• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KORELASI ANTARA ADULT ATTACHMENT S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI KORELASI ANTARA ADULT ATTACHMENT S"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KORELASI ANTARA ADULT ATTACHMENT STYLE DENGAN DERAJAT KECERDASAN EMOSIONAL PADA MAHASISWA BARU FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

KOTA BANDUNG

Nitta Aprilianti Ashari

DR. Yuspendi, M.Psi., M.Pd., Psikolog Nadia Faradila, S.Psi

Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara masing-masing tipe dari adult attachment style dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa baru angkatan 2014 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Penentuan responden dari penelitian ini adalah populasi dari mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha angkatan 2014 dengan kurikulum KBK yaitu sebanyak 149 responden.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah RSQ (Relationship Style Questionnaire) yang dikembangkan oleh Bartholomew (1999) untuk mengukur adult attachment style dan alat ukur EII (Emotional Intelligence Inventory) yang dikembangkan oleh Sri Lanawati (1991). Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dengan bantuan program spss 16.0.

Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka diketahui terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara secure attachment style dengan derajat kecerdasan emosional, dengan korelasi sebesar 0,038. Sedangkan fearful, dismissing dan preoccupied attachment style memiliki hubungan signifikan dan negatif dengan derajat kecerdasan emosional, dengan masing-masing angka korelasi sebesar -0,027 ,-0,041, dan -0,022.

Bagi peneliti berikutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bidang kajian yang sama, peneliti mengajukan saran agar dapat menelaah faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kedua variabel selain faktor keluarga.

(2)

A CORELATION STUDY BETWEEN ADULT ATTACHMENT STYLE AND EMOTIONAL INTELLEGENCE ON 1ST GRADE STUDENT IN FACULTY

OF PSYCHOOGY MARANATHA CHRISTIAN UNIVERSITY Nitta Aprilianti Ashari

DR. Yuspendi, M.Psi., M.Pd., Psikolog Nadia Faradila, S.Psi

Faculty of Psychology, Maranatha Christian University Bandung

ABSTRACT

This research is an explorative studies concerning about the corelation between adult attachment style and emotional intelligence of first grade of Psychology student at Maranatha Christian University. The respondents of this study is the population of new students of the Faculty of Psychology Maranatha Christian University in 2014 with a curriculum KBK as many as 149 respondents. Measuring instruments used in this study is the RSQ (Relationship Style Questionnaire) developed by Bartholomew (1999) to measure adult attachment style and measuring devices EII (Emotional Intelligence Inventory) developed by Sri Lanawati (1991). The data obtained were analyzed using Rank Spearman correlation test with the help of SPSS 16.0 program.

Based on the statistical data processing, the significant and positive corelation between secure attachment style and emotional intellegence is 0,038. The correlation between fearful, dismissing, and preoccupied is significant and negatif with each number of corelation are -0,027 -0,041 and -0,022.

Researchers propose suggestions for future researchers who want to investigate the relationship of these two variables can examine other factors that can affect both variables as significant life events experienced by respondents in their life span development.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Kebutuhan dalam diri seseorang untuk bergantung pada orang lain disekitarnya telah muncul semenjak manusia berada pada fase bayi. Saat masih bayi, seorang anak bergantung pada orang lain yang dirasakan dapat memberikan rasa aman dan nyaman baginya. Di usia yang sangat dini, kenyamanan yang dirasakan oleh seorang bayi berasal dari figur orangtua ataupun figur pengasuh.

Semakin bertambahnya usia seseorang, maka ia akan memasuki lingkungan sosial yang lebih luas dari pada lingkungan keluarga. Salah satu lingkungan yang menuntut adanya relasi sosial adalah situasi pendidikan. Setiap jenjang pendidikan memiliki tuntutan yang berbeda-beda dan tingkat kesulitannya akan terus meningkat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari jenjang tersebut. Tuntutan yang lebih tinggi dan kesulitan yang dialami berada pada relasi yang harus terbangun dengan teman, dosen, dan warga kampus lainnya.

