7.1
PENGEMBANGAN PERMUKIMAN
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan
BAB
RENCANA PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR
kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
7.1.1
Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Arah kebijakan untuk pengembangan permukiman secara umum adalah : Menunjang perkembangan permukiman perkotaan
Pemenuhan standar pelayanan minimal bidang permukiman perkotaan Percepatan penyediaan infrastruktur perdesaan di daerah tertinggal.
Permukiman vertikal diarahkan agar dikembangkan di PKN Bodebek, PKN Metropolitan Bandung danPKN Cirebon.Permukiman horisontal yang dikendalikan diarahkan agar dikembangkan pada PKW Palabuhanratu, PKW Sukabumi, PKW Cikampek-Cikopo, PKW Indramayu, PKW Kadipaten, PKW Tasikmalaya,dan PKW Pangandaran.
Berdasarkan hal tersebut maka arahan pengembangan kawasan permukiman adalah dengan:
Menerapkan dua jenis pengembangan konsep arah permukiman, yaitu kawasan permukiman dengan arah vertikal dan kawasan permukiman dengan arah horisontal
Mengembangkan kawasan permukiman dengan arah vertikal pada kawasan perkotaan dengan intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi
Kawasan perkotaan yang memiliki karakteristik intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi adalah kawasan perkotaan yang menjadi kota inti PKN
Kawasan perkotaan yang memiliki karakteristik intensitas pemanfaatan ruang menengah adalah kawasan perkotaan di Jawa Barat selain yang berfungsi sebagai kota inti PKN
Strategi pengembangan untuk kawasan perumahan termasuk fasilitas pendukung perumahan berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum adalah:
Membatasi proporsi kawasan perumahan maksimum 55% dari luas lahan kota.
Mengembangkan perumahan secara vertikal untuk wilayah kecamatan dan atau kawasan yang padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan prasarana yang ada.
Meremajakan dan merehabilitasi lingkungan yang menurun kualitasnya dan diupayakan dikembangkan menjadi rumah susun sederhana sewa lengkap dengan sarana dan prasarana lingkungannya.
Melestarikan lingkungan perumahan lama yang mempunyai karakter khusus (kawasan lindung cagar budaya) dari alih fungsi dan perubahan fisik bangunan.
Membatasi luas lantai bangunan perumahan yang diperbolehkan untuk kegiatan usaha dengan disertai penyediaan prasarana yang memadai terutama parkir.
Kebijakan pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan kebijakan struktur tata ruang dan pola tata ruang, yaitu mengembangkan program perwujudan tata ruang yang dalam pelaksanaannya dapat mendorong kemitraan dan kerjasama antara swasta dan masyarakat. Strategi penerapan kebijakan pemanfaatan ruang termasuk didalamnya untuk prasarana dan sarana kota adalah:
Menjabarkan dan menyusun tahapan dan prioritas program berdasarkan persoalan mendesak yang harus ditangani, serta antisipasi dan arahan pengembangan masa mendatang.
Tahapan pembangunan kawasan perumahan dan permukiman secara umum didasarkan pada dukungan ekonomi kota dan pengembangan wilayah :
Menata kawasan permukiman padat dengan pola pengembangan secara vertikal.
Mengembangkan sarana dan prasarana perumahan dan permukiman padat
Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana perumahan dan permukiman sedang
Mengatur kembali struktur pelayanan fasilitas sosial, dan prasarana dasar lingkungan perumahan
7.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan
Tantangan
a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.
Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan. Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.
Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
Penjabaran isu-isu strategis ini difokuskan pada bidang keciptakaryaan, seperti kawasan kumuh di perkotaan, dan mengenai kondisi infrastruktur di perdesaan. Isu-isu strategis pengembangan permukiman di Kota Bandung meliputi:
Tabel 7.1
Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kota/ Kabupaten
No Isu Strategis Keterangan
(1) (2) (3)
1 Tingginya kebutuhan akan perumahan sedangkan lahan yang
tersedia terbatas.
