PENGARUH MODAL PSIKOLOGIS, BUDAYA ORGANISASI
DAN SPIRITUALITAS DI TEMPAT KERJA TERHADAP
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Psikologi (M.Si)
Oleh
Dina Haya Sufya
NIM: 2113070000015FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRAK
A. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta B. 2015
C. Dina Haya Sufya
D. Pengaruh Modal Psikologis, Budaya Organisasi dan Spiritualitas di Tempat Kerja terhadap OCB
E. xv + 137 halaman + lampiran
F. Motivasi seseorang dalam bekerja bermacam-macam, ada yang memerlukan penghargaan, pengakuan, uang dan bahkan ada yang perlu tempat bersosialisasi. Dalam kehidupan sehari-hari, ada pula seseorang karyawan yang bersedia membantu sesama rekan kerja, padahal ia sendiri masih harus menyelesaikan banyak pekerjaan dan bahkan pertolongan yang diberikan pada koleganya tidak masuk dalam penilaian kinerjanya. McShane dan Glinow (2010) menyebut perilaku tersebut sebagai OCB yaitu suatu bentuk kerjasama dan menolong orang lain yang mendukung konteks sosial dan psikologis organisasi dalam kinerja tugas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh modal psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja terhadap OCB. Total populasi sebanyak 390 karyawan Perum Bulog Jakarta dan yang dijadikan sampel sebanyak 200 karyawan yang diambil dengan menggunakan accidental sampling. Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan peneliti menggunakan Confirmatory Factor Ananlysis (CFA) dan untuk menguji hipotesis peneliti menggunakan multiple regression analysis. Hasil penelitian menujukkan bahwa tiga dimensi modal psikologis (efikasi diri,
harapan, optimisme) satu dimensi spiritualitas di tempat kerja (makna dan tujuan bekerja) yang berpengaruh signifikan terhadap OCB. Peneliti berharap implikasi dari penelitian ini dapat dikaji kembali dan dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan menambah variabel lain yang terkait dengan OCB yang mungkin mempunyai pengaruh lebih besar terhadap OCB.
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology B) 2015
C) Dina Haya Sufya
D) The effect of Psychology Principal, Organizational Culture and Spirituality at work place to OCB.
E) xv + 137 pages + appendix
F) Every employee has different motivation in working, once in a while employee needs appreciation, acknowledgment, money and place to socialize. In daily life, there is another employee willing to help each other, whereas that employee should finish their own work, even it’s not included in their job description. McShane and Glinow (2010), said that behavior as OCB, that is a type of cooperation and help other employees which is support social context and organizational psychology in work performance. This research in demand to know the influence of psychology principal, organizational behavior and spirituality at workplace to OCB. The population is 390 employees of Perum BULOG Jakarta and 200 employees become samples that use accidental sampling. To examine validity, used Confirmatory Factor Analysis (CFA) instrument and to examine hypothesis, researcher use multiple regression analysis.
Output of the research showed that three dimensions of psychology principal (self efficacy, hope, optimism), one spiritual dimension at work place (meaning and works objective) that has significant influence to OCB. Researcher hopes for the next research, that the implication of this research got to re-investigate and able to develop. In example, by adding other variables that concern with OCB, its likely has bigger influence to OCB.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya setiap saat,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Modal
Psikologis, Budaya Organisasi dan Spiritualitas di Tempat Kerja terhadap
Organizational Citizenship Behavior”. Shalawat serta salam semoga terlimpah
kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga, para pengikutnya
dan penerus perjuangan beliau hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya tesis ini tidak dapat terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Abdul
Mujib M.Ag, M.Si beserta jajarannya. Terima kasih atas ilmu dan dedikasinya
selama ini.
2. Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan
informasi dan motivasi kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini
dengan baik. Terima kasih atas kesabarannya dalam menghadapi penulis.
Semoga ilmu yang Bapak berikan menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi
3. Seluruh dosen Magister Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberi berbagai ilmu dan pengetahuan. Semoga ilmu yang telah
Bapak/Ibu berikan akan terus menjadi ladang pahala yang tiada berujung.
4. Orangtua, kakak, adik beserta seluruh keluarga besar yang tak pernah putus
memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.
Terima kasih tak terhingga atas segalanya. Semoga Allah selalu melindungi.
5. Teman-teman Magister Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan
2013 yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis yang telah memberikan
banyak kesan dan cerita terbaik selama dua tahun ini. Terima kasih untuk
segala diskusi, kekompakkan dan canda tawa yang sudah menemani penulis
dalam studi. Penulis akan merindukan suasana kelas.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Pencapaian ini tidak
akan terwujud tanpa ada bantuan dari kalian semua.
Semoga Allah memberikan pahal yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas
segala kebaikan dan bantuan yang diberikan. Penulis menyadari bahwa segala
bentuk kekurangan dan kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja
akan menjadi bahan renungan dan perbaikan diri sendiri untuk menjadi pribadi
yang lebih baik. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan
manfaat kepada setiap pembaca.
Jakarta, Agustus 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 15
1.2.1. Pembatasan masalah... 15
1.2.1. Perumusan masalah ... 16
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 17
1.4. Sistematika Penulisan ... 18
BAB 2 LANDASAN TEORI ... 20
2.1. Organizational Citizenship Behavior ... 20
2.1.1. Definisi organizational citizenship behavior ... 20
2.1.2. Manfaat OCB dalam perusahaan ... 22
2.1.3 Dimensi organizational citizenship behavior ... 26
2.1.5 Pengukuran organizational citizenship behavior ... 32
2.2. Modal Psikologis ... 34
2.2.1. Definisi modal psikologis ... 34
2.2.2. Komponen modal psikologis... 36
2.2.3. Pengukuran terhadap modal psikologis ... 41
2.3. Budaya Organisasi ... 42
2.3.1. Definisi budaya organisasi ... 42
2.3.2. Dimensi budaya organisasi ... 45
2.3.3. Pengukuran budaya organisasi ... 49
2.4. Spiritualitas di Tempat Kerja ... 50
2.4.1. Definisi spiritualitas di tempat kerja ... 50
2.4.2. Dimensi spiritualitas di tempat kerja... 53
2.4.3. Pengukuran spiritualitas di tempat kerja ... 55
2.5. Kerangka Berpikir ... 57
2.5.1. Dinamika pengaruh modal psikologis terhadap OCB ... 58
2.5.2. Dinamika pengaruh budaya organisasi terhadap OCB ... 59
2.5.3. Dinamika pengaruh spiritualitas di tempat kerja terhadap OCB ... 61
2.6. Hipotesis Penelitian ... 64
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 65
3.1. Target Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 65
3.2. Variabel Penelitian ... 66
3.3. Instrumen Pengumpulan Data ... 69
3.4. Pengujian Validitas Konstruk ... 73
3.4.1. Uji validitas konstruk skala OCB ... 75
3.4.3. Uji validitas konstruk budaya organisasi ... 84
3.4.4. Uji validitas spiritualitas di tempat kerja ... 92
3.5. Metode Analisis Data ... 97
3.6. Prosedur Penelitian... 99
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 101
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 101
4.2. Analisis Deskriptif Skor Variabel Penelitian ... 103
4.2.1. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ... 105
4.3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 108
4.3.1. Analisis regresi variabel penelitian ... 108
4.3.2. Pengujian proporsi varians masing-masing IV ... 114
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 119
5.1. Kesimpulan ... 119
5.2. Diskusi ... 120
5.2.1. Diskusi modal psikologis ... 120
5.2.2. Diskusi budaya organisasi ... 122
5.3.3. Diskusi spritualitas di tempat kerja ... 124
5.3. Saran ... 125
5.3.1. Saran teoritis... 125
5.3.2. Saran praktis ... 126
DAFTAR PUSTAKA ... 128
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Alat Ukur OCBS ... 70
Tabel 3.2 Blue Print Alat Ukur Modal Psikologis ... 71
Tabel 3.3 Blue Print Alat Ukur Budaya Organisasi ... 72
Tabel 3.4 Blue Print Alat Ukur Spiritualitas Di Tempat Kerja... 73
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item OCB ... 77
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Efikasi Diri ... 79
Tabel 3.7 Muatan Faktor ItemHarapan ... 81
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Optimis ... 82
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Resiliensi ... 84
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Keterlibatan (Involvement) ... 86
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Konsisten (Consistency) ... 87
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Kemampuan Beradaptasi (Adaptability) ... 89
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Misi (Mission) ... 91
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Kehidupan Batin ... 92
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Makna dan Tujuan Bekerja ... 94
Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Perasaan Terhubung dengan Komunitas ... 96
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian ... 102
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Penelitian ... 103
Tabel 4.3 Analisis Deskriptif ... 105
Tabel 4.4 Norma Skor Variabel ... 106
Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Variabel ... 107
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ilustrasi Kerangka Berpikir ... 63
Gambar 3.1 Hasil analisis faktor konfirmatorik OCB ... 76
Gambar 3.2 Hasil analisis faktor konfirmatorik efikasi diri ... 78
Gambar 3.3 Hasil analisis faktor konfirmatorik harapan ... 80
Gambar 3.4 Hasil analisis faktor konfirmatorik optimisme ... 82
Gambar 3.5 Hasil analisis faktor konfirmatorik resiliensi ... 83
Gambar 3.6 Hasil analisis faktor konfirmatorik keterlibatan ... 85
Gambar 3.7 Hasil analisis faktor konfirmatorik konsistensi ... 87
Gambar 3.8 Hasil analisis faktor konfirmatorik kemampuan beradaptasi ... 88
Gambar 3.9 Hasil analisis faktor konfirmatorik misi ... 90
Gambar 3.10 Hasil analisis faktor konfirmatorik kehidupan batin ... 92
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan terdiri dari pembahasan latar belakang yang mencakup
pemaparan fenomena yang terjadi dan beberapa hasil penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian ini serta dibahas mengenai alasan ketertarikan meneliti
tentang OCB. Selain itu, bab ini berisi pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
1.1. Latar Belakang Masalah
Motivasi seseorang dalam bekerja bermacam-macam, ada yang memerlukan
penghargaan, pengakuan, uang dan bahkan ada yang perlu tempat bersosialisasi.
Kadang terjadi bahwa karyawan kompeten suatu perusahaan menolak tawaran
pekerjaan lain kendati fasilitas dan gaji yang ditawarkan jauh lebih baik.
Karyawan tersebut dengan tegas memilih tetap bertahan bekerja di
perusahaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, ada pula seseorang karyawan yang
bersedia membantu sesama rekan kerja, padahal ia sendiri masih harus
menyelesaikan banyak pekerjaan dan bahkan pertolongan yang diberikan pada
koleganya tidak masuk dalam penilaian kinerjanya.
Banyak pertanyaan-pertanyaan yang kurang positif ditujukan pada orang
tersebut akan tetapi kecurigaan akan motif yang mendasari perilaku seseorang
dalam bekerja seperti penghargaan, pengakuan, uang dan tempat bersosialisasi
tersebut hilang dengan sendirinya setelah menunjukkan bahwa karyawan tersebut
perilaku tersebut sebagai Organizational Citizenship Behavior (disingkat OCB)
yaitu suatu bentuk kerjasama dan menolong orang lain yang mendukung konteks
sosial dan psikologis organisasi dalam kinerja tugas. Seandainya karakteristik dan
nilai-nilai calon karyawan yang berperilaku tersebut dapat diidentifikasi di
samping kompetensi mereka, maka perusahaan akan dapat dengan mudah
merekrut karyawan-karyawan yang memiliki karakteristik yang mendukung
pencapaian sasaran perusahaan. Perilaku sukarela tersebut disebut sebagai extra
-role behavior yang juga disebut sebagai Organizational Citizenship Behavior
(OCB).
OCB memfokuskan pada perilaku orang dan tidak menelusuri motif atau
motivasi yang mendasarinya. Perilaku OCB tidak terdapat pada job description
karyawan tetapi sangat diharapkan karena mendukung peningkatan keefektifan
dan kelangsungan hidup organisasi atau perusahaan. Dalam penelitian ini penulis
mengambil sampel pada Perum Bulog Jakarta yang merupakan lembaga pangan di
Indonesia yang mengurusi tata niaga beras. Secara umum tugas lembaga pangan
tersebut adalah untuk menyediakan pangan bagi masyarakat pada harga yang
terjangkau di seluruh daerah serta mengendalikan harga pangan di tingkat
produsen dan konsumen. SDM Perum Bulog Jakarta harus ditingkatkan
mengingat perusahaan menerima tugas tambahan dari pemerintah untuk
mengelola lima komoditas pangan utama yang bersifat strategis, yakni beras,
jagung, kedelai, gula dan minyak goreng (Kompas.com, 2012). Perlu dilakukan
perubahan internal organisasi untuk mengimbangi perubahan eksternal yang
menunjukkan perilaku menolong rekan kerjanya, berusaha melebihi apa yang
diharapkan perusahaan, bersikap toleran, menjaga hubungan baik dengan rekan
kerja dan bertanggung jawab.
Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu karyawan Bulog yang
telah bekerja selama 33 tahun bapak Tri Djoko Yuwono, karyawan disini bekerja
secara responsif, fokus dan total secara terintegrasi. Mereka juga saling
tolong-menolong apabila ada karyawan yang lain belum menyelesaikan tugas ataupun
kesulitan menjalani tugas apalagi untuk karyawan yang baru bekerja (Komunikasi
personal dengan Tri Djoko Yuwono pada tanggal 29 Juni 2015). Pengamatan
penulis dari tanggal 29 Juni sampai dengan tanggal 27 Juli 2015, juga melihat
gambaran umum perilaku OCB di Perum Bulog Jakarta seperti mau membantu
pekerjaan rekan kerja yang over load (altruism) dan datang ke kantor lebih awal
(conscientiousness), sangat menghargai dan menghormati tindakan yang orang
lain lakukan (sportsmanship), tanggung jawab (civic virtue) serta berbuat baik dan
hormat kepada orang lain (courtesy). Dari fenomena tersebut menunjukkan bahwa
tingkat OCB yang dihasilkan oleh para karyawan Perum Bulog Jakarta dapat
dikatakan cukup baik, maka fokus penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor
apa saja yang berpengaruh terhadap OCB para karyawan Perum Bulog Jakarta.
OCB secara umum didefinisikan sebagai perilaku yang berlangsung di luar
persyaratan formal pekerjaan dan bermanfaat bagi organisasi (Spector, 2000).
Pada kenyataannya, bagaimanapun, ada kemungkinan bahwa banyak perilaku
citizenship terjadi dengan mengorbankan perilaku in-role (Bolino, Turnley,
perilaku in-role, karyawan dapat sangat rentan terhadap terlibat di OCB daripada
menyelesaikan tugas-tugas formal. Selain itu, ada kemungkinan ketika organisasi
akan lebih suka bahwa karyawan mereka tidak terlibat dalam perilaku
kewarganegaraan. Terutama ketika organisasi (atau individu) berada di bawah
tekanan, hal itu mungkin tidak diinginkan untuk karyawan untuk menghabiskan
waktu yang cukup pada hal-hal yang tidak merupakan aspek penting dari
pekerjaan mereka.Memiliki karyawan yang terlibat dalam OCB sebenarnya dapat
mengurangi efisiensi organisasi dan mungkin dapat menghemat biaya organisasi.
Namun menurut Bolino, Turnley dan Nieholf (2004), dalam beberapa kasus,
mungkin lebih efektif bagi organisasi untuk mencegah OCB dan memberikan
bantuan tambahan pada pekerjaannya (misalnya, dengan tambahan
mempekerjakan spesialis komputer).
Kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk perilaku extra-role, telah
menarik perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti
maupun akademisi. Podsakoff mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di
jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun waktu 1997-1998 (Podsakoff, MacKenzie, Paine,
Bahrach, 2000). Selama 30 tahun hingga saat ini pada tahun 2015, penelitian
tentang OCB telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Bateman & Organ, 1983;
Smith, Organ, dan Near, 1983; dalam Podsakof, et.al., 2000, Nasra, & Heilbrunn,
2015). Istilah OCB pertama kali dikenalkan oleh Bateman dan Organ (1983)
dalam penelitiannya tentang hubungan kepuasan kerja dan OCB. Menurut
sebagai penggerak berjalannya organisasi tetapi tidak secara langsung menjadi
bagian dalam pengertian kinerja tugas.
Karyawan yang menunjukkan perilaku discretionary (kebebasan untuk
memilih) yang bukan merupakan bagian dari persyaratan pekerjaan formal
mereka, tapi yang meningkatkan fungsi organisasi, dikatakan good citizenship
(warga negara) yang baik (Robbins, 2003). Manajer dengan performa terbaik
membutuhkan individu yang menampilkan perilaku warga negara yang baik.
Contohnya memberi kritikan yang membangun pada kelompok pekerjaan mereka
dan organisasi, membantu orang lain dalam tim mereka, sukarela dalam
melaksanakan pekerjaan tambahan, menghindari konflik yang tidak perlu,
menunjukkan kepedulian pada organisasi, taat pada peraturan perusahaan, dan
mempunyai sikap toleransi.
Manajer berusaha untuk meminimalkan perilaku disfungsional ketika
mencoba untuk meningkatkan OCB karyawan. Misalnya, seorang karyawan
bersedia melakukan pekerjaan dari segi kuantitas dan kualitas. Namun, ia menolak
untuk bekerja lembur, tidak membantu karyawan baru beradaptasi di
perusahaannya, dan umumnya tidak memberikan kontribusi di luar pekerjaannya.
Individu ini dapat dilihat sebagai good performer, tetapi dia tidak mungkin dilihat
sebagai good organizational citizen (Griffin & Moorhead, 2014). Diperlukan
pendekatan positif organisasi pada seleksi, pengembangan dan pengelolaan
sumber daya manusia. Pendekatan positif ini mencoba untuk mencocokkan
keterampilan dan bakat karyawan dengan tujuan dan harapan organisasi. Ketika
membalasnya. Karena itu, ketika sifat-sifat individu, keadaan internal dan
eksternal berfokus pada pendekatan positif organisasi, maka OCB karyawan juga
akan positif (Luthans & Doh, 2012). Selain itu, lingkungan kerja yang adil
penting dalam meningkatkan kinerja OCB (Blakely, Andrews, Moorman, 2005).
Feedback positif dari organisasi juga mendukung karyawan untuk melakukan
OCB berupa membantu anggota kelompoknya dan berpartisipasi aktif dalam
organisasi (Bachrach, Bendoly, Podsakoff, 2001).
OCB melebihi tugas pekerjaan formal dan sering diperlukan untuk
kelangsungan hidup organisasi, termasuk citra dan penerimaan pada organisasi
(Hellriegel & Slocum, 2011). Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka
sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan
timbulnya OCB. Alasan karyawan menampilkan OCB menurut Jex (2008) yaitu
pertama, suasana hati yang baik dapat meningkatkan frekuensi perilaku membantu
karyawan lain secara spontan dalam bentuk prosocial behavior karena individu
tersebut senang melakukannya. Kedua, jika karyawan merasa bahwa organisasi
memperlakukan mereka secara adil maka mereka cenderung untuk membalas
organisasi tersebut dengan terlibat dalam OCB. Ketiga, karena kepribadian
tertentu dapat mempengaruhi individu untuk terlibat dalam OCB. Lain halnya
dengan penelitian Rioux dan Penner (2001) yang menyatakan bahwa karyawan
terlibat dalam OCB dikarenakan ada tiga hal motif yang mendasarinya yaitu
nilai-nilai prososial, kepedulian terhadap organisasi, dan motif pengelolaan kesan
(impression management). Motif nilai prososial menggambarkan keinginan
organisasi menggambarkan keinginan karyawan untuk membantu dan terlibat
penuh dengan organisasi dan pengelolaan kesan (impression management)
menggambarkan keinginan karyawan untuk dilihat secara positif dan agar tidak
terlihat negatif.
Dalam perspektif Islam, karyawan yang ingin melakukan OCB didasari
akan sikap taqwanya kepada Allah. Taqwa adalah menjadi sadar akan keberadaan
Allah, bertindak ke arah menyenangkan Allah, mencari perlindungan dari murka
Allah dan hukuman-Nya. Menurut Kamil, Sulaiman, Osman-Gani dan Ahmad,
2010, semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang maka akan semakin tinggi
OCB yang mereka miliki. Karena dengan taqwa, karyawan akan bekerja secara
sukarela hanya demi Allah. Mereka akan melakukan yang terbaik dalam pekerjaan
mereka, tetap bersikap jujur dan setia kepada perusahaan (Kamil, Sulaiman,
Osman-Gani, & Ahmad, 2010). OCB cenderung membuat organisasi berjalan
dengan lancar, karyawan menunjukkan perilaku saling berinteraksi, yaitu bersedia
terlibat di dalamnya jika mereka merasa bahwa atasannya juga ikut terlibat.
Penelitian yang dilakukan oleh Lambert (2000) di Fel-Pro, sebuah perusahaan
manufaktur mesin, menunjukkan bahwa OCB yang tinggi ada pada karyawan
yang percaya bahwa program manfaat kehidupan kerja membantu mereka dan
keluarga mereka. OCB akan menurun apabila karyawan merasa emosional dan
lelah karena peningkatan jumlah jam kerja, yang nantinya akan menambah
turnover karyawan (Cropanzano, Rupp & Byrne, 2003). Tingkat turnover yang
tinggi dapat menurunkan niat karyawan untuk melakukan OCB (Chen, Hui, &
Shaul & Zilberman, 2012). Mereka akan cenderung untuk meninggalkan
organisasinya ketika mereka merasa tidak diperlakukan dengan adil oleh
organisasi dan budaya yang lemah daripada karyawan yang menunjukkan tingkat
OCB yang tinggi (Sharoni, Tziner, Fein, Shultz, Shaul & Zilberman, 2012).
