• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Bangunan Hak Milik Yang Terkena Dampak Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Pada Pembebasan Jalan Pasar 8 Simpang Pos Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Bangunan Hak Milik Yang Terkena Dampak Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus Pada Pembebasan Jalan Pasar 8 Simpang Pos Medan)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk

kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya

sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

kelangsungan hidup umat manusia.

Bagi bangsa Indonesia tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan kekayaan nasional, serta hubungan antara bangsa Indonesia dengan

tanah bersifat abadi, oleh karena itu harus dikelola secara cermat pada masa

sekarang maupun untuk masa yang akan datang.

Masalah tanah adalah masalah yang menyangkut hak rakyat yang paling

dasar. Tanah disamping mempunyai nilai ekonomis juga berfungsi sosial, oleh

karena itulah kepentingan pribadi atas tanah tersebut dikorbankan guna

kepentingan umum. Ini dilakukan dengan pelepasan hak atas tanah dengan

mendapat ganti rugi yang tidak berupa uang semata akan tetapi juga berbentuk

tanah atau fasilitas lain.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum berkaitan dengan tanah sebagai

fungsi sosial. Fungsi sosial tanah menurut Leon Duguit yang dikutip AP.

Parlindungan yaitu tidak ada hak subjektif (subjective recht) yang ada hanya fungsi sosial.1

1

AP.Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, CV. Mandar Maju,

Pada pemakaian sesuatu hak atas tanah untuk kepentingan masyarakat

(2)

xi

kepentingan masyarakat maka negara harus melepaskan atau mencabut hak atas

tanah, karena kepentingan umum yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat

banyak dan telah ditetapkan rencana umum tata ruang sebelumnya.

Pembangunan yang dilaksanakan untuk kepentingan umum akan

berdampak pada aspek kehidupan masyarakat terutama masyarakat yang terkena

lokasi pembangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Y.W. Sunindhia dan Ninik

Widiyati:

Masalah keagrariaan umumnya dan masalah pertanahan pada khususnya adalah merupakan suatu permasalahan yang cukup rumit dan sensitif sekali sifatnya, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan baik bersifat sosial, ekonomi, politis, psikologis dan lain sebagainya, sehingga dalam penyelesaian masalah ini bukan hanya khusus memperhatikan aspek yuridis akan tetapi juga harus memperhatikan berbagai aspek kehidupan lainnya agar supaya penyelesaian persoalan tersebut tidak berkembang menjadi suatu keresahan yang dapat mengganggu ketertiban masyarakat.2

Menurut pendapat A.P. Parlindungan bahwa semua hak atas tanah

mempunyai fungsi sosial, bukan berarti bahwa kepentingan perorangan akan

terdesak sama sekali oleh kepentingan umum.3 Pengertian Kepentingan Umum

menurut Surat Keputusan Direktorat Jenderal Agraria Nomor BA/12/108/12/1975

berbunyi : Kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat,

dengan memperhatikan segi sosial, politik, psikologis dan Hankam atas dasar

asas-asas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta

Wawasan Nusantara.4

Bandung, 1998. hal.65.

2

Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti. Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran), PT. Bima Aksara, Jakarta, 1988. hal. 22.

3Ibid

., hal. 40

4

(3)

Pembebasan tanah untuk kepentingan umum dilakukan berdasarkan ketentuan

yang berlaku. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 atas perubahan Peraturan Presiden Nomor 36

Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum, Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dan Peraturan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1994

tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, Tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Pada dasarnya ketentuan tersebut memberikan kepastian hukum hak atas tanah,

mengantisipasi permasalahan tanah yang akan timbul dan mengarahkan dengan

fungsi sosial tanah dan rencana tata ruang. Pengadaan tanah menurut Pasal 1

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 atas perubahan

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi

pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yaitu setiap kegiatan

untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang

melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda

yang berkaitan dengan tanah.

