BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk
kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya
sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi
kelangsungan hidup umat manusia.
Bagi bangsa Indonesia tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan kekayaan nasional, serta hubungan antara bangsa Indonesia dengan
tanah bersifat abadi, oleh karena itu harus dikelola secara cermat pada masa
sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
Masalah tanah adalah masalah yang menyangkut hak rakyat yang paling
dasar. Tanah disamping mempunyai nilai ekonomis juga berfungsi sosial, oleh
karena itulah kepentingan pribadi atas tanah tersebut dikorbankan guna
kepentingan umum. Ini dilakukan dengan pelepasan hak atas tanah dengan
mendapat ganti rugi yang tidak berupa uang semata akan tetapi juga berbentuk
tanah atau fasilitas lain.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum berkaitan dengan tanah sebagai
fungsi sosial. Fungsi sosial tanah menurut Leon Duguit yang dikutip AP.
Parlindungan yaitu tidak ada hak subjektif (subjective recht) yang ada hanya fungsi sosial.1
1
AP.Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju,
Pada pemakaian sesuatu hak atas tanah untuk kepentingan masyarakat
xi
kepentingan masyarakat maka negara harus melepaskan atau mencabut hak atas
tanah, karena kepentingan umum yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat
banyak dan telah ditetapkan rencana umum tata ruang sebelumnya.
Pembangunan yang dilaksanakan untuk kepentingan umum akan
berdampak pada aspek kehidupan masyarakat terutama masyarakat yang terkena
lokasi pembangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Y.W. Sunindhia dan Ninik
Widiyati:
Masalah keagrariaan umumnya dan masalah pertanahan pada khususnya adalah merupakan suatu permasalahan yang cukup rumit dan sensitif sekali sifatnya, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan baik bersifat sosial, ekonomi, politis, psikologis dan lain sebagainya, sehingga dalam penyelesaian masalah ini bukan hanya khusus memperhatikan aspek yuridis akan tetapi juga harus memperhatikan berbagai aspek kehidupan lainnya agar supaya penyelesaian persoalan tersebut tidak berkembang menjadi suatu keresahan yang dapat mengganggu ketertiban masyarakat.2
Menurut pendapat A.P. Parlindungan bahwa semua hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial, bukan berarti bahwa kepentingan perorangan akan
terdesak sama sekali oleh kepentingan umum.3 Pengertian Kepentingan Umum
menurut Surat Keputusan Direktorat Jenderal Agraria Nomor BA/12/108/12/1975
berbunyi : Kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat,
dengan memperhatikan segi sosial, politik, psikologis dan Hankam atas dasar
asas-asas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta
Wawasan Nusantara.4
Bandung, 1998. hal.65.
2
Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti. Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran), PT. Bima Aksara, Jakarta, 1988. hal. 22.
3Ibid
., hal. 40
4
Pembebasan tanah untuk kepentingan umum dilakukan berdasarkan ketentuan
yang berlaku. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 atas perubahan Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum, Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dan Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1994
tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Pada dasarnya ketentuan tersebut memberikan kepastian hukum hak atas tanah,
mengantisipasi permasalahan tanah yang akan timbul dan mengarahkan dengan
fungsi sosial tanah dan rencana tata ruang. Pengadaan tanah menurut Pasal 1
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 atas perubahan
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yaitu setiap kegiatan
untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang
melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda
yang berkaitan dengan tanah.
A. Kepentingan umum berdasarkan Pasal 5 Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 atas perubahan Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum, meliputi :
xiii
tanah, ataupun diruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi.
b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya. c. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal.
d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana.
e. Tempat pembuangan sampah. f. Cagar alam dan cagar budaya.
g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 atas perubahan Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum, dilaksanakan oleh panitia pengadaan tanah dengan
tugasnya yaitu:
a. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan.
b. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan dokumen yang mendukungnya.
c. Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan.
d. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak, maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah.
e. Mengadakan musyawah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi.
f. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada diatas tanah.
g. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
h. Mengadministrasi dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten.
Pengadaan tanah membawa konsekuensi pada berkurang harapan
selama ini dikuasainya. Lazim terjadi pada pengadaan tanah untuk kepentingan
umum terjadi konflik antara yang memerlukan tanah (pemerintah) dengan
masyarakat pemegang hak atas tanah. Karena pemegang hak atas tanah akan
menerima ganti rugi harga tanah, bangunan dan tanaman tidak sesuai dengan nilai
sebenarnya.
Konflik antara pemegang hak atas tanah dengan panitia pengadaan tanah
terjadi bilamana proses pengadaan tanah tidak mempertimbangkan penetapan
harga ganti rugi berdasarkan proses musyawarah. Menurut Dadang Juliantoro
menyatakan bahwa masalah-masalah pengadaan tanah yang dapat menyulut
sengketa pada umumnya karena :
a. Ganti rugi yang tidak memadai.
b. Proses pembebasan yang tidak demokratis dan cenderung manipulatif. c. Penolakan pemilik tanah untuk menyerahkan tanahnya atau tanah
miliknya.
d. Ketidakpastian hidup pasca penggusuran.
e. Penggunaan atau melakukan kekerasan dalam proses pembebasan/pengadaan tanah.5
Menurut Abdurrahman, tanah dapat dinilai sebagai harta yang bersifat Pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus sesuai dengan
kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah. Bila tidak sesuai hasil musyawarah,
maka masyarakat pemegang hak atas tanah menentang pembayaran ganti rugi
harga tanah karena dianggap telah melanggar hak asasinya. Karena dianggap nilai
ganti rugi yang diberikan tidak memadai yang berlangsung secara tidak demokratis
dan cenderung manipulatif.
5
xv
permanen karena tanah dapat dicadangkan untuk kehidupan mendatang, dan tanah
pula sebagai tempat persemanyam terakhir bagi seseorang meninggal dunia.6
Pembangunan yang diperuntukan bagi kepentingan umum dewasa ini
menuntut adanya pemenuhan kebutuhan akan pengadaan tanah secara cepat.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk Perpres 65 Tahun 2006
yang merupakan penyempumaan dari Perpres 36 Tahun 2005 yang mengatur Makanya segala masalah yang muncul dalam proses pengadaan tanah harus
ditangani secara konseptual dan terencana untuk memberikan kesejahteraan kepada
masyarakat yang tanahnya turut dibebaskan.
Pada umumnya masalah pengadaan tanah merupakan hal yang rawan dalam
penanganannya, karena di dalamnya menyangkut hajat hidup orang banyak.
Walaupun demikian pemerintah harus memenuhi kebutuhan akan tanah untuk
keperluan berbagai macam pembangunan berkelanjutan. Melalui panitia
pengadaaan tanah akan membebaskan tanah masyarakat yang dikuasai berdasarkan
hukum adat maupun macam hak atas tanah lainnya yang melekat di atasnya.
Dimana pemegang hak atas tanah yang melepaskan haknya harus dilandasi pada
rasa keikhlasan demi kesinambungan pembangunan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006
atas perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Disebutkan
pembangunan jalan di Pasar 8 Simpang Pos Medan yang merupakan jalan Ring
Road termasuk salah satu diantara kepentingan umum.
6
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Demi Kepentingan Umum
menjadi salah satu payung hukum bagi pemerintah dalam hal mempermudah
penyediaan tanah untuk pembangunan tersebut. Melalui kebijakan tersebut,
melalui mekanisme pencabutan hak atas tanah, pemerintah mempunyai
kewenangan untuk mengambil tanah milik masyarakat yang secara kebetulan
diperlukan untuk pembangunan bagi kepentingan umum.7
7
Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 225
Mekanisme musyawarah yang seharusnya menjadi sarana untuk mencari
jalan tengah dalam menentukan besarnya ganti kerugian seringkali tidak mencapai
kata sepakat dan karenanya dengan alasan kepentingan umum, maka pemerintah
melalui panitia pengadaan tanah dapat menentukan secara sepihak besarnya ganti
rugi dan kemudian menitipkannya ke pengadilan negeri setempat melalui prosedur
konsinyasi.
Hal itulah yang kemudian menjadi permasalahan, bahwa konsinyasi yang
diterapkan dalam Perpres ini berbeda dengan konsinyasi yang di atur dalam KUH
Perdata, di mana dalam KUH Perdata konsinyasi dapat dilakukan jika sebelumnya
terdapat hubungan hukum antara para pihak. Sedangkan dalam Perpres justru
sebaliknya, konsinyasi diterapkan disaat kesepakatan antara para pihak tidak
tercapai, tidak ada hubungan hukum sama sekali diantara para pihak tersebut.
Perbedaan dalam hal konsep penerapan konsinyasi inilah yang
mengindikasikan bahwa Perpres No. 65 Tahun 2006 lebih memihak investor asing
daripada nasib masyarakat yang tanahnya harus diambil untuk pembangunan yang
xvii
Penerapan konsinyasi dalam Perpres ini sebagai alternatif penyelesaian konflik
pengadaan tanah bisa jadi membawa dampak pada kesewenang-wenangan
pemerintah dalam hal penggusuran atau pengusiran secara paksa. Padahal
alternatif terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan pengajuan permohonan
pencabutan hak atas tanah berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961, dan bukannya
dengan mengkonsinyasikan uang ganti rugi ke pengadilan negeri dan
menganggap kewajibannya dalam pembebasan lahan sudah selesai, dan dengan
serta merta melakukan pembangunan di lahan tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian dalam skripsi ini
berjudul : “Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Ganti Rugi Atas Bangunan
Hak Milik Yang Terkena Dampak Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan
Umum (Studi Kasus Pada Pembebasan Jalan Pasar 8 Simpang Pos Medan)”
B. Perumusan Masalah
Setiap pelaksanaan penelitian penting diuraikan permasalahan karena
dengan hal yang demikian dapat diketahui pembatasan dari pelaksanaan penelitian
dan juga pembahasan yang akan dilakukan.
a. Bagaimana mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk
kepentingan umum?
b. Bagaimana hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi atas
tanah yang digunakan untuk pembangunan?
pembangunan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan
untuk kepentingan umum?
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti
rugi atas tanah yang digunakan untuk pembangunan?
3. Untuk mengetahui proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam
rangka pembangunan?
Sedangkan yang menjadi faedah penelitian dalam hal ini adalah:
a. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum itu
sendiri khususnya dalam bidang hukum perdata dalam kaitannya dengan
pembebasan tanah untuk kepentingan umum.
b. Secara praktis ini juga diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil
manfaatnya terutama dalam hal mengetahui tentang hal-hal yang dapat
dilakukan masyarakat apabila terjadi pembebasan tanah untuk kepentingan
umum.
D. Keaslian Penulisan
Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Ganti Rugi Atas Bangunan Hak Milik Yang Terkena Dampak Pembebasan Lahan Untuk
Kepentingan Umum (Studi Kasus Pada Pembebasan Jalan Pasar 8 Simpang Pos Medan)”,
xix
ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Tanah
Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting, oleh
karena sebagian besar kehidupan manusia adalah bergantung kepada tanah.
Tanah sebagai suatu benda yang bersifat permanen dan dapat dicadangkan
untuk kehidupan dimasa yang akan datang, sebab tanah merupakan tempat
bermukim bagi umat manusia, di samping sebagai sumber kehidupan bagi mereka
yang mencari nafkah seperti petani, tanah juga dipergunakan sebagai tempat
persemayaman terakhir bagi orang yang meninggal dunia.
Mengingat kebutuhan akan tanah yang semakin meningkat disebabkan
pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi yang selalu membutuhkan tanah
maka diperlukan suatu pengaturan tentang penguasaan dan penggunaan tanah,
yang dengan singkat disebut Hukum Tanah.
Hukum Tanah di Indonesia saat ini adalah berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria. Undang-undang ini tidak hanya mengatur tanah saja akan
tetapi termasuk di dalamnya bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan yang
terkandung di dalamnya.
Dengan demikian, maka Hukum agraria tersebut memberikan pengertian
bumi, air dan ruang angkasa sebagai berikut : " Bumi, selain permukaan bumi,
termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air, air
ialah ruang di atas bumi dan air ". 8
Pemberian hak itu berarti pemberian wewenang untuk mempergunakan tanah dalam batas-batas yang diatur oleh peraturan perundangan. Tanah adalah permukaan bumi, maka hak atas tanah itu adalah hak untuk mempergunakan tanahnya saja sedangkan benda-benda lain di dalam tanah umpamanya bahan-bahan mineral, minyak dan lain-lainnya tidak termasuk. Hal yang terakhir ini diatur khusus dalam beberapa peraturan perundangan lain, yaitu undangundang-undang tentang ketentuan pokok pertambangan.
Dari uraian tersebut nampak bahwa Hukum Agraria meliputi Hukum
Tanah atau Hukum Tanah termasuk sebagian dari Hukum agraria. Berdasarkan hak
menguasai dari Negara, seperti yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah memberikan
hak-hak atas tanah kepada seseorang atau kepada suatu badan hukum.
9
8
K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal. 10.
9Ibid
, hal. 15.
Setelah hak atas tanah diberikan kepada seseorang maupun kepada suatu
badan hukum, maka terjadilah suatu hubungan hukum antara pemilik tanah atau
terhadap yang berhak atas tanah.
Dengan adanya hubungan hukum ini, maka yang mempunyai hak dapat
melakukan perbuatan hukum terhadap tanahnya seperti mengadakan jual-beli,
tukar-menukar, sewa-menyewa, hibah dan lain sebagainya.
Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 bahwa yang dapat mempunyai
hak atas tanah secara penuh adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun
perempuan yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat dan hasilnya untuk dirinya
xxi
Berdasarkan uraian di atas, maka seseorang atau Badan Hukum yang
mempunyai suatu hak, oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 dibebani
kewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif serta wajib
pula memelihara termasuk untuk menambah kesuburan tanahnya dan mencegah
kerusakan tanah tersebut.
Untuk menjaga keamanan dan kepastian hukum hak atas tanah, maka setiap
orang yang memperoleh dan memiliki hak hendaknya mengusahakannya agar
dapat memiliki sertifikat hak atas tanah. Dengan demikian si pemiliksertifikat hak
atas tanah tersebut, akan lebih merasa aman dan tenang untuk mempergunakan
haknya.
2. Pengertian Pembebasan Hak Atas Tanah
Sejak lahirnya UUPA No. 5 tahun 1960 yaitu suatu undang-undang yang
mengatur tentang agraria di Indonesia maka kepastian hukum tentang tanah
semakin cerah dan kuat. Tetapi bukan berarti hak itu mutlak murni, tetapi
dibarengi dengan kepentingan sosial/umum, dimana hak yang sudah dimiliki oleh
seseorang itu masih dapat dicabut/dibebaskan dengan melalui prosedur hukum
yang berlaku.
Umpamanya pembangunan yang dilakukan oleh swasta/pemerintah yang
menyangkut kepentingan umum memerlukan lokasi untuk pembangunan tersebut
maka dalam hal ini dapat dilakukan pencabutan / pembebasan tanah, dengan
memberikan ganti rugi yang sesuai atau yang wajar.
Sehubungan hal tersebut di atas maka agar tidak terjadi kesalahan
akan mencoba untuk mengetengahkan dan menguraikannya.
Menurut Soetomo, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pembebasan
tanah itu adalah "pelepasan hubungan hukum yang semula terdapat di antara
pemegang / penguasa hak atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi
(Pasal 1 ayat 1 PMDN No. 15 Rahun 1975 ". 10
Sementara menurut Kepres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah
bagi pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, menyebutkan bahwa
istilah pembebasan hak atas tanah tidak ada kita jumpai, akan tetapi istilahnya
disebut pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, yang kesemuanya istilah Sedangkan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 1961, mengenai
pembebasan tanah tidak ada kita jumpai definisinya secara jelas, namun dalam
Pasal 1 ditentukan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa
dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat demikian pula kepentingan
pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar
Menteri Agraria yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan
benda-benda yang ada di atasnya.
Begitu juga halnya PMDN No. 2 tahun 1976 tidak ada memuat definisi
pembebasan tanah itu dengan jelas, hanya dalam Pasal 1 disebutkan pembebasan
tanah oleh pihak swasta untuk kepentingan umum atau termasuk dalam bidang
pembangunan sarana umum dan fasilitas sosial dapat dilaksanakan menurut acara
pembebasan tanah untuk kepentingan pemerintah sebagaimna diatur dalam Bab I,
II, III dan IV PMDN No. 15 Tahun 1975.
10
xxiii
tersebut tidak lain dari masalah ganti rugi dalam pengambil alihan hak atas tanah.
Sesuai dengan hal di atas, bahwa yang dimaksud dengan pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara
pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan
ganti kerugian atas dasar musyawarah (Pasal 1 butir 2 kepres No. 55 Tahun 1993).
Sedangkan UUPA No. 5 Tahun 1960, juga tidak ada memuat secara jelas
definisi pencabutan hak atas tanah. Tetapi dalam Pasal 18 UUPA, hanya
menentukan : untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara
serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan
memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan
undang-undang.
Dari definisi di atas penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa
setiap pembebasan hak atas tanah untuk kepentingan orang banyak (umum) adalah
selalu dibarengi dengan pemberian ganti rugi yang layak, sesuai dengan ketentuan
undang-undang yang berlaku di negara kita. Perlu juga penulis tambahkan untuk
pembebasan hak atas tanah seseorang hendaknya dilakukan dengan azas
musyawarah untuk mufakat dan tanpa adanya tekanan-tekanan dari pihak-pihak
tertentu yang dapat merugikan pihak yang lemah.
Mengenai pemakaian istilah tersebut di atas menurut hemat penulis,
sekalipun berbeda-beda, hal ini tidak perlu terlalu dipersoalkan. Karena baik istilah
pencabutan atau pembebasan dan pelepasan, umumnya adalah menyangkut atau
tidak terlepas dari masalah ganti rugi atas setiap pembebasan tanah.
Konsep kepentingan umum harus dilaksanakan sejalan dengan terwujudnya
Negara, dimana hukum merupakan sarana utama untuk mewujudkan kepentingan
umum. Hukum tidak mempunyai pilihan lain kecuali disamping menjamin
kepentingan umum juga melindungi kepentingan perorangan agar keadilan dapat
terlaksana. Hal ini berarti bahwa hukum sendiri tidak dapat dipisahkan dari norma
keadilan, karena hukum adalah pengejawantahan dari prinsip-prinsip keadilan.11
Reinach, sebagaimana pemikir lainnya Notonegoro, berpendapat bahwa
kepentingan umum hendaknya seimbang dengan kepentingan Individu.12
Begitu pentingnya arti kepentingan umum dalam kehidupan bernegara yang
dalam praktiknya berbenturan dengan kepentingan individu maka perlu
didefinisikan dengan jelas. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa istilah
kepentingan umum agar jelas dan memenuhi rasa keadilan masyarakat tidaklah
cukup dipahami secara legalistic-formalistik, namun harus diintegrasikan menurut
metode penemuan hukumnya. 13
John Salindeho memberikan pengertian kepentingan umum yaitu Termasuk
kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan
memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis, dan Hankamnas atas dasar
asas-asas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta
Wawasan Nusantara’.14
I Wayan Suandra, Kepentingan umum pada dasarnya adalah segala
11
Tholahah Hasan, Pertanahan Dalam Perspektif Agama Islam dan Budaya Muslim, STPN Yogyakarta, 1999, hal. 37.
12
Maria S.W. Soemardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2001, hal.11.
13Ibid
, hal. 32.
14
xxv
kepentingan yang menyangkut kepentingan negara, kepentingan bangsa,
kepentingan masyarakat luas dan kepentingan-kepentingan pembangunan yang
sifatnya menurut pertimbangan Presiden perlu bagi kepentingan umum. 15
Kepentingan bangsa dan negara, setidaknya memberikan penjelasan dari
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA), tercantum pada Penjelasan Umum butir ke-2 menyebutkan bahwa
negara/pemerintah bukanlah subyek yang dapat mempunyai hak milik (eignaar), demikian pula tidak dapat sebagai subyek jual-beli dengan pihak lain untuk
kepentingannya sendiri.
Menurut Pasal 1 ayat (5) Peraturan Presiden No.36 Tahun 2005
menjelaskan kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan
masyarakat. Hal ini sejalan dengan kepentingan umum yang diatur dalam Pasal 18
UUPA, Pasal 1 UU No.20 Tahun 1961, dan Inpres No. 9 Tahun 1973 beserta
lampirannya. Dimana dalam Pasal 1 Inpres No.9 Tahun 1973 menyebutkan bahwa
suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat
kepentingan umum, apabila kepentingan tersebut menyangkut kepentingan bangsa
dan negara, kepentingan masyarakat luas, kepentingan rakyat banyak/bersama, dan
kepentingan pembangunan.
16
15
I. Wayan Suandra, Masalah Hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 1996, hal. 17.
Dalam arti bahwa negara tidak dapat berkedudukan
sebagaimana individu. Menurut Muhammad Yamin, bahwa negara sebagai
organisasi kekuasaan dalam tingkatan-tingkatan tertinggi diberi kekuasaan sebagai
16
badan penguasa untuk menguasai Bumi, Air dan Ruang Angkasa, dalam arti bukan
memiliki. 17
Dengan demikian, negara hanya diberi hak untuk menguasai dan mengatur
dalam rangka kepentingan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan (kepentingan
umum). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepentingan negara dalam paham
ini cenderung seperti pada paham sosialis, yakni kepentingan negara bersifat
umum.18
2004, hal. 7.
17
Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Edisi Revisi, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal. 5
18
Boedi Harsono, Sejarah, Isi dan Pelaksanaan UUPA, Djambatan, Jakarta, 2000, hal. 120.
atau Negara Indonesia cenderung menganut negara dengan paham
sublimasi.
Kepentingan masyarakat luas, dimana dalam menjabarkan kepentingan
umum untuk masyarakat luas perlu mendapatkan pemahaman secara meluas
dengan penjabaran yang rinci dalam peraturan operasional dilapangan agar
kepentingan umum tidak salah sasaran. Dimana UUPA menegaskan tentang
perlunya melindungi kepentingan masyarakat agraris, golongan ekonomi lemah
dan pedesaan.
Kepentingan rakyat banyak, dimana rakyat banyak merupakan
perbandingan antara rakyat yang dibebaskan tanahnya untuk kepentingan umum
harus lebih banyak dibandingkan dengan rakyat penerima manfaat kegiatan untuk
kepentingan umum yang direncanakan. Oleh karenanya perlu dipertegas dan
dijelaskan kepentingan rakyat banyak untuk pembakuan penafsiran arti rakyat
xxvii
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Sifat/materi penelitian
Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini
adalah bersifat deksriptif analisis mengarah pada penelitiasn yuridis normatif, yaitu
suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis
atau bahan hukum yang lain.19
2. Sumber data
Sumber data penelitian ini diambil berdasarkan data sekunder. Data
sekunder didapatkan melalui:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria disebut pula dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA),
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, Tentang Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, Atas
Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1994 Tentang
Pelaksanaan Keppres No. 55 Tahun 1993 Mengenai Pengadaan Tanah dan
Pelaksanaan Pembangunan Kepentingan Umum serta Keputusan Presiden
Nomor 55 Tahun 1993, Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
19
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan
sebagainya.
c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup:
1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan
terhadap hukum primer dan sekunder.
2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang
hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah, dan
sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.
3. Alat pengumpul data
Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan.
4. Analisis data
Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan,
studi dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan
analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan
tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat
ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab
xxix
terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam
bentuk uraian:
Bab I. Pendahuluan
Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian
pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.
Bab II. Mekanisme Konsinyasi Ganti Rugi Atas Tanah Yang Digunakan
Untuk Kepentingan Umum.
Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Cara-Cara
Memperoleh Tanah Untuk Kepentingan Umum, Prinsip-Prinsip
Pemberian Ganti Kerugian dan Dasar Perhitungan serta Mekanisme
Konsinyasi Ganti Rugi Atas Tanah Yang Digunakan Untuk
Kepentingan Umum.
Bab III. Hambatan-Hambatan Yang Timbul Dalam Mekanisme Ganti Rugi
Atas Tanah Yang Digunakan Untuk Pembangunan.
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Penyebab
Ketidaksepakatan. Penyelesaian Ketidaksepakatan serta
Hambatan-Hambatan Yang Timbul Dalam Mekanisme Ganti Rugi Atas Tanah
Yang Digunakan Untuk Pembangunan.
Bab IV. Proses Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka
Pembangunan.
Hak Atas Tanah serta Proses Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Umum Dalam Rangka Pembangunan.
Bab V. Kesimpulan dan Saran
Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan