• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spiritualitas Dalam Organisasi Bisnis yogatama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Spiritualitas Dalam Organisasi Bisnis yogatama"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Spiritualitas Dalam Organisasi Bisnis

Tomy Satyagraha, ST, M.M, Universitas Pendidikan Indonesia, tomysgraha@yahoo.com

Abstrak

Meningkatnya perhatian terhadap spiritualitas dalam organisasi bisnis pada dekade terakhir ini terjadi seiring dengan perkembangan paradigma manajemen postmodernisme yang tidak lagi hanya mementingkan pada efesiensi dan efektifitas dalam bisnis semata, namun juga pada pencarian makna dalam hidup dan pekerjaannya. Spiritualitas dalam organisasi bisnis berdasarkan berbagai kajian dan penelitian memberikan sejumlah peranan positif dalam peningkatan kinerja karyawan dan organisasi apabila diterapkan dengan baik dan sesuai. Penerapan prinsip spiritualitas dalam organisasi bisnis dapat dilakukan dari level individu, level kelompok, level kepemimpinan, dan level organisasi.

Kata Kunci : Spiritualitas.

I. Latar Belakang

Permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah mengenai spiritualitas dan penerapannya dalam organisasi bisnis. Masalah ini menarik untuk diangkat seiring dengan berkembangnya fenomena semakin meningkatnya perhatian kalangan masyarakat bisnis terhadap spiritualitas, baik di dalam maupun di luar negeri, dan juga dibuktikan dengan semakin banyaknya penelitian-penelitian yang mengkaitkan spiritualitas dengan dunia bisnis yang justru bersumber dari masyarakat Barat yang selama ini dikenal sebagai masyarakat yang sekuler.

Tantangan bisnis di abad ke-21 yang ditandai dengan era informasi, pasar global, permintaan produk yang senantiasa berubah, populasi kastemer yang semakin beragam dan menuntut, dan semakin meningkatnya komposisi tenaga kerja yang terpelajar membutuhkan pendekatan manajemen yang berbeda dengan era sebelumnya yang hanya mengibaratkan organisasi sebagai sebuah mesin, di mana yang menjadi landasannya adalah semata pada efesiensi, efektivitas, perintah, dan pengendalian. Para pekerja dan pelaku bisnis abad ke-21, tidak lagi hanya berfikir mengenai efesiensi dan efektivitas, tetapi mulai mencari makna dari pekerjaannya. Terjadi suatu pergeseran pada kesadaran para pekerja, manajer, dan pelaku bisnis di setiap level organisasi yang mulai melakukan pencarian makna, tujuan, dan pemenuhan dalam pekerjaannya. Maka muncul sebuah paradigma manajemen postmodernisme yang mengedepankan prinsip-prinsip dan praktik-praktik spiritual yang berbeda dengan paradigma manajemen modern yang selama ini berlaku.

(2)

penghormatan, pelayanan, dan nilai-nilai. Setelah dekade-dekade sebelumnya, arti penting sifat-sifat kebajikan ini tidak diindahkan dalam kehidupan organisasi bisnis, sehingga menciptakan manusia-manusia materialis yang mengabaikan pemaknaan dalam hidup dan pekerjaan mereka. Manusia mulai kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya dan menjadikan dirinya hampa, tak heran kemudian meningkatlah tingkat stress, skandal, dan perilaku menghalalkan segala cara dalam berbisnis.

Paradigma manajemen baru yang mulai melirik, menyelami, dan mempraktekkan prinsip-prinsip spiritual ini mulai tumbuh pada akhir abad ke-20 di dunia Barat (Eropa dan Amerika Utara), meskipun sesungguhnya prinsip-prinsip ini bukanlah sesuatu yang baru di dunia Timur (Jepang, China, Timur Tengah, Asia Tenggara). Menurut Robbins (2003), ada beberapa alasan yang menyebabkan semakin meningkatnya perhatian terhadap spiritualitas dalam dunia bisnis, beberapa diantaranya adalah :

