• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAGAL GIN JAL KRONIK EDIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "GAGAL GIN JAL KRONIK EDIT"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut , serta bersifat persisten dan irreversible.

Menurut catatan medical record RS Fatmawati klien gagal ginjal kronik yang dirawat di RS Fatmawati pada periode 1 Agustus 2003 – 31 Juli 2004 berjumlah 224 orang atau 6,73% dari 3327 penderita penyakit dalam yang dirawat, adapun periode 1 Agustus 2004 – 31 Juli 2005 berjumlah 237 orang atau 6,03 % dari 3930 klien penyakit dalam yang dirawat, hal ini menunjukan penurunan jumlah penderita gagal ginjal kronis yang dirawat sebesar 0,33 %, namun demikian masalah keperawatan yang sering timbul pada gagal ginjal kronik cukup kompleks, yang meliputi: kelebihan volume cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, kecemasan, penurunan cardiac out put, gangguan mobilitas fisik, konstipasi / diare, resiko tinggi injuri perdarahan, perubahan proses pikir dan kurangnya pengetahuan.

Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien gagal ginjal kronik, peran perawat sangat penting, diantaranya sebagai pelaksana, pendidik, pengelola, peneliti, advocate. Sebagai pelaksana, perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan komprehensif yang meliputi : mempertahankan pola nafas yang efektif, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat, meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi dan mencegah injury.

(2)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang bagaimana konsep teori gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik yang akan dibahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi gagal ginjal kronik 2. Untuk mengetahui etiologi gagal ginjal kronik

3. Untuk mengetahui manifestasi klinis gagal ginjal kronik 4. Untuk mengetahui patofisiologi gagal ginjal kronik 5. Untuk mengetahui klasifiksi gagal ginjal kronik 6. Untuk mengetahui komplikasi gagal ginjal kronik

(3)

BAB I PEMBAHASAN

I. KONSEP TEORI GAGAL GINJAL KRONIK

A. DEFINISI

 Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).

 Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).

 CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).

B. ETIOLOGI

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal.

(4)

8. Nefropati obstruktif

a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal. b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C. KLASIFIKASI CKD

Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium : a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal

 Kreatinin serum dan kadar BUN normal  Asimptomatik

 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR b. Stadium II : Insufisiensi ginjal

 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)  Kadar kreatinin serum meningkat

 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan) Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

1) Ringan

40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal 2) Sedang

15% - 40% fungsi ginjal normal 3) Kondisi berat

2% - 20% fungsi ginjal normal

c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia  kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat

(5)

 air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :

a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2) b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG

antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)

c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)

d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)

e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

D. PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.

(6)

1. Gangguan Klirens Ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.

2. Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik.

3. Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi

4. Anemia

(7)

untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.

5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun. 6. Penyakit Tulang Uremik

(8)
(9)
(10)

E. TANDA DAN GEJALA

1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia

a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal. b. Defisiensi hormone eritropoetin

c. Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer. 2. Kelainan Saluran cerna

a. Mual, muntah, hicthcup

dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.

b. Stomatitis uremia

Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.

c. Pankreatitis

Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase. 3. Kelainan mata

4. Kardiovaskuler : a. Hipertensi b. Pitting edema c. Edema periorbital d. Pembesaran vena leher e. Friction Rub Pericardial 5. Kelainan kulit

a. Gatal

Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena: 1) Toksik uremia yang kurang terdialisis 2) Peningkatan kadar kalium phosphor 3) Alergi bahan-bahan dalam proses HD b. Kering bersisik

(11)

c. Kulit mudah memar d. Kulit kering dan bersisik e. rambut tipis dan kasar f. Neuropsikiatri

g. Kelainan selaput serosa h. Neurologi :

i. Kelemahan dan keletihan j. Konfusi

k. Disorientasi l. Kejang

m. Kelemahan pada tungkai n. rasa panas pada telapak kaki o. Perubahan Perilaku

p. Kardiomegali.

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik

Terdapat dua kelompok gejala klinis :

 Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.

 Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

F. MANIFESTASI SINDROM UREMIK

Sistem Tubuh Manifestasi

Biokimia  Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)  Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,

kreatinin)  Hiperkalemia

(12)

 Hipermagnesia  Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin Poliuria, menuju oliguri lalu anuria  Nokturia, pembalikan irama diurnal  Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010  Protein silinder

 Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas

Kardiovaskular  Hipertensi

 Retinopati dan enselopati hipertensif  Beban sirkulasi berlebihan

 Edema

 Gagal jantung kongestif  Perikarditis (friction rub)  Disritmia

Pernafasan  Pernafasan Kusmaul, dispnea  Edema paru

 Pneumonitis

Hematologik  Anemia menyebabkan kelelahan  Hemolisis

 Kecenderungan perdarahan

 Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia)

Kulit  Pucat, pigmentasi

 Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)

 Pruritus

(13)

Saluran cerna  Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB

 Nafas berbau amoniak

 Rasa kecap logam, mulut kering  Stomatitis, parotitid

 Gastritis, enteritis

 Perdarahan saluran cerna  Diare

Metabolisme intermedier

 Protein-intoleransi, sintesisi abnormal

 Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun

 Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular  Mudah lelah

 Otot mengecil dan lemah  Susunan saraf pusat :

 Penurunan ketajaman mental  Konsentrasi buruk

 Apati

 Letargi/gelisah, insomnia  Kekacauan mental  Koma

 Otot berkedut, asteriksis, kejang  Neuropati perifer :

 Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg  Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi  Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut

menjadi paraplegi

Gangguan kalsium dan rangka

 Hiperfosfatemia, hipokalsemia  Hiperparatiroidisme sekunder  Osteodistropi ginjal

(14)

 Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)

 Konjungtivitis (uremik mata merah)

G. KOMPLIKASI

a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet berlebih.

b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-aldosteron

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa

e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.

f. Asidosis metabolic g. Osteodistropi ginjal h. Sepsis

i. neuropati perifer j. hiperuremia

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium

a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal  Ureum kreatinin.

 Asam urat serum.

b. Identifikasi etiologi gagal ginjal  Analisis urin rutin

(15)

c. Identifikasi perjalanan penyakit

 Progresifitas penurunan fungsi ginjal

 Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :

Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau 0,93 - 1,32 mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau 0,85 - 1,23 mL/detik/m2

 Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan  Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+  Endokrin : PTH dan T3,T4

 Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard.

2. Pemeriksaan Diagnostik a. Etiologi CKD dan terminal

 Foto polos abdomen.

 USG.

 Nefrotogram.

 Pielografi retrograde.  Pielografi antegrade.

(16)

b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal  RetRogram

 USG.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.

Tujuan terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia. c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal. d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.

1. Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

2. Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.

3. Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

4. Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani. 5. Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.

6. Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.

7. Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.

b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat 1. Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular. 2. Kendalikan terapi ISK.

3. Diet protein yang proporsional. 4. Kendalikan hiperfosfatemia.

5. Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%. 6. Terapi hIperfosfatemia.

(17)

8. Kendalikan keadaan hiperglikemia. c. Terapi alleviative gejala asotemia

1. Pembatasan konsumsi protein hewani. 2. Terapi keluhan gatal-gatal.

3. Terapi keluhan gastrointestinal. 4. Terapi keluhan neuromuskuler. 5. Terapi keluhan tulang dan sendi. 6. Terapi anemia.

7. Terapi setiap infeksi. 2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) :

1. Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

2. Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

b. Anemia

1) Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.

2) Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis. 3) Anemia Defisiensi Besi

a. Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.

b. Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal : (1) HCT < atau sama dengan 20 %

(18)

(3) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure.

Komplikasi tranfusi darah : a) Hemosiderosis

b) Supresi sumsum tulang

c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV

e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal.

c. Kelainan Kulit

1) Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.

Keluhan :

a. Bersifat subyektif

b. Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

a. Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme b. Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

c. Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan

d. Pemberian obat

 Diphenhidramine 25-50 P.O  Hidroxyzine 10 mg P.O 2) Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.

d. Kelainan Neuromuskular Terapi pilihannya :

1. HD reguler.

(19)

e. Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :

1. Restriksi garam dapur. 2. Diuresis dan Ultrafiltrasi. 3. Obat-obat antihipertensi. 3. Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

a. Dialisis yang meliputi : 1) Hemodialisa

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah (1) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan

GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

(2) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:

a. Hiperkalemia > 17 mg/lt

b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2 c. Kegagalan terapi konservatif

d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %

e. Kelebihan cairan f. Mual dan muntah hebat

(20)

j. Intoksidasi obat jenis barbiturat

(3) Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).