Eatough, Chang, Miloslavic, Johnson (2011) menyarankan para manajer
yang ingin mendorong karyawan untuk melakukan OCB agar mempertimbangkan
langkah-langkah untuk mengurangi role stressors terutama ambiguitas peran dan
konflik peran. Caranya yaitu memastikan karyawan mengetahui dengan jelas
deskripsi pekerjaan dan harapan organisasi. Menciptakan lingkungan yang kaya
dengan umpan balik terutama di tempat kerja karena tidak memberikan informasi
umpan balik merupakan penyebab utama dari konflik peran dan ambiguitas peran.
Penelitian meta-analisis oleh Eatough, et.al (2011) tentang hubungan peran
stressors yang terdiri dari dimensi peran ambiguitas, konflik peran, dan
peran/tugas yang berlebihan terhadap OCB bahwa dimensi role stressors yaitu
peran ambiguitas dan konflik peran yang dimediasi oleh kepuasan kerja memiliki
dampak negatif pada OCB. Kondisi emosional negatif seperti peran ambiguitas
dan konflik peran membuat karyawan untuk tidak melakukan OCB. Akan tetapi
dimensi peran yang berlebihan (role overload) memiliki hubungan yang
signifikan dengan OCB. Hal ini disebabkan karena karyawan menganggap dengan
melakukan tugas yang berlebihan dapat meningkatkan motivasi dan upaya dalam
rangka memenuhi semua tuntutan, terlepas dari apakah tuntutan itu dianggap in
OCB merupakan hal yang penting dalam organisasi. Peningkatan OCB
karyawan dapat diidentifikasi oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
peningkatan OCB. Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat
penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau
meningkatnya OCB. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya OCB cukup
kompleks dan saling terkait satu sama lain seperti kepuasan kerja (Robbins,
2003), komitmen organisasi (Yilmaz & Bokeoglu, 2008), spiritualitas (Rastgar,
Zarei, Davoudi & Fartash, 2012), modal psikologis (Avey, Wernsing & Luthans,
2008) dan budaya organisasi (Aronson & Lechler, 2009). Berdasarkan pada
relevansi dengan permasalahan yang ada dan ketertarikan penulis sendiri untuk
mendalami teori tertentu maka faktor modal psikologis, budaya organisasi dan
spiritualitas akan diuji dalam penelitian ini.
Modal psikologis (psychological capital atau yang disingkat dengan
PsyCap) sebagai salah satu faktor internal yang ingin penulis uji pengaruhnya
terhadap OCB. Luthans (2011) memberikan definisi modal psikologis sebagai
suatu kondisi/state psikologis yang positif pada individu dan dengan karakteristik:
pertama, memiliki kepercayaan diri (self-efficacy) melakukan tindakan yang perlu
untuk mencapai sukses dalam tugas-tugas yang menantang. Kedua, memiliki
atribusi yang positif (optimis) akan kesuksesan sekarang dan di masa depan.
Ketiga, berusaha keras untuk mencapai tujuan, dan jika dibutuhkan, individu
tersebut akan mengarahkan arah pergerakannya ke arah tujuan tersebut agar bisa
akan mampu bertahan dan berusaha lebih baik lagi (resiliensi) agar bisa mencapai
kesuksesan.
Agar tercapai keunggulan kompetitif, setiap organisasi perlu beradaptasi
pada pengembangan modal psikologis yang membuat organisasi itu unik dan
spesifik (Luthans & Youssef, 2004). Sebagai contoh pada dimensi self-efficacy,
karyawan baru dalam melaksanakan pekerjaannya belum tentu percaya diri akan
pekerjaan baru mereka, kecuali adanya usaha dari individu untuk proaktif pada
diri mereka sendiri, manajer dan rekan-rekan kerja untuk meningkatkan
self-efficacy individu tersebut dalam pekerjaan barunya. Menurut Luthans, Youssef
dan Avolio (2007), keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh organisasi
diperoleh melalui investasi, memanfaatkan, mengembangkan dan mengelola
modal psikologis (PsyCap).
Modal psikologis (yang terdiri dari efikasi diri, harapan, keberhasilan,
optimisme dan resiliensi) berhubungan dengan sikap (keterlibatan) dan perilaku
(OCB) yang dimediasi oleh emosi positif karyawan untuk perubahan organisasi
(Avey, Wernsing, Luthans, 2008). Karyawan yang mempunyai modal psikologis
yang tinggi cenderung memiliki emosi yang lebih positif dan kemudian menjadi
lebih terlibat dalam organisasi dan juga menunjukkan OCB yang lebih (Avey
et.al, 2008). Penelitian Avey, Reichard, Luthans, dan Mhatre (2011) yang meneliti
tentang hubungan antara modal psikologis dengan sikap yang diinginkan
(kepuasan, komitmen, well-being), perilaku yang diinginkan (OCB), kinerja
karyawan dan sikap yang tidak diinginkan (cynicism for change, stres, turnover)
memenuhi kriteria, menunjukkan hubungan yang signifikan antara modal
psikologis dengan sikap yang diinginkan karyawan (kepuasan kerja, komitmen
organisasi, kesejahteraan psikologis), perilaku yang diinginkan karyawan (OCB)
dan kinerja. Belum banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan hubungan
antara modal psikologis dengan OCB. Beberapa sumber juga menyatakan bahwa
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh modal
psikologis terhadap OCB karyawan (Avey et. Al., 2008). Berdasarkan hal tersebut,
penulis sangat tertarik untuk meneliti hubungan langsung antara modal psikologis
dengan OCB pada karyawan Perum Bulog Jakarta. Penelitian ini berfokus pada
sejauh mana kemunculan perilaku OCB mampu diprediksi melalui
komponen-komponen modal psikologis. Apakah semua komponen-komponen modal psikologis mampu
memprediksi kemunculan OCB atau hanya beberapa komponen saja.
OCB juga dipengaruhi oleh budaya organisasi. Dyne dan Ang (1998) yang
meneliti tentang OCB pada contingent workers (kontrak waktu tertentu) di
Singapura, menyarankankan agar pada penelitian selanjutnya variabel budaya
organisasi mungkin bisa menjadi prediktor yang mempengaruhi OCB. Menurut
Denison (1996), budaya organisasi didefinisikan sebagai nilai, kepercayaan dan
prinsip yang berfungsi sebagai dasar sistem manajemen organisasi, dan juga
praktek dan perilaku manajemen yang membantu dan memperkuat prinsip dasar
tersebut.
Penelitian Mohanty dan Rath (2012) pada tiga organisasi mewakili di
sektor ekonomi, manufaktur, dan informasi teknologi dan perbankan
mempengaruhi OCB karyawan dalam organisasi. Mereka berasumsi bahwa
budaya jika dipelihara dengan baik, bisa menanamkan OCB karyawan dalam
organisasi. Penelitian Paine dan Organ (2000) tentang pengaruh OCB pada 26
negara dengan budaya yang berbeda dapat disimpulkan bahwa negara yang
memiliki budaya kolektif (kerjasama) cenderung menampilkan OCB. OCB
merupakan bagian yang tidak terpisahkan karena budaya kolektif yang menganut
sistem kerjasama dalam tim. Diharapkan pada penelitian selanjutnya bisa dimulai
dengan mengukur OCB pada satu budaya di suatu negara agar mendapatkan
pandangan yang lebih komprehensif (Paine & Organ, 2000; Cohen, 2006). Sama
halnya dengan penelitan yang dilakukan oleh Cohen (2006) bahwa OCB
dipengaruhi oleh budaya. Cohen (2006) menekankan pentingnya sistem
kolektivisme (kerjasama) dalam tim demi menunjukkan OCB dan kinerja yang
lebih baik. Kesesuaian antara budaya organisasi yang disukai karyawan dengan
budaya perusahaan ternyata mempengaruhi kinerja tugas karyawan serta
meningkatkan OCB seperti membantu karyawan lain dan sukarela dalam
mengerjakan tugas-tugasnya (Rogelberd, 2007). Namun sejauh ini belum ada
penelitian yang secara spesifik meneliti hubungan antara budaya organisasi dan
OCB. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin meneliti sejauh mana keterkaitan
nilai-nilai organisasi berpengaruh pada perilaku OCB karyawan Perum Bulog
Jakarta.
Variabel terakhir yang ingin penulis uji pengaruhnya terhadap OCB adalah
spiritualitas. Dimensi spiritualitas manusia semula kurang dapat diterima dalam
spiritual manusia telah berkurang. Gerakan spiritualitas di tempat kerja mulai
tampak di beberapa negara Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dari merebaknya
publikasi tertulis (jurnal cetak maupun on line, buku) dan konferensi-konferensi
dengan tema spiritualitas di tempat kerja (Widyarini, 2008). Menurut Ashmos dan
Duchon (2000) tekanan kompetisi global telah membuat pemimpin perusahaan
berpikir bahwa kreativitas karyawan dibutuhkan untuk mengekspresikan diri
secara penuh dalam bekerja dan hal ini akan terjadi jika pekerjaan tersebut dirasa
bermakna bagi karyawan. Spiritualitas menjadi harapan baru untuk terjadinya
perbaikan moral, etika, nilai, kreativitas, produktivitas dan sikap kerja.
Menurut Ashmos dan Duchon (2000), pertama, spiritualitas kerja
merupakan hal yang terpenting dalam suatu organisasi karena dengan adanya
spiritualitas kerja berarti mengakui bahwa pekerja adalah makhluk spiritual,
mereka memiliki kehidupan batin yang mana kebutuhan akan makna menjadi
tujuan. Kedua, spiritualitas kerja bukan hanya sekedar sifat batin pekerja, tetapi
juga tentang kebutuhan untuk menjadi bagian dari komunitas. Dengan demikian,
spiritualitas di tempat kerja meliputi gagasan bahwa kebutuhan masyarakat akan
makna dapat dicapai melalui pekerjaan yang bermakna (Duchon & Plowman,
2005).
Ashmos dan Duchon (2000) mendefinisikan spiritualitas yaitu suatu
tempat kerja dimana orang melihat dirinya sebagai bagian dari komunitas yang
dipercaya, dimana mereka mengalami perkembangan pribadi sebagai bagian dari
kerja dimana spiritualitas berkembang. Spiritualitas di tempat kerja memiki tiga
komponen yaitu kehidupan batin, pekerjaan yang bermakna, dan komunitas.
Krishnakumar dan Neck (2002) menggambarkan bahwa spiritualitas
mendorong seseorang mencari arti tentang pekerjaan yang dilakukannya, mengapa
dan untuk apa individu melakukan pekerjaan tersebut. Kemudian mendorong
seseorang untuk mencari arti mengapa melakukan pekerjaan tersebut, apa yang
mendorong atau mengarahkannya, serta mencari alasan bertahan dalam organisasi
tersebut. Spiritualitas mengarahkan individu untuk memahami keberadaan dirinya
dalam upaya pencapaian arti hidup yang sesungguhnya.
Spiritualitas di tempat kerja membantu meningkatkan OCB yang pada
akhirnya memiliki banyak keuntungan positif bagi organisasi. Hasil penelitian
Rastgar, Zarei, Davoudi dan Fartash (2012) mengatakan bahwa spiritualitas di
tempat kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Semakin tinggi
spiritualitas karyawan maka mereka akan cenderung untuk memiliki perilaku di
luar pekerjaan (OCB) dalam menjalankan pekerjaan mereka sehari-hari sehingga
mendukung efektivias organisasi. Mereka menyarankan kepada para manajer
seharusnya menyediakan suasana yang tepat dan meningkatkan spiritualitas di
tempat kerja untuk melibatkan karyawan dalam perilaku extra-role. Karyawan
yang memiliki spiritualitas di tempat kerja mereka melakukan tindakan melebihi
tugas pekerjaan formal. Kazemipour, Amin, Pourseidi (2012) meneliti hubungan
antara spiritualitas di tempat kerja dengan OCB yang dimediasi oleh variabel
komitmen afektif pada perawat rumah sakit di Iran. Ada hubungan yang
tempat kerja mereka merasa adanya ikatan emosional terhadap organisasi.
Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin menguji sejauh mana karyawan memaknai
diri mereka di tempat kerja berpengaruh secara spesifik terhadap OCB karyawan
Perum Bulog Jakarta. Apakah semua dimensi-dimensinya atau hanya beberapa
dimensi saja.
Berdasarkan paparan di atas dapat diduga bahwa dengan memiliki modal
psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja yang mendukung,
maka OCB karyawan akan meningkat. Sehingga penelitian ini berjudul ‘Pengaruh
Modal Psikologis, Budaya Organisasi, dan Spiritualitas terhadap Organizational
Citizenship Behavior.
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis membatasi penelitian pada
pengaruh Modal Psikologis, Budaya Organisasi dan Spiritualitas terhadap
Organizational Citizenship Behavior, yang dilaksanakan di Perum Bulog Jakarta.
Adapun definisi variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:
a) Organizational Citizenship Behavior yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah perilaku sukarela individu (dalam hal ini karyawan) yang tidak secara
langsung berkaitan dalam sistem pengimbalan namun berkontribusi pada
efektivitas organisasi seperti sukarela membantu karyawan lain (altruism),
datang ke kantor lebih awal (conscientiousness), toleransi (sportsmanship),
saling menghormati (courtesy) dan mengatasi persoalan-persoalan yang
b) Modal psikologis yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kondisi/state
psikologis yang positif pada individu dan dicirikan dengan: (1) mempunyai
kepercayaan diri untuk memilih dan memasukkan usaha yang penting untuk
mencapai keberhasilan dalam menyelesaiakan tugas yang menantang (efikasi
diri); (2) membuat atribusi positif mengenai keberhasilan di masa sekarang
dan di masa yang akan datang (optimisme); (3) tekun dalam mencapai tujuan,
dan jika diperlukan, mengarahkan jalan kepada tujuan dengan maksud untuk
meraih kesuksesan (harapan); dan (4) ketika dilanda masalah dan sebagainya,
individu bertahan dan berjuang kembali dan bahkan melebihi kemampuan
semula untuk mencapai kesuksesan (bertahan).
c) Budaya organisasi yang dimaksud dalam penelitian adalah nilai, kepercayaan
dan prinsip organisasi yang merupakan gabungan dari sifat keterlibatan,
konsistensi, kemampuan beradaptasi dan misi.
d) Spiritualitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman diri
karyawan akan kehidupan batin, mengenai pengalaman akan rasa bertujuan
dan bermakna dalam bekerja serta perasaan saling terhubung dengan orang
lain dan dengan komunitasnya di tempat kerja.
1.2.2. Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh modal psikologis (efikasi diri, harapan, optimisme dan
beradaptasi dan misi), spiritualitas di tempat kerja (kehidupan batin, makna
dan tujuan bekerja dan perasaan terhubung dengan komunitas) terhadap OCB?
2. Seberapa besar sumbangan modal psikologis (efikasi diri, harapan, optimisme
dan resiliensi), budaya organisasi (keterlibatan, konsistensi, kemampuan
beradaptasi dan misi), spiritualitas di tempat kerja (kehidupan batin, makna
dan tujuan bekerja dan perasaan terhubung dengan komunitas) terhadap OCB?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh antara modal psikologis,
budaya organisasi dan spiritualitas terhadap OCB.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis
maupun praktis yaitu sebagai berikut:
1. Secara teoritis penelitian mengenai OCB ini diharapkan memberikan
kontribusi dan sumbangan ilmu pengetahuan bagi bidang keilmuan psikologi,
terutama psikologi industri dan organisasi. Selain itu, dapat memberikan
gambaran dan informasi yang semakin beragam pada tema penelitian yang
telah ada mengenai perilaku organisasi dan spiritualitas di tempat kerja.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
yaitu:
a. Bagi Pimpinan Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam upaya mengevaluasi
dimensi-dimensi modal psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas
pada karyawan serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
karyawan yang tinggi. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman fenomena OCB bagi karyawan di perusahaan,
sehingga dengan demikian karyawan dapat menerapkan pengembangan
Sumber Daya Manusia.
b. Bagi Karyawan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
tentang keterkaitan antara modal psikologis, budaya organisasi, dan
spiritualitas dengan OCB karyawan pada perusahaan.
c. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pikiran untuk
menjadi bahan pertimbangan hal-hal yang dapat mempengaruhi OCB
karyawan terhadap perusahaan yang secara tidak langsung meningkatkan
produktivitas perusahaan.
1.4 Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB 2 LANDASAN TEORI
Membahas sejumlah teori yang terkait dengan masalah yang akan diteliti secara
sistematis, yaitu teori tentang Organizational Citizenship Behavior, modal
psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja. Selain itu, terdapat
BAB 3 METODE PENELITIAN
Meliputi populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, variabel penelitian,
instrument pengumpulan data, uji validitas konstruk, teknik analisis data dan
prosedur penelitian.
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, dipaparkan gambaran subjek penelitian, hasil analisis deskriptif,
kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan
hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Pada bab lima penulis akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang
telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kesimpulan, diskusi dan
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab ini memaparkan teori yang akan diuraikan, mencakup tiga subbab yaitu (1)
teori OCB (definisi, aspek, pengukuran dan faktor-faktor yang mempengaruhi
OCB), (2) teori modal psikologis (definisi, komponen dan pengukuran modal
psikologis), (3) teori budaya organisasi (definisi, dimensi dan pengukuran budaya
organisasi), (4) teori spiritualitas di tempat kerja (definisi, dimensi dan
pengukuran spiritualitas di tempat kerja).
2.1 Organizational Citizenship Behavior
2.1.1 Definisi organizational citizenship behavior
Kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk perilaku extra-role, telah menarik
perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti maupun
akademisi. Podsakoff mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di
jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun waktu 1997-1998 (Podsakoff, MacKenzie, Paine,
Bahrach, 2000). Selama 30 tahun hingga saat ini penelitian tentang OCB telah
dilakukan oleh beberapa peneliti (Bateman & Organ, 1983; Smith, Organ, dan
Near, 1983; dalam Podsakof, et.al., 2000).
Podsakoff dan Mackenzie (1994) dalam penelitiannya tentang OCB pada
pramuniaga (salesperson) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang
bersifat bebas (discretionary) pada pramuniaga, yang diyakini secara langsung
meningkatkan efektivitas organisasi tanpa harus mengurangi produktivitas
organisasi. Begitu juga dengan Borman dan Motowidlo (1997), yang
individu yang dimaksudkan untuk membantu orang lain dalam organisasi atau
untuk menunjukkan kesadaran dalam upaya mendukung berjalannya organisasi.
Lain halnya yang disampaikan oleh Moorman dan Blakely (1995), OCB tidak
hanya bersifat sukarela tetapi lebih mengarah kedalam bentuk dukungan
organisasi. Menurut mereka, OCB sering dilakukan karyawan untuk mendukung
kepentingan kelompok atau organisasi meskipun karyawan tidak secara langsung
mendapatkan keuntungannya.
Organ (dalam Podsakoff, MacKenzie, Paine & Bachrach, 2000)
mendefinisikan OCB sebagai perilaku sukarela individu (dalam hal ini karyawan)
yang tidak secara langsung berkaitan dalam sistem pengimbalan namun
berkontribusi pada efektivitas organisasi. Dengan kata lain, OCB merupakan
perilaku seorang karyawan bukan karena tuntutan tugasnya namun lebih
berdasarkan kesukarelaannya. Relevansi OCB didasarkan terutama pada
perdebatan bahwa kinerja kerja harus mencakup tidak hanya perilaku yang
memberikan kontribusi terhadap inti teknis organisasi, disebut kinerja tugas, tetapi
juga perilaku yang memberikan kontribusi terhadap kinerja organisasi dengan
membentuk organisasi sosial dan psikologis lingkungan, yang dikenal dengan
OCB (Rogelberd, 2007).
Menurut Robbins dan Judge (2013) OCB adalah perilaku pilihan yang
tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan dan
memberikan kontribusi psikologis dan lingkungan sosial di tempat kerja.
Organisasi-organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan bertindak
melampaui perkiraan. Tingkat OCB pada individu dilihat dari sejauh mana
tingkah lakunya membuat kontribusi positif secara keseluruhan untuk organisasi
(Griffin & Moorhead, 2014).
OCB merupakan perilaku sukarela yang dilakukan di luar peran formal
seseorang yang membantu karyawan lain untuk melakukan pekerjaan mereka atau
yang menunjukkan dukungan dan kesadaran terhadap organisasi (Cascio, 2004).
Penelitian OCB yang dilakukan oleh Dekas, Bauer, Welle, Kurkoski, dan Sullivan
(2013) pada knowledge worker di perusahaan Google, mendefinisikan OCB
sebagai upaya karyawan menggunakan waktu untuk bersosialisasi dengan orang
lain, menggali informasi baru, dan melihat cara berpikir. Mereka lebih cenderung
untuk menemukan informasi yang membantu mereka menciptakan ide-ide baru
dan pengetahuan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu
diluar dari deskripsi pekerjaan yang ditentukan dan dilakukan dengan sukarela
yang secara formal tidak berada dalam sistem reward tetapi memberikan
kontribusi terhadap efektivitas dan efisiensi fungsi-fungsi dalam organisasi.
2.1.2. Manfaat OCB dalam perusahaan
OCB dapat menjadi aspek penting dari perilaku karyawan yang
memberikan kontribusi untuk efektivitas organisasi secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian mengenai OCB terhadap kinerja
organisasi, ada beberapa manfaat OCB dalam meningkatkan keefektifan
1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja.
a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian
tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan
tersebut.
b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan
karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja
atau kelompok.
2. OCB meningkatkan produktivitas manajer.
a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer
mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan
tersebut, untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.
b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan
kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen.
3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara
keseluruhan
a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam
suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya
manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti
membuat perencanaan.
b. Karyawan yang menampilkan conscientiousness yang tinggi hanya
membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat
lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang
lebih penting.
c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan
melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya
untuk keperluan tersebut.
d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportsmanship akan sangat menolong
manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan
keluhan-keluhan kecil karyawan.
4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara
fungsi kelompok
a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril
(morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota
kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk
pemeliharaan fungsi kelompok.
b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan
mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan
untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang
5. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan
kelompok kerja
a. Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi
aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi
diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan
b. Menampilkan perilaku courtesy (misalnya saling memberi informasi
tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari
munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk
diselesaikan.
6. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan
mempertahankan karyawan terbaik
a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasaan
saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan
kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan
karyawan yang baik.
b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku
sportsmanship (misalnya tidak mengeluh karena
permasalahan-permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada
organisasi.
7. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi
a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang
mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan cara
mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja.
b. Karyawan yang conscientious cenderung mempertahankan tingkat kinerja
yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja
unit kerja
8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan
a. Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan
sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan
dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut,
sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat.
b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada
pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang
penting dan harus diketahui oleh organisasi.
c. Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness (misalnya
kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian
baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan
perubahan yang terjadi di lingkungannya.
2.1.3. Dimensi organizational citizenship behavior
Aspek-aspek OCB dilihat secara luas sebagai faktor yang memberikan sumbangan
pada hasil kerja organisasi secara keseluruhan. Pada awalnya Podsakoff,
MacKenzie, Moorman dan Fetter (dalam Organ, et.al, 2006) menyebutkan lima
aspek OCB, yakni altruism, civic virtue, conscientiousness, courtesy dan
sportsmanship. Kelima aspek perilaku OCB ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Aspek altruism
Altruism adalah perilaku sukarela membantu karyawan lain tanpa ada paksaan
pada tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional. Menolong
orang lain baik yang berhubungan dengan tugas dalam organisasi ataupun
masalah pribadi orang lain. Dimensi ini menunjukkan perilaku membantu
lain misalnya membantu dalam menggunakan peralatan tertentu (Organ, et.al,
dalam Budiharjo, 2011). Dimensi ini kadang juga disebut altruism, peacemaking
atau cheerleading.
2. Aspek conscientiousness
Conscientiousness adalah suatu perilaku sukarela (extra-role) individu terlibat
dalam tugas yang melampaui persyaratan minimal dari organisasi dalam hal
kehadiran, taat dan patuh, tidak mengambil istirahat tambahan dan sebagainya. Ia
melakukan tindakan-tindakan yang menguntungkan organisasi melebihi dari yang
disyaratkan.
Perilaku tersebut melibatkan tindakan kreatif dan inovatif secara sukarela
untuk meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas demi peningkatan
kinerja organisasi, membantu menyelesaikan pekerjaan orang lain, secara sukarela
mengambil tanggung jawab dan memotivasi karyawan lain untuk melakukan hal
yang sama.
3. Aspek sportmanship
Sportmanship adalah perilaku yang menunjukkan suatu kerelaan/ toleransi untuk
bertahan bekerja pada suatu organisasi tanpa mengeluh walaupun keadaan di
perusahaan tersebut kurang menyenangkan. Seseorang yang mempunyai tingkatan
yang tinggi dalam sportsmanship akan meningkatkan iklim yang positif diantara
karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain
sehinnga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan. Menurut
Organ, et.al (2006) dimensi ini kurang mendapat perhatian pada penelitian
yang lebih luas, dalam pengertian individu tidak hanya mampu bertahan dalam
ketidakpuasan akan tetapi ia juga harus tetap bersikap positif serta bersedia
mengorbankan kepentingannya sendiri demi kelompok.
4. Aspek courtesy
Courtesy adalah aspek dalam arti bahwa karyawan berbuat baik dan hormat
kepada orang lain, termasuk perilaku seperti membantu seseorang untuk
mencegah terjadinya suatu permasalahan, atau membuat langkah-langkah untuk
mengurangi berkembangnya suatu masalah.
5. Aspek civic virtue
Civic virtue adalah perilaku pada individu yang menunjukkan bahwa dia peduli
terhadap kelangsungan hidup organisasi, bertanggung jawab dan terlibat dalam
mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh organisasi demi kelangsungan
hidup organisasi. Perilaku ini ditunjukkan dengan keinginan untuk berpartisipasi
aktif dalam organisasi. Misalnya mengungkapkan pendapat sebagai bahan
pertimbangan untuk kemajuan organisasi, atau memperhatikan lingkungan kerja
dari situasi yang mengancam. Dimensi ini disebut juga dengan organizational
participation (Graham, dalam Organ, et.al, 2006) dan protecting the organization
(George & Brief, dalam Organ, et.al, 2006).
Berdasarkan survei literatur, terdapat banyak definisi OCB dan hingga kini
tampaknya belum ada kesepakatan bersama mengenai konstruk tersebut. Oleh
karena itu Organ, et.al (2006) menambahkan dua dimensi dari kelima dimensi
sebelumnya menjadi tujuh dimensi. Penambahan kedua dimensi OCB yaitu
dimensi OCB menurut Graham (dalam Organ, et.al, 2006). Dimensi tersebut
adalah:
1. Organizational loyalty.
Perilaku individu yang berkaitan dengan upaya mempromosikan citra
organisasinya ke pihak luar, di samping itu ia berupaya melindungi organisasi
atau perusahaan tersebut walaupun keadaan organisasi kurang menguntungkan
dan penuh dengan resiko.
2. Organizational compliance.
Menunjukkan suatu sikap individu yang menerima peraturan dan prosedur yang
berlaku di suatu organisasi. Hal tersebut dicerminkan oleh perilaku individu yang
tidak pernah melanggar peraturan perusahaan bahkan tanpa diawasi atau sanksi
sekalipun.
Pada penelitian ini dimensi OCB yang digunakan yaitu altruism,
conscientiousness, sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Hal ini dikarenakan
penelitian empiris selama ini hanya menganalisis pendapat Organ et.al (2006)
dengan dimensi altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy dan civic
virtue.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhiOCB
OCB merupakan hal yang penting dalam organisasi. Maka penelitian ini berusaha
mencari variabel-variabel yang dapat membentuk OCB. Peningkatan OCB
karyawan dapat diidentifikasikan oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
peningkatan OCB. Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat
meningkatnya OCB. Menurut Organ et.al (2006), peningkatan OCB dipengaruhi
oleh dua faktor utama, yaitu:
1. Faktor internal yang berasal dari diri karyawan sendiri, antara lain adalah
kepuasan kerja (Robbins, 2003; Lapierre, Hacket, 2007), komitmen organisasi
(Yilmaz & Bokeoglu, 2008; Cohen, 2006; Meierhans, Rietmann & Jonas,
2008), kepribadian (Golparvar & Javadian, 2012), kecerdasan emosional (Day
& Carroll, 2004; Carmeli & Josman, 2006; Korkmaz & Arpaci, 2009; Jung &
Yoon, 2012), mood karyawan (Messer & White, 2006), modal psikologis yang
dimediasi oleh emosi positif (Avey, Wernsing & Luthans, 2008) dan
spiritualitas (Rastgar, Zarei, Davoudi & Fartash, 2012).
2. Faktor eksternal yang berasal dari luar karyawan, antara lain gaya
kepemimpinan (Ehrhart, 2004; Euwema, Wendt & Emmerik, 2007;
Meierhans, Rietmann & Jonas, 2008; Carter, Mossholder, Field & Armenakis,
2014, Nasra & Heilbrunn, 2015), budaya organisasi (Aronson & Lechler,
2009), kinerja organisasi (Bolino, Turnley & Bloodgood, 2002) dan keadilan
organisasi (Ehrhart, 2004; Blakely, Andrews & Moorman, 2005; Meierhans,
Rietmann & Jonas, 2008)
Akan tetapi tidak semua faktor-faktor yang mempengaruhi OCB akan
disertakan sebagai variabel-variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan pada
relevansi dengan permasalahan yang ada maka faktor modal psikologis (Avey,
Wernsing & Luthans, 2008), budaya organisasi (Aronson & Lechler, 2009) dan
ini. Diuji dalam arti apakah variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap
OCB dan kalau ada seberapa besar pengaruh tersebut.
1. Modal psikologis
Avey, Wernsing dan Luthans (2008) menyatakan bahwa salah satu hal yang bisa
menjadi prediktor munculnya perilaku OCB adalah modal psikologis. Hubungan
antara modal psikologis dan OCB ini sendiri dimediasi dengan munculnya suatu
emosi positif. Karyawan yang memiliki tingkat modal psikologis yang tinggi akan
memiliki suatu emosi positif yang lebih tinggi dan kemudian akan lebih terlibat
dalam organisasi serta memiliki tingkat OCB yang tinggi. Lebih lanjut lagi,
Norman, Avey, Nimnicht, Pigeon (2010) menyatakan bahwa seorang karyawan
yang memiliki keterikatan yang tinggi dengan organisasi dan tingkat modal
psikologis yang tinggi akan memiliki tingkat OCB yang tinggi.
2. Budaya organisasi
OCB dipengaruhi oleh budaya organisasi dan dapat dimanfaatkan oleh pimpinan
untuk memicu OCB karyawan yang pada akhirnya mendorong kesuksesan
organisasi (Aronson & Lechler, 2009). Hal ini juga didukung dengan hasil
penelitian oleh Cohen (2006) dan Euwema, Wendt dan Emmerik (2007) yang
menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap OCB. Budaya yang
sehat dimana anggotanya aktif mendukung satu sama lain dalam mengidentifikasi
masalah dan mencari solusi yang terbaik serta mengelola OCB dengan baik. Ada
perasaan saling percaya, yaitu anggota organisasi percaya bahwa mereka dapat
mengendalikan masalah apapun dan menemukan solusinya. Budaya yang sehat
3. Spiritualitas
Spiritualitas semakin diakui dan diterima sebagai keseluruhan bagian karyawan
dan lingkungan kerja. Dengan meningkatkan iklim spiritual dan menerima
spiritualitas karyawan, pemimpin organisasi dapat meningkatkan OCB karyawan
(James, Miles, Mullins, 2011). Organisasi yang membantu untuk menemukan
spiritualitas karyawan mereka, tidak mungkin melakukan perilaku kontraproduktif
(penyimpangan), dan lebih kooperatif untuk bersedia melakukan perilaku sukarela
yang dilakukan di luar peran formal seseorang.
2.1.4. Pengukuranorganizational citizenship behavior
Pengukuran OCB telah banyak dikembangkan oleh peneliti terdahulu, diantaranya
Bateman dan Organ (dalam Organ, et.al, 2006) mengembangkan skala OCB
dengan item yang berjumlah 30 item yang menggunakan skala 7 poin berkisar
antara “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju”. Skala ini terdiri dari beberapa
dimensi OCB seperti kerjasama, altruism, kepatuhan, ketepatan waktu,
melindungi perusahaan, mengikuti aturan perusahaan dan ketergantungan
terhadap perusahaan. Skala ini diberikan pada 77 karyawan di sebuah universitas
ternama. Sayangnya Bateman (dalam Organ, et.al, 2006) menemukan para
subdimensi pada skala tersebut tidak bersifat unidimensional dan tidak memiliki
tema yang begitu jelas pada item-item tersebut.
Selain itu, Smith, Organ dan Near (dalam Organ, et.al, 2006) pada tahun
1983 mengembangkan skala OCB dengan item yang berjumlah sebanyak 20 item
kepatuhan. Dari 20 item tersebut ada 4 item yang di-drop, jadi secara keseluruhan
jumlah item sebanyak 16 item. Smith et al. (dalam Organ, et.al, 2006) kemudian
menggunakan skala 16 item kepada 422 karyawan yang bekerja pada dua bank
yang berbeda di Amerika Serikat.
Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi skala milik Podsakof,
MacKenzie, Moorman dan Fetter (dalam Organ, et.al, 2006) yang
mengembangkan skala OCB dengan item berjumlah 24 item menggunakan skala 7
poin berkisar antara “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju”. Podsakoff, et.al
mengembangkan item ini berdasarkan dari kelima dimensi OCB yang ditetapkan
oleh Organ (dalam Organ, et.al, 2006) yaitu altruism, consicientiousness,
sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Podsakoff, et.al mengujicobakan kepada
988 karyawan di perusahaan petrokimia dengan divisi yang ada di seluruh
Amerika Serikat, Canada dan Eropa.
Secara keseluruhan, model pengukuran sesuai dengan kelima dimensi
OCB dan telah diterima dengan baik hasil validitas dan reliabilitasnya (dalam
Organ, et.al, 2006). Peneliti menggunakan skala milik Podsakof, MacKenzie,
Moorman dan Fetter (dalam Organ, et.al 2006) karena skala ini telah banyak
digunakan pada penelitian sebelumnya. Selain itu, butiran item ini telah didesain
untuk mengukur lima dimensi OCB yang dimensinya diidentifikasikan oleh Organ
2.2. Modal Psikologis
2.2.1. Definisi modal psikologis
Luthans (2011) memberikan definisi modal psikologis sebagai suatu kondisi/state
psikologis yang positif pada individu dan dengan karakteristik: pertama, memiliki
kepercayaan diri (self-efficacy) melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai
sukses dalam tugas-tugas yang menantang. Kedua, memiliki atribusi yang positif
(optimis) akan kesuksesan sekarang dan di masa depan. Ketiga, berusaha keras
untuk mencapai tujuan, dan jika dibutuhkan, individu tersebut akan mengarahkan
arah pergeraknnya ke arah tujuan tersebut agar bisa mencapai kesuksesan.
Keempat, ketika mendapatkan masalah, individu tersebut akan mampu bertahan
dan berusaha lebih baik lagi (resiliensi) agar bisa mencapai kesuksesan.
Ketika karyawan di tempat kerja memiliki hubungan kerja yang baik, itu
berarti karyawan akan bersedia mengambil resiko dalam suatu kelompok,
melibatkan diri kepada anggotanya, dan pada akhirnya karyawan dapat
mengandalkan dukungan dari rekan kerjanya. Akan tetapi karyawan akan
memberikan kontribusi kepada tim kerjanya ketika individu tersebut memiliki
modal psikologis yang kuat (Pryce-Jones, 2010). Menurut Pryce-Jones (2010)
modal psikologis meliputi sumber daya mental yang dibangun individu ketika
sesuatu berjalan dengan baik dan menutupi ketika sesuatu berjalan tidak baik.
Sumber daya ini meliputi ketahanan, motivasi, harapan, optimis, keyakinan diri,
kepercayaan diri dan tenaga bekerja. Semuanya merupakan kunci dari
kebahagiaan, jika karyawan tidak memiliki modal psikologis maka karyawan