam merupakan makanan sakral. Itu merupakan sugesti bahwa apam berhubungan dengan upacara-upacara kematian (Woodward, Mark R., 1988: 73). Makanan yang dijadikan focus penelitian ini adalah apam. Apam sebagai hasil sebuah kebudaayaan dalam bidang makanan apakah mampu menarik wisatawan perlu diteliti lebih lanjut.

Pariwisata dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan sebuah daerah. Tempat-tempat pariwisata di Indonesia sangat diminati oleh wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Kebudayaan tradisional, kehidupan pedesaan dan wisata alami sangat diminati wisatawan asing (Lew, Alan., Hal, C. Michael., dan Timothy, Dallen., 2008: 231). Picard menggunakan istilah “involution culture” untuk menggambarkan penyegaran terhadap budaya dan upacara adat yang digunakan untuk daya tarik pariwisata(Crang, Mile, 75). Picard

mencontohkan penelitian yang dia lakukan di Bali, tentang bagaimana

kebudayaan dan agama di Bali yang digunakan sebagai daya tarik wisata. Hal ini belum tentu dapat diterapkan di Jatinom.

DAFTAR RUJUKAN

Crang, Mike. 2004. Cultural Geographies of Tourism. Dalam Alan Lew, Michael Hall, dan Allan Williams (Eds), A Companiont to Tourism (hlm 74-84). Oxford: Balckwell

Guillot, Claude. 1985. La Symbolique De La Mosquée Javanaise: A Propos De La “Petite Mosquée” De Jatinom. Archipel, volume 30 pp. 3-19.

Islami, Mona, E. N., dan Ikhsanudin, M. 2014. Simbol dan Makna Ritual

Yaqowiyu di Jatinom Klaten. Jurnal Media Wisata, volum 12 nomor 2. Hal: 102-115.

Hammons, Christian. 2013. Jathilan: Trance and Possession in Java. American Anthropologist, Vol. 115, No. 3.

Lew, Alan., Hal, C. Michael., dan Timothy, Dallen. 2008. World Geography Of Travel And Tourism A Regional Approach. Oxford: Elsevier.

(6)

Mulder, Niels. 1983. Abangan Javanese religious thought and practice. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 139, no: 2/3, Leiden, 260-267.

Woodward, Mark R. 1988. The "Slametan": Textual Knowledge and Ritual Performance in Central Javanese Islam.History of Religions, Vol. 28, No. 1, pp. 54-89

Sidel, John. 2007. On The ‘Anxiety Of Incompleteness’: A Post-Structuralist Approach To Religious Violence In Indonesia

.

South East Asia Research, 15, 2, pp. 133–212.

Sunarto. 2013.Leather Puppet In Javanese Ritual Ceremony. (Online),

www.researchersworld.com, International Refereed Research Journal, Vol. IV, Issue 3. Diakses 30 September 2016.

Syarief, Erman, dkk. 2016. Conservation Values of Local Wisdom Traditional Ceremony Rambu Solo Toraja’s Tribe South Sulawesi as Efforts the Establishment of Character Education. EFL Journal Volume 1, No.1.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian jenis makanan yang disajikan oleh rumah makan yang berada di daerah Desa Wisata Mengwi terdapat berbagai variasi menu yang dapat

Dengan didirikannya Arena Pacuan Kuda yang ada di Kabupaten Sragen ini, apakah dapat mempengaruhi minat para Wisatawan untuk berkunjung ke obyek-obyek wisata di

Desa Sarangan maupun masyarakat luar yang mencari kesempatan mencari penghasilan saat momentum Upacara Adat Larung Sesaji. Wisata Telaga Sarangan adalah salah satu destinasi

Sebagai festival budaya, PKA berpotensi menjadi kegiatan pariwisata jika berpijak pada konsep pariwisata yang diungkapkan oleh Yoeti (dalam Dewiyanti dkk, 2017: 240)

Faktor-faktor internal yang dapat dikelola untuk mengembangkan PKA adalah: (1) Aceh memiliki tenaga profesional bidang pengelolaan festival budaya, (2) lokasi kegiatan

Taman kota merupakan salah satu bentuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik di Kota Bogor yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk

Hasil dari penelitian ini adalah pengembangan pariwisata dalam konteks pembangunan wilayah Palbapang-Mendut di Kabupaten Magelang dilakukan dengan penataan kawasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petilasan Eyang Sapu Jagad berupa “Sumber Umbulan” yang menjadi daya tarik pengunjung datang melakukan ritual pada malam jumat legi dan bulan Selo,