(21)

kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

 Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

(22)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

(23)

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

 Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

 Kualitas hidup normal kembali  Masa hidup (survival rate) lebih lama

 Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

 Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

(24)

II. KONSEP ASUHAN KEPERWATAN 1. PENGKAJIAN

PRIMER

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :  Airway

1) Lidah jatuh kebelakang

2) Benda asing/ darah pada rongga mulut 3) Adanya sekret

Breathing

1) pasien sesak nafas dan cepat letih 2) Pernafasan Kusmaul

3) Dispnea

4) Nafas berbau amoniak  Circulation

1) TD meningkat 2) Nadi kuat 3) Disritmia

4) Adanya peningkatan JVP

5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka 6) Capillary refill > 3 detik

7) Akral dingin

8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung

Disability : pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi

koma, Kelemahan dan

keletihan, Konfusi, Disorientasi, Kejang, Kelemahan pada tungkai  A : Allert , sadar penuh, respon bagus

 V : Voice Respon , kesadaran menurun, berespon thd suara

 P : Pain Respons, kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri

(25)

PENGKAJIAN SEKUNDER

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event 2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang  Keluhan Utama

o Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.

 Riwayat kesehatan

o Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)

Anamnesa

 Oliguria/ anuria 100 cc/ hari, infeksi, urine (leucosit, erytrosit, WBC, RBC)

 Cardiovaskuler: Oedema, hipertensi, tachicardi, aritmia, peningkatan kalium

 Kulit : pruritus, ekskortiasis, pucat kering.

 Elektrolit: Peningkatan kalium, peningkatan H+, PO, Ca, Mg, penurunan HCO3

 Gastrointestinal : Halitosis, stomatitis, ginggivitis, pengecapan menurun, nausea, ainoreksia, vomitus, hematomisis, melena, gadtritis, haus.

 Metabolik : Urea berlebihan, creatinin meningkat.

 Neurologis: Gangguan fungsi kognitif, tingkah laku, penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik

 Oculair : Mata merah, gangguan penglihatan

(26)

 Lain-lain : Penurunan berat badan

2. DIAGNOSA KEPERAWTAN MENURUT NANDA NIC NOC 1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar 2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis

3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis

4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis.

DIAGNOSA KEPERAWTAN MENURUT DOENGES (2000), DAN CARPENITO (2006) ADALAH SEBAGAI BERIKUT :

1. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual muntah.

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan

nutrisi ke jaringan sekunder.

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan

retensi cairan dan natrium

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk

sampah dan prosedur dialisis.

6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus

sekunder terhadap adanya edema pulmoner.

7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan

cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).

8. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit atau uremia.

(27)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN MENURUT NANDA NIC NOC

penurunan perifer yang

mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.

Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli

 Mendemonstrasikan

peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu

 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

 Pasang mayo bila perlu

 Lakukan fisioterapi dada jika perlu

 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

tambahan

 Lakukan suction pada mayo  Berika bronkodilator bial perlu  Barikan pelembab udara

 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal  Monitor suara nafas, seperti dengkur  Monitor pola nafas : bradipena,

(28)

Keletihan

abnormal (pucat, kehitaman)

kedalaman nafas abnormal

Faktor faktor yang

membran kapiler-alveolar

stokes, biot

 Catat lokasi trakea

 Monitor kelelahan otot diagfragma ( gerakan paradoksis )

 Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan

 Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama

 Uskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya

AcidBase Managemen

 Monitro IV line

 Pertahankanjalan nafas paten  Monitor AGD, tingkat elektrolit

 Monitor status hemodinamik(CVP, MAP,

PAP)

 Monitor adanya tanda tanda gagal nafas  Monitor pola respirasi

 Lakukan terapi oksigen  Monitor status neurologi  Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung,

 Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi,

durasi)

 Catat adanya disritmia jantung

(29)

hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup perifer, dan tidak ada asites

Tidak ada penurunan kesadaran

cardiac putput

 Monitor status kardiovaskuler

 Monitor status pernafasan yang menandakan

gagal jantung

 Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi

 Monitor balance cairan

 Monitor adanya perubahan tekanan darah

 Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia

 Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan

 Monitor toleransi aktivitas pasien

 Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan

ortopneu

 Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR  Catat adanya fluktuasi tekanan darah

 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

 Monitor kualitas dari nadi

 Monitor adanya pulsus paradoksus  Monitor adanya pulsus alterans  Monitor jumlah dan irama jantung  Monitor bunyi jantung

(30)

 Monitor pola pernapasan abnormal

 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit  Monitor sianosis perifer