A. Kepentingan umum berdasarkan Pasal 5 Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 atas perubahan Peraturan Presiden

Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum, meliputi :

(4)

xiii

tanah, ataupun diruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi.

b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya. c. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal.

d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana.

e. Tempat pembuangan sampah. f. Cagar alam dan cagar budaya.

g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum berdasarkan Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 atas perubahan Peraturan Presiden

Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan umum, dilaksanakan oleh panitia pengadaan tanah dengan

tugasnya yaitu:

a. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan.

b. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan dokumen yang mendukungnya.

c. Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan.

d. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak, maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah.

e. Mengadakan musyawah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi.

f. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada diatas tanah.

g. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.

h. Mengadministrasi dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten.

Pengadaan tanah membawa konsekuensi pada berkurang harapan

(5)

selama ini dikuasainya. Lazim terjadi pada pengadaan tanah untuk kepentingan

umum terjadi konflik antara yang memerlukan tanah (pemerintah) dengan

masyarakat pemegang hak atas tanah. Karena pemegang hak atas tanah akan

menerima ganti rugi harga tanah, bangunan dan tanaman tidak sesuai dengan nilai

sebenarnya.

Konflik antara pemegang hak atas tanah dengan panitia pengadaan tanah

terjadi bilamana proses pengadaan tanah tidak mempertimbangkan penetapan

harga ganti rugi berdasarkan proses musyawarah. Menurut Dadang Juliantoro

menyatakan bahwa masalah-masalah pengadaan tanah yang dapat menyulut

sengketa pada umumnya karena :

a. Ganti rugi yang tidak memadai.

b. Proses pembebasan yang tidak demokratis dan cenderung manipulatif. c. Penolakan pemilik tanah untuk menyerahkan tanahnya atau tanah

miliknya.

d. Ketidakpastian hidup pasca penggusuran.

e. Penggunaan atau melakukan kekerasan dalam proses pembebasan/pengadaan tanah.5

Menurut Abdurrahman, tanah dapat dinilai sebagai harta yang bersifat Pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus sesuai dengan

kesepakatan dengan pemegang hak atas tanah. Bila tidak sesuai hasil musyawarah,

maka masyarakat pemegang hak atas tanah menentang pembayaran ganti rugi

harga tanah karena dianggap telah melanggar hak asasinya. Karena dianggap nilai

ganti rugi yang diberikan tidak memadai yang berlangsung secara tidak demokratis

dan cenderung manipulatif.

5

(6)

xv

permanen karena tanah dapat dicadangkan untuk kehidupan mendatang, dan tanah

pula sebagai tempat persemanyam terakhir bagi seseorang meninggal dunia.6

Pembangunan yang diperuntukan bagi kepentingan umum dewasa ini

menuntut adanya pemenuhan kebutuhan akan pengadaan tanah secara cepat.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk Perpres 65 Tahun 2006

yang merupakan penyempumaan dari Perpres 36 Tahun 2005 yang mengatur Makanya segala masalah yang muncul dalam proses pengadaan tanah harus

ditangani secara konseptual dan terencana untuk memberikan kesejahteraan kepada

masyarakat yang tanahnya turut dibebaskan.

Pada umumnya masalah pengadaan tanah merupakan hal yang rawan dalam

penanganannya, karena di dalamnya menyangkut hajat hidup orang banyak.

Walaupun demikian pemerintah harus memenuhi kebutuhan akan tanah untuk

keperluan berbagai macam pembangunan berkelanjutan. Melalui panitia

pengadaaan tanah akan membebaskan tanah masyarakat yang dikuasai berdasarkan

hukum adat maupun macam hak atas tanah lainnya yang melekat di atasnya.

Dimana pemegang hak atas tanah yang melepaskan haknya harus dilandasi pada

rasa keikhlasan demi kesinambungan pembangunan.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006

atas perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan

Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Disebutkan

pembangunan jalan di Pasar 8 Simpang Pos Medan yang merupakan jalan Ring

Road termasuk salah satu diantara kepentingan umum.

