• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktikum Teknologi Produksi Tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Praktikum Teknologi Produksi Tanaman"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Intensitas Serangan dan Metode perhitungan penyakit

Menurut Purnomo (2010), intensitas serangan adalah tingkat serangan atau tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dinyatakan secara kuantitatif atau kualitatif.

Intensitas serangan adalah besarnya serangan penyakit pada suatu area pertanaman yang dapat dinyatakan secara kuantitatif (Gendroyono, 2006).

 Metode perhitungan penyakit

Menurut Karyatiningsih (1980), pengamatan intensitas penyakit (keparahan penyakit) yang disebabkan oleh cendawan yang menyerang tanaman dihitung menggunakan metode Townsend dan Heuberger, dengan rumus sebagai berikut:

KP = Σ nV

ZN X 100% Keterangan:

KP = keparahan penyakit

n = jumlah tanaman dalam setiap kategori v = nilai numerik dari kategori serangan

Z = kategori serangan dengan nilai numerik tertinggi N = jumlah seluruh tanaman yang diamati

Untuk virus dan bakteri yang menunjukkan gejala sistemik dihitung dengan jumlah tanaman terserang dibagi dengan jumlah tanaman yang diamati dikali dengan 100%. Rumus yang digunakan sama seperti rumus penghitungan kejadian penyakit (KP). Pengukuran KP dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

KP = ¿ n

V x100 Keterangan:

KP = kejadian penyakit

(2)

N = jumlah tanaman yang diamati

(Karyatiningsih,1980) 1.2 Defenisi musuh alami

Musuh alami yang terdapat di alam dapat digunakan dalam mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Musuh alami tersebut terdiri dari parasitoid, serangga predator, dan entomopatogen (Oka 1995).

Musuh alami merupakan faKtor pengendali organisme pengganggu tanaman penting yang perlu dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan secara maksimal dalam pengaturan populasi organisme pengganggu tanaman di lahan (Latief, 2003)

Musuh alami adalah organisme yang berperan sebagai pengendalian hayati yang sangat berguna, sehingga dalam jangka panjang, efektifitas pengendaliannya dapat diandalkan (Sulayakto, 2000)

a. Predator

Predator adalah organisme yang hidupnya selalu mengganggu, memangsa secara paksa dan makan pada organisme lain dan ukurannya lebih besar dari yang di mangsa (Kasumbogo, 2001).

Ciri-ciri predator

1) Serangga pemangsa untuk kelangsungan hidupnya 2) Ukuran predator lebih besar daripada ukuran mangsanya 3) Stadia aktif : larva dan dewasa

4) Memakan nectar atau tumbuh madu sebagai makanan tanaman (Sulayakto, 2000)

 Contoh predator

1) Lady beetle (Coleoptera: Coccineldae) seperti Micraspis sp.

2) Ground beetle (Coleoptera: Carabidae) seperti Ophionea nigrofasciala 3) Belalang (Orthoptera: Tettigoniidae) seperti Metioche vittaticolis dan

Anaxipha longipennis

4) Water bug (Hemiptera: Veliidae) seperti Microvella douglasi Atrolineata

(3)

b. Parasitoid

Parasitoid adalah organisme yang hidup dalam habitat inangnya, tumbuh dan tinggal pada inangnya, sehingga ukuran tubuhnya kecil dan siklus hidupnya pendek (Sulayakto, 2000).

Parasitoid ialah serangga yang belum tahap dewasa berkembang pada atau di dalam tubuh inang (biasanya serangga juga). Parasitoid mempunyai karakteristik pemangsa karena membunuh inangnya dan seperti parasit karena hanya membutuhkan satu inang untuk tumbuh, berkembang dan bermetafosis (Kasumbogo, 2001).

Parasitoid is organism finishing most its biography by hinging of organism of single inang that finally kill in course of (Parasitoid adalah organisme yang menghabiskan sebagian besar riwayat hidupnya dengan bergantung atas organisme inang tunggal yang akhirnya membunuh dalam prose situ) (Kalshoven,1981).

c. Entomopatogen

Entomopatogen adalah organisme heterotrof yang hidup sebagai parasit pada serangga. Cendawan entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman. Cendawan entomopatogen termasuk dalam enam kelompok mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu cendawan, bakteri, virus, nematoda, protozoa dan ricketsia (Lacey, 1997).

Entomopatogen merupakan salah satu golongan organisme heterotrof, hidup sebagai saprob atau parasit, cara makanya secara absorbsi dengan mengeluarkan enzim eksternal. Enzim yang berperan dalam mekanisme tersebut adalah lipase, protease, dan kitinase (Cook, 1977).

(4)

Menurut Santoso (1993), bahwa cendawan entomopatogen adalah organisme heterotrof yang hidup sebagai parasit pada serangga. Cendawan entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman.). Cendawan entomopatogen termasuk dalam enam kelompok mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida, yaitu cendawan, bakteri, virus, nematoda, protozoa dan ricketsia.

d. Patogen Serangga

Pathogen adalah organism yang dapat menjadi penyakit untuk hama yang menyerang hama (Sulayakto, 2000).

Ciri-ciri pathogen

1) Mikroorganisme sebagai parasit di dalam atau di luar tubuh serangga. 2) Yang tergolong di dalamnya yaitu cendawan, bakteri, virus, dan

nematoda parasit serangga. (Sulayakto, 2000)

 Contoh pathogen

1) Metarhiziurn anisopliae, M. Flavoviridae yang merupakan pathogen untuk wereng, kepik dan kumbang.

2) Beauveriae bassiana jamur putih yang menyerang wereng, kutu daun, penggerk batang, kepik padi dan kepik hitam.

3) Hirsutella citriformis yang menyerang wereng dan kutu daun. 4) NPV yang biasanya ditemukan pada ulat tentara dan ulat pemotong.

(Tim Dosen, 2011)

e. Mikroorganisme Antagonis Penyakit

Mikroba antagonis atau agens pengendali hayati (APH) penyakit tanaman adalah jasad renik yang diperoleh dari alam, baik berupa bakteri, cendawan, actinomycetes maupun virus yang dapat menekan, menghambat atau memusnahkan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Tombe 2002).

(5)

menjelaskan bahwa hubungan mikroorganisme dengan organisme lain yang saling menekan pertumbuhannya disebut antagonisme. Bentuk interaksi ini merupakan hubungan asosial. Biasanya spesies yang satu menghasilkan suatu senyawa kimia yang dapat meracuni spesies lain yang menyebabkan pertumbuhan spesies lainnya terganggu. Senyawa kimia yang dihasilkan dapat berupa sekret atau metabolit sekunder. Bentuk lain dari interaksi antagonisme di alam dapat berupa kompetisi, parasitisme, amensalisme dan predasai. Biasanya bentuk interaksi ini muncul karena ada beberapa jenis mikroorganisme yang menempati ruang dan waktu yang sama, sehingga mereka harus memperebutkan nutrisi untuk tetap dapat tumbuh dan berkembangbiak. Akhirnya dari interaksi semacam ini memberikan efek beberapa mikroorganisme tumbuh dengan optimal sementara organisme yang lainnya tertekan pertumbuhannya.

1.3 Mekanisme Peranan Musuh Alami Dalam Menjaga Stabilitas Produksi Tanaman

Menurut Kartohardjono (2011), musuh alami memiliki peranan dalam pengaturan dan pengendalian populasi hama, sebagai faktor yang bekerjanya tergantung kepada kepadatan, dalam kisaran tertentu musuh alami dapat mempertahankan populasi hama di sekitar aras keseimbangan umum. Praktek pengendalian hayati terdiri dari tiga macam cara yaitu : introduksi, augmentasi, dan konservasi.

a. Introduksi

(6)

b. Augmentasi

Augmentasi adalah melepaskan dalam jumlah besar musuh alami yang telah diproduksi massal dengan tujuan untuk meningkatkan populasi musuh alami di habitat pelepasan atau membanjiri (inundasi) populasi hama dengan musuh alami.

c. Konservasi

Kemungkinan kebanyakan praktek yang dilakukan dalam biocontrol adalah dengan menerapkan konservasi musuh alami. Tujuan dari program konservasi ini adalah untuk menjaga dan mempertahankan populasi predator dan parasitoid yang ada di lapangan.

Musuh alami merupakan bagian daripada alam dan termasuk salah satu komponen hayati yang ikut berperan dalam kelestarian lingkungan. Oleh karena itu kegoncangan yang terjadi pada musuh alami akan berpengaruh pada komponen hayati lainnya yang pada akhirnya juga berpengaruh pada kelestarian lingkungan.

Untuk itu perlu upaya-upaya khusus agar peran musuh alami dapat optimal. Upaya-upaya tersebut dapat melalui prosedur yang disebut manipulasi (Setiawati, 2004). Manipulasi tersebut dapat ditujukan pada musuh alaminya sendiri atau terhadap lingkungannya, seperti:

1. Manipulasi yang ditujukan pada musuh alaminya.

Cara ini dimaksudkan guna meningkatkan efekivitasnya yang berupa kolonisasi periodic, yaitu pelepasan musuh alami dalam populasi tinggi setelah terlebih dahulu dilakukan perbanyakan di laboratorium atau pengumpulan dari lapang (Augmentasi).

Kolonisasi ini dikenal ada 2 bentuk yaitu:

 Pelepasan musuh alami secara inundatif, yaitu pelepasan musuh alami secara sekaligus dalam jumlah yang besar untuk memperoleh manfaat pengendalian secara langsung.

(7)

efektivitas pengendalian cara ini tergantung dari hasil keturunan musuh alami tersebut.

Disamping itu, sifat pengendaliannya dapat berlangsung dalam waktu lama (presistence).

2. Manipulasi Lingkungan Musuh Alami.

Perubahan agroekosistem yang berakibat rusaknya habitat musuh alami sering menimbulkan pengaruh negatif bagi efektivitas musuh alami. Untuk mengembalikan efektivitasnya dapat ditempuh dengan jalan memodivikasi lingkungannya, antara lain:

 membuat struktur buatan dan memodifikasi kegiatan agroekonomi seperti pengaturan pola tanam danvegetasi, pengaturan naungan, pengaturan jarak tanam, sanitasi dan sebagainya;

 pemberian makanan tambahan seperti madu, gula, polen dan sebagainya;

 pemberian makanan alternatif bagi musuh alaminya; dan

 pengurangan atau peniadaan penggunaan pestisida kimiawi.

(8)

BAB II METODOLOGI

2.1 Metode pengamatan Intensitas Penyakit

Pengamatan penyakit pada ubi jalar dilakukan pada minggu ketiga setelah penanaman ubi jalar. Metode yang dilakukan sebagi berikut:

2.2 Metode Pengambilan Sampel Artropoda

Pengamatan Atrhopoda dilakukan mulai pada minggu ketiga setelah penanaman Ubi jalar. Adapun metode yang dilakukan adalah sebagai berikut :

Siapkan alat dan bahan

Amati jenis dan gejala penyakit tanaman contoh

Ukur dan nilai intensitas kerusakan tanaman

Dokumentasikan

Hitung intensitas penyakit menggunakan rumus

Tentukan petak lahan yang ditanami tanaman budidaya

(9)

Ambil arthropoda yang ditemukan pada saat pengamatan

Jika tidak mengetahui masukkna arthropoda tersebut ke dalam plastik putih dan dapat dibawa pulang dulu untuk diidentifikasi

dengan literatur

(10)
(11)

 Pengamatan minggu ke-1 Kategori/skal

a kerusakan

DaunTerserang sesuai kategori

TC 1 TC 2 TC 3 TC 4 TC 5

DaunTerserang sesuai kategori

TC 1 TC 2 TC 3 TC 4 TC 5

DaunTerserang sesuai kategori

TC 1 TC 2 TC 3 TC 4 TC 5

Total Daun 99 84 106 98 114

 Pengamatan minggu ke-4 Kategori/skal

a kerusakan

DaunTerserang sesuai kategori

TC 1 TC 2 TC 3 TC 4 TC 5

(12)

 Pengamatan minggu ke-5 Kategori/skal

a kerusakan

DaunTerserang sesuai kategori

TC 1 TC 2 TC 3 TC 4 TC 5

Total Daun 165 143 196 237 251

TC = Tanaman Contoh

3.3 Perhitungan Intensitas Penyakit Setiap Minggu

Perhitungan Intensitas Penyakit IP= a

a+100 Keterangan:

IP = Intensitas Penyakit a = Jumlah Tanaman Sakit b = Jumlah Tanaman Sehat

1. Pengamatan Minggu ke-1 (23 Oktober 2013)

IP = 0

0+5x100 = 0%

2. Pengamatan Minggu ke-2 (30 Oktober 2013)

IP = 1

1+4 x100 = 20%

3. Pengamatan Minggu ke-3 (6 November 2013)

IP = 1

1+4 x100 = 20%

4. Pengamatan Minggu ke-4 (13 November 2013)

IP = 2

(13)

5. Pengamatan Minggu ke-5 (20 November 2013)

IP = 2

2+3 x100 = 40%

Intensitas Serangan

(14)

= 4

168×100 = 2,38 %

2. IP Pengamatan Minggu ke-2 - TC 1 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(55×0)+(2×1)+(3×2)+(0×3)+(0×4) }

4×60 ×100

= 2408 ×100 = 3,33%

- TC 2 =

(n × v) Z × N ×100

= {(48×0)+(4×1)+(2×2)+ (1×3)+(0×4) }

4×55 ×100

= 11

220×100 = 5 %

- TC 3 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(54×0)+(3×1)+(2×2)+ (1×3)+(0×4) }

4×60 ×100

= 24010 ×100 = 4,16 %

- TC 4 =

(n × v) Z × N ×100

= {(57×0)+(5×1)+(3×2)+(1×3)+(0×4) }

4×65 ×100

= 14

260×100 = 5,38 %

- TC 5 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(52×0)+(3×1)+(1×2)+(2×3)+(0×4)

4×58 ×100

= 11

232×100 = 4,74 %

(15)

- TC 1 =

(n × v)

Z × N ×100

=

{

(90×0)+(4×1)+(2×2)+(1×3)+(2×4)

}

4×99 ×100

= 19

396×100 = 4,79 %

- TC 2 =

(n × v) Z × N ×100

= {(79×0)+(2×1)+(2×2)+(1×3)+(0×4)}

4×84 ×100

= 3369 ×100 = 2,67 %

- TC 3 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(98×0)+(3×1)+ (3×2)+(1×3)+(1×4)

4×106 ×100

= 16

424×100 = 3,77 %

- TC 4 =

(n × v) Z × N ×100

= {(91×0)+(2×1)+(2×2)+(1×3)+(2×4)}

4×98 ×100

= 39217 ×100 = 4,33 %

- TC 5 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(101×0)+(3×1)+(3×2)+(3×3)+(4×4)}

4×114 ×100

= 34

456×100 = 7,45 %

4. IP Pengamatan Minggu ke-4 - TC 1 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(111×0)+(5×1)+(2×2)+(3×3)+(5×4)}

(16)

= 38 504×100

- TC 2 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(98×0)+(3×1)+(3×2)+ (2×3)+(3×4) }

4×109 ×100

= 43627 ×100

- TC 3 =

(n × v) Z × N ×100

= {(149×0)+(4×1)+(3×2)+(3×3)+(4×4)}

4×163 ×100

= 35

652×100 = 5,36 %

- TC 4 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(190×0)+(7×1)+(3×2)+ (3×3)+(6×4) }

4×209 ×100

= 77237 ×100 = 4,79 %

- TC 5 =

(n × v) Z × N ×100

= {(190×0)+(7×1)+(3×2)+ (3×3)+(6×4) }

4×209 ×100

= 46

836×100 = 5,50 %

5. IP Pengamatan Minggu ke-5 - TC 1 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(180×0)+(8×1)+(6×2)+ (5×3)+(6×4)}

4×165 ×100

= 66059 ×100 = 8,93 %

(17)

= {(117×0)+ (11×1)+(8×2)+(2×3)+(5×4)}

4×143 ×100

= 53

572×100 = 9,26 %

- TC 3 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(162×0)+(14×1)+(9×2)+(4×3)+(7×4) }

4×196 ×100

= 78472 ×100 = 9,18 %

- TC 4 =

(n × v) Z × N ×100

= {(205×0)+(14×1)+(8×2)+(7×3)+(3×4)}

4×237 ×100

= 63

948×100 = 6,64 %

- TC 5 =

(n × v)

Z × N ×100

= {(220×0)+(9×1)+ (10×2)+ (4×3)+(8×4) }

4×251 ×100

= 100465 ×100 = 6,47

Perhitungan Intensitas Penyakit Setiap Minggu Minggu ke -1

I=

(5×2)

(4×5) x100 = 50%

Minggu ke -2

I=

(1×2)+(3×4)

(4×5) x100 = 70% Minggu ke -3

I=

(1×3)+(4×4)

(4×5) x100 = 95%

(18)

I=

(4×5)

(4×5) x100 = 100% Minggu ke -5

I=

(4×5)

(4×5) x100 = 100%

3.4 Grafik Persentase Penyakit

3.4.1 Kerusakan Tiap Tanaman Sampel

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5

0.00% 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00% 7.00% 8.00% 9.00% 10.00%

3.19% 3.33%

4.79%

7.53%

8.93%

Intensitas Kerusakan Tanaman Contoh 1

(19)

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5

Intensitas Kerusakan Tanaman Contoh 2

Intensitas

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5

0.00%

Intensitas Kerusakan Tanaman Contoh 3

(20)

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 0.00%

1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00% 7.00%

3.44%

5.38%

4.33%

4.79%

6.64%

Intensitas Kerusakan Tanaman Contoh 4

Intensitas

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5

0.00% 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00% 7.00% 8.00%

2.38%

4.74%

7.45%

5.50%

6.47%

Intensitas Kerusakan Tanaman Contoh 5

(21)

3.4.2 Kerusakan Pada Total Tanaman Selama Pengamatan

Minggu 10% Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5

20% 40% 60% 80% 100% 120%

50%

70%

95% 100% 100%

Intensitas Kerusakan Total Tanaman

Intensitas

3.5 Pembahasan Intensintas Penyakit

Intensitas kerusakan akibat penyakit layu fusarium akibat jamur Fusarium oxysporum f. Batatas pada ubi jalar cukup rendah dari pengamatan minggu ke-1 sampai pengamatan minggu ke-4. Untuk persentase kerusakan tanaman contoh 1 pada minggu ke-1 3,19 %, pada minggu ke-2 sebesar 3,33 %, dan pada minggu ke-3 4,79% dan pada minggu terakhir (minggu ke-4) sebesar 7,53%. Di lihat dari persentasenya, penyakit yang menyerang tanaman contoh 1 ini mengalami peningkatan yang selalu meningkat dari tiap minggunya dengan selisih (margin) yang kecil dibandingkan dengan tanaman contoh lainnya yang tidak selalu meningkat, terkadang juga menurun. Sehingga pada tanaman contoh 1, penyakit layu fusarium ini meningkat intensitasnya tiap minggunya.

(22)

perkembangan penyakit Fusarium sp. Terutama dipengaruhi oleh suhu tanah yang tinggi dan pH tanah yang rendah. Suhu tanah mempunyai peranan yang sangat penting, sebab cendawan tersebut sangat peka terhadap perubahan suhu. Sedangkan yang dialami di lapang saat praktikum, cuaca yang dialami tidak menentu. Terkadang hujan dan panas terik yang menyengat. Sehingga perubahan cuaca yang signifikan setiap harinya dapat dijadikan alasan bagi lambannya perkembangan layu fusarium karena perubahan suhu yang signifikan yang terjadi setiap harinya di kebun percobaan Kepuharjo.

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2006) menyatakan bahwa, gejala penyakit ini berupa tanaman yang tampak lemas. Selain tanaman yang tampak lemas, urat dan permukaan daun perlahan akan menyeluruh menguning dan juga layu. Bakteri ini menyerang dengan intensitas tinggi bilamana suhu tanah yang tinggi dan pH tanah yang rendah (4 -7). Bila serangan sudah parah, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian tanaman.

(23)

3.6 Identifikasi Arthropoda yang ditemukan Famili : Minochilas Genus : Menochilus sexmaculatus

(24)

Mangsa/inang utama :

- Memiliki dua pasang sayap, sayap depan dan belakang

- Tipe mulut menggigit - Kaki paling belakang

(kaki ketiga membesar) Spesies : Soleonopsis sp Ciri berdasarkan

pengamatan: - Mengalami

metamorfosis sempurna

(25)

(Oka, IN. 1995)

5 Laba-laba KlasifikasiOrdo : Araida

Famili : Lycosidae Genus : Lycora Spesies : Lycora sp Ciri berdasarkan pengamatan:

- Dua segmen tubuh,

empat pasang

kaki,tidak memiliki mulut pengunyah. Status Serangga : Predator

Mangsa/inang utama : Aphid sp, kutu daun

(Mudjiono, G. 1996.)

Gambar pengamatan :

Gambar literatur :

(Anonymous e, 2013)

(26)

1. Belalang hijau

Hama ini merupakan salah satu faktor penghambat dalam program peningkatan produksi tanaman salah satunya tanaman ubi jalar. Pada pengamatan yang kami lakukan, kami menemukan kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan olah hama belalang hijau sangat bervariasi diikuti dengan peningkatan populasi yang tinggi. Belalang ini mempunyai sifat cenderung untuk membentuk kelompok yang besar dan suka berpindah-pindah (berimigrasi), sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebar pada areal yang luas. Kelompok yang berimigrasi dapat memakan tumbuhan yang dilewatinya selama dalam perjalanan.

Cara-cara pengendalian yang dapat diterapkan antara lain :

- Kultur Teknis: Dengan mengatur pola tanam dan menanam tanaman alternatif yang tidak disukai oleh belalang seperti tanaman kacang tanah dan ubi jalar, melakukan pengolahan tanah pada lahan yang diteluri sehingga telur tertimbun dan yang terlihat diambil.

- Gropyokan/Mekanik/Fisik: Kelompok tani secara aktif mencari kelompok belalang di lapangan, dengan menggunakan kayu, ranting, sapu dan jaring perangkap.

- Kimiawi: Pengendalian yang dapat dilakukan pada Stadium Nimfa kecil karena belum merusak. Pengendalain terhadap imago dilaksanakan pada malam hari, mulai dari belalang hinggap senja hari sampai sebelum terbang waktu pagi hari. Pengendalian sebaiknya secara langsung terhadap individu/kelompok yang ditemui di lahan. - Biologis: Dengan menggunakan cendawan, dengan cara penyebaran

pada tempat-tempat bertelur belalang hijau atau dengan penyemprotan dengan terlebih dahulu membuat suspensi (larutan cendawan).

(27)

tumbuhan tuba yang tersedia dilingkungan petani. Ekstrak bisa dibuat secara sederhana dan langsung di aplikasikan oleh petani sehingga bisa dianggap murah (Hasan, 1984).

2. Kumbang kubah spot M.

Kumbang kubah spot M. dipergunakan sebagai musuh alami. Pemilik rumah kaca memakai kumbang untuk mengendalikan kutu daun dan kutu kebul di tanamannya. Siklus hidup kumbang ini biasanya meletakkan telur ditanaman di mana ada kutu daun. Kelompok 50 butir telur atau lebih diletakkan tidak beraturan, pada daun atau ranting. Larva setiap jenis berwarna berbeda, tapi mirip dengan dewasa. Kumbang hitam berbintik merah mempunyai larva abu-abu tua dengan tanda merah. Larva rakus. Ratusan kutu daun dimakan tiap hari. Kepompong menyerupai kumbang dewasa yang terletak pada tanaman. Kumbang dewasa mudah diketahui: bulat dan mengkilat seperti helm kecil (Hasan, 1984).

3. Belalang kayu

Belalang adalah seranggaherbivora dari subordo Caelifera dalam ordoOrthoptera.Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat.Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang.Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantann(Hasan, 1984).

4. Semut rangrang

Semut rangrang Smith merupakan spesies semut kami temukan pada beberapa kali pengamatan yang kami lakukan. Semut jenis ini cukup banyak ditemukan pada daerah perakaran tanaman ubi jalar.

(28)

Semut rangrang memegang banyak peranan di alam, baik yang bermanfaat maupun yang merugikan, tergantung pada kondisi lingkungan tempat hidupnya. Menurut Kalshoven (1981), semut sangat bermanfaat dalam agrosistem, antara lain:

a) Sarang semut di tanah membuat udara dapat masuk ke dalam tanah b) Beberapa jenis semut memakan serangga pengganggu (hama) c) Semut pemakan tanaman membantu lingkungan dengan memakan

tanaman yang mengganggu

d) Semut menyuburkan tanah ketika memproses makanannya e) Semut dapat berperan sebagai dekomposer

f) Semut membantu menyebarkan biji-bijian

(Hasan, 1984) 5. Laba-laba

(29)

KESIMPULAN

Didalan suatu ekosistem terjadi hubungan timbal balik baik antarspesies. Prinsip pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya ( agen pengendali biologi ) seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati memiliki keuntungan dan kelemahan. Dilihat dari fungsinya musuh alami dapat dikelompokkan menjadi, Parasitoid, Predator dan Patogen.

(30)

Gambar

NoNama PenyakitKeteranganGambar
Gambar Serangga
Gambar pengamatan :
Gambar pengamatan :

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sebuah tinjauan database besar berisi lebih dari 35.000 pasien dengan hormon pertumbuhan dan lebih dari 75.000 pasien dengan pemaparan bertahun menunjukkan tidak ada

[r]

Teknologi ini merupakan sistem jaringan komunikasi yang dalam pengiriman dan penerimaan sinyal informasinya berupa berkas cahaya, menggunakan sumber optik dan

Dengan telah ditetapkannya ide besar tentang yayasan sebagai lembaga wakaf, lembaga pendidikan yang akan dibuka adalah sekolah berasrama ( boarding school ) selama enam

Isolasi bakteri dari tambak udang di Situbondo telah berhasil dilakukan, diperoleh 40 isolat yang berhasil dipisahkan yang di beri nama dengan STB 1 sampai dengan STB

b) Pada tempat-tempat tertentu untuk lokasi bangunan yang menurut Direksi perlu ditimbun, maka Kontraktor harus menimbun sampai mencapai ketinggian yang

Pengujian apakah variabel-variabel ini dapat digunakan untuk membentuk faktor atau konstruk dilakukan dengan jalan melihat nilai probabilitas (p) dari nilai koefisien

Maka disini memerlukan keseriusan para ilmuan/ulama yang berwadah dalam Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) untuk memperkenalkan lebih jauh lagi, dan bahkan menelaah