 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat

Batasan karakteristik : - Penurunan

tekanan inspirasi/ ekspirasi

- Penurunan pertukaran udara per menit

- Menggunakan otot pernafasan tambahan

batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu frekuensi pernafasan dalam rentang normal,

 Pasang urin kateter jika diperlukan

 Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )

 Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP

 Monitor vital sign

 Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)

 Kaji lokasi dan luas edema

 Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian

 Monitor status nutrisi

 Berikan diuretik sesuai interuksi

 Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l

 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring

(31)

dada ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )

 Monitor serum dan elektrolit urine  Monitor serum dan osmilalitas urine  Monitor BP, HR, dan RR

 Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung

 Monitor parameter hemodinamik infasif  Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem

perifer dan penambahan BB

(32)

Faktor yang berhubungan : - Hiperventilasi - Deformitas

tulang

- Kelainan bentuk dinding dada - Penurunan

energi/kelelahan - Perusakan/

pelemahan muskulo-skeletal - Obesitas - Posisi tubuh - Kelelahan otot

pernafasan - Hipoventilasi

sindrom - Nyeri - Kecemasan - Disfungsi

Neuromuskuler - Kerusakan

persepsi/kognitif - Perlukaan pada

jaringan syaraf tulang belakang - Imaturitas

Neurologis

4 Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung,

NOC :

 Electrolit and acid base

balance

 Fluid balance

NIC :

Fluid management

(33)

retensi cairan dan cairan isotomik meningkat

Batasan karakteristik : Berat badan

meningkat pada waktu yang

berubah, tekanan arteri pulmonalis berubah, nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales

Kriteria Hasil: jantung dan vital sign dalam batas normal

 Terbebas dari

kelelahan, kecemasan atau kebingungan

 Menjelaskanindikator

kelebihan cairan

akurat

 Pasang urin kateter jika diperlukan

 Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )

 Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP

 Monitor vital sign

 Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites)

 Kaji lokasi dan luas edema

 Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian

 Monitor status nutrisi

 Berikan diuretik sesuai interuksi

 Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130 mEq/l ketidak seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )

 Monitor berat badan

 Monitor serum dan elektrolit urine  Monitor serum dan osmilalitas urine  Monitor BP, HR, dan RR

(34)

atau crakles), kongestikemaceta n paru, pleural effusion

Hb dan hematokrit

menurun, perubahan elektrolit, khususnya

perubahan berat jenis

Suara jantung SIII

Reflek hepatojugular positif

Oliguria, azotemia Perubahan

status mental, kegelisahan, kecemasan

Faktor-faktor yang

berhubungan : Mekanisme

pengaturan melemah

Asupan cairan berlebihan

Asupan

perubahan irama jantung

 Monitor parameter hemodinamik infasif  Catat secara akutar intake dan output

 Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB

(35)

natrium berlebihan 5 Ketidakseimbang

an nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended

yang digunakan untuk food and Fluid Intake Kriteria Hasil :  Kaji adanya alergi makanan

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

 Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

 Berikan substansi gula

 Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

 Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan

nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring

 BB pasien dalam batas normal

 Monitor adanya penurunan berat badan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa

dilakukan

 Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan

 Monitor lingkungan selama makan

(36)

pada rongga mulut

- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah

 Monitor turgor kulit

 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

 Monitor mual dan muntah

 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

 Monitor makanan kesukaan

 Monitor pertumbuhan dan perkembangan  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan

jaringan konjungtiva

 Monitor kalori dan intake nuntrisi

 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.

(37)

makanan

- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh

- Diare dan atau steatorrhea

- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)

- Suara usus hiperaktif

- Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor-faktor yang

berhubungan : Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna

makanan atau mengabsorpsi

zat-zat gizi

berhubungan dengan faktor biologis,

psikologis atau ekonomi.

6 Intoleransi

aktivitas b/d curah jantung yang rendah,

NOC :

 Energy conservation  Self Care : ADLs

Kriteria Hasil :

NIC :

Energy Management

 Observasi adanya pembatasan klien dalam

(38)

ketidakmampuan memenuhi

metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan energu secara fisiologis maupun psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktifitas sehari hari.

Batasan karakteristik : a. melaporkan

secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.

 Berpartisipasi dalam

aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi

 Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat

 Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

 Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

Activity Therapy

 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi

Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.