6

(7)

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Demi Kepentingan Umum

menjadi salah satu payung hukum bagi pemerintah dalam hal mempermudah

penyediaan tanah untuk pembangunan tersebut. Melalui kebijakan tersebut,

melalui mekanisme pencabutan hak atas tanah, pemerintah mempunyai

kewenangan untuk mengambil tanah milik masyarakat yang secara kebetulan

diperlukan untuk pembangunan bagi kepentingan umum.7

7

Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 225

Mekanisme musyawarah yang seharusnya menjadi sarana untuk mencari

jalan tengah dalam menentukan besarnya ganti kerugian seringkali tidak mencapai

kata sepakat dan karenanya dengan alasan kepentingan umum, maka pemerintah

melalui panitia pengadaan tanah dapat menentukan secara sepihak besarnya ganti

rugi dan kemudian menitipkannya ke pengadilan negeri setempat melalui prosedur

konsinyasi.

Hal itulah yang kemudian menjadi permasalahan, bahwa konsinyasi yang

diterapkan dalam Perpres ini berbeda dengan konsinyasi yang di atur dalam KUH

Perdata, di mana dalam KUH Perdata konsinyasi dapat dilakukan jika sebelumnya

terdapat hubungan hukum antara para pihak. Sedangkan dalam Perpres justru

sebaliknya, konsinyasi diterapkan disaat kesepakatan antara para pihak tidak

tercapai, tidak ada hubungan hukum sama sekali diantara para pihak tersebut.

Perbedaan dalam hal konsep penerapan konsinyasi inilah yang

mengindikasikan bahwa Perpres No. 65 Tahun 2006 lebih memihak investor asing

daripada nasib masyarakat yang tanahnya harus diambil untuk pembangunan yang

(8)

xvii

Penerapan konsinyasi dalam Perpres ini sebagai alternatif penyelesaian konflik

pengadaan tanah bisa jadi membawa dampak pada kesewenang-wenangan

pemerintah dalam hal penggusuran atau pengusiran secara paksa. Padahal

alternatif terakhir yang dapat ditempuh adalah dengan pengajuan permohonan

pencabutan hak atas tanah berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961, dan bukannya

dengan mengkonsinyasikan uang ganti rugi ke pengadilan negeri dan

menganggap kewajibannya dalam pembebasan lahan sudah selesai, dan dengan

serta merta melakukan pembangunan di lahan tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian dalam skripsi ini

berjudul : “Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Ganti Rugi Atas Bangunan

Hak Milik Yang Terkena Dampak Pembebasan Lahan Untuk Kepentingan

Umum (Studi Kasus Pada Pembebasan Jalan Pasar 8 Simpang Pos Medan)”

B. Perumusan Masalah

Setiap pelaksanaan penelitian penting diuraikan permasalahan karena

dengan hal yang demikian dapat diketahui pembatasan dari pelaksanaan penelitian

dan juga pembahasan yang akan dilakukan.

a. Bagaimana mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk

kepentingan umum?

b. Bagaimana hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi atas

tanah yang digunakan untuk pembangunan?

(9)

pembangunan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan

untuk kepentingan umum?

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti

rugi atas tanah yang digunakan untuk pembangunan?

3. Untuk mengetahui proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam

rangka pembangunan?

Sedangkan yang menjadi faedah penelitian dalam hal ini adalah:

a. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum itu

sendiri khususnya dalam bidang hukum perdata dalam kaitannya dengan

pembebasan tanah untuk kepentingan umum.

b. Secara praktis ini juga diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil

manfaatnya terutama dalam hal mengetahui tentang hal-hal yang dapat

dilakukan masyarakat apabila terjadi pembebasan tanah untuk kepentingan

umum.

D. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Sengketa Ganti Rugi Atas Bangunan Hak Milik Yang Terkena Dampak Pembebasan Lahan Untuk

Kepentingan Umum (Studi Kasus Pada Pembebasan Jalan Pasar 8 Simpang Pos Medan)”,

(10)

xix

ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Tanah

Tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting, oleh

karena sebagian besar kehidupan manusia adalah bergantung kepada tanah.