2 Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang
layak huni
3 Menurunnya kualitas lingkungan perumahan dan permukiman
4 Muculnya permukiman kumuh perkotaan
5 Belum mantapnya sistem pembiayaan dan pasar perumahan
6 Pengembangan permukiman yang tidak terkendali pada kawasan
lindung dan rawan bencana
7 Belum terintegrasinya pengembangan kawasan perumahan dan
permukiman dengan pembangunan prasarana, sarana, dan
utilitas perumahan dan permukiman
8 Ketidakseimbangan antara penyediaan infrastruktur dan utilitas
kota dengan dinamika aktivitas kota sehingga tingkat pelayanan
menjadi tidak optimal
.
Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial.
Tabel 7.2
Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Lainnya terkait Pengembangan Permukiman
No
Perda/Pergub/Perbup/Peraturan Lainnya
Amanat Kebijakan
Daerah Jenis Produk
Pengaturan
No/
Tahun Perihal
1 Undang-undang 1/2011 Perumahan dan Permukiman
2 Peraturan
Daerah 3/2014 RPJMD Kota Bandung
3 Peraturan
Daerah 18/2011 RTRW Kota Bandung
Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial budaya ini dapat meliputi desain, pola dan struktur, serta bahan material yang digunakan.
Kebijakan Pengembangan Kawasan Perumahan dalam RTRW Kota Bandung: Mendorong pengembangan perumahan di wilayah Bandung Timur
Mengembangkan perumahan secara vertikal untuk wilayah kecamatan dan/atau kawasan yang padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan prasarana yang ada;
Meremajakan dan merehabilitasi lingkungan yang menurun kualitasnya, dan diupayakan dikembangkan menjadi rumah susun sederhana lengkap dengan sarana dan prasarana lingkungannya;
Melestarikan lingkungan perumahan lama yang mempunyai karakter khusus, antara lain yang termasuk kawasan lindung cagar budaya dari alih fungsi dan perubahan fisik bangunan.
Sebagai Implikasi kebijakan tata ruang makro, yang diperoleh berdasarkan hasil kajian kebijakan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Cekungan Bandung, danRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Barat, maka pengembangan permukiman di Kota Bandung diarahkan kepada pengembangan hunian vertikal, dengan titik berat pengembangan yaitu:
Pembangunan Llingkungan siap bangun (lisiba) untuk pembangunan hunian vertikal di Perkotaan.
Pembangunan rumah susun bersubsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Revitalisasi kawasan permukiman kumuh perkotaan menjadi kawasan hunian vertikal.
Pembangunan hunian vertikal bagi golongan menengah ke atas di perkotaan.
Adapun beberapa prospek regional Kota Bandung, dalam konstelasi wilayah makro, diantaranya yaitu sebagai berikut:
Kota Bandung sebagai core region intidari Metropolitan Bandung Adanya prospek pembangunan pusat primer Gedebage
Adanya prospek pembangunan jaringan jalan tol Ujungberung – Gedebage
Adanya prospek pembangunan jaringan jalan tol dalam Kota Pasteur – Cibiru\
Salah satu kondisi yang dominan pada bidang permukiman adalah adanya alih fungsi lahan perkotaan yang tidak terkendali dan terjadinya mixuse dalam pemanfaatan ruang kota. Hal ini terjadi pada jalur-jalur utama kota yang semula memiliki fungsi sebagai perumahan berubah menjadi kegiatan komersial yang tidak berskala lingkungan atau lokal tetapi berskala pelayanan kota atau regional seperti yang terjadi pada Jalan Ir. H. Djuanda.