 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas

yang mampu dilakukan

 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten

yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social

 Bantu untuk mengidentifikasi dan

mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai

 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

(39)

b. Respon

abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas

c. Perubahan

EKG yang

menunjukkan aritmia atau iskemia

d. Adanya

dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.

Faktor factor yang

berhubungan :  Tirah Baring

atau imobilisasi  Ketidakseim

bangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan  Gaya hidup

yang

dipertahankan.

beraktivitas

 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi

diri dan penguatan

 Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

INTERVENSI KEPERAWATAN MENURUT MENURUT DOENGES (2001), DAN CARPENITO (2006)

1. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.

(40)

Kriteria hasil : Gas Darah Analisa (GDA) dalam rentang normal, tidak ada tanda sianosis maupun dispnea, bunyi napas tidak mengalami penurunan, tanda-tanda vital dalam batas normal (RR 16-24 x/menit).

Intervensi Rasional

 Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak otot dada, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital.

 Catat pengembangan dada dan posisi trakea

 Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau napas dalam.

 Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler

 Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit).

.

 Kolaborasikan pemeriksaan GDA dan foto thoraks.

 Kolaborasikan pemberian oksigen pada ahli medis.

 Distress pernapasan dan perubahan tada vital dapat terjadi sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri.  Pengembangan dada atau

ekspansi paru dapat menurun apabila terjadi ansietas atau edema  Meningkatkan ekspansi

paru.

 Untuk mengetahui elektrolit sebagai indikator keadaan status cairan

 Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi serta evaluasi dari implementasi, juga adanya kerusakan pada paru.

(41)

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual, muntah, anoreksia.

Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil : Pengukuran antropometri dalam batas normal, perlambatan atau penurunan berat badan yang cepat tidak terjadi, pengukuran albumin dan kadar elektrolit dalam batas normal, peneriksaan laboratorium klinis dalam batas normal, pematuhan makanan dalam pembatasan diet dan medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia.

Intervensi Rasional

 Kaji status nutrisi, perubahan berat badan, pengukuran antropometri, nilai laboratorium (elektrolit serum, BUN, kreatinin, protein, dan kadar besi).  Kaji pola diet dan nutrisi pasien,

riwayat diet, makanan kesukaan, hitung kalori.

 Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi misalnya adanya anoreksia, mual dan muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, kurang memahami diet.

 Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batasan diet.

 Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium,

 Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.  Pola diet sekarang dan

dahulu dapat

dipertimbangkan dalam menyusun menu.

 Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.

 Mendorong peningkatan masukan diet.

(42)

diantara waktu makan.

 Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea serta kadar

 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.

 Timbang berat badan harian.

 Kaji bukti adanya masukan protein tentang hubungan antara diet, urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.  Daftar yang dibuat

menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga

yang dapat

digunakan dirumah.

 Faktor yang tidak menyenagkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia dihilangkan. pembentukan edema dan perlambatan

(43)

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan adekuat.

Kriteria hasil : Membran mukosa warna merah muda, kesadaran pasien compos mentis, pasien tidak ada keluhan sakit kepala, tidak ada tanda sianosis ataupun hipoksia, capillary refill kurang dari 3 detik, nilai laboratorium dalam batas normal (Hb 12-15 gr %), konjungtiva tidak anemis, tanda-tanda vital stabil: TD 120/80 mmHg, nadi 60-80 x/menit.

Intervensi Rasional

 Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar kuku.

 Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

 Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan

 Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan tubuh.

 Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler, vasokonstrisi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.

(44)

tubuh hangat sesuai dengan indikasi.

 Kolaborasi untuk pemberian O2. e) vasodilatasi (penurunan perfusi organ). retensi cairan dan natrium.

Tujuan : Kelebihan cairan / edema tidak terjadi.

Kriteria hasil : Tercipta kepatuhan pembatasan diet dan cairan, turgor kulit normal tanpa edema, dan tanda-tanda vital normal.

Intervensi Rasional

 Monitor status cairan, timbang berat badan harian, keseimbangan input dan output, turgor kulit dan adanya edema, tekanan darah, denyut dan irama nadi.

 Batasi masukan cairan

 Identifikasi sumber potensial cairan, medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intravena.  Jelaskan pada pasien dan keluarga

tentang pembatasan cairan.

 Pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.

 Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, keluaran urine dan respons terhadap terapi.  Sumber kelebihan cairan

yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.  Pemahaman

(45)

 Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.