Tanah sebagai suatu benda yang bersifat permanen dan dapat dicadangkan

untuk kehidupan dimasa yang akan datang, sebab tanah merupakan tempat

bermukim bagi umat manusia, di samping sebagai sumber kehidupan bagi mereka

yang mencari nafkah seperti petani, tanah juga dipergunakan sebagai tempat

persemayaman terakhir bagi orang yang meninggal dunia.

Mengingat kebutuhan akan tanah yang semakin meningkat disebabkan

pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi yang selalu membutuhkan tanah

maka diperlukan suatu pengaturan tentang penguasaan dan penggunaan tanah,

yang dengan singkat disebut Hukum Tanah.

Hukum Tanah di Indonesia saat ini adalah berdasarkan ketentuan-ketentuan

yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria. Undang-undang ini tidak hanya mengatur tanah saja akan

tetapi termasuk di dalamnya bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan yang

terkandung di dalamnya.

Dengan demikian, maka Hukum agraria tersebut memberikan pengertian

bumi, air dan ruang angkasa sebagai berikut : " Bumi, selain permukaan bumi,

termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air, air

(11)

ialah ruang di atas bumi dan air ". 8

Pemberian hak itu berarti pemberian wewenang untuk mempergunakan tanah dalam batas-batas yang diatur oleh peraturan perundangan. Tanah adalah permukaan bumi, maka hak atas tanah itu adalah hak untuk mempergunakan tanahnya saja sedangkan benda-benda lain di dalam tanah umpamanya bahan-bahan mineral, minyak dan lain-lainnya tidak termasuk. Hal yang terakhir ini diatur khusus dalam beberapa peraturan perundangan lain, yaitu undangundang-undang tentang ketentuan pokok pertambangan.

Dari uraian tersebut nampak bahwa Hukum Agraria meliputi Hukum

Tanah atau Hukum Tanah termasuk sebagian dari Hukum agraria. Berdasarkan hak

menguasai dari Negara, seperti yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya

bagi kemakmuran rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah memberikan

hak-hak atas tanah kepada seseorang atau kepada suatu badan hukum.

9

8

K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal. 10.

9Ibid

, hal. 15.

Setelah hak atas tanah diberikan kepada seseorang maupun kepada suatu

badan hukum, maka terjadilah suatu hubungan hukum antara pemilik tanah atau

terhadap yang berhak atas tanah.

Dengan adanya hubungan hukum ini, maka yang mempunyai hak dapat

melakukan perbuatan hukum terhadap tanahnya seperti mengadakan jual-beli,

tukar-menukar, sewa-menyewa, hibah dan lain sebagainya.

Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 bahwa yang dapat mempunyai

hak atas tanah secara penuh adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun

perempuan yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat dan hasilnya untuk dirinya

(12)

xxi

Berdasarkan uraian di atas, maka seseorang atau Badan Hukum yang

mempunyai suatu hak, oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 dibebani

kewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif serta wajib

pula memelihara termasuk untuk menambah kesuburan tanahnya dan mencegah

kerusakan tanah tersebut.

Untuk menjaga keamanan dan kepastian hukum hak atas tanah, maka setiap

orang yang memperoleh dan memiliki hak hendaknya mengusahakannya agar

dapat memiliki sertifikat hak atas tanah. Dengan demikian si pemiliksertifikat hak

atas tanah tersebut, akan lebih merasa aman dan tenang untuk mempergunakan

haknya.

2. Pengertian Pembebasan Hak Atas Tanah

Sejak lahirnya UUPA No. 5 tahun 1960 yaitu suatu undang-undang yang

mengatur tentang agraria di Indonesia maka kepastian hukum tentang tanah

semakin cerah dan kuat. Tetapi bukan berarti hak itu mutlak murni, tetapi

dibarengi dengan kepentingan sosial/umum, dimana hak yang sudah dimiliki oleh

seseorang itu masih dapat dicabut/dibebaskan dengan melalui prosedur hukum

yang berlaku.

Umpamanya pembangunan yang dilakukan oleh swasta/pemerintah yang

menyangkut kepentingan umum memerlukan lokasi untuk pembangunan tersebut

maka dalam hal ini dapat dilakukan pencabutan / pembebasan tanah, dengan

memberikan ganti rugi yang sesuai atau yang wajar.

Sehubungan hal tersebut di atas maka agar tidak terjadi kesalahan

(13)

akan mencoba untuk mengetengahkan dan menguraikannya.

Menurut Soetomo, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pembebasan

tanah itu adalah "pelepasan hubungan hukum yang semula terdapat di antara

pemegang / penguasa hak atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi

(Pasal 1 ayat 1 PMDN No. 15 Rahun 1975 ". 10

Sementara menurut Kepres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah

bagi pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, menyebutkan bahwa

istilah pembebasan hak atas tanah tidak ada kita jumpai, akan tetapi istilahnya

disebut pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, yang kesemuanya istilah Sedangkan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 1961, mengenai

pembebasan tanah tidak ada kita jumpai definisinya secara jelas, namun dalam

Pasal 1 ditentukan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa

dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat demikian pula kepentingan

pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar

Menteri Agraria yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan

benda-benda yang ada di atasnya.

Begitu juga halnya PMDN No. 2 tahun 1976 tidak ada memuat definisi

pembebasan tanah itu dengan jelas, hanya dalam Pasal 1 disebutkan pembebasan

tanah oleh pihak swasta untuk kepentingan umum atau termasuk dalam bidang

pembangunan sarana umum dan fasilitas sosial dapat dilaksanakan menurut acara

pembebasan tanah untuk kepentingan pemerintah sebagaimna diatur dalam Bab I,

II, III dan IV PMDN No. 15 Tahun 1975.

10

(14)

xxiii

tersebut tidak lain dari masalah ganti rugi dalam pengambil alihan hak atas tanah.

Sesuai dengan hal di atas, bahwa yang dimaksud dengan pelepasan atau

penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara

pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan

ganti kerugian atas dasar musyawarah (Pasal 1 butir 2 kepres No. 55 Tahun 1993).

Sedangkan UUPA No. 5 Tahun 1960, juga tidak ada memuat secara jelas

definisi pencabutan hak atas tanah. Tetapi dalam Pasal 18 UUPA, hanya

menentukan : untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara

serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan

memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan

undang-undang.

Dari definisi di atas penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa

setiap pembebasan hak atas tanah untuk kepentingan orang banyak (umum) adalah

selalu dibarengi dengan pemberian ganti rugi yang layak, sesuai dengan ketentuan

undang-undang yang berlaku di negara kita. Perlu juga penulis tambahkan untuk

pembebasan hak atas tanah seseorang hendaknya dilakukan dengan azas

musyawarah untuk mufakat dan tanpa adanya tekanan-tekanan dari pihak-pihak

tertentu yang dapat merugikan pihak yang lemah.

Mengenai pemakaian istilah tersebut di atas menurut hemat penulis,

sekalipun berbeda-beda, hal ini tidak perlu terlalu dipersoalkan. Karena baik istilah

pencabutan atau pembebasan dan pelepasan, umumnya adalah menyangkut atau

tidak terlepas dari masalah ganti rugi atas setiap pembebasan tanah.

(15)

Konsep kepentingan umum harus dilaksanakan sejalan dengan terwujudnya

Negara, dimana hukum merupakan sarana utama untuk mewujudkan kepentingan

umum. Hukum tidak mempunyai pilihan lain kecuali disamping menjamin

kepentingan umum juga melindungi kepentingan perorangan agar keadilan dapat

terlaksana. Hal ini berarti bahwa hukum sendiri tidak dapat dipisahkan dari norma

keadilan, karena hukum adalah pengejawantahan dari prinsip-prinsip keadilan.11

Reinach, sebagaimana pemikir lainnya Notonegoro, berpendapat bahwa

kepentingan umum hendaknya seimbang dengan kepentingan Individu.12

Begitu pentingnya arti kepentingan umum dalam kehidupan bernegara yang

dalam praktiknya berbenturan dengan kepentingan individu maka perlu

didefinisikan dengan jelas. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa istilah

kepentingan umum agar jelas dan memenuhi rasa keadilan masyarakat tidaklah

cukup dipahami secara legalistic-formalistik, namun harus diintegrasikan menurut

metode penemuan hukumnya. 13

John Salindeho memberikan pengertian kepentingan umum yaitu Termasuk

kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan

memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis, dan Hankamnas atas dasar

asas-asas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta

Wawasan Nusantara’.14

I Wayan Suandra, Kepentingan umum pada dasarnya adalah segala

11

Tholahah Hasan, Pertanahan Dalam Perspektif Agama Islam dan Budaya Muslim, STPN Yogyakarta, 1999, hal. 37.

12

Maria S.W. Soemardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2001, hal.11.

13Ibid

, hal. 32.

14

(16)

xxv

kepentingan yang menyangkut kepentingan negara, kepentingan bangsa,

kepentingan masyarakat luas dan kepentingan-kepentingan pembangunan yang

sifatnya menurut pertimbangan Presiden perlu bagi kepentingan umum. 15

Kepentingan bangsa dan negara, setidaknya memberikan penjelasan dari

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(UUPA), tercantum pada Penjelasan Umum butir ke-2 menyebutkan bahwa

negara/pemerintah bukanlah subyek yang dapat mempunyai hak milik (eignaar), demikian pula tidak dapat sebagai subyek jual-beli dengan pihak lain untuk

kepentingannya sendiri.

Menurut Pasal 1 ayat (5) Peraturan Presiden No.36 Tahun 2005

menjelaskan kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan

masyarakat. Hal ini sejalan dengan kepentingan umum yang diatur dalam Pasal 18

UUPA, Pasal 1 UU No.20 Tahun 1961, dan Inpres No. 9 Tahun 1973 beserta

lampirannya. Dimana dalam Pasal 1 Inpres No.9 Tahun 1973 menyebutkan bahwa

suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat

kepentingan umum, apabila kepentingan tersebut menyangkut kepentingan bangsa

dan negara, kepentingan masyarakat luas, kepentingan rakyat banyak/bersama, dan

kepentingan pembangunan.

16

15

I. Wayan Suandra, Masalah Hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah

Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 1996, hal. 17.

Dalam arti bahwa negara tidak dapat berkedudukan

sebagaimana individu. Menurut Muhammad Yamin, bahwa negara sebagai

organisasi kekuasaan dalam tingkatan-tingkatan tertinggi diberi kekuasaan sebagai

16

(17)

badan penguasa untuk menguasai Bumi, Air dan Ruang Angkasa, dalam arti bukan

memiliki. 17

Dengan demikian, negara hanya diberi hak untuk menguasai dan mengatur

dalam rangka kepentingan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan (kepentingan

umum). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kepentingan negara dalam paham

ini cenderung seperti pada paham sosialis, yakni kepentingan negara bersifat

umum.18

2004, hal. 7.

17

Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Edisi Revisi, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003, hal. 5

18

Boedi Harsono, Sejarah, Isi dan Pelaksanaan UUPA, Djambatan, Jakarta, 2000, hal. 120.

atau Negara Indonesia cenderung menganut negara dengan paham

sublimasi.