Tuntutan yang semakin kompleks untuk diselesaikan itu menjadi permasalahan tersendiri bagi mahasiswa. Masing-masing mahasiswa memiliki penghayatan berbeda mengenai kesulitan-kesulitan tersebut dan memunculkan respon yang berbeda-beda pula. Namun, apapun kondisi yang dialaminya dalam perkuliahan, mahasiswa dituntut untuk mampu mengatur emosinya agar tetap dapat menjalani proses belajar di perkuliahan dengan baik. Oleh karena itu, untuk dapat menjalaninya setiap mahasiswa harus memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Menurut Goleman (2007) kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensia; menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan personal atau personal competence

(4)

(3) memotivasi diri sendiri; kemampuan menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan dan memiliki kemampuan dalam memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya. Pada keterampilan sosial atau social competence terdiri dari kemampuan (1) mengenali emosi orang lain, yaitu kemampuan untuk berempati, mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan oleh orang lain sehingga lebih mampu menerima sudut pandang orang lain; (2) membina hubungan, yaitu meliputi keterampilan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antarpribadi.

Menurut Goleman (2007), kecerdasan emosional dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor keluarga dan non-keluarga. Sejalan dengan faktor keluarga yang dipaparkan oleh Goleman, fokus pada penelitian ini adalah pada attachment style yang merupakan suatu relasi antara seorang bayi dengan figur pengasuh signifikan baginya. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa seorang yang memiliki secure attachment lebih mampu menanggulangi emosi negatif dalam interaksi sosial dibandingkan dengan orang dengan insecure attachment (Kobak, & Sceery, 1988), memiliki lebih banyak emosi positif dalam berinteraksi secara sosial (Simpson, 1990), dan memiliki kemampuan regulasi emosi yang positif (Cooper et. Al., 1998).

Adult attachment style dan kecerdasan emosional masing-masing memiliki dua komponen yang mengarah pada diri individu yang bersangkutan dan mengarah pada orang lain atau lingkungan sosial. Peneliti memiliki asumsi bahwa

model of self pada adult attachment style akan sejalan dengan personal competence pada kecerdasan emosional. Apabila individu memiliki model of self

yang positif maka ia juga akan memiliki kemampuan yang tinggi dalam komponen personal competence dalam kecerdasan emosional. Apabila individu memiliki model of others yang positif maka ia akan memiliki kemampuan yang tinggi dalam komponen social competence.

(5)

memiliki derajat yang tinggi pada aspek-aspek tertentu dari kecerdasan emosional dan memiliki derajat yang rendah pada aspek-aspek lainnya dari kecerdasan emosional.

HIPOTESIS

Terdapat hubungan antara masing-masing Adult Attachment Style (secure, preoccupied, dismissing dan fearful) terhadap derajat kecerdasan emosional (tinggi atau rendah) pada mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung.

BAB II METODE

Penelitian ini menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk menggambarkan hubungan antara adult attachment style dengan derajat kecerdasan emosional pada mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha di Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan terhadap seluruh mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Kota Bandung angkatan 2014 yang berjumlah sebanyak 149 orang.

Alat ukur yang digunakan terdiri dari dua macam kuesioner, yaitu kuesioner mengenai adult attachment style yaitu bernama Relationship Style Questioeer (RSQ) yang dikembangkan oleh Griffin dan Bartholomew (1994).

RSQ terdiri dari 30 item rating scale yang menggambarkan penghayatn responden dalam berelasi dengan teman-teman dalam kelompok belajarnya. Selain itu, untuk menjaring data mengenai derajat kecerdasan emosional responden, peneliti menggunakan kuesioner kecerdasan emosional yaitu bernama Emotional Intellegence Inventory (EII) yang dikembangkan oleh lanawati (1999). EII terdiri dari 92 item rating scale yang menggambarkan kemampuan responden pada kelima aspek kecerdasan emosional. Validitas alat ukur ditentukan melalui

construct validuty yang kemudian dianalisis melalui uji validitas Rank Spearman.

Untuk memeroleh reliabilitas dari kuesioner RSQ dan EII, maka pengujian akan dilakukan dengan mengukur internal concistency melalui rumus Alpha Cronbach.

(6)

BAB III HASIL PENELITIAN

Hubungan antara Adult Attachment Style dan Kecerdasan Emosi

Untuk mengetahui sejauh mana masing-masing adult attachment style

berkorelasi dengan kecerdasan emosi pada mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung maka digunakan uji korelasi Rank Sprearman, dan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.3 Tabel Kefisien Korelasi Secure Attachment Style dengan derajat Kecerdasan Emosional

AS_sec EI_sec Spearman's rho AS_sec Correlation Coefficient 1.000 .442

Sig. (2-tailed) . .038

N 33 33

EI_sec Correlation Coefficient .442 1.000 Sig. (2-tailed) .038 .

N 33 33

Tabel 4.4 Tabel Koefisien Korelasi Dismissing Attachment Style dengan derajat Kecerdasan Emosional

AS_dis EI_dis Spearman's rho AS_dis Correlation Coefficient 1.000 .783

Sig. (2-tailed) . -.041

N 49 49

EI_dis Correlation Coefficient .783 1.000 Sig. (2-tailed) -.041 .

N 49 49

Tabel 4.5 Tabel Koefisien Korelasi Fearful Attachment Style dengan Derajat Kecerdasan Emosional

correlations

AS_dis EI_dis Spearman's rho AS_fear Correlation Coefficient 1.000 .221

Sig. (2-tailed) . -.027

N 35 35

EI_fear Correlation Coefficient .221 1.000 Sig. (2-tailed) -.027 .

(7)

Tabel 4.6 Tabel Koefisien Korelasi Preoccupied Attachment Style dengan Derajat Kecerdasan Emosional

Correlations

AS_dis EI_dis Spearman's rho AS_pre Correlation Coefficient 1.000 .411

Sig. (2-tailed) . -.022

N 32 32

EI_pre Correlation Coefficient .411 1.000 Sig. (2-tailed) -.022 .

N 32 32

Berdasarkan pengolahan data secara statistik, maka diketahui terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara secure attachment style dengan derajat kecerdasan emosional, dengan korelasi sebesar 0,038. Sedangkan fearful, dismissing dan preoccupied attachment style memiliki hubungan signifikan dan negatif dengan derajat kecerdasan emosional, dengan masing-masing angka korelasi sebesar -0,027 ,-0,041, dan -0,022.

BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan pada hasil data yang diperoleh, dengan menggunakan korelasi Rank Spearman menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif (α=0,05) antara secure attachment style dan kecerdasan emosional dengan koefisien korelasi sebesar 0,038. Secure attachment style yang dimiliki responden akan diikuti dengan meningkatnya kecerdasan emosiresponden. Sebaliknya, pada

dismissing, fearful dan preoccupied attachment style diperoleh angka koefisien korelasi yang signifikan sebesar masing-masing -0,027, -0,041, dan -0,022 yang artinya semakin insecure attachment style yang dimiliki responden akan diikuti dengan semakin rendah kecerdasan emosionalnya.

(8)

kelompok belajar menerima dan responsif terhadap dirinya, serta merasa nyaman dengan intimacy dan otonomi. Responden dengan tipe ini menginginkan hubungan yang mendalam namun terdapat keseimbangan antara kelekatan dengan teman dalam kelompok belajar dan otonomi dalam hubungan tersebut. Mereka merasa nyaman dengan kedekatan, namun juga menghargai otonomi dan merasa lebih berbahagia dengan hubungan yang dijalani apabila kedua kebutuhan tersebut terpenuhi. Pola ini memiliki pandangan bahwa teman dalam kelompok belajarnya beritikad baik dan berhati mulia, dapat dipercaya, dapat diandalkan dan altruistik. Mereka juga memiliki orientasi terhadap hubungan interpersonal. Dalam keadaan tertekan mereka mampu mengenali distress dan memodulasi afek negatif ke dalam cara-cara konstruktif.

Pada data yang diperoleh diketahui bahwa sebagian besar responden dengan secure attachment style memiliki kemampuan yang tinggi dalam seluruh aspek kecerdasan emosional (lihat lampiran D). 72,7 % responden (24 orang) memiliki kemampuan yang tinggi dalam kesadaran diri (self awareness), 60,6 % responden (20 orang) memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengelola emosi diri, 78,8 % responden (26 orang) memiliki kemampuan yang tinggi dalam memotivasi diri, 63,6 % responden (21 orang) memiliki kemampuan yang tinggi dalam berempati dan 66,6 % responden (22 orang) memiliki kemampuan yang tinggi dalam membina hubungan sosial. Responden mampu mengenali siapa dirinya dengan cukup baik dan mampu mengetahui mengenai batas-batas emosional dalam dirinya. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuannya untuk tidak mudah larut dalam emosi tertentu ketika bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok belajar. Selain itu, responden juga mampu memotivasi diri ketika mengerjakan tugas bersama-sama dengan kelompok belajar. Motivasi tersebut akan mendorong responden untuk tetap menyelesaikan tugas bersama dengan kelompok belajar dalam berbagai keadaan dan situasi dalam kelompok tersebut.