 Sebagai penyeimbang bagi tekanan dan stress pada langkah kehidupan yang kacau. Gaya hidup dewasa ini – keluarga dengan orang tua tunggal, mobilitas geografis, pekerjaan yang bersifat sementara, teknologi baru yang menciptakan jarak antar orang – menekankan tidak adanya komunitas yang dirasakan banyak orang dan dan meningkatkan kebutuhan akan keterlibatan dan keterhubungan

 Menuanya generasi baby-boomer (di Amerika Serikat) yang mencapai usia setengah baya yang sedang mencari sesuatu dalam hidup mereka

 Agama formal (dalam hal ini Agama Kristen) tidak berfungsi bagi banyak orang dan mereka terus mencari jangkar untuk menggantikan tidak adanya iman dan untuk mengisi rasa kosong yang terus bertumbuh.

 Tuntutan pekerjaan telah membuat tempat kerja menjadi dominan dalam hidup banyak orang namun mereka terus mempertanyakan arti kerja itu.

 Keinginan untuk memadukan nilai kehidupan pribadi dengan kehidupan seseorang  Dalam zaman kelimpahan ekonomi, senantiasa banyak orang memiliki kemewahan

untuk terlibat ke dalam upaya memanfaatkan sepenuhnya potensi mereka.

(3)

(1994) mengidentifikasikan bahwa kreativitas dan intuisi individual adalah manfaat yang didapatkan dari mengimplementasikan spiritual dalam pekerjaan. Spiritualitas akan meningkatkan kesadaran seseorang, yang akan kemudian akan meningkatkan intuisi dan kreativitas (Khrisnakumar dan Neck, 2002).

Pada tingkat individu, karyawan yang menerapkan spiritualitas menunjukkan peningkatan dalam hal kerjasama (Mittrof dan Denton 1999; Neck dan Milliman, 1994), kebaikan dan kejujuran (Biberman & Whitty, 1997), peningkatan kesadaran akan kebutuhan karyawan yang lain (Cash & Gray 2000), peningkatan kejujuran dan kepercayaan kepada organisasi (Brown, 2003; Krishnakumar & Neck, 2002), dan lebih menunjukkan perilaku pemimpin sebagai pelayan (Beazley & Gemmill, 2006). Spiritualitas juga menunjukkan pengaruh terhadap etika bisnis yang dijalankan perusahaan (Giacalone & Jurkiewicz, 2003) dan kesadaran akan tanggung jawab sosial perusahaan (Giacalone, Paul & Jurkiewicz, 2005).

Masalah spiritualitas dalam bisnis memiliki dimensi yang cukup luas diantaranya terkait dengan budaya perusahaan, perilaku karyawan, motivasi, kepemimpinan, dan lain-lain. Karena keluasan itulah makalah ini secara khusus hanya akan membahas hal-hal mendasar yaitu pengertian spiritualitas, nilai-nilai inti spiritualitas dalam bisnis, dan penerapan spiritualitas dalam organisasi bisnis.

II. Studi Pustaka

II. Pengertian Spiritualitas

Secara etimologi kata spiritualitas diambil dari bahasa latin yaitu ‘spirtus’ yang berarti ‘nafas’ mengacu pada nafas kehidupan. Secara terminologis, banyak pendapat mengenai definisi spiritualitas, namun kebanyakan para penyokong konsep spiritualitas sama-sama membedakan spiritualitas dengan praktek keagamaan formal yang memiliki organisasi yang terstruktur dengan ritual yang spesifik dan aturan-aturan yang diberlakukan dalam agama tersebut. Konsep spiritualitas lebih luas dari agama (religion).

(4)

Dhiman (2000) menggarisbawahi perbedaan antara spritualitas dan agama. Agama menfokuskan pada tata cara ritual yang lebih bersifat tampak keluar, sedangkan spiritual fokus pada kedalam diri dan tidak dogmatis, tidak eksklusif, bebas gender, dan tidak patriakal. Ia menyebutkan bahwa spiritualitas adalah kesadaran kepada Prinsip Ketuhanan yang ditandai dengan upaya untuk hidup dalam keharmonisan dengan Prinsip Ketuhanan.

Thompson (2002) menggambarkan bahwa spiritualitas mencakup karakter, etika, dan keinginan seseorang untuk memberikan manfaat kepada orang lain.

Mitroff dan Denton, dalam buku “A Spiritual Audit of Corporate America : Multiple Designs for Fostering Spirituality in The Workplace” mendefinisikan spiritualitas sebagai hasrat mendasar untuk menemukan makna dan tujuan akhir dari kehidupan seseorang dan untuk hidup dalam kehidupan yang terpadu.

Pargament (1997) mengartikan spiritualitas sebagai pencarian kesucian, sebuah proses untuk menemukan, berpegang teguh padanya, dan apabila diperlukan melakukan transformasi kepada sesuatu yang dianggap suci dalam hidupnya.

Dari berbagai literatur dan pendapat para ahli mengenai spiritualitas, Schmid-Wilk et.al mengidentifikasi tiga aliran definisi spiritualitas sebagai berikut,

1. Definisi spiritualitas dalam bentuk pengalaman dalam diri pribadi (personal inner experience), seperti yang didefinisikan oleh Mitroff dan Denton (1999) yaitu “perasaan mendasar seseorang bahwa dirinya memiliki keterkaitan dengan dirinya dengan seutuhnya, dengan orang lain, dan dengan seluruh alam semesta.”

2. Definisi spiritualitas dengan memfokuskan pada prinsip-prinsip, kebajikan, etika, nilai-nilai, emosi, kebijaksanaan, dan intuisi. Dengan sudut pandang ini spiritualitas didefinisikan sebagai “suatu tingkat bagaimana kualitas-kualitas tadi ditunjukkan dalam perilaku, dan kebijakan organisasi menunjukkan sejauh mana tingkat spiritualitas dalam manajemen.”

3. Definisi spiritualitas yang menghubungkan antara pengalaman dalam diri pribadi dengan perwujudannya pada perilaku lahiriah, prinsip-prinsip, dan praktek.

Mitroff dan Denton melakukan penelitian yang melibatkan sejumlah eksekutif senior dan manajer sumber daya manusia di Amerika Serikat yang diantaranya menghasilkan rumusan mengenai karakteristik spiritualitas. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah :

(5)

 Terdapat harmoni atau ‘kebaikan’ mendasar dalam alam semesta ini yang menjadi landasan bagi keseluruhan rancangan alam semesta ini.

 Spiritualitas adalah berkaitan erat dengan kepedulian, harapan, kasih sayang, dan optimisme.

 Sains mungkin tidak dapat membuktikan bahwa prinsip-prinsip ini ada di alam semesta ini tapi sangatlah mungkin untuk mengalaminya dan mengetahui secara intuitif bahwa prinsip-prinsip diciptakan dalam alam semesta.

 Adalah sesuatu yang universal, dapat diterapkan oleh siapa saja dan kapan saja. Spiritualitas melihat setiap orang adalah unik namun dibalik itu ada prinsip-prinsip mendasar yang universal dan tak terbatas waktu. Prinsip-prinsip ini melampaui penciptaan secara fisik alam semesta ini.

 Spiritualitas itu sendiri adalah bermakna dan bertujuan

 Spiritualitas adalah suatu kekaguman dan misteri yang kita rasakan dalam kehadiran sesuatu yang sangat penting yang menjadi inti dari alam semesta dan kehidupan itu sendiri. (Caioppe, 2000)

Mencoba untuk memadukan berbagai definisi mengenai spiritualitas, Twigg dan Parayitam (2006) menyimpulkan bahwa spiritualitas terdiri dari dua dimensi, sebagaimana yang disampaikan oleh Elkins (1998), yaitu dimensi transenden dan dimensi keterhubungan (connectedness). Transenden adalah kesadaran tentang sesuatu yang Maha Kuasa dibalik alam ini. Connectedness adalah rasa keterkaitan dengan semua hal di alam ini. Dengan memadukan dua dimensi ini, spritualitas didefinisikan sebagai,

The degree of awareness of a higher power or life philosophy manifesting itself in an awareness of a transcendent dimension to life and an awareness of a connectedness concerning self, others, andthe external environment.

Suatu tingkat kesadaran akan kekuatan yang lebih tinggi atau filosofi kehidupan yang diwujudkan dalam kesadaran terhadap dimensi transenden dalam hidup dan kesadaran akan adanya keterhubungan terkait dengan diri, orang lain, dan lingkungan eksternal.

(Elkins, 1998)

III. Nilai-nilai Spiritualitas dalam Organisasi Bisnis

Penerapan spiritualitas dalam organisasi bisnis mengalami perkembangan yang pesat, baik itu dilakukan oleh orang per orang, oleh unit kerja, oleh para manajer dan pimpinannya, atau oleh organisasinya secara keseluruhan. Perkembangan ini menjadikan organisasi bisnis menjadi lebih bersahabat, lebih menciptakan lingkungan kreatif, membantu kehidupan, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan membahagiakan karyawan.

(6)

pekerjaan yang bermakna dan memiliki peran dalam konteks komunitas. (Ashmos, Duncon, dan Laine, 1999).

Gibbons (2000) selanjutnya memberikan definisi spiritualitas dalam pekerjaan adalah sebagai sebuah perjalanan menuju kesatuan antata pekerjaan dan spiritualitas, bagi individu dan organisasi, yang memberikan arahan, keutuhan, dan keterhubungan dalam dalam pekerjaan.

Penerapan spiritualitas terkait dengan penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam konsep spiritualitas dalam organisasi bisnis. Berbagai literatur mengungkapkan nilai-nilai spritiualitas seperti yang tertulis pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1

Perbandingan nilai-nilai spiritual dalam organisasi yang diajukan dalam berbagai literatur

Penulis Nilai-Nilai Spiritual Keterangan

(2001) Optimisme, Harapan, Kerendahan Hati, Kasih Sayang, Pemaaf, Cinta, Empati, mengutamakan orang lain, ketabahan,

(7)

krusial untuk meraih kesuksesan

Diadaptasi dari McGhee dan Grant (2008)

Berbagai nilai-nilai yang tersebut di atas menggambarkan dua dimensi spiritual sesuai dengan definisi yang diajukan oleh Elkins (1998). Ada nilai-nilai yang terkait dengan kesadaran akan adanya kekuatan yang lebih tinggi (bersifat transedental) seperti kebermaknaan, kebersyukuran, optimisme, dll, dan juga nilai-nilai yang terkait dengan hubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar (connectedness) seperti kasih sayang, penghargaan, perhatian dan kepedulian, damai, dll. Nilai-nilai ini dapat menjadi indikator sejauh mana tingkat spiritualitas individu atau organisasi tersebut.

Sebagai sebuah budaya organisasi, Robbins (2003) menyebutkan bahwa berbagai kajian telah mengidentifikasi karakteristik budaya yang cenderung tampak jelas dalam organisasi spiritual. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah :

Sangat Memperhatikan Tujuan. Organisasi spiritual membangun budaya mereka berdasarkan tujuan yang bermanfaat. Walaupun mungkin penting, laba bukan merupakan nilai utama organisasi

Fokus Pada Pengembangan Individu. Organisasi-organisasi spiritual mengakui bobot dan nilai orang. Mereka tidak hanya memberikan jabatan, mereka berusaha menciptakan budaya yang memungkinkan karyawan dapat terus menerus belajar dan bertumbuh.

Kepercayaan dan Keterbukaan. Ciri-ciri organisasi spiritual adalah kepercayaan timbal balik, kejujuran, dan keterbukaan. Para manajer tidak takut mengakui kesalahan, dan mereka cenderung sangat berterus terang dengan karyawan, pelanggan, dan pemasok.  Pemberdayaan Karyawan. Iklim kepercayaan-tinggi dalam organisasi spiritual, bila

digabungkan dengan keinginan memajukan pembelajara dan pertumbuhan karyawan, mengakibatkan manajemen memberdayakan karyawan sehingga mampu mengambil sebagian besar keputusan yang berhubungan dengan kerja. Para manajer dalam organisasi yang berbasis spiritual senang mendelegasikan wewenang ke masing-masing karyawan dan tim. Mereka percaya karyawan mampu mengambil keputusan yang hati-hati dan penuh pertimbangan.

Toleransi terhadap Ekspresi Karyawan. Karakter terakhir yang membedakan organisasi berbasis spiritual adalah bahwa mereka tidak melumpuhkan emosi karyawan. Mereka memungkinkan orang untuk menjadi diri mereka sendiri – mengekspresikan suasana hati dan perasaan mereka tanpa rasa salah atau takut ditegur.

(8)

Seperangkat nilai-nilai spiritualitas yang sudah dibahas sebelumnya tentunya baru akan memberikan dampak dan peranan bagi kinerja individu atau organisasi ketika nilai-nilai tersebut terwujud dalam perilaku dan sistem organisasi. Penerapan spiritualitas dalam organisasi bisnis dapat dilihat dari berbagai level organisasi mulai dari level individual, level kelompok, level kepemimpinan, dan level organisasi.

Level Individual

Pada level individual, penerapan spiritualitas terdiri dari tiga komponen utama. Yang pertama adalah kesadaran akan kehidupan sejati (inner life) hal ini terkait dengan rasa pengharapan, kesadaran akan nilai-nilai personal dan perhatian pada spiritualitas. Yang kedua, individu membentuk makna dalam bekerja (meaning at work), hal ini ditunjukkan dengan memiliki pendirian dan rasa tentang apa yang penting dalam hidup, membangkitkan semangat, dan kebahagiaan dalam bekerja. Komponen yang ketiga adalah kondisi komunitas (condition of community) yang ditunjukkan dalam dimensi persahabatan dalam pengembangan spiritualitas dalam komunitas.

Level Kelompok

Penerapan spiritualitas dalam organisasi bisnis pada level kelompok terdiri dari dua komponen utama. Yang pertama adalah unit kerja sebagai sebuah komunitas, yang ditunjukkan melalui perilaku sejauh mana unit kerja saling mendukung dan memperhatikan. Yang kedua adalah nilai-nilai positif unit kerja, yang ditunjukkan melalui sejauh mana setiap individu memihak pada nilai-nilai, tujuan, dan misi unit kerja.

Penerapan lingkungan spiritual dalam tempat kerja akan dapat meningkatkan kinerja organisasi. Dengan lingkungan kerja yang spiritual, setiap individu akan memiliki kesadaran yang lebih dalam dan mendorong terbangunnya intuisi dalam pemecahan masalah. Ketika karyawan dapat menggunakan intuisi mereka pada organisasi, mereka dapa membangun tujuan yang lebih tinggi dan visi organisasi serta meningkatkan inovasi mereka. Unit kerja yang lebih inovatif akan meningkatkan rasa pelayanan yang lebih tinggi, dan pertumbuhan pengembangan personal yang lebih besar. Nilai-nilai berbasis spiritual ini akan meningkatkan kerja sama tim dan komitmen karyawan dalam unit kerja.

Level Kepemipinan

(9)

bisnis masa depan. Kebanyakan mereka percaya bahwa organisasi harus mempunyai energi spiritual yang besar pada setiap orang agar dapat menghasilkan produk dan jasa kelas dunia. (Mitroff, 1999). Di kalangan para pimpinan bisnis, konsep kepemimpinan sebagai pelayan (servant leadership) adalah hal yang sangat diprioritaskan.

Level Organisasi

Organisasi bisnis adalah sebuah entitas atau sistem yang juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang turbulen dan juga mencari cara untuk mempertahankan kondisi kerja yang lebih seimbang, sehat, dan lebih memelihara. Organisasi bisnis yang tidak menerapkan nilai-nilai spiritual akan kehilangan jiwanya, seperti yang disampaikan oleh Caioppe (2000) berikut ini,

“[Sebagai sebuah dampak dari psikososial lingkungan kerja kontemporer] banyak produk memiliki mutu yang rendah dari isi maupun kualitasnya karena produk-produk ini dibuat oleh orang yang kehilangan kegembiraan dalam membuatnya. Pelayanan kadang dilakukan dalam cara yang biasa-biasa dengan hanya uang yang menjadi fokus transaksinya. Organisasi menghargai kualitas, pelayanan pelanggan, dan pengalaman yang berkesan, namun para karyawan seringkali melihat bahwa prioritas sebenarnya dari manajer hanyalah profit dan penghematan.”

(Caioppe, 2000)

Salah satu komponen utama penerapan spiritualitas pada organisasi bisnis adalah melalui nilai-nilai organisasi; persepsi individu terhadap nilai-nilai organisasi. Guillory (1997) menawarkan sebuah model kepemimpinan organisasi yang menggambarkan kualitas dari organisasi spiritual yaitu pelayanan, keterkaitan dengan yang lain, memiliki kesadaran diri, menerapkan prinsip-prinsip kebijaksanaan, dan menyatukan kepemimpinan yang visioner, transformatif, dan spiritual.

(10)

melakukan audit moral. Dengan menjalankan prinsip-prinsip ini akan mengarahkan organisasi menjadi organisasi berbasis spiritual di masa yang akan datang.

Millman et.al (1999) memberikan sebuah model berbasis nilai-nilai spiritualitas yang dapat diterapkan untuk membangun organisasi yang mendukung spiritualitas. Model ini mengintegrasikan konsep manajemen berbasis nilai dan kerangka strategik manajemen SDM. Berikut ini tahapannya,

1. Artikulasi nilai-nilai spiritual organisasi

2. Penggambaran rencana dan tujuan bisnis organisasi dan karyawan

3. Penerapan praktek Manajemen SDM untuk mendukung rencana dan nilai-nilai

4. Mengukur hasil (outcomes) dari kinerja organisasi dan sikap serta spiritualitas individu setiap karyawan.

Seperti yang telah dipaparkan dalam uraian di atas, spritualitas dalam organisasi bisni dapat diimplementasikan dalam berbagai level dan perspektif, mulai dari dimensi yang sangat individual. Namun Mitroff dan Denton (1999) berpendapat bahwa tidak mungkin penerapan spiritualitas ini hanya berbasis pada individual saja, karena sangat mungkin akan terjadi konflik dalam pilihan dan kepentingan antar individu, oleh karena itu sebaiknya penerapan spiritualitas dilakukan secara menyeluruh dalam organisasi. Sehingga, berbagai manfaat dari penerapan spiritualitas dalam organisasi bisnis ini dapat benar-benar terwujud dan memberikan kemajuan bagi organisasi dan setiap orang yang berada di dalamnya.

V. Kesimpulan dan Rekomendasi

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai spiritualitas dalam organisasi bisnis.

Yang pertama, konsep spiritualitas memiliki perbedaan dengan konsep agama, meskipun keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. Konsep spiritualitas bersifat lebih personal dan universal sehingga dapat secara luas diadopsi dalam organisasi bisnis yang memiliki keberagaman latar belakang karyawannya, bahkan memiliki keterkaitan yang erat dengan berbagai konsep manajemen organisasi modern dan kepemimpinan.

Yang kedua, spiritualitas dalam organisasi bisnis berdasarkan berbagai kajian dan penelitian memberikan sejumlah peranan positif dalam peningkatan kinerja karyawan dan organisasi apabila diterapkan dengan baik dan sesuai.

(11)

sehingga terbentuk budaya organisasi yang mendukung spiritualitas dan menghasilkan perubahan dan perkembangan organisasi ke arah yang lebih baik.