Kepentingan masyarakat luas, dimana dalam menjabarkan kepentingan

umum untuk masyarakat luas perlu mendapatkan pemahaman secara meluas

dengan penjabaran yang rinci dalam peraturan operasional dilapangan agar

kepentingan umum tidak salah sasaran. Dimana UUPA menegaskan tentang

perlunya melindungi kepentingan masyarakat agraris, golongan ekonomi lemah

dan pedesaan.

Kepentingan rakyat banyak, dimana rakyat banyak merupakan

perbandingan antara rakyat yang dibebaskan tanahnya untuk kepentingan umum

harus lebih banyak dibandingkan dengan rakyat penerima manfaat kegiatan untuk

kepentingan umum yang direncanakan. Oleh karenanya perlu dipertegas dan

dijelaskan kepentingan rakyat banyak untuk pembakuan penafsiran arti rakyat

(18)

xxvii

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sifat/materi penelitian

Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini

adalah bersifat deksriptif analisis mengarah pada penelitiasn yuridis normatif, yaitu

suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis

atau bahan hukum yang lain.19

2. Sumber data

Sumber data penelitian ini diambil berdasarkan data sekunder. Data

sekunder didapatkan melalui:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria disebut pula dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA),

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, Tentang Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006, Atas

Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah

bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1994 Tentang

Pelaksanaan Keppres No. 55 Tahun 1993 Mengenai Pengadaan Tanah dan

Pelaksanaan Pembangunan Kepentingan Umum serta Keputusan Presiden

Nomor 55 Tahun 1993, Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

19

(19)

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan

sebagainya.

c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup:

1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan

terhadap hukum primer dan sekunder.

2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang

hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah, dan

sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.

3. Alat pengumpul data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan.

4. Analisis data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan,

studi dokumen, dan penelitian lapangan maka hasil penelitian ini menggunakan

analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan

tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat

ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab

(20)

xxix

terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam

bentuk uraian:

Bab I. Pendahuluan

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian

pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan

Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.

Bab II. Mekanisme Konsinyasi Ganti Rugi Atas Tanah Yang Digunakan

Untuk Kepentingan Umum.

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Cara-Cara

Memperoleh Tanah Untuk Kepentingan Umum, Prinsip-Prinsip

Pemberian Ganti Kerugian dan Dasar Perhitungan serta Mekanisme

Konsinyasi Ganti Rugi Atas Tanah Yang Digunakan Untuk

Kepentingan Umum.

Bab III. Hambatan-Hambatan Yang Timbul Dalam Mekanisme Ganti Rugi

Atas Tanah Yang Digunakan Untuk Pembangunan.

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Penyebab

Ketidaksepakatan. Penyelesaian Ketidaksepakatan serta

Hambatan-Hambatan Yang Timbul Dalam Mekanisme Ganti Rugi Atas Tanah

Yang Digunakan Untuk Pembangunan.

Bab IV. Proses Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka

Pembangunan.

(21)

Hak Atas Tanah serta Proses Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan

Umum Dalam Rangka Pembangunan.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan

Referensi

Dokumen terkait

Diabetes Mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia atau peninggian kadar gula darah akibat gangguan pada pengeluaran (sekresi insulin),

Peternakan sapi perah di Indonesia saat ini masih didominasi oleh peternakan dengan skala kepemilikan kecil. Perkembangan persusuan di Indonesia saat ini belum sesuai yang

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 16 Tahun 2003 tentang Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan

Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik dimana hasil penelitiannya yaitu d ebt to equity ratio dan pergantian auditor berpengaruh

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

Seluruh staf pengajar Jurusan Teknik Mesin Program Studi Teknik Konversi Energi Mekanik Politeknik Negeri Medan yang telah banyak memberikan masukan pengetahuan kepada penulis

: Mengesahkan Komposisi dan Personalia Dewan Pimpinan Daerah Partai GOLKAR Kota Cilegon masa bhakti 2014-2019 hasil Musyawarah Daerah Partai GOLKAR Kota Cilegon,

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri mengatur bahwa perlindungan hukum hak atas karya Desain Industri diberikan pada seorang pendesain berdasarkan