Kondisi permukiman di Kota Bandung sangat bergantung pada pemenuhan kebutuhan perumahan itu sendiri yang belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah ataupun swasata sehingga terbentuk enclove dan tidak terorganisir. Berdasarkan data dari Pemerintah Kota Bandung tiap tahunnya Kota Bandung menghadapi backlog dalam penyediaan rumah dan dari tahun ketahun angka backlog tersebut semakin bertambah pada tahun 2005 Kota Bandung kekurangan 33,971 unit rumah, pada tahun 2006 meningkat menjadi 34,871, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 37,095 unit, dan pada tahun 2008 angka tersebut menurun menjadi 21,172.
Berdasarkan RTRW Kota Bandung, terdapat 62 titik kawasan kumuh yang tersebar di beberapa kecamatan, teridentifikasi kawasan permukiman kumuh di Kota Bandung berada di 185 RW yang tersebar di 30 kecamatan. Jumlah Rumah di Kawasan Kumuh mencapai 10.031 Unit.
Berdasarkan Dokumen Strategi Kawasan Hunian Kumuh Perkotaan (Penyusunan Program Penataan Kawasan Hunian Kumuh Perkotaan), Kawasan Kumuh di Kota Bandung (terdapat di 48 Kelurahan,dengan rincian kategori :
Tabel 7.3
Sebaran Kawasan Kumuh Kota Bandung
No Kelas Tipologi Lokasi Kawasan Permukiman Kumuh
Kecamatan Kelurahan
1 Kawasan Permukiman Kumuh
Tinggi
Astana Anyar Nyengseret
Bojongloa Kidul Situsaeur
Bandung Wetan Taman Sari
Kiaracondong Babakan Surabaya
Sumur Bandung Braga
2 Kawasan Permukiman Kumuh
Sedang
Bojongloa Kidul Cibaduyut Kidul
Coblong
Dago
Lebak Siliwangi
Sekeloa
Cinambo Cisaranten Wetan
Rancasari Manjahlega
Sukasari Isola
Sukajadi Cipedes
Sukabungah
Cicendo
Arjuna
Pajajaran
Husein Sastranegara
Andir Ciroyom
Buah Batu Cijaura
Cibeunying Kidul Cikutra
Sumur Bandung Babakan Ciamis
Antapani Antapani Wetan
Mandalajati Karang Pamulang
Batununggal Kebonwaru
3 Kawasan Permukiman Kumuh
Rendah
Astana Anyar Panjunan
Bojongloa Kaler Jamika
Cidadap Cimbeuluit
Hegarmanah
No Kelas Tipologi Lokasi Kawasan Permukiman Kumuh
Kecamatan Kelurahan
Lengkong Paledeng
Bandung Kidul Kujangsari
Ujung Berung Cigending
Panyileukan Cipadung Wetan
Gedebage Rancanum Pang
Rancabolang
Cibiru Cipadung
Cicendo Sukaraja
Andir Campaka
Maleber
Bandung Kulon Cigondewah Kaler
Cigondewah Kidul
Babakan Ciparay Babakan
Cibeunying Kidul Cicadas
Sukapada
Arcamanik Cisantren Kulon
Sumber : SPPIP Kota Bandung Tahun 2010
Tabel 7.4
Kondisi Kawasan Kumuh di Kota Bandung
No.
Sumber : Dinas Tata Ruang Dan Cipta Karya Tahun 2008
Bangunan rumah tinggal ini ada yang dibangun secara swadaya dan ada pula yang dibangun oleh pengembang. Jumlah rumah swadaya yang terdapat di Kota Bandung dihitung dari total bangunan rumah tinggal dikurangi bangunan rumah yang dibangun oleh pengembang yakni sebanyak 526.154 unit (80,47 %). Perumahan formal terdiri dari rumah yang dibangun oleh :
Perumnas sebanyak 15.847 unit bangunan REI, terdiri dari:
1. 13.146 unit rumah sederhana sehat 2. 23 unit town house
3. 9.534 unit rusunami 4. 960 unit apartemen
5. 54.070 bangunan komplek real estate, serta
Untuk lebih jelasnya mengenai RSH yang terdapat di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7.5
Data Kondisi RSH Kota Bandung
No Nama Lokasi RSH Tahun
Pembangunan
Perumnas
1 Sadang Serang 2008
2 Cijerah
3 Sarijadi
4 Melong Asih
5 Cibuntu
6 Antapani
7 Kopo
Rumah Sehat Sederhana
1 Keluarga Sejahtera Tahap I Pasir Jati 1996
2 Keluarga Sejahtera Tahap II Pasir Jati 1996
3 Gending Mas Pasir Jati, Pasir Wangi 1997
4 Villa Tirtagiri Pasirwangi Pasir Wangi 2008
5 Griya Winaya Permai Pasir Wangi, Pasir Jati 2009
6 Bumi Parahyangan Endah Pasir Wangi, Pasir Jati 2010
7 Bandung Indah Raya Margasari 2010
8 Griya Cempaka Arum Mekarmulia 2010
Sumber : SPPIP Kota Bandung Tahun 2010
Tabel 7.6
Data Rusunawa Kota Bandung
No Lokasi
Rusunawa
Tahun
Pembangunan Terhuni/Tidak Pengelola
Jumlah
Penghuni Kondisi
No Lokasi Rusunawa
Tahun
Pembangunan Terhuni/Tidak Pengelola
Jumlah
Penghuni Kondisi
Prasarana
CK yang
ada
Kulon Kec.
Arcamanik)
Sumber : SPPIP Kota Bandung Tahun 2010 dan Evaluasi Kinerja Tahun 2013
a. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kota Bandung dirinci berdasarkan aspek teknis, aspek kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek peran serta masyarakat/swasta dan aspek lingkugan permukiman.Permasalahan dan tantangan serta solusi alternatif pemecahannya dalam pengembangan permukiman Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7.7
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kota Bandung
No
Pengembangan Alternatif Solusi
1 Aspek Teknis
Tingginya kebutuhan
akan perumahan
sedangkan lahan yang
tersedia terbatas
Kota Bandung dan
sekitarnya menunjukkan
konstelasi sebagai
wilayah Metropolitan,
yaitu munculnya
kota-kota satelit dengan
berbagai fungsi yang
salah satunya adalah
sebagai residential
sub-center.
Pemenuhan rumah dipenuhi
melalui pembangunan
diarahkan pada lahan-lahan
eksisting yang masih berupa
tanah kosong, kebun, sawah,
semak, tegal,belukar, rumput
No
Pengembangan Alternatif Solusi
peruntukkan perumahan
Pengembangan pusat
kegiatan baru
berdasarkan Rencana
Tata Ruang (Gede
bage, peningkatan
aksesibilitas) menjadi
isu potensi strategis
dalam pengembangan
permukiman dan
infrastruktur perkotaan
di Kota Bandung.
Adanya Pemusatan
kegiatan di Kota
Bandung, dimana 70-95%
penduduk kawasan
pinggiran Kota Bandung
dan kota-kota kecil di
sekitar Bandung
mengkonsumsi fasilitas
perbelanjaan, pendidikan
menengah atas, dan
rekreasi yang ada di
pusat Kota Bandung.
Rendahnya tingkat
pemenuhan kebutuhan
perumahan yang layak
huni
1. Kebutuhan air minum
akan dipenuhi dari sumber
air baku dari air tanah, air
sungai, dan waduk. Jaringan
penyediaan air minum
terpadu dengan sistem
jaringan air minum di
wilayah Cekungan Bandung
2. Menambah pembuatan
IPAL baru. 3.Penambahan
TPA yang akan melayani
Kota Bandung. 4.
Diterapkannya Sustainable
Drainage System (SUDS)
atau Sistem Drainase Ketidakseimbangan
antara penyediaan
infrastruktur dan
utilitas kota dengan
dinamika aktivitas kota
No
Pengembangan Alternatif Solusi
dan permukiman
dengan pembangunan
prasarana, sarana, dan
utilitas perumahan dan
permukiman
Berkelanjutan. Konsep ini
merupakan sistem
penyaluran air hujan yang
dirancang untuk
mengalirkan air permukaan
sekaligus sebagai upaya
konservasi air
2 Aspek
Pembiayaan
Belum mantapnya
sistem pembiayaan
dan pasar perumahan
pemugaran 2. Peremajaan 3.
Pengelolaan dan
tidak terkendali pada
kawasan lindung dan
rawan bencana
Adanya sektor unggulan
pariwisata dan
perkebunan, maka masih
banyak ditemui
permukiman perdesaan,
terutama ke arah
pegunungan di bagian
utara dan bagian selatan.
Penegasan wilayah-wilayah
yang seharusnya tidak boleh
dilakukan pembangunan
kawasan permukiman serta
penerapan sanksi bagi
pihak-pihak yang tidak
mengikuti aturan-aturan
pemanfaatan ruang yang
telah terbentuk Adanya kegiatan utama
berupa pelayanan
perguruan tinggi di Kota
Bandung dan Jatinangor,
berakibat pengembangan
kebutuhan perumahan
No
Aspek
Pengembangan
Permukiman
Permasalahan yang
Dihadapi
Tantangan
Pengembangan Alternatif Solusi
pelajar/mahasiswa
terutama berupa
rumah-rumah sewa atau
sejenisnya
Sumber : SPPIP Kota Bandung Tahun 2010
7.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
Seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dan juga semakin padatnya kawasan permukiman, hal ini merupakan permasalahan yang harus dipecahkan dalam arah pembangunan kota. Oleh karena itu analisis untuk memecahkan permasalahan pengembangan permukiman tersebut antara lain, pertama mempercepat proses perumahan berpola vertikal agar dapat mengatasi lahan yang semakin kritis dan kepadatan yang semakin meninggi dengan caranya merubah paradigma masyarakat untuk menghuni permukiman vertikal. Pemerintah Kota Bandung sebaiknya menganggarkan lebih untuk anggaran penyuluhan perubahan paradigma ini, sehingga nantinya masyarakat diharapkan memiliki rasa keinginan yang tinggi untuk menghuni permukiman vertikal. Bila prioritas pembangunan permukiman pada permukiman vertikal, maka akan dapat membuat efisiensi pembangunan dan akan mengurangi pos subsidi anggaran untuk masalah permukiman.
Pengembangan dalam permukiman berdasarkan RTRW Kota Bandung 2011-2031 dalam hal ini juga searah dengan analisis di atas, dimana arah pengembangan dilakukan dengan :
Mendorong pengembangan perumahan di wilayah bandung timur dengan pola kasiba dan lisiba yang berdiri sendiri.
Mengembangkan perumahan secara vertikal untuk wilayah kecamatan dan atau kawasan yang padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan prasarana yang ada. Perumahan vertikal meliputi rumah susun dengan ketinggian maksimum 5 lantai, apartemen rendah dengan ketinggian sampai 8 lantai, dan apartemen tinggi dengan ketinggian lebih dari 8 lantai. Prasarana yang harus dipertimbangkan terutama ketersediaan kapasitas prasarana jalan dan air bersih.
Meremajakan dan merehabilitasi lingkungan yang menurun kualitasnya, dan diupayakan dikembangkan menjadi rumah susun sederhana sewa lengkap dengan sarana dan prasarana lingkungannya.
Melestarikan lingkungan perumahan lama yang mempunyai karakter khusus (kawasan lindung cagar budaya) dari alih fungsi dan perubahan fisik bangunan
Gambar 7.1
Kondisi Kawasan Kumuh Kota Bandung (Eksisting)
Sumber : RPJMD Kota Bandung, 2013-2018
Tabel 7.8
Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan untuk 5 Tahun
No Uraian Unit Tahun
2015
Tahun
2016
Tahun
2017
Tahun
2018
Tahun
2019 Ket
1 Jumlah Penduduk Jiwa
Kepadatan
Penduduk
Jiwa/
Ha
2 Sasaran Penurunan
Kawasan Kumuh
Ha - 10 15 20 25
3 Kebutuhan
Rusunawa
TB 8 TB
4 Kebutuhan RSH Unit 72.451
5 Kebutuhan
Pengembangan
Permukiman Baru
Kws 3
7.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Usulan program investasi yang terdapat dalam RPIJM Kota Bandung Tahun 2014-2018 adalah sebagai berikut.
Kebijakan, Strategi dan Program Perumahan
Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Perumahan Masyarakat Kurang Mampu
Pembangunan Sarana dan Prasarana Rumah Sederhana Sehat Penyusunan data perumahan dan permukiman
Studi urban renewa
Pembangunan Rumah Susun Tamansari dan CIngised
Berdasarkan hasil kajian dokumen RTRW Kota Bandung periode tahun 2011-2031, terangkum beberapa arahan program pembangunan permukiman di Kota adalah sebagai berikut :
Program perwujudan pola ruang antara lain:
Pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30% dari luasan total Kota Bandung;
Perbaikan dan penataan kawasan permukiman yang tidak sehat (kawasan kumuh) menjadi kawasan permukiman vertikal; dan
Penertiban fungsi ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Program perwujudan kawasan strategis antara lain:
Penataan kawasan strategis nasional dan provinsi yang ada di wilayah Kota Bandung; dan
Penataan kawasan yang memiliki nilai strategis dari aspek ekonomi, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan fungsi daya dukung lingkungan hidup.
Dalam pengembangan permukiman di Kota Bandung kriteria kesiapan daerah yang sudah ada dan yang akan dilaksanakan meliputi:
2. Dokumen RPKPP Kota Bandung dilaksanakan pada tahun 2011
Tabel 7.9
Tabel Kesiapan (Readiness Criteria) Khusus
No Program/Kegiatan Kriteria Kesiapan
1 Rusunawa Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan
Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya
Ada calon penghuni
2 RIS PNPM Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti
lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan
menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.
3 PPIP Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI
Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang
belum ditangani program Cipta Karya lainnya
Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik
Tingkat kemiskinan desa >25%
4 PISEW Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang
mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian,
(iii)
pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v)
pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
7.1.5 Usulan Program Dan Kegiatan
kegiatan.Usulan program dan kegiatan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan kriteria kesiapan daerah.Untuk lebih jelasnya mengenai usulan program dan kegiatan pengembangan permukiman Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7.10
Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kota Bandung
(X Rp. 1000.-)
No Kegiatan Volume Satuan Biaya (Rp) Lokasi
1
Fasilitasi dan Stimulasi
Pembangunan Perumahan
Masyarakat Kurang Mampu
28.833.000,00 Kota Bandung
2
Pendampingan Penyusunan
Strategi Pengembangan Kota
(SPK)
1.700.000,00 Kota Bandung
3 Kebijakan, Strategi dan Program
Perumahan
1.600.000,00 Kota Bandung
4 Penyusunan Data Perumahan
dan Permukiman
400.000,00
5
Penetapan Kebijakan dan
Strategi Penyelenggaraan
Keserasian Kawasan dan Hunian
Berimbang
850.000,00
6
Strategi Pengembangan
Permukiman dan Infrastruktur
Perkotaan (SPPIP)
Pembangunan Sarana dan
Prasarana Rumah Sederhana
Sehat
25.000.000,00
11 Pemeliharaan Sarana dan
(X Rp. 1000.-)
No Kegiatan Volume Satuan Biaya (Rp) Lokasi
Sehat
12
Penyuluhan dan Pengawasan
Kualitas Lingkungan Perumahan
Sehat
3.100.000,00
13
Penyediaan Sarana Prasarana
Lingkungan Perumahan (DAK &
Pendamping DAK/APBD)
7.1.6 Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman
Usulan pembiayaan dapat dijabarkan baik yang bersumber dari APBD Kota Bandