• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh modal psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja terhadap organizational citizenship behavior

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh modal psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja terhadap organizational citizenship behavior"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODAL PSIKOLOGIS, BUDAYA ORGANISASI

DAN SPIRITUALITAS DI TEMPAT KERJA TERHADAP

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Psikologi (M.Si)

Oleh

Dina Haya Sufya

NIM: 2113070000015

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

A. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta B. 2015

C. Dina Haya Sufya

D. Pengaruh Modal Psikologis, Budaya Organisasi dan Spiritualitas di Tempat Kerja terhadap OCB

E. xv + 137 halaman + lampiran

F. Motivasi seseorang dalam bekerja bermacam-macam, ada yang memerlukan penghargaan, pengakuan, uang dan bahkan ada yang perlu tempat bersosialisasi. Dalam kehidupan sehari-hari, ada pula seseorang karyawan yang bersedia membantu sesama rekan kerja, padahal ia sendiri masih harus menyelesaikan banyak pekerjaan dan bahkan pertolongan yang diberikan pada koleganya tidak masuk dalam penilaian kinerjanya. McShane dan Glinow (2010) menyebut perilaku tersebut sebagai OCB yaitu suatu bentuk kerjasama dan menolong orang lain yang mendukung konteks sosial dan psikologis organisasi dalam kinerja tugas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh modal psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja terhadap OCB. Total populasi sebanyak 390 karyawan Perum Bulog Jakarta dan yang dijadikan sampel sebanyak 200 karyawan yang diambil dengan menggunakan accidental sampling. Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan peneliti menggunakan Confirmatory Factor Ananlysis (CFA) dan untuk menguji hipotesis peneliti menggunakan multiple regression analysis. Hasil penelitian menujukkan bahwa tiga dimensi modal psikologis (efikasi diri,

harapan, optimisme) satu dimensi spiritualitas di tempat kerja (makna dan tujuan bekerja) yang berpengaruh signifikan terhadap OCB. Peneliti berharap implikasi dari penelitian ini dapat dikaji kembali dan dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Misalnya, dengan menambah variabel lain yang terkait dengan OCB yang mungkin mempunyai pengaruh lebih besar terhadap OCB.

(6)

ABSTRACT

A) Faculty of Psychology B) 2015

C) Dina Haya Sufya

D) The effect of Psychology Principal, Organizational Culture and Spirituality at work place to OCB.

E) xv + 137 pages + appendix

F) Every employee has different motivation in working, once in a while employee needs appreciation, acknowledgment, money and place to socialize. In daily life, there is another employee willing to help each other, whereas that employee should finish their own work, even it’s not included in their job description. McShane and Glinow (2010), said that behavior as OCB, that is a type of cooperation and help other employees which is support social context and organizational psychology in work performance. This research in demand to know the influence of psychology principal, organizational behavior and spirituality at workplace to OCB. The population is 390 employees of Perum BULOG Jakarta and 200 employees become samples that use accidental sampling. To examine validity, used Confirmatory Factor Analysis (CFA) instrument and to examine hypothesis, researcher use multiple regression analysis.

Output of the research showed that three dimensions of psychology principal (self efficacy, hope, optimism), one spiritual dimension at work place (meaning and works objective) that has significant influence to OCB. Researcher hopes for the next research, that the implication of this research got to re-investigate and able to develop. In example, by adding other variables that concern with OCB, its likely has bigger influence to OCB.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya setiap saat,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Modal

Psikologis, Budaya Organisasi dan Spiritualitas di Tempat Kerja terhadap

Organizational Citizenship Behavior”. Shalawat serta salam semoga terlimpah

kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga, para pengikutnya

dan penerus perjuangan beliau hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya tesis ini tidak dapat terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Abdul

Mujib M.Ag, M.Si beserta jajarannya. Terima kasih atas ilmu dan dedikasinya

selama ini.

2. Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan

informasi dan motivasi kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini

dengan baik. Terima kasih atas kesabarannya dalam menghadapi penulis.

Semoga ilmu yang Bapak berikan menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi

(8)

3. Seluruh dosen Magister Sains Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberi berbagai ilmu dan pengetahuan. Semoga ilmu yang telah

Bapak/Ibu berikan akan terus menjadi ladang pahala yang tiada berujung.

4. Orangtua, kakak, adik beserta seluruh keluarga besar yang tak pernah putus

memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.

Terima kasih tak terhingga atas segalanya. Semoga Allah selalu melindungi.

5. Teman-teman Magister Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan

2013 yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis yang telah memberikan

banyak kesan dan cerita terbaik selama dua tahun ini. Terima kasih untuk

segala diskusi, kekompakkan dan canda tawa yang sudah menemani penulis

dalam studi. Penulis akan merindukan suasana kelas.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Pencapaian ini tidak

akan terwujud tanpa ada bantuan dari kalian semua.

Semoga Allah memberikan pahal yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas

segala kebaikan dan bantuan yang diberikan. Penulis menyadari bahwa segala

bentuk kekurangan dan kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja

akan menjadi bahan renungan dan perbaikan diri sendiri untuk menjadi pribadi

yang lebih baik. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan

manfaat kepada setiap pembaca.

Jakarta, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 15

1.2.1. Pembatasan masalah... 15

1.2.1. Perumusan masalah ... 16

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 17

1.4. Sistematika Penulisan ... 18

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 20

2.1. Organizational Citizenship Behavior ... 20

2.1.1. Definisi organizational citizenship behavior ... 20

2.1.2. Manfaat OCB dalam perusahaan ... 22

2.1.3 Dimensi organizational citizenship behavior ... 26

(10)

2.1.5 Pengukuran organizational citizenship behavior ... 32

2.2. Modal Psikologis ... 34

2.2.1. Definisi modal psikologis ... 34

2.2.2. Komponen modal psikologis... 36

2.2.3. Pengukuran terhadap modal psikologis ... 41

2.3. Budaya Organisasi ... 42

2.3.1. Definisi budaya organisasi ... 42

2.3.2. Dimensi budaya organisasi ... 45

2.3.3. Pengukuran budaya organisasi ... 49

2.4. Spiritualitas di Tempat Kerja ... 50

2.4.1. Definisi spiritualitas di tempat kerja ... 50

2.4.2. Dimensi spiritualitas di tempat kerja... 53

2.4.3. Pengukuran spiritualitas di tempat kerja ... 55

2.5. Kerangka Berpikir ... 57

2.5.1. Dinamika pengaruh modal psikologis terhadap OCB ... 58

2.5.2. Dinamika pengaruh budaya organisasi terhadap OCB ... 59

2.5.3. Dinamika pengaruh spiritualitas di tempat kerja terhadap OCB ... 61

2.6. Hipotesis Penelitian ... 64

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 65

3.1. Target Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 65

3.2. Variabel Penelitian ... 66

3.3. Instrumen Pengumpulan Data ... 69

3.4. Pengujian Validitas Konstruk ... 73

3.4.1. Uji validitas konstruk skala OCB ... 75

(11)

3.4.3. Uji validitas konstruk budaya organisasi ... 84

3.4.4. Uji validitas spiritualitas di tempat kerja ... 92

3.5. Metode Analisis Data ... 97

3.6. Prosedur Penelitian... 99

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 101

4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 101

4.2. Analisis Deskriptif Skor Variabel Penelitian ... 103

4.2.1. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ... 105

4.3. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 108

4.3.1. Analisis regresi variabel penelitian ... 108

4.3.2. Pengujian proporsi varians masing-masing IV ... 114

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 119

5.1. Kesimpulan ... 119

5.2. Diskusi ... 120

5.2.1. Diskusi modal psikologis ... 120

5.2.2. Diskusi budaya organisasi ... 122

5.3.3. Diskusi spritualitas di tempat kerja ... 124

5.3. Saran ... 125

5.3.1. Saran teoritis... 125

5.3.2. Saran praktis ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 128

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Alat Ukur OCBS ... 70

Tabel 3.2 Blue Print Alat Ukur Modal Psikologis ... 71

Tabel 3.3 Blue Print Alat Ukur Budaya Organisasi ... 72

Tabel 3.4 Blue Print Alat Ukur Spiritualitas Di Tempat Kerja... 73

Tabel 3.5 Muatan Faktor Item OCB ... 77

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Efikasi Diri ... 79

Tabel 3.7 Muatan Faktor ItemHarapan ... 81

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Optimis ... 82

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Resiliensi ... 84

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Keterlibatan (Involvement) ... 86

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Konsisten (Consistency) ... 87

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Kemampuan Beradaptasi (Adaptability) ... 89

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Misi (Mission) ... 91

Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Kehidupan Batin ... 92

Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Makna dan Tujuan Bekerja ... 94

Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Perasaan Terhubung dengan Komunitas ... 96

Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian ... 102

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Penelitian ... 103

Tabel 4.3 Analisis Deskriptif ... 105

Tabel 4.4 Norma Skor Variabel ... 106

Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Variabel ... 107

(13)
(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi Kerangka Berpikir ... 63

Gambar 3.1 Hasil analisis faktor konfirmatorik OCB ... 76

Gambar 3.2 Hasil analisis faktor konfirmatorik efikasi diri ... 78

Gambar 3.3 Hasil analisis faktor konfirmatorik harapan ... 80

Gambar 3.4 Hasil analisis faktor konfirmatorik optimisme ... 82

Gambar 3.5 Hasil analisis faktor konfirmatorik resiliensi ... 83

Gambar 3.6 Hasil analisis faktor konfirmatorik keterlibatan ... 85

Gambar 3.7 Hasil analisis faktor konfirmatorik konsistensi ... 87

Gambar 3.8 Hasil analisis faktor konfirmatorik kemampuan beradaptasi ... 88

Gambar 3.9 Hasil analisis faktor konfirmatorik misi ... 90

Gambar 3.10 Hasil analisis faktor konfirmatorik kehidupan batin ... 92

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

Bab pendahuluan terdiri dari pembahasan latar belakang yang mencakup

pemaparan fenomena yang terjadi dan beberapa hasil penelitian terdahulu yang

relevan dengan penelitian ini serta dibahas mengenai alasan ketertarikan meneliti

tentang OCB. Selain itu, bab ini berisi pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Motivasi seseorang dalam bekerja bermacam-macam, ada yang memerlukan

penghargaan, pengakuan, uang dan bahkan ada yang perlu tempat bersosialisasi.

Kadang terjadi bahwa karyawan kompeten suatu perusahaan menolak tawaran

pekerjaan lain kendati fasilitas dan gaji yang ditawarkan jauh lebih baik.

Karyawan tersebut dengan tegas memilih tetap bertahan bekerja di

perusahaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, ada pula seseorang karyawan yang

bersedia membantu sesama rekan kerja, padahal ia sendiri masih harus

menyelesaikan banyak pekerjaan dan bahkan pertolongan yang diberikan pada

koleganya tidak masuk dalam penilaian kinerjanya.

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang kurang positif ditujukan pada orang

tersebut akan tetapi kecurigaan akan motif yang mendasari perilaku seseorang

dalam bekerja seperti penghargaan, pengakuan, uang dan tempat bersosialisasi

tersebut hilang dengan sendirinya setelah menunjukkan bahwa karyawan tersebut

(17)

perilaku tersebut sebagai Organizational Citizenship Behavior (disingkat OCB)

yaitu suatu bentuk kerjasama dan menolong orang lain yang mendukung konteks

sosial dan psikologis organisasi dalam kinerja tugas. Seandainya karakteristik dan

nilai-nilai calon karyawan yang berperilaku tersebut dapat diidentifikasi di

samping kompetensi mereka, maka perusahaan akan dapat dengan mudah

merekrut karyawan-karyawan yang memiliki karakteristik yang mendukung

pencapaian sasaran perusahaan. Perilaku sukarela tersebut disebut sebagai extra

-role behavior yang juga disebut sebagai Organizational Citizenship Behavior

(OCB).

OCB memfokuskan pada perilaku orang dan tidak menelusuri motif atau

motivasi yang mendasarinya. Perilaku OCB tidak terdapat pada job description

karyawan tetapi sangat diharapkan karena mendukung peningkatan keefektifan

dan kelangsungan hidup organisasi atau perusahaan. Dalam penelitian ini penulis

mengambil sampel pada Perum Bulog Jakarta yang merupakan lembaga pangan di

Indonesia yang mengurusi tata niaga beras. Secara umum tugas lembaga pangan

tersebut adalah untuk menyediakan pangan bagi masyarakat pada harga yang

terjangkau di seluruh daerah serta mengendalikan harga pangan di tingkat

produsen dan konsumen. SDM Perum Bulog Jakarta harus ditingkatkan

mengingat perusahaan menerima tugas tambahan dari pemerintah untuk

mengelola lima komoditas pangan utama yang bersifat strategis, yakni beras,

jagung, kedelai, gula dan minyak goreng (Kompas.com, 2012). Perlu dilakukan

perubahan internal organisasi untuk mengimbangi perubahan eksternal yang

(18)

menunjukkan perilaku menolong rekan kerjanya, berusaha melebihi apa yang

diharapkan perusahaan, bersikap toleran, menjaga hubungan baik dengan rekan

kerja dan bertanggung jawab.

Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu karyawan Bulog yang

telah bekerja selama 33 tahun bapak Tri Djoko Yuwono, karyawan disini bekerja

secara responsif, fokus dan total secara terintegrasi. Mereka juga saling

tolong-menolong apabila ada karyawan yang lain belum menyelesaikan tugas ataupun

kesulitan menjalani tugas apalagi untuk karyawan yang baru bekerja (Komunikasi

personal dengan Tri Djoko Yuwono pada tanggal 29 Juni 2015). Pengamatan

penulis dari tanggal 29 Juni sampai dengan tanggal 27 Juli 2015, juga melihat

gambaran umum perilaku OCB di Perum Bulog Jakarta seperti mau membantu

pekerjaan rekan kerja yang over load (altruism) dan datang ke kantor lebih awal

(conscientiousness), sangat menghargai dan menghormati tindakan yang orang

lain lakukan (sportsmanship), tanggung jawab (civic virtue) serta berbuat baik dan

hormat kepada orang lain (courtesy). Dari fenomena tersebut menunjukkan bahwa

tingkat OCB yang dihasilkan oleh para karyawan Perum Bulog Jakarta dapat

dikatakan cukup baik, maka fokus penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor

apa saja yang berpengaruh terhadap OCB para karyawan Perum Bulog Jakarta.

OCB secara umum didefinisikan sebagai perilaku yang berlangsung di luar

persyaratan formal pekerjaan dan bermanfaat bagi organisasi (Spector, 2000).

Pada kenyataannya, bagaimanapun, ada kemungkinan bahwa banyak perilaku

citizenship terjadi dengan mengorbankan perilaku in-role (Bolino, Turnley,

(19)

perilaku in-role, karyawan dapat sangat rentan terhadap terlibat di OCB daripada

menyelesaikan tugas-tugas formal. Selain itu, ada kemungkinan ketika organisasi

akan lebih suka bahwa karyawan mereka tidak terlibat dalam perilaku

kewarganegaraan. Terutama ketika organisasi (atau individu) berada di bawah

tekanan, hal itu mungkin tidak diinginkan untuk karyawan untuk menghabiskan

waktu yang cukup pada hal-hal yang tidak merupakan aspek penting dari

pekerjaan mereka.Memiliki karyawan yang terlibat dalam OCB sebenarnya dapat

mengurangi efisiensi organisasi dan mungkin dapat menghemat biaya organisasi.

Namun menurut Bolino, Turnley dan Nieholf (2004), dalam beberapa kasus,

mungkin lebih efektif bagi organisasi untuk mencegah OCB dan memberikan

bantuan tambahan pada pekerjaannya (misalnya, dengan tambahan

mempekerjakan spesialis komputer).

Kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk perilaku extra-role, telah

menarik perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti

maupun akademisi. Podsakoff mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di

jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun waktu 1997-1998 (Podsakoff, MacKenzie, Paine,

Bahrach, 2000). Selama 30 tahun hingga saat ini pada tahun 2015, penelitian

tentang OCB telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Bateman & Organ, 1983;

Smith, Organ, dan Near, 1983; dalam Podsakof, et.al., 2000, Nasra, & Heilbrunn,

2015). Istilah OCB pertama kali dikenalkan oleh Bateman dan Organ (1983)

dalam penelitiannya tentang hubungan kepuasan kerja dan OCB. Menurut

(20)

sebagai penggerak berjalannya organisasi tetapi tidak secara langsung menjadi

bagian dalam pengertian kinerja tugas.

Karyawan yang menunjukkan perilaku discretionary (kebebasan untuk

memilih) yang bukan merupakan bagian dari persyaratan pekerjaan formal

mereka, tapi yang meningkatkan fungsi organisasi, dikatakan good citizenship

(warga negara) yang baik (Robbins, 2003). Manajer dengan performa terbaik

membutuhkan individu yang menampilkan perilaku warga negara yang baik.

Contohnya memberi kritikan yang membangun pada kelompok pekerjaan mereka

dan organisasi, membantu orang lain dalam tim mereka, sukarela dalam

melaksanakan pekerjaan tambahan, menghindari konflik yang tidak perlu,

menunjukkan kepedulian pada organisasi, taat pada peraturan perusahaan, dan

mempunyai sikap toleransi.

Manajer berusaha untuk meminimalkan perilaku disfungsional ketika

mencoba untuk meningkatkan OCB karyawan. Misalnya, seorang karyawan

bersedia melakukan pekerjaan dari segi kuantitas dan kualitas. Namun, ia menolak

untuk bekerja lembur, tidak membantu karyawan baru beradaptasi di

perusahaannya, dan umumnya tidak memberikan kontribusi di luar pekerjaannya.

Individu ini dapat dilihat sebagai good performer, tetapi dia tidak mungkin dilihat

sebagai good organizational citizen (Griffin & Moorhead, 2014). Diperlukan

pendekatan positif organisasi pada seleksi, pengembangan dan pengelolaan

sumber daya manusia. Pendekatan positif ini mencoba untuk mencocokkan

keterampilan dan bakat karyawan dengan tujuan dan harapan organisasi. Ketika

(21)

membalasnya. Karena itu, ketika sifat-sifat individu, keadaan internal dan

eksternal berfokus pada pendekatan positif organisasi, maka OCB karyawan juga

akan positif (Luthans & Doh, 2012). Selain itu, lingkungan kerja yang adil

penting dalam meningkatkan kinerja OCB (Blakely, Andrews, Moorman, 2005).

Feedback positif dari organisasi juga mendukung karyawan untuk melakukan

OCB berupa membantu anggota kelompoknya dan berpartisipasi aktif dalam

organisasi (Bachrach, Bendoly, Podsakoff, 2001).

OCB melebihi tugas pekerjaan formal dan sering diperlukan untuk

kelangsungan hidup organisasi, termasuk citra dan penerimaan pada organisasi

(Hellriegel & Slocum, 2011). Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka

sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan

timbulnya OCB. Alasan karyawan menampilkan OCB menurut Jex (2008) yaitu

pertama, suasana hati yang baik dapat meningkatkan frekuensi perilaku membantu

karyawan lain secara spontan dalam bentuk prosocial behavior karena individu

tersebut senang melakukannya. Kedua, jika karyawan merasa bahwa organisasi

memperlakukan mereka secara adil maka mereka cenderung untuk membalas

organisasi tersebut dengan terlibat dalam OCB. Ketiga, karena kepribadian

tertentu dapat mempengaruhi individu untuk terlibat dalam OCB. Lain halnya

dengan penelitian Rioux dan Penner (2001) yang menyatakan bahwa karyawan

terlibat dalam OCB dikarenakan ada tiga hal motif yang mendasarinya yaitu

nilai-nilai prososial, kepedulian terhadap organisasi, dan motif pengelolaan kesan

(impression management). Motif nilai prososial menggambarkan keinginan

(22)

organisasi menggambarkan keinginan karyawan untuk membantu dan terlibat

penuh dengan organisasi dan pengelolaan kesan (impression management)

menggambarkan keinginan karyawan untuk dilihat secara positif dan agar tidak

terlihat negatif.

Dalam perspektif Islam, karyawan yang ingin melakukan OCB didasari

akan sikap taqwanya kepada Allah. Taqwa adalah menjadi sadar akan keberadaan

Allah, bertindak ke arah menyenangkan Allah, mencari perlindungan dari murka

Allah dan hukuman-Nya. Menurut Kamil, Sulaiman, Osman-Gani dan Ahmad,

2010, semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang maka akan semakin tinggi

OCB yang mereka miliki. Karena dengan taqwa, karyawan akan bekerja secara

sukarela hanya demi Allah. Mereka akan melakukan yang terbaik dalam pekerjaan

mereka, tetap bersikap jujur dan setia kepada perusahaan (Kamil, Sulaiman,

Osman-Gani, & Ahmad, 2010). OCB cenderung membuat organisasi berjalan

dengan lancar, karyawan menunjukkan perilaku saling berinteraksi, yaitu bersedia

terlibat di dalamnya jika mereka merasa bahwa atasannya juga ikut terlibat.

Penelitian yang dilakukan oleh Lambert (2000) di Fel-Pro, sebuah perusahaan

manufaktur mesin, menunjukkan bahwa OCB yang tinggi ada pada karyawan

yang percaya bahwa program manfaat kehidupan kerja membantu mereka dan

keluarga mereka. OCB akan menurun apabila karyawan merasa emosional dan

lelah karena peningkatan jumlah jam kerja, yang nantinya akan menambah

turnover karyawan (Cropanzano, Rupp & Byrne, 2003). Tingkat turnover yang

tinggi dapat menurunkan niat karyawan untuk melakukan OCB (Chen, Hui, &

(23)

Shaul & Zilberman, 2012). Mereka akan cenderung untuk meninggalkan

organisasinya ketika mereka merasa tidak diperlakukan dengan adil oleh

organisasi dan budaya yang lemah daripada karyawan yang menunjukkan tingkat

OCB yang tinggi (Sharoni, Tziner, Fein, Shultz, Shaul & Zilberman, 2012).

Eatough, Chang, Miloslavic, Johnson (2011) menyarankan para manajer

yang ingin mendorong karyawan untuk melakukan OCB agar mempertimbangkan

langkah-langkah untuk mengurangi role stressors terutama ambiguitas peran dan

konflik peran. Caranya yaitu memastikan karyawan mengetahui dengan jelas

deskripsi pekerjaan dan harapan organisasi. Menciptakan lingkungan yang kaya

dengan umpan balik terutama di tempat kerja karena tidak memberikan informasi

umpan balik merupakan penyebab utama dari konflik peran dan ambiguitas peran.

Penelitian meta-analisis oleh Eatough, et.al (2011) tentang hubungan peran

stressors yang terdiri dari dimensi peran ambiguitas, konflik peran, dan

peran/tugas yang berlebihan terhadap OCB bahwa dimensi role stressors yaitu

peran ambiguitas dan konflik peran yang dimediasi oleh kepuasan kerja memiliki

dampak negatif pada OCB. Kondisi emosional negatif seperti peran ambiguitas

dan konflik peran membuat karyawan untuk tidak melakukan OCB. Akan tetapi

dimensi peran yang berlebihan (role overload) memiliki hubungan yang

signifikan dengan OCB. Hal ini disebabkan karena karyawan menganggap dengan

melakukan tugas yang berlebihan dapat meningkatkan motivasi dan upaya dalam

rangka memenuhi semua tuntutan, terlepas dari apakah tuntutan itu dianggap in

(24)

OCB merupakan hal yang penting dalam organisasi. Peningkatan OCB

karyawan dapat diidentifikasi oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhadap

peningkatan OCB. Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat

penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau

meningkatnya OCB. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya OCB cukup

kompleks dan saling terkait satu sama lain seperti kepuasan kerja (Robbins,

2003), komitmen organisasi (Yilmaz & Bokeoglu, 2008), spiritualitas (Rastgar,

Zarei, Davoudi & Fartash, 2012), modal psikologis (Avey, Wernsing & Luthans,

2008) dan budaya organisasi (Aronson & Lechler, 2009). Berdasarkan pada

relevansi dengan permasalahan yang ada dan ketertarikan penulis sendiri untuk

mendalami teori tertentu maka faktor modal psikologis, budaya organisasi dan

spiritualitas akan diuji dalam penelitian ini.

Modal psikologis (psychological capital atau yang disingkat dengan

PsyCap) sebagai salah satu faktor internal yang ingin penulis uji pengaruhnya

terhadap OCB. Luthans (2011) memberikan definisi modal psikologis sebagai

suatu kondisi/state psikologis yang positif pada individu dan dengan karakteristik:

pertama, memiliki kepercayaan diri (self-efficacy) melakukan tindakan yang perlu

untuk mencapai sukses dalam tugas-tugas yang menantang. Kedua, memiliki

atribusi yang positif (optimis) akan kesuksesan sekarang dan di masa depan.

Ketiga, berusaha keras untuk mencapai tujuan, dan jika dibutuhkan, individu

tersebut akan mengarahkan arah pergerakannya ke arah tujuan tersebut agar bisa

(25)

akan mampu bertahan dan berusaha lebih baik lagi (resiliensi) agar bisa mencapai

kesuksesan.

Agar tercapai keunggulan kompetitif, setiap organisasi perlu beradaptasi

pada pengembangan modal psikologis yang membuat organisasi itu unik dan

spesifik (Luthans & Youssef, 2004). Sebagai contoh pada dimensi self-efficacy,

karyawan baru dalam melaksanakan pekerjaannya belum tentu percaya diri akan

pekerjaan baru mereka, kecuali adanya usaha dari individu untuk proaktif pada

diri mereka sendiri, manajer dan rekan-rekan kerja untuk meningkatkan

self-efficacy individu tersebut dalam pekerjaan barunya. Menurut Luthans, Youssef

dan Avolio (2007), keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh organisasi

diperoleh melalui investasi, memanfaatkan, mengembangkan dan mengelola

modal psikologis (PsyCap).

Modal psikologis (yang terdiri dari efikasi diri, harapan, keberhasilan,

optimisme dan resiliensi) berhubungan dengan sikap (keterlibatan) dan perilaku

(OCB) yang dimediasi oleh emosi positif karyawan untuk perubahan organisasi

(Avey, Wernsing, Luthans, 2008). Karyawan yang mempunyai modal psikologis

yang tinggi cenderung memiliki emosi yang lebih positif dan kemudian menjadi

lebih terlibat dalam organisasi dan juga menunjukkan OCB yang lebih (Avey

et.al, 2008). Penelitian Avey, Reichard, Luthans, dan Mhatre (2011) yang meneliti

tentang hubungan antara modal psikologis dengan sikap yang diinginkan

(kepuasan, komitmen, well-being), perilaku yang diinginkan (OCB), kinerja

karyawan dan sikap yang tidak diinginkan (cynicism for change, stres, turnover)

(26)

memenuhi kriteria, menunjukkan hubungan yang signifikan antara modal

psikologis dengan sikap yang diinginkan karyawan (kepuasan kerja, komitmen

organisasi, kesejahteraan psikologis), perilaku yang diinginkan karyawan (OCB)

dan kinerja. Belum banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan hubungan

antara modal psikologis dengan OCB. Beberapa sumber juga menyatakan bahwa

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh modal

psikologis terhadap OCB karyawan (Avey et. Al., 2008). Berdasarkan hal tersebut,

penulis sangat tertarik untuk meneliti hubungan langsung antara modal psikologis

dengan OCB pada karyawan Perum Bulog Jakarta. Penelitian ini berfokus pada

sejauh mana kemunculan perilaku OCB mampu diprediksi melalui

komponen-komponen modal psikologis. Apakah semua komponen-komponen modal psikologis mampu

memprediksi kemunculan OCB atau hanya beberapa komponen saja.

OCB juga dipengaruhi oleh budaya organisasi. Dyne dan Ang (1998) yang

meneliti tentang OCB pada contingent workers (kontrak waktu tertentu) di

Singapura, menyarankankan agar pada penelitian selanjutnya variabel budaya

organisasi mungkin bisa menjadi prediktor yang mempengaruhi OCB. Menurut

Denison (1996), budaya organisasi didefinisikan sebagai nilai, kepercayaan dan

prinsip yang berfungsi sebagai dasar sistem manajemen organisasi, dan juga

praktek dan perilaku manajemen yang membantu dan memperkuat prinsip dasar

tersebut.

Penelitian Mohanty dan Rath (2012) pada tiga organisasi mewakili di

sektor ekonomi, manufaktur, dan informasi teknologi dan perbankan

(27)

mempengaruhi OCB karyawan dalam organisasi. Mereka berasumsi bahwa

budaya jika dipelihara dengan baik, bisa menanamkan OCB karyawan dalam

organisasi. Penelitian Paine dan Organ (2000) tentang pengaruh OCB pada 26

negara dengan budaya yang berbeda dapat disimpulkan bahwa negara yang

memiliki budaya kolektif (kerjasama) cenderung menampilkan OCB. OCB

merupakan bagian yang tidak terpisahkan karena budaya kolektif yang menganut

sistem kerjasama dalam tim. Diharapkan pada penelitian selanjutnya bisa dimulai

dengan mengukur OCB pada satu budaya di suatu negara agar mendapatkan

pandangan yang lebih komprehensif (Paine & Organ, 2000; Cohen, 2006). Sama

halnya dengan penelitan yang dilakukan oleh Cohen (2006) bahwa OCB

dipengaruhi oleh budaya. Cohen (2006) menekankan pentingnya sistem

kolektivisme (kerjasama) dalam tim demi menunjukkan OCB dan kinerja yang

lebih baik. Kesesuaian antara budaya organisasi yang disukai karyawan dengan

budaya perusahaan ternyata mempengaruhi kinerja tugas karyawan serta

meningkatkan OCB seperti membantu karyawan lain dan sukarela dalam

mengerjakan tugas-tugasnya (Rogelberd, 2007). Namun sejauh ini belum ada

penelitian yang secara spesifik meneliti hubungan antara budaya organisasi dan

OCB. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin meneliti sejauh mana keterkaitan

nilai-nilai organisasi berpengaruh pada perilaku OCB karyawan Perum Bulog

Jakarta.

Variabel terakhir yang ingin penulis uji pengaruhnya terhadap OCB adalah

spiritualitas. Dimensi spiritualitas manusia semula kurang dapat diterima dalam

(28)

spiritual manusia telah berkurang. Gerakan spiritualitas di tempat kerja mulai

tampak di beberapa negara Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dari merebaknya

publikasi tertulis (jurnal cetak maupun on line, buku) dan konferensi-konferensi

dengan tema spiritualitas di tempat kerja (Widyarini, 2008). Menurut Ashmos dan

Duchon (2000) tekanan kompetisi global telah membuat pemimpin perusahaan

berpikir bahwa kreativitas karyawan dibutuhkan untuk mengekspresikan diri

secara penuh dalam bekerja dan hal ini akan terjadi jika pekerjaan tersebut dirasa

bermakna bagi karyawan. Spiritualitas menjadi harapan baru untuk terjadinya

perbaikan moral, etika, nilai, kreativitas, produktivitas dan sikap kerja.

Menurut Ashmos dan Duchon (2000), pertama, spiritualitas kerja

merupakan hal yang terpenting dalam suatu organisasi karena dengan adanya

spiritualitas kerja berarti mengakui bahwa pekerja adalah makhluk spiritual,

mereka memiliki kehidupan batin yang mana kebutuhan akan makna menjadi

tujuan. Kedua, spiritualitas kerja bukan hanya sekedar sifat batin pekerja, tetapi

juga tentang kebutuhan untuk menjadi bagian dari komunitas. Dengan demikian,

spiritualitas di tempat kerja meliputi gagasan bahwa kebutuhan masyarakat akan

makna dapat dicapai melalui pekerjaan yang bermakna (Duchon & Plowman,

2005).

Ashmos dan Duchon (2000) mendefinisikan spiritualitas yaitu suatu

tempat kerja dimana orang melihat dirinya sebagai bagian dari komunitas yang

dipercaya, dimana mereka mengalami perkembangan pribadi sebagai bagian dari

(29)

kerja dimana spiritualitas berkembang. Spiritualitas di tempat kerja memiki tiga

komponen yaitu kehidupan batin, pekerjaan yang bermakna, dan komunitas.

Krishnakumar dan Neck (2002) menggambarkan bahwa spiritualitas

mendorong seseorang mencari arti tentang pekerjaan yang dilakukannya, mengapa

dan untuk apa individu melakukan pekerjaan tersebut. Kemudian mendorong

seseorang untuk mencari arti mengapa melakukan pekerjaan tersebut, apa yang

mendorong atau mengarahkannya, serta mencari alasan bertahan dalam organisasi

tersebut. Spiritualitas mengarahkan individu untuk memahami keberadaan dirinya

dalam upaya pencapaian arti hidup yang sesungguhnya.

Spiritualitas di tempat kerja membantu meningkatkan OCB yang pada

akhirnya memiliki banyak keuntungan positif bagi organisasi. Hasil penelitian

Rastgar, Zarei, Davoudi dan Fartash (2012) mengatakan bahwa spiritualitas di

tempat kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap OCB. Semakin tinggi

spiritualitas karyawan maka mereka akan cenderung untuk memiliki perilaku di

luar pekerjaan (OCB) dalam menjalankan pekerjaan mereka sehari-hari sehingga

mendukung efektivias organisasi. Mereka menyarankan kepada para manajer

seharusnya menyediakan suasana yang tepat dan meningkatkan spiritualitas di

tempat kerja untuk melibatkan karyawan dalam perilaku extra-role. Karyawan

yang memiliki spiritualitas di tempat kerja mereka melakukan tindakan melebihi

tugas pekerjaan formal. Kazemipour, Amin, Pourseidi (2012) meneliti hubungan

antara spiritualitas di tempat kerja dengan OCB yang dimediasi oleh variabel

komitmen afektif pada perawat rumah sakit di Iran. Ada hubungan yang

(30)

tempat kerja mereka merasa adanya ikatan emosional terhadap organisasi.

Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin menguji sejauh mana karyawan memaknai

diri mereka di tempat kerja berpengaruh secara spesifik terhadap OCB karyawan

Perum Bulog Jakarta. Apakah semua dimensi-dimensinya atau hanya beberapa

dimensi saja.

Berdasarkan paparan di atas dapat diduga bahwa dengan memiliki modal

psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja yang mendukung,

maka OCB karyawan akan meningkat. Sehingga penelitian ini berjudul ‘Pengaruh

Modal Psikologis, Budaya Organisasi, dan Spiritualitas terhadap Organizational

Citizenship Behavior.

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1. Pembatasan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis membatasi penelitian pada

pengaruh Modal Psikologis, Budaya Organisasi dan Spiritualitas terhadap

Organizational Citizenship Behavior, yang dilaksanakan di Perum Bulog Jakarta.

Adapun definisi variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

a) Organizational Citizenship Behavior yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah perilaku sukarela individu (dalam hal ini karyawan) yang tidak secara

langsung berkaitan dalam sistem pengimbalan namun berkontribusi pada

efektivitas organisasi seperti sukarela membantu karyawan lain (altruism),

datang ke kantor lebih awal (conscientiousness), toleransi (sportsmanship),

saling menghormati (courtesy) dan mengatasi persoalan-persoalan yang

(31)

b) Modal psikologis yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kondisi/state

psikologis yang positif pada individu dan dicirikan dengan: (1) mempunyai

kepercayaan diri untuk memilih dan memasukkan usaha yang penting untuk

mencapai keberhasilan dalam menyelesaiakan tugas yang menantang (efikasi

diri); (2) membuat atribusi positif mengenai keberhasilan di masa sekarang

dan di masa yang akan datang (optimisme); (3) tekun dalam mencapai tujuan,

dan jika diperlukan, mengarahkan jalan kepada tujuan dengan maksud untuk

meraih kesuksesan (harapan); dan (4) ketika dilanda masalah dan sebagainya,

individu bertahan dan berjuang kembali dan bahkan melebihi kemampuan

semula untuk mencapai kesuksesan (bertahan).

c) Budaya organisasi yang dimaksud dalam penelitian adalah nilai, kepercayaan

dan prinsip organisasi yang merupakan gabungan dari sifat keterlibatan,

konsistensi, kemampuan beradaptasi dan misi.

d) Spiritualitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman diri

karyawan akan kehidupan batin, mengenai pengalaman akan rasa bertujuan

dan bermakna dalam bekerja serta perasaan saling terhubung dengan orang

lain dan dengan komunitasnya di tempat kerja.

1.2.2. Perumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh modal psikologis (efikasi diri, harapan, optimisme dan

(32)

beradaptasi dan misi), spiritualitas di tempat kerja (kehidupan batin, makna

dan tujuan bekerja dan perasaan terhubung dengan komunitas) terhadap OCB?

2. Seberapa besar sumbangan modal psikologis (efikasi diri, harapan, optimisme

dan resiliensi), budaya organisasi (keterlibatan, konsistensi, kemampuan

beradaptasi dan misi), spiritualitas di tempat kerja (kehidupan batin, makna

dan tujuan bekerja dan perasaan terhubung dengan komunitas) terhadap OCB?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh antara modal psikologis,

budaya organisasi dan spiritualitas terhadap OCB.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis

maupun praktis yaitu sebagai berikut:

1. Secara teoritis penelitian mengenai OCB ini diharapkan memberikan

kontribusi dan sumbangan ilmu pengetahuan bagi bidang keilmuan psikologi,

terutama psikologi industri dan organisasi. Selain itu, dapat memberikan

gambaran dan informasi yang semakin beragam pada tema penelitian yang

telah ada mengenai perilaku organisasi dan spiritualitas di tempat kerja.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat

yaitu:

a. Bagi Pimpinan Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam upaya mengevaluasi

dimensi-dimensi modal psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas

pada karyawan serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk

(33)

karyawan yang tinggi. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan pemahaman fenomena OCB bagi karyawan di perusahaan,

sehingga dengan demikian karyawan dapat menerapkan pengembangan

Sumber Daya Manusia.

b. Bagi Karyawan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

tentang keterkaitan antara modal psikologis, budaya organisasi, dan

spiritualitas dengan OCB karyawan pada perusahaan.

c. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pikiran untuk

menjadi bahan pertimbangan hal-hal yang dapat mempengaruhi OCB

karyawan terhadap perusahaan yang secara tidak langsung meningkatkan

produktivitas perusahaan.

1.4 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Membahas sejumlah teori yang terkait dengan masalah yang akan diteliti secara

sistematis, yaitu teori tentang Organizational Citizenship Behavior, modal

psikologis, budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja. Selain itu, terdapat

(34)

BAB 3 METODE PENELITIAN

Meliputi populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, variabel penelitian,

instrument pengumpulan data, uji validitas konstruk, teknik analisis data dan

prosedur penelitian.

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini, dipaparkan gambaran subjek penelitian, hasil analisis deskriptif,

kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan

hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians.

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab lima penulis akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang

telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kesimpulan, diskusi dan

(35)

BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini memaparkan teori yang akan diuraikan, mencakup tiga subbab yaitu (1)

teori OCB (definisi, aspek, pengukuran dan faktor-faktor yang mempengaruhi

OCB), (2) teori modal psikologis (definisi, komponen dan pengukuran modal

psikologis), (3) teori budaya organisasi (definisi, dimensi dan pengukuran budaya

organisasi), (4) teori spiritualitas di tempat kerja (definisi, dimensi dan

pengukuran spiritualitas di tempat kerja).

2.1 Organizational Citizenship Behavior

2.1.1 Definisi organizational citizenship behavior

Kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk perilaku extra-role, telah menarik

perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti maupun

akademisi. Podsakoff mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di

jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun waktu 1997-1998 (Podsakoff, MacKenzie, Paine,

Bahrach, 2000). Selama 30 tahun hingga saat ini penelitian tentang OCB telah

dilakukan oleh beberapa peneliti (Bateman & Organ, 1983; Smith, Organ, dan

Near, 1983; dalam Podsakof, et.al., 2000).

Podsakoff dan Mackenzie (1994) dalam penelitiannya tentang OCB pada

pramuniaga (salesperson) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang

bersifat bebas (discretionary) pada pramuniaga, yang diyakini secara langsung

meningkatkan efektivitas organisasi tanpa harus mengurangi produktivitas

organisasi. Begitu juga dengan Borman dan Motowidlo (1997), yang

(36)

individu yang dimaksudkan untuk membantu orang lain dalam organisasi atau

untuk menunjukkan kesadaran dalam upaya mendukung berjalannya organisasi.

Lain halnya yang disampaikan oleh Moorman dan Blakely (1995), OCB tidak

hanya bersifat sukarela tetapi lebih mengarah kedalam bentuk dukungan

organisasi. Menurut mereka, OCB sering dilakukan karyawan untuk mendukung

kepentingan kelompok atau organisasi meskipun karyawan tidak secara langsung

mendapatkan keuntungannya.

Organ (dalam Podsakoff, MacKenzie, Paine & Bachrach, 2000)

mendefinisikan OCB sebagai perilaku sukarela individu (dalam hal ini karyawan)

yang tidak secara langsung berkaitan dalam sistem pengimbalan namun

berkontribusi pada efektivitas organisasi. Dengan kata lain, OCB merupakan

perilaku seorang karyawan bukan karena tuntutan tugasnya namun lebih

berdasarkan kesukarelaannya. Relevansi OCB didasarkan terutama pada

perdebatan bahwa kinerja kerja harus mencakup tidak hanya perilaku yang

memberikan kontribusi terhadap inti teknis organisasi, disebut kinerja tugas, tetapi

juga perilaku yang memberikan kontribusi terhadap kinerja organisasi dengan

membentuk organisasi sosial dan psikologis lingkungan, yang dikenal dengan

OCB (Rogelberd, 2007).

Menurut Robbins dan Judge (2013) OCB adalah perilaku pilihan yang

tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan dan

memberikan kontribusi psikologis dan lingkungan sosial di tempat kerja.

Organisasi-organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan bertindak

(37)

melampaui perkiraan. Tingkat OCB pada individu dilihat dari sejauh mana

tingkah lakunya membuat kontribusi positif secara keseluruhan untuk organisasi

(Griffin & Moorhead, 2014).

OCB merupakan perilaku sukarela yang dilakukan di luar peran formal

seseorang yang membantu karyawan lain untuk melakukan pekerjaan mereka atau

yang menunjukkan dukungan dan kesadaran terhadap organisasi (Cascio, 2004).

Penelitian OCB yang dilakukan oleh Dekas, Bauer, Welle, Kurkoski, dan Sullivan

(2013) pada knowledge worker di perusahaan Google, mendefinisikan OCB

sebagai upaya karyawan menggunakan waktu untuk bersosialisasi dengan orang

lain, menggali informasi baru, dan melihat cara berpikir. Mereka lebih cenderung

untuk menemukan informasi yang membantu mereka menciptakan ide-ide baru

dan pengetahuan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku individu

diluar dari deskripsi pekerjaan yang ditentukan dan dilakukan dengan sukarela

yang secara formal tidak berada dalam sistem reward tetapi memberikan

kontribusi terhadap efektivitas dan efisiensi fungsi-fungsi dalam organisasi.

2.1.2. Manfaat OCB dalam perusahaan

OCB dapat menjadi aspek penting dari perilaku karyawan yang

memberikan kontribusi untuk efektivitas organisasi secara keseluruhan.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian mengenai OCB terhadap kinerja

organisasi, ada beberapa manfaat OCB dalam meningkatkan keefektifan

(38)

1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja.

a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian

tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan

tersebut.

b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan

karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja

atau kelompok.

2. OCB meningkatkan produktivitas manajer.

a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer

mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan

tersebut, untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.

b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan

kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen.

3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara

keseluruhan

a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam

suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya

manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti

membuat perencanaan.

b. Karyawan yang menampilkan conscientiousness yang tinggi hanya

membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat

(39)

lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang

lebih penting.

c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan

melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya

untuk keperluan tersebut.

d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportsmanship akan sangat menolong

manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan

keluhan-keluhan kecil karyawan.

4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara

fungsi kelompok

a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril

(morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota

kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk

pemeliharaan fungsi kelompok.

b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan

mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan

untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang

5. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan

kelompok kerja

a. Menampilkan perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi

aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi

diantara anggota kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan

(40)

b. Menampilkan perilaku courtesy (misalnya saling memberi informasi

tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain) akan menghindari

munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk

diselesaikan.

6. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan

mempertahankan karyawan terbaik

a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasaan

saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan

kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan

karyawan yang baik.

b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku

sportsmanship (misalnya tidak mengeluh karena

permasalahan-permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada

organisasi.

7. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi

a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang

mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas (dengan cara

mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja.

b. Karyawan yang conscientious cenderung mempertahankan tingkat kinerja

yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabilitas pada kinerja

unit kerja

8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan

(41)

a. Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan

sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan

dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut,

sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat.

b. Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada

pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang

penting dan harus diketahui oleh organisasi.

c. Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness (misalnya

kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian

baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan

perubahan yang terjadi di lingkungannya.

2.1.3. Dimensi organizational citizenship behavior

Aspek-aspek OCB dilihat secara luas sebagai faktor yang memberikan sumbangan

pada hasil kerja organisasi secara keseluruhan. Pada awalnya Podsakoff,

MacKenzie, Moorman dan Fetter (dalam Organ, et.al, 2006) menyebutkan lima

aspek OCB, yakni altruism, civic virtue, conscientiousness, courtesy dan

sportsmanship. Kelima aspek perilaku OCB ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Aspek altruism

Altruism adalah perilaku sukarela membantu karyawan lain tanpa ada paksaan

pada tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional. Menolong

orang lain baik yang berhubungan dengan tugas dalam organisasi ataupun

masalah pribadi orang lain. Dimensi ini menunjukkan perilaku membantu

(42)

lain misalnya membantu dalam menggunakan peralatan tertentu (Organ, et.al,

dalam Budiharjo, 2011). Dimensi ini kadang juga disebut altruism, peacemaking

atau cheerleading.

2. Aspek conscientiousness

Conscientiousness adalah suatu perilaku sukarela (extra-role) individu terlibat

dalam tugas yang melampaui persyaratan minimal dari organisasi dalam hal

kehadiran, taat dan patuh, tidak mengambil istirahat tambahan dan sebagainya. Ia

melakukan tindakan-tindakan yang menguntungkan organisasi melebihi dari yang

disyaratkan.

Perilaku tersebut melibatkan tindakan kreatif dan inovatif secara sukarela

untuk meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas demi peningkatan

kinerja organisasi, membantu menyelesaikan pekerjaan orang lain, secara sukarela

mengambil tanggung jawab dan memotivasi karyawan lain untuk melakukan hal

yang sama.

3. Aspek sportmanship

Sportmanship adalah perilaku yang menunjukkan suatu kerelaan/ toleransi untuk

bertahan bekerja pada suatu organisasi tanpa mengeluh walaupun keadaan di

perusahaan tersebut kurang menyenangkan. Seseorang yang mempunyai tingkatan

yang tinggi dalam sportsmanship akan meningkatkan iklim yang positif diantara

karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain

sehinnga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan. Menurut

Organ, et.al (2006) dimensi ini kurang mendapat perhatian pada penelitian

(43)

yang lebih luas, dalam pengertian individu tidak hanya mampu bertahan dalam

ketidakpuasan akan tetapi ia juga harus tetap bersikap positif serta bersedia

mengorbankan kepentingannya sendiri demi kelompok.

4. Aspek courtesy

Courtesy adalah aspek dalam arti bahwa karyawan berbuat baik dan hormat

kepada orang lain, termasuk perilaku seperti membantu seseorang untuk

mencegah terjadinya suatu permasalahan, atau membuat langkah-langkah untuk

mengurangi berkembangnya suatu masalah.

5. Aspek civic virtue

Civic virtue adalah perilaku pada individu yang menunjukkan bahwa dia peduli

terhadap kelangsungan hidup organisasi, bertanggung jawab dan terlibat dalam

mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh organisasi demi kelangsungan

hidup organisasi. Perilaku ini ditunjukkan dengan keinginan untuk berpartisipasi

aktif dalam organisasi. Misalnya mengungkapkan pendapat sebagai bahan

pertimbangan untuk kemajuan organisasi, atau memperhatikan lingkungan kerja

dari situasi yang mengancam. Dimensi ini disebut juga dengan organizational

participation (Graham, dalam Organ, et.al, 2006) dan protecting the organization

(George & Brief, dalam Organ, et.al, 2006).

Berdasarkan survei literatur, terdapat banyak definisi OCB dan hingga kini

tampaknya belum ada kesepakatan bersama mengenai konstruk tersebut. Oleh

karena itu Organ, et.al (2006) menambahkan dua dimensi dari kelima dimensi

sebelumnya menjadi tujuh dimensi. Penambahan kedua dimensi OCB yaitu

(44)

dimensi OCB menurut Graham (dalam Organ, et.al, 2006). Dimensi tersebut

adalah:

1. Organizational loyalty.

Perilaku individu yang berkaitan dengan upaya mempromosikan citra

organisasinya ke pihak luar, di samping itu ia berupaya melindungi organisasi

atau perusahaan tersebut walaupun keadaan organisasi kurang menguntungkan

dan penuh dengan resiko.

2. Organizational compliance.

Menunjukkan suatu sikap individu yang menerima peraturan dan prosedur yang

berlaku di suatu organisasi. Hal tersebut dicerminkan oleh perilaku individu yang

tidak pernah melanggar peraturan perusahaan bahkan tanpa diawasi atau sanksi

sekalipun.

Pada penelitian ini dimensi OCB yang digunakan yaitu altruism,

conscientiousness, sportsmanship, courtesy dan civic virtue. Hal ini dikarenakan

penelitian empiris selama ini hanya menganalisis pendapat Organ et.al (2006)

dengan dimensi altruism, conscientiousness, sportsmanship, courtesy dan civic

virtue.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhiOCB

OCB merupakan hal yang penting dalam organisasi. Maka penelitian ini berusaha

mencari variabel-variabel yang dapat membentuk OCB. Peningkatan OCB

karyawan dapat diidentifikasikan oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhadap

peningkatan OCB. Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat

(45)

meningkatnya OCB. Menurut Organ et.al (2006), peningkatan OCB dipengaruhi

oleh dua faktor utama, yaitu:

1. Faktor internal yang berasal dari diri karyawan sendiri, antara lain adalah

kepuasan kerja (Robbins, 2003; Lapierre, Hacket, 2007), komitmen organisasi

(Yilmaz & Bokeoglu, 2008; Cohen, 2006; Meierhans, Rietmann & Jonas,

2008), kepribadian (Golparvar & Javadian, 2012), kecerdasan emosional (Day

& Carroll, 2004; Carmeli & Josman, 2006; Korkmaz & Arpaci, 2009; Jung &

Yoon, 2012), mood karyawan (Messer & White, 2006), modal psikologis yang

dimediasi oleh emosi positif (Avey, Wernsing & Luthans, 2008) dan

spiritualitas (Rastgar, Zarei, Davoudi & Fartash, 2012).

2. Faktor eksternal yang berasal dari luar karyawan, antara lain gaya

kepemimpinan (Ehrhart, 2004; Euwema, Wendt & Emmerik, 2007;

Meierhans, Rietmann & Jonas, 2008; Carter, Mossholder, Field & Armenakis,

2014, Nasra & Heilbrunn, 2015), budaya organisasi (Aronson & Lechler,

2009), kinerja organisasi (Bolino, Turnley & Bloodgood, 2002) dan keadilan

organisasi (Ehrhart, 2004; Blakely, Andrews & Moorman, 2005; Meierhans,

Rietmann & Jonas, 2008)

Akan tetapi tidak semua faktor-faktor yang mempengaruhi OCB akan

disertakan sebagai variabel-variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan pada

relevansi dengan permasalahan yang ada maka faktor modal psikologis (Avey,

Wernsing & Luthans, 2008), budaya organisasi (Aronson & Lechler, 2009) dan

(46)

ini. Diuji dalam arti apakah variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap

OCB dan kalau ada seberapa besar pengaruh tersebut.

1. Modal psikologis

Avey, Wernsing dan Luthans (2008) menyatakan bahwa salah satu hal yang bisa

menjadi prediktor munculnya perilaku OCB adalah modal psikologis. Hubungan

antara modal psikologis dan OCB ini sendiri dimediasi dengan munculnya suatu

emosi positif. Karyawan yang memiliki tingkat modal psikologis yang tinggi akan

memiliki suatu emosi positif yang lebih tinggi dan kemudian akan lebih terlibat

dalam organisasi serta memiliki tingkat OCB yang tinggi. Lebih lanjut lagi,

Norman, Avey, Nimnicht, Pigeon (2010) menyatakan bahwa seorang karyawan

yang memiliki keterikatan yang tinggi dengan organisasi dan tingkat modal

psikologis yang tinggi akan memiliki tingkat OCB yang tinggi.

2. Budaya organisasi

OCB dipengaruhi oleh budaya organisasi dan dapat dimanfaatkan oleh pimpinan

untuk memicu OCB karyawan yang pada akhirnya mendorong kesuksesan

organisasi (Aronson & Lechler, 2009). Hal ini juga didukung dengan hasil

penelitian oleh Cohen (2006) dan Euwema, Wendt dan Emmerik (2007) yang

menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap OCB. Budaya yang

sehat dimana anggotanya aktif mendukung satu sama lain dalam mengidentifikasi

masalah dan mencari solusi yang terbaik serta mengelola OCB dengan baik. Ada

perasaan saling percaya, yaitu anggota organisasi percaya bahwa mereka dapat

mengendalikan masalah apapun dan menemukan solusinya. Budaya yang sehat

(47)

3. Spiritualitas

Spiritualitas semakin diakui dan diterima sebagai keseluruhan bagian karyawan

dan lingkungan kerja. Dengan meningkatkan iklim spiritual dan menerima

spiritualitas karyawan, pemimpin organisasi dapat meningkatkan OCB karyawan

(James, Miles, Mullins, 2011). Organisasi yang membantu untuk menemukan

spiritualitas karyawan mereka, tidak mungkin melakukan perilaku kontraproduktif

(penyimpangan), dan lebih kooperatif untuk bersedia melakukan perilaku sukarela

yang dilakukan di luar peran formal seseorang.

2.1.4. Pengukuranorganizational citizenship behavior

Pengukuran OCB telah banyak dikembangkan oleh peneliti terdahulu, diantaranya

Bateman dan Organ (dalam Organ, et.al, 2006) mengembangkan skala OCB

dengan item yang berjumlah 30 item yang menggunakan skala 7 poin berkisar

antara “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju”. Skala ini terdiri dari beberapa

dimensi OCB seperti kerjasama, altruism, kepatuhan, ketepatan waktu,

melindungi perusahaan, mengikuti aturan perusahaan dan ketergantungan

terhadap perusahaan. Skala ini diberikan pada 77 karyawan di sebuah universitas

ternama. Sayangnya Bateman (dalam Organ, et.al, 2006) menemukan para

subdimensi pada skala tersebut tidak bersifat unidimensional dan tidak memiliki

tema yang begitu jelas pada item-item tersebut.

Selain itu, Smith, Organ dan Near (dalam Organ, et.al, 2006) pada tahun

1983 mengembangkan skala OCB dengan item yang berjumlah sebanyak 20 item

(48)

kepatuhan. Dari 20 item tersebut ada 4 item yang di-drop, jadi secara keseluruhan

jumlah item sebanyak 16 item. Smith et al. (dalam Organ, et.al, 2006) kemudian

menggunakan skala 16 item kepada 422 karyawan yang bekerja pada dua bank

yang berbeda di Amerika Serikat.

Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi skala milik Podsakof,

MacKenzie, Moorman dan Fetter (dalam Organ, et.al, 2006) yang

mengembangkan skala OCB dengan item berjumlah 24 item menggunakan skala 7

poin berkisar antara “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju”. Podsakoff, et.al

mengembangkan item ini berdasarkan dari kelima dimensi OCB yang ditetapkan

oleh Organ (dalam Organ, et.al, 2006) yaitu altruism, consicientiousness,

sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Podsakoff, et.al mengujicobakan kepada

988 karyawan di perusahaan petrokimia dengan divisi yang ada di seluruh

Amerika Serikat, Canada dan Eropa.

Secara keseluruhan, model pengukuran sesuai dengan kelima dimensi

OCB dan telah diterima dengan baik hasil validitas dan reliabilitasnya (dalam

Organ, et.al, 2006). Peneliti menggunakan skala milik Podsakof, MacKenzie,

Moorman dan Fetter (dalam Organ, et.al 2006) karena skala ini telah banyak

digunakan pada penelitian sebelumnya. Selain itu, butiran item ini telah didesain

untuk mengukur lima dimensi OCB yang dimensinya diidentifikasikan oleh Organ

(49)

2.2. Modal Psikologis

2.2.1. Definisi modal psikologis

Luthans (2011) memberikan definisi modal psikologis sebagai suatu kondisi/state

psikologis yang positif pada individu dan dengan karakteristik: pertama, memiliki

kepercayaan diri (self-efficacy) melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai

sukses dalam tugas-tugas yang menantang. Kedua, memiliki atribusi yang positif

(optimis) akan kesuksesan sekarang dan di masa depan. Ketiga, berusaha keras

untuk mencapai tujuan, dan jika dibutuhkan, individu tersebut akan mengarahkan

arah pergeraknnya ke arah tujuan tersebut agar bisa mencapai kesuksesan.

Keempat, ketika mendapatkan masalah, individu tersebut akan mampu bertahan

dan berusaha lebih baik lagi (resiliensi) agar bisa mencapai kesuksesan.

Ketika karyawan di tempat kerja memiliki hubungan kerja yang baik, itu

berarti karyawan akan bersedia mengambil resiko dalam suatu kelompok,

melibatkan diri kepada anggotanya, dan pada akhirnya karyawan dapat

mengandalkan dukungan dari rekan kerjanya. Akan tetapi karyawan akan

memberikan kontribusi kepada tim kerjanya ketika individu tersebut memiliki

modal psikologis yang kuat (Pryce-Jones, 2010). Menurut Pryce-Jones (2010)

modal psikologis meliputi sumber daya mental yang dibangun individu ketika

sesuatu berjalan dengan baik dan menutupi ketika sesuatu berjalan tidak baik.

Sumber daya ini meliputi ketahanan, motivasi, harapan, optimis, keyakinan diri,

kepercayaan diri dan tenaga bekerja. Semuanya merupakan kunci dari

kebahagiaan, jika karyawan tidak memiliki modal psikologis maka karyawan

Gambar

Gambar 2.1. Ilustrasi Kerangka Berpikir
Tabel 3.1  Blue Print Alat Ukur OCBS
Tabel 3.2
Tabel 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less

Adapun rancangan yang dilakukan pada ruang gambar adalah kursi gambar dengan mengubah rancangan pada beberapa bagian yaitu bahan tempat duduk yang diganti, tinggi tempat duduk

Tari sining adalah salah satu tari tradisi masyarakat Gayo yang pernah punah, namun dimulai pada tahun 2016 dengan melakukan penelitian komprehensif mendalam mengacu kepada

Pada pembukaan lembaga pengajaran Taman Siswa (3 Juli 1922), Ki Hadjar Dewantara mengemukakan tujuh azas pendidikannya yang kemudian dikenal dengan Azas Taman Siswa 1922. Ketujuh

(1) Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan Ujian nasional yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dan

Berdasarkan penelitian yang di- lakukan diperoleh simpulan pada kelas eksperimen strategi scaffolding dalam pembelajaran SiMaYang 97% mem- pengaruhi motivasi belajar

Text yang digunakan diperoleh dari buku-buku Successfull Soccer yang berisikan informasi tentang teknik-teknik sepakbola tersebut kemudian dituliskan kedalam Visual Basic 6.0

Berdasarkan hasil penelitian telah disimpulkan bahwa desain didaktis bermuatan NOS yang dikembangkan dapat digunakan untuk mengarahkan pembelajaran sehingga