(9)

mengungkapkan emosi terebut dengan cara yang tepat. Dalam menyampaikan pendapat, responden mampu melakukannya dengan cara yang konstruktif sehingga pendapatnya dapat dipahami dan dipertimbangkan oleh teman-teman dalam kelompok belajarnya. responden juga memiliki kemampuan berempati yang tinggi. Mereka mampu merasakan apa yang dirasakan oleh teman-teman dalam kelompok belajarnya. Responden mau membantu menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh kelompok belajar sehingga tujuan kelompok belajar dapat tercapai. Terakhir, responden memiliki keterampilan sosial yang tinggi. Responden dengan kemampuan ini mampu mampu menjadi pengaruh bagi orang lain. Artinya, ia mampu mempersuasi orang lain khususnya teman dalam kelompoknya karena ditunjang oleh kemampuan berkomunikasi yang efektif. Ia mampu menyampaikan saran, pendapat serta keluhannya dengan tepat dan dapat dimengerti. Mampu berkolaborasi dan kooperatif ketika bekerjasama dalam kelompok belajar. Hal tersebut membawa dampak pada sinergi antar anggota dalam mencapai tujuan kelompok.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diketahui koefisien korelasi antara

dismissing attachment style dengan kecerdasan emosional responden sebesar -0,041. Artinya, semakin tinggi skor attachment style akan diikuti oleh derajat kecerdasan emosional yang rendah. Responden yang memiliki dismissing attachment style memiliki model of self yang positif dan model of others yang negatif (Bartholomew & Horowitz, 1990). Ia merasa nyaman dengan dirinya dan memiliki penilaian yang tinggi akan diri sendiri. Disisi lain, responden yang memiliki tipe ini merasa bahwa teman-teman kuliahnya tidak responsif terhadap dirinya dan kebutuhannya dalam proses belajar, serta membuatnya merasa tidak nyaman ketika belajar bersama-sama dalam kelompok. Responden dengan tipe ini cenderung memiliki prasangka terhadap motivasi teman yang ingin dekat dengannya. Mereka akan cenderung untuk mempertahankan jarak sosial yang dimilikinya dan mencegah orang lain untuk memiliki kedekatan dengan dirinya dalam upaya mempertahan self-worth.

(10)

aspek dari kecerdasan emosi yaitu aspek kesadaran diri, motivasi diri dan empati (lihat lampiran B). Sebanyak 61,2 % responden (30 orang) memiliki kemampuan yang tinggi dalam kesadaran diri (self awareness), 69 % responden (34 orang) memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengelola emosi diri, dan 67,3 % (33 orang) memiliki kemampuan yang tinggi dalam aspek empati. Responden mampu mengenali siapa dirinya dengan baik dan mampu mengetahui mengenai batas-batas emosional dalam dirinya. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuannya untuk tidak mudah larut dalam emosi tertentu ketika berelasi dengan teman dalam kelompok belajar. Selain itu kemampuan motivasi diri (self-motivation) yang juga tergolong tinggi. Kemampuan memotivasi diri ini akan mendorong responden untuk tetap menyelesaikan tugas bersama dengan kelompok belajar walaupun ia merasa tidak nyaman dalam relasinya dengan teman-teman dalam kelompok belajar tersebut. Responden dengan tipe ini juga memiliki kemampuan berempati yang tinggi. Responden mampu merasakan apa yang dirasakan oleh teman-teman dalam kelompok belajarnya. Ia mengetahui ketika kelompok belajarnya mengalami kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan tugas kelompok dan cenderung akan membantu menyelesaikan kesulitan-kesulitan tersebut.

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diketahui koefisien korelasi antara

fearful attachment style dengan kecerdasan emosional sebesar -0,027 yang tergolong korelasi rendah. Responden yang memiliki fearful attachment style,

(11)

untuk mendekatinya. Oleh karena itu, perilaku menghindar menjadi cara yang dilakukannya agar ia tidak merasakan penolakan.

Pada data yang diperoleh diketahui bahwa sebagian besar responden dengan fearful attachment style memiliki kemampuan yang tinggi dalam aspek kesadaran diri. Sebanyak 77,1 % responden (27 orang) mampu mengenali siapa dirinya dengan cukup baik dan mampu mengetahui mengenai batas-batas emosional dalam dirinya (lihat lampiran C). Hal tersebut berkaitan dengan kemampuannya untuk tidak mudah larut dalam emosi tertentu ketika bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok belajar.

Dari hasil perhitungan statistik diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,022 yang tergolong korelasi sedang. Responden yang memiliki preoccupied attachment style memiliki model of self yang negatif (Bartholomew & Horowitz, 1990). Responden merasa kurang nyaman dengan dirinya apa adanya. Ia menilai bahwa dirinya kurang layak sehingga sulit untuk diterima dalam lingkungan pergaulannya. Walaupun begitu, ia tetap membutuhkan intimacy yang ekstrem dengan orang lain disekitarnya. Responden dengan tipe ini memiliki model of others yang positif dimana mereka memiliki ekspektasi bahwa lingkungan akan bertindak secara responsif terhadap dirinya dan kebutuhannya, serta membuatnya merasa nyaman. Ia memandang bahwa orang lain disekitarnya adalah orang-orang yang dapat dipercaya dan diandalkan untuk memenuhi kebutuhannya akan rasa aman dan kasih sayang. Secara umum, responden dengan preoccupied akan cenderung takut akan penolakan dan ditinggalkan, serta akan menghabiskan waktunya dengan mencemaskan hubungan yang dimilikinya dengan teman dalam kelompok belajar.

(12)

tidak mudah larut dalam emosi tertentu ketika bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok belajar.

Dari hasil penelitian diatas dapat dikatakan bahwa dimensi model of self

pada adult attachment style tidak sepenuhnya selaras dengan dimensi intrapersonal (personal competence) pada kecerdasan emosional, serta model of other pada adult attachment style tidak sepenuhnya selaras dengan dimensi interpesrsonal(social competence) pada kecerdasan emosional. Selain itu, peneliti menemukan ketidakelarasan mengenai hubungan antara attachment tyle dengan kecerdasan emosional pada responden. Terdapat responden dengan secure attachment style memiliki kecerdasan emosional yang rendah (24,2 %) dan sebaliknya, responden dengan fearful attachment style memiliki kecerdasan emosi yang tinggi (45,7 %) (lihat lampiran A). Diluar keterikatan yang bersifat normatif antara adult attachment style dengan kecerdasan emosional, perbedaan individu dalam aktivasi sistem attachment dapat memengaruhi bagaimana seseorang menilai atau mengahayati kemunculan emosi dan bagaimana individu meregulasi ketergugahan, penghayatan, pengekspresian emosi tersebut dalam pikiran, perasaan, kecenderungan tingkah laku dan tingkah laku.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan antara

adult attachment style dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa baru angkatan 2014 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, diperoleh hasil bahwa:

1. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara secure attachment style

(13)

aspek mengenal emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, empati dan aspek membina hubungan.

2. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dismissing, fearful, dan preoccupied attachment style dengan derajat kecerdasan emosinal. Hal ini berarti responden dengan insecure attachment style memiliki derajat kecerdasan emosional yang rendah.

3. Responden dengan dismissing attachment style menunjukan kemampuan yang tinggi dalam aspek kesadaran diri, motivasi diri dan empati, dan memiliki kemampuan yang rendah dalam aspek mengelola emosi diri dan membina hubungan sosial. Responden dengan preoccupied dan fearful attachment style menunjukan kemampuan yang tinggi dalam aspek kesadaran diri dan memiliki kemampuan yang rendah dalam aspek mengelolah emosi diri, memotivasi diri, empati dan membina hubungan sosial.

4. Faktor lainnya yang tidak diukur sebagai data utama tidak memiliki keterikatan yang jelas terhadap hubungan antara variabel kecerdasan emosional dan adultattachment style.

5. Faktor yang lebih dominan memengaruhi kecerdasan emosional responden adalah faktor keluarga yaitu kecerdasan emosional orangtua responden. Hal tersebut terlihat bahwa sebagian besar responden yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi berasal dari orangtua yang juga memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Sebaliknya, sebagian besar responden yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah berasal dari orangtua yang juga memiliki kecerdasan emosional yang rendah.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

(14)

2. Bagi peneliti berikutnya dapat mempertimbangkan metodologi penelitian khususnya yang berkaitan dengan cara penentuan skor untuk masing-masing attachment style

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi responden, hasil penelitian dapat digunakan sebagai hasil evaluasi diri mengenai hubungan sosialnya dengan teman dalam kelompok belajar, yang dapat memengaruhi proses belajar sehari-hari di dalam kelas. Untuk responden dengan insecure attachment style (dismissing, preoccupied dan fearful) hal ini dapat membantu responden dalam memahami dirinya dan meningkatkan kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain khususnya teman dalam kelompok belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

2. Bagi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun pelatihan yang dapat memfasilitasi responden dalam belajar, khususnya bagi mahasiswa yang memiliki insecure attachment style (dismissing, preoccupied dan fearful) dan derajat kecerdasan emosional yang rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Baskara, Adya, Helly P. Soetjipto & Nuryati Atamimi. 2006. Kecerdasan Emosional Ditinjau Dari Keikutsertaan Dalam Program Meditasi. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ervika, Eka. 2005. Kelekatan (Attachment) pada Anak. Program Studi Psikologi-Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.

(15)

Hamarta, Erdal & M. Engin Deniz, Nesliban Saltali (2009). Educational Sciences: Theory and Practice: Attachment Style As A Predictor of Emotional Intelligence. Pp: 213-229. Turkey.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Psychology – A Life-Span Approach, Fifth Edition. New York: McGraw-Hill, Inc.

Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-by-step Guide for Beginners.

London: Sage Publications

Marina, Lia & Sarlito W. Sarwono. 2007. Kecerdasan Emosional Pada Orang Tua yang Mendongeng dan Tidak Mendongeng. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Mikulincer, Mario & Phillip R. Shaver (2007). Attachment in Adulthood:

Structure, Dynamics, and change. New York: Gilford Publication, Inc. Papalia, Diane E. (2001). Human Development. New York: McGraw-Hill

Santrock, John W. (2006). Life-Span Development, 10th edition. New York:

McGraw-Hill DAFTAR RUJUKAN

Andhiny, Dyan Getmi. 2013. Studi deskriptif mengenai kecerdasan emosional pada siswa smp kelas VII (Penelitian terhadap siswa SMP “X” Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Bandung). Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha.

Debora, Amelia. 2013. Studi deskriptif mengenai adult attachment style pada pasangan mahasiswa yang sedang berpacaran di Universitas X Bandung. Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha.

Hakim, Andi. 2012. Hubungan antara kecerdasan emosional dan kinerja pada karyawan. Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.

Lanawati, Sri. 1999. Hubungan antara Emotional Intelligence (EI) dan

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti hanya melihat hubungan status imunisasi, status gizi, dan ASI eksklusif sedangkan faktor – faktor risiko lain yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada bayi

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Annisa Budi Saputri (2015) membuktikan bahwa FBIR secara parsial memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap ROA pada Bank

REKONSTRUKSI BAHAN AJAR DENGAN KONTEKS SOCIO-SCIENTIFIC ISSUES PADA MATERI ZAT ADITIF MAKANAN UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA. Universitas Pendidikan Indonesia |

Yield produk yang dihasilkan merupakan hasil perbandingan dari berat produk terhadap berat bahan baku limbah kemasan plastik multilayer LDPE (low density

Panitia bcrtugas mcrencanakan, mempelsiapkan, melaksanakan, dan mcmpcrt;urggungjarvabkan pelaksanaan Dies Natalis Universitas Neseri Yogyalcarta kc - 41 'l'airun 2005..

Judul penelitian : Perilaku Ibu dalam Mengatasi Kesulitan Makan pada Anak. Prasekolah di Desa Sei Musam Kendit

Jumlah Penyelenggaraan Kompetisi Olah

Menempatkan anak pada tempat yang aman dengan posisi ditidurkan dilantai yang dialas dengan kasur atau matras lembut, bagian kepala jangan