 Kolaborasi pada medis dalam pembatasan cairan intravena antara 5-10 tetes permenit, dan pembatasan obat-obatan cair.

pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.  Kenyamanan pasien

meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.  dengan pembatasan cairan intravena dapat membantu menurunkan resiko kelebian cairan.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis.

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.

Kriteria hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas keluwarga sesuai kemampuan, melaporkan peningkatan rasa segar dan bugar, melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian, berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih.

Intervensi Rasional

 Kaji faktor yang menyebabkan

keletihan, anemia,

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk sampah, dan depresi.

 Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.

 Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.

 Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.

 Meningkatkan aktivitas ringan / sedang dan memperbaiki harga diri.

(46)

 Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.

 Dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan.

6. Resti gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap adanya edema pulmonal.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pertukaran gas efektif.

Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pertukaran gas efektif, GDA dalam rentang normal, tidak ada tanda sianosis maupun hipoksia, traktil fremitus positif kanan dan kiri, bunyi napas tidak mengalami penurunan, auskultasi paru sonor, tanda-tanda vital dalam batas normal : RR 16-24 x/menit.

Intervensi Rasional

 Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak otot dada, dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital.

 Auskultasi bunyi napas.

 Catat pengembangan dada dan posisi trakea.

 Kaji traktil fremitus. e)

 Distress pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri.

 Untuk mengetahui keadaan paru yang menunjukkan adanya edema paru.

 Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurun apabila terjadi ansietas atau udema pulmoner.

(47)

 Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowler.

 Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit).

 Kolaborasikan pemeriksaan GDA dan foto thoraks.

 Kolaborasikan pemberian oksigen.

 Meningkatkan ekspansi paru.

 Untuk mengetahui elektrolit sebagai indicator keadaan status cairan.

 Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi serta evaluasi dari implementasi.

 Menghilangkan distress respirasi dan sianosis.

7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit). Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung dapat dipertahankan.

Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 60-80 x/menit, kuat, teratur, akral hangat, Capillary refilkurang dari 3 detik, nilai laboratorium dalam batas normal (kalium 3,5-5,1 mmol/L, urea 15-39 mg/dl).

Intervensi Rasional

 Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer atau kongesti vaskuler dan keluhan

(48)

dispnea, awasi tekanan darah, perhatikan postural misalnya duduk, berbaring dan berdiri.

 Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi dan beratnya.

c)

 Evaluasi bunyi jantung akan terjadi frictionrub, tekanan darah, nadi perifer, pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental.  Kaji tingkat aktivitas dan respon dapat terjadi sehubungan dengan defisit cairan.  Mengkaji adanya

kedaruratan medik.

 Kelelahan dapat menyertai gagal jantung kongestif juga anemia.  Ketidakseimbangan dapat

mengangu kondisi dan fungsi jantung.

 Menurunkan tahanan vaskuler sistemik

8. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit (uremia).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan integritas kulit. warna, turgor dan perhatikan adanya kemerahan, ekimosis.

(49)

 Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit serta membran mukosa.

c)

 Inspeksi area tubuh terhadap edema.

 Ubah posisi dengan sering menggerakkan klien dengan perlahan, beri bantalan pada tonjolan tulang.

 Pertahankan linen kering, dan selidiki keluhan gatal.

 Pertahankan kuku pendek.

atau infeksi.

 Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.  Jaringan edema lebih

cenderung rusak atau robek.

 Menurunkan tekanan

pada edema,

meningkatkan peninggian aliran balik statis vena sebagai pembentukan edema.

 Menurunkan iritasi dermal dan resiko kerusakan kulit.

 Menurunkan resiko cedera dermal.

9. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan sosiologis, akumulasi kultur, asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan lektrolit dan klasifikasi metastatik pada otak.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi atau mempertahankan proses pikir dan harga diri pasien tidak turun.

(50)

Intervensi Rasional  Observasi luasnya gangguan

kemampuan berpikir, mental, dan orientasi. Perhatikan juga luas lapang pandang.

 Validasi pada orang terdekat pasien tentang kondisi mental pasien dalam sehari-hari.

 Berikan lingkungan yang tenang.

 Orientasikan kembali lingkungan, waktu, dan orang.

(51)

 Meningkatkan istirahat yang adekuat. h.

 Beri O2 sesuai indikasi.

 gangguan tidur dapat meningkatkan gangguan kemampuan koknitif lebih lanjut.

 Perbaikan hipoksia dapat memperbaiki kognitif.

4. Implementasi

Tindakan/implementasi berdasarkan rencana atau intervensi keperawatan yang telah dibuat.

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.

(52)

Penampang ginjal normal Penampangan gagal ginjal

Tahap perubahan ginjal sehat menjadi gagal ginjal kronik

Transplatasi ginjal Pencucian darah

(53)

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Ginjal adalah salah satu organ utama system kemih atau uriner yang bertugas menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh.  Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3

bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria.

 Gagal ginjal kronik merupakan kelanjutan dari beberapa jenis penyakit, seperti glomerulonefritis, penyakit endokrin, infeksi kronis, kelainan bawaan, obstruksi ginjal, penyakit vaskuler, penyakit jaringan, obat – obatan yang merusak ginjal misalnya pemberian terapi aminoglikosida dalam jangka panjang.

 Patofisiologi penyakit ginjal kronik sebenarnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.

 Gejala kliniknya dapat terlihat pada ginjal dan sistem urin, jantung dan sirkulasi darah, alat pernapasan, kulit, sistem saraf, kelenjar endokrin, perubahan darah, otot dan tulang.

 Gejala dan tanda gagal ginjal kronik sebaiknya dibicarakan sesuai dengan gangguan sistem yang timbul.

 Penelitian terbatas terhadap status gizi penderita gagal ginjal kronik tanpa hemodialisis menunjukan bahwa dengan pengukuran antropometri 42,9% penderita berstatus gizi baik, 50% penderita berada dalam status gizi kurang dan 7,1% berada dalam status gizi buruk.

 Pada terapi medika mentosa dapat dilakukann pengobatan, cuci darah, atau transplatasi ginjal.

 Pada terapi diet pemenuhan asupan energi terutama diperoleh dari bahan makanan pokok.

(54)

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Adapun saran-saran adalah sebagai berikut:

1. Pasien

Apabila sudah mengetahui dan memahami gejala dari penyakit GGK hendaknya segera membawa pasien kerumah sakit agar dapat dilakukan tindakan keperawatan.

2. Perawat

Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara teoritis maupun praktek tentang penyakit GGK agar dapat melakukan tindakan keperawatan.

3. Rumah Sakit

Bagi rumah sakit hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga pada penderita GGK mendapatkan ruangan dan fasilitas medis yang seharusnya ada sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan untuk mengurangi dari gejala dan komplikasi penyakit GGK.

4. Mahasiswa

Untuk mahasiswa sebaiknya memperdalam ilmu dalam perawatan pasien GGK agar dapat membantu klien untuk mencapai kesembuhan dan pengobatan dan agar mahasiswa lebih paham tentang pengertian, pencegahan, pengobatan serta cara-cara perawatannya sehingga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarganya.

5. Institusi pendidikan

Untuk institusi pendidikan diharapkan dapat melengkapi atau menambah buku-buku yang berkaitan dengan bidang keilmuan keperawatan seperti buku keperawatan medikal bedah, asuhan keperawatan, dan lain-lain sebagai literatur dalam menambah ilmu bagi mahasiswa.

(55)

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK Magelang

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Nanda. 2005. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan pada ekstraksi daun sirsak terhadap aktivitas antioksidannya yang ditentukan dengan metoda DPPH dan diukur

rumah kepada para siswa tujuan yang bersifat komunikatif sangat

ﻰﻟﺎﻌﺗ &#34; : نإ ﻦﯾﺬﻟا اوﺮﻔﻛ نوﺪﺼﯾو &#34; دﺎﻋأ مﻼﻜﻟا ﻰﻟإ ﻲﻛﺮﺸﻣ بﺮﻌﻟا ﻦﯿﺣ اوﺪﺻ لﻮﺳر ﷲا ﻰﻠﺻ ﷲا ﮫﯿﻠﻋ ﻢﻠﺳو ﻦﻋ ﺪﺠﺴﻤﻟا ماﺮﺤﻟا مﺎﻋ ،ﺔﯿﺒﯾﺪﺤﻟا ﻚﻟذو ﮫﻧأ ﻢﻟ ﻢﻠﻌﯾ ﻢﮭﻟ ﺪﺻ

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan terhadap bahan pustaka yang berkaitan dengan

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan Pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan barang Cetak

Then we employed several indices to describe the collective activity patterns, including both activity intensity, travel distance, travel time, and activity space of residents