Spiritualitas dan penerapannya dalam dunia bisnis adalah sebuah bidang kajian yang tergolong baru, belum banyak peneliti - khususnya dari dalam negeri - yang mengkaji mengenai hal ini. Untuk itu, penulis memberikan beberapa rekomendasi bagi pengkajian lebih lanjut mengenai spiritualitas.

Yang pertama, untuk memperkaya landasan dan perspektif keilmuan, pengkajian lanjutan mengenai spiritualitas perlu menggali literatur-literatur dari sudut pandang agama-agama utama dunia (Islam, Kristen, Yahudi, Hindu, dan Budha) serta dari kebudayaan Timur yang sangat sarat dengan nilai-nilai spiritual.

Yang Kedua, penelitian lebih lanjut dan penerapan spiritualitas dalam organisasi bisnis sangatlah penting untuk menjadi perhatian, dengan harapan semakin banyak para ahli yang meneliti tentang hal ini dan dilanjutkan dengan semakin banyak para praktisi bisnis yang menjalankannya, semoga dapat menciptakan lingkungan dan dunia bisnis yang lebih manusiawi, jujur, berkeadilan, dan pada akhirnya memberikan kesejahteraan serta kebahagiaan bukan hanya bagi kehidupan di dunia namun lebih jauh dari itu bagi kehidupan di akhirat kelak.

Daftar Pustaka

Paloutzian, Raymond F; Park, Crystal F. (2005) Handbook of The Psychology of Religion dan Spirituality. New York : The Guilford Press

Hayden, Robert W.; Barbuto Jr, John E.; Goertzen, Brent J. (2008) Proposing a Framework for a Non-Ideological Conceptualization of Spirituality in the Workplace. Journal Workplace Spirituality.

Fernando, M (2005) Workplace Spirituality : Another Management Fad. Artikel dalam Bussines Research Yearbook : Global Business Perspectives, Volume XII, No. 2 2005, International Academy of Business Disciplines.

Komala, Kashi; Anantharaman, R.N. Rationale and Spirituality in Organizations. Journal Department of Management Studies, Indian Institute of Technology of Madras. Chennai

Nicou, Kantika (2002) What Are The Implication for Modern Organizations as Society Embraces New Concept of Spiritualism ? ; Spirituality in The Workplace Journal. McGhee, Peter; Grant, Patricia (2008) Spirituality and Ethical Behaviour in the Workplace:

Wishful Thinking or Authentic Reality. Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies Vol 13 No. 2 (2008). http://ejbo.jyu.fi/

(12)

Profil Penulis

Gambar

Tabel 1Perbandingan nilai-nilai spiritual dalam organisasi yang diajukan dalam berbagai literatur

Referensi

Dokumen terkait

Siswa yang belum mendapatkan skor 55% dikategorikan memiliki konsentrasi belajar rendah. Hasil analisis kuesioner konsentrasi belajar yang diberikan sebelum pemberian

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh kemampuan komunikasi interpersonal dan kepercayaan diri terhadap hasil belajar ekonomi siswa

Tahapan ketiga yaitu membangun evangelism yang terdiri dari: (a) taking the word to the market – situs web perusahaan menyediakan fasilitas “ Tell Friends ” yang

Berdasarkan kajian ini dapat diambil kesimpulan bahwa penyajian data keruangan menggunakan teknologi laman ( web ) merupakan salah satu alat ( tool ) yang dapat digunakan

Dalam rangka pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Tahun 2016 berdasarkan Peraturan Menteri

Berdasarkan permasalahan di atas, fokus penelitian ini adalah (1) bagaimana kepedulian mahasiswa terhadap lingkungan hidup melalui metode kunjungan lapangan dan (2)

Antigen spesifik yang berhasil diidentifikasi, diantaranya berasal dari dinding sel kuman, tetapi juga dijumpai dalam filtrat kultur yaitu antigen kompleks 85A, 85B, 85C atau

Segala Puji Syukur yang tidak ada hentinya penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, bimbingan dan penyertaanNya yang selalu baru setiap pagi, sampai pada