BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral, serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Daging merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula asam amino essensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie, 1995). Gizi yang seimbang dapat terpenuhi apabila daging yang dihasilkan merupakan daging yang berkualitas baik. Salah satu kriteria daging yang berkualitas baik, dapat dilihat dari jumlah cemaran maksimum mikroorganisme patogen yang terkandung didalamnya seperti E. coli, S. aureus, Salmonella sp. dan sebagiannya. Karena kandungan gizi yang cukup kompleks, maka daging merupakan sumber makanan bagi bakteri, yang akhirnya mudah rusak. Untuk mempertahankan daging dari kerusakan diperlukan sistem pengawetan.
Pengawetan adalah suatu upaya untuk mencengah terjadinya kerusakan atau kebusukan selama penyimpanan. Salah satu metode pengawetan secara alami yaitu penambahan substrat antimikroba, yang diisolasi dari Bakteri Asam Laktat (BAL). BAL ini dapat menghambat kerja dari mikroorganisme perusak karena menghasilkan produk metabolit yang bersifat antimikroba antara lain diasetil, hidrogen peroksida, asam-asam organik dan bakteriosin. Salah satu genus BAL yang potensial dalam memproduksi antimikroba adalah Lactobacillus plantarum.
Sesuai latar belakang yang penulis ungkapkan diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul adalah: “PENGARUH PENGGUNAAN SUBSTRAT ANTIMIKROBA DARI Lactobacillus plantarum TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING SAPI“.
1.2 Identikasi dan Rumusan Masalah
Daging yang berkualitas baik merupakan sumber makanan mikroorganisme perusak daging sehingga penggunaan substrat antimikroba dari kultur lactobacillus plantarum dapat berperan sebagai pengawet daging sapi.
1.3 Hipotesa
Penggunaan substrat antimikroba yang berasal dari Lactobacillus plantarum mampu mempertahankan kualitas fisik daging.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian substrat antimikroba dari Lactobacillus plantarum sebagai pengawet daging.
1.5 Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Senyawa Antimikroba
Senyawa antimikroba adalah senyawa yang mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Komponen antimikroba terdapat dalam bahan pangan melalui salah satu dari berbagai cara, yaitu terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, ditambahkan secara sengaja kedalam makanan dan terbentuk selama pengolahan atau oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi pangan (Fardiaz, 1992). Adapun mekanisme kerja antimikroba antara lain dapat menghambat metabolisme sel mikroba, mengambat sintesa dinding sel, menganggu keutuhan membran sel mikroba, menghambat sintesa protein mikroba, menghambat sintesa asam nukleat sel mikroba.
Senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambatgerminasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya konsentrasi zat pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), sifat-sifat fisik dan kimia makanan, termasuk kadar air, pH, serta jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992).
umur, konsentrasi serta keadaanmikroba), (5) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, dan jenissenyawa didalamnya.
2.2 Lactobacillus plantarum
Lactobacillus plantarum merupakan bakteri Gram positif berbentuk batang yang tampak biru atau ungu setelah mengalami pewarnaan Gram seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Lactobacillus plantarum (Anonim, 2012).
Lactobacillus plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan temperatur optimal lebih rendah dari 37oC (Frazier dan Westhoff, 1988).
Lactobacillus plantarum berbentuk batang (0,5-1,5 s/d 1,0-10 μm) dan tidak bergerak (non motil). Bakteri tersebut memiliki sifat katalase negatif, aerob atau fakultatif anaerob, mampu mencairkan gelatin, cepat mencerna protein, tidak mereduksi nitrat, toleran terhadap asam, dan mampu memproduksi asam laktat. Dalam media agar, L.plantarum membentuk koloni berukuran 2-3 mm, berwarna putih opaque, conveks, dan dikenal sebagai bakteri pembentuk asam laktat (Kuswanto dan Sudarmadji, 1988).
Lactobacillus plantarum mampu merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan hasil akhirnya yaitu asam laktat. Menurut Buckle et al. (1985), asam laktat dapat menghasilkan pH yang rendah pada substrat sehingga menimbulkan suasana asam. Dalam keadaan asam, Lactobacillus plantarum memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri patogen dan bakteri pembusuk (Delgado et al., 2001).
substrat (Suriawiria, 1986). Lactobacillus plantarum juga mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibiotik (Jenie dan Rini, 1995).
2.3 Daging
Daging adalah urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat waktu dipotong (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Daging juga didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk olahannya yang tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Soeparno, 1998). Daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh ternak yang akan dipotong agar diperoleh kualitas daging yang baik, yaitu (1) ternak harus dalam keadaan sehat, bebas dari berbagai jenis penyakit, (2) ternak harus cukup istirahat, tidak diperlakukan kasar, serta tak mengalami stres agar kandungan glikogen otot maksimal, (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin, dan (4) cara pemotongan harus higienis (Astawan, 2008).
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging adalah lebih mudah dicerna apabila dibandingkan dengan protein yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin (Astawan,2008). Lawrie (1995) menambahkan bahwa daging merupakan sumber asam amino esensial, mineral, vitamin, lemak dan air. Nilai kalori daging banyak ditentukan oleh kandungan lemak intraseluler di dalam serabut otot yang disebut lemak marbling atau intramuskuler (Soeparno, 1998).
Tabel 1.Komposisi Kalori, Protein, dan Lemak dari Beberapa Jenis Daging
Komoditi Kalori (kal) Protein (gram) Lemak (gram)
Daging sapi Sumber : Karyadi dan Muhilal (1992)
2.4 Sifat Fisik Daging
Menurut (Soeparno, 1998), secara objektif, kualitas fisik daging dapat ditentukan dari daya mengikat air (water holding capacity), nilai pH, dan susut masak. 2.4.1 Daya Mengikat Air
Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan protein daging untuk mengikat komponen air yang terdapat didalamnya serta air yang ditambahkan selama proses pemanasan, penggilingan dan tekanan. Nilai DMA ini dipengaruhi oleh nilai pH dan jumlah ATP, dimana apabila nilai pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging maka nilai DMA akan meningkat (Soeparno, 1998). Selain itu, DMA dipengaruhi juga oleh gugus reaktif protein. Apabila terdapat banyak asam laktat menyebabkan nilai pH turun, maka gugus reaktif protein berkurang sehingga menyebabkan nilai DMA air daging berkurang karena banyaknya air daging yang keluar (Forrest et al., 1975).
2.4.2 Nilai pH
2.4.3 Susut Masak
Susut masak dipengaruhi suhu dan lama pemasakan. Susut masak menurun secara linier dengan bertambahnya umur ternak. Nilai susut masak pada umumnya bervariasi antara 1,5-54,5% dengan kisaran 15-40%. Besarnya susut masak digunakan untuk mengestimasi jumlah juiceness dalam daging masak. Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Berbagai perubahan terjadi pada daging selama pemasakan, yaitu (1) protein serat otot mengalami koagulasi dan daging mengerut; (2) pengkerutan menyebabkan keluarnya cairan dari daging; (3) kolagen pada jaringan ikat berubah menjadi gelatin sehingga daging menjadi lebih empuk dan (4) nutrisi tertentu hilang atau rusak selama pemasakan (Soeparno, 1998).
2.6 Mikroorganisme Daging
Daging mudah sekali mengalami kerusakan secara mikrobiologis karena kandungan gizi dan kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan mineral. Soeparno (1998) menyatakan bahwa kadar air yang terdapat pada daging sekitar 68-75%, dan nilai pH yang menguntungkan yaitu sekitar 5,3-6,5. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme di dalam daging dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor dalam (intrinsik) dan faktor luar (ekstrinsik).
Faktor intrinsik yang mempengaruhi mikrorganisme pada daging meliputi nutrisi, kadar air, nilai pH, potensi oksidasi-reduksi, dan ada tidaknya substansi penghambat dan jaringan protektif (Soeparno, 1998). Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi mikrorganisme pada daging meliputi suhu, kelembapan relatif, oksigen atmosfir, dan keadaan fisik daging (Soeparno,1998).
2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Fisik Daging
atau ratusan juta (106 – 108) sel atau lebih per 1 cm2 luas permukaan daging. Kerusakan
mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut: (1) pembentukan lendir,(2) perubahan warna, (3) perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S,dan senyawa lain-lain, (3) perubahan rasa
menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam, (4) ketengikan yang disebabkan pemecahan atauoksidasi lemak daging (Dinas Kesehatan Sleman, 2001).
Bakteri yang sering dijumpai pada daging yaitu dari strain Pseudomonas,Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochothrix thermospacta (sebelumnya dikenal dengan Microbacterium thermosphactum) dan beberapa famili dari Enterobactericeae. Bakteri dapat tumbuh tidak hanya pada permukaan daging tetapi tumbuh juga pada bagian dalam daging melalui (1) penetrasi melalui membrane mukosa saluran respirasi dan pencernaan, (2) bakteri yang berasal dari usus yang terjadi selama pemotongan maupun sesudahnya, (3) bakteri yang terbawa oleh luka selama pemotongan dan (4) bakteri yang berasal dari permukaan dan kemudian berpenetrasi ke dalam jaringan otot lebih dalam (Gill, 1982).
Daging konsumsi tidak sepenuhnya terbebas dari mikroorganisme. Dewan Standarisasi Nasional menentukan batasan maksimum cemaran mikroorganisme dalam daging untuk menjaga keamanan pangan. Batas maksimum cemaran mikroba pada daging dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/ml)
No Jenis cemaran mikroba Keterangan: (*) dalam satuan MPN/gram
BAB III
MATERI DAN METODA
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal ... November - ... Desember 2015 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
3.2.Materi
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi segar bagian bicep femoris (paha belakang) dengan ukuran 2 x 3 x 4 cm yang diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan Kota Jambi serta substrat Lactobacillus plantarum. Media yang digunakan dalam pengujian mikroorganisme pada daging segar adalah media agar Plate Count Agar (PCA), serta media yang digunakan dalam pembuatan Supernatan Bebas Sel (SBS) yang diisolasi dari L.plantarum adalah deMan Ragosa Sharp broth (MRSB) dan aquadest steril, pepton serta kultur bakteri L.plantarum (Afriani, dkk. 2014).
Alat-alat yang digunakan adalah cawan Petri, mikropipet 1 ml, tabung reaksi, erlenmeyer, beker glass, rak tabung reaksi,tabung Scott steril, aluminium foil, oven, inkubator, laminar flow, coloni counter, kertas saring, pH meter, kantong plastik HDPE, kapas, alat sentrifugasi Hettich Zentrifugen 2000 rpm, water press, thermometer bimetal,panci, kompor, blender serta timbangan.
3.3. Metoda
Perlakuan pada penelitian ini adalah penambahan substrat antimikroba dengan taraf sebagai berikut:
Daging yang mendapat perlakuan tersebut direndam selama 60 menit dengan 5 ulangan.
3.4. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima kali ulangan. Menurut Steel dan Torrie (1995) model matematika yang digunakan adalah
Yijk = μ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk Keterangan:
μ = nilai tengah populasi
αi = pengaruh penambahan substrat antimikroba ke-i (faktor 1) βj = pengaruh lama penyimpanan ke-k (faktor 2)
(αβ) ij = pengaruh interaksi faktor 1 dan 2
εijk = galat percobaan pengaruh perlakuan pertama ke-i dan ulangan ke-k i = lama penyimpanan (2 dan 4 hari)
K = ulangan (1, 2 dan 3)
Yijk = respon pengaruh lama penyimpanan terhadap penambahan substrat antimikroba
3.5. Peubah
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi: Peubah 1: Uji pH
Peubah 2: Daya mengikat air Peubah 3: Susut masak Peubah 4: Uji mikrobiologi
3.6. Analisis Data
3.7. Prosedur
Produksi Substrat Antimikroba
Bakteri asam laktat yang sudah disegarkan dihomogenisasi kemudian di ambil sebanyak 3 % dan dimasukkan ke dalam MRSB (deMan Ragosa Sharp broth). Kemudian dihomogenisasi dan diinkubasi selama 48 jam. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung Ependorf kemudian disentrifugasi dengan kecepatan putar 2000 rpm dalam 15 menit. Setelah itu, supernatan (bagian atas yang terpisah, hasil dari sentrifugasi) tersebut disaring dengan kertas saring Sartorius 0,22 μml ke dalam wadah tabung Scott steril. Substrat antimikroba yang sudah disaring dinamakan Supernatan Bebas Sel (SBS).
Gambar 2. Bagan Alur Tahapan Pengamatan
Peubah Kualitas fisik Daging
Nilai pH dengan metode AOAC (1995). Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Caranya adalah pH meter dikalibrasi dengan larutan standar (ber-pH 7 dan 4), kemudian sebanyak 5 g sampel daging dihancurkan dan
Daging
Diiris 100 gram
25% substrat antimikroba + 75% aquadest
50% substrat antimikroba + 50 % aquadest
75% substrat antimikroba + 25% aquadest
100% substrat antimikroba
Direndam selama 60 menit
dilarutkan ke dalam 45 ml akuades lalu elektroda pH meter dimasukkan ke dalam larutan daging dan dilihat nilai pH-nya.
Daya Mengikat Air dengan metode Hamm (Soeparno,1998). Sebanyak 0,3 g sampel daging segar diletakkan ke dalam kertas Whatman kemudian tekan selama 5 menit dengan menggunakan water press (beban 35 kg). Setelah 5 menit lingkaran yang terbentuk, ditandai kemudian diukur. Perhitungan daya mengikat air diestimasi dengan menghitung mgH2O berdasarkan rumus:
MgH2O=area yang basa h(cm2)
0,00948 −8
Semakin tinggi nilai mgH2O maka daya mengikat air semakin rendah.
Susut Masak (Soeparno, 1998). Sebanyak 100 g sampel ditancapi dengan thermometer bimetal sampai menembus daging sebatas garis putih pada alat tersebut. Kemudian dimasukkan ke dalam air dan direbus sampai menunjukkan suhu 81°C. Setelah itu, daging didinginkan selama 60 menit. Setelah 24 jam daging ditimbang kembali. Susut masak dihitung dengan meggunakan rumus:
Susut masak=berat awal sampel−berat akhir sampel berat awal sampel x100
Uji Mikrobiologi (Soeparno, 1998). Analisis Kuantitatif Total Plate Count (TPC). Sebanyak 10 g sampel daging diencerkan dengan larutan pengencer (pepton). Kemudian 1 ml dari pengenceran 10-1 yang sudah homogen dimasukkan ke dalam
tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer sehingga terbentuk pengenceran 10-2
kemudian larutan tersebut dikocok sampai homogen. Pengenceran ini dilakukan sampai pengenceran 10-9. Setelah pengenceran, dilakukan pemupukan dengan cara
mengambil sebanyak 1 ml dari 3 pengenceran terakhir yaitu 10-7, 10-8, dan 10-9
dengan metode tuang sebanyak ±20 ml dan digoyangkan membentuk angka 8. Cawan Petri (agar yang sudah membeku) diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator bersuhu 370C selama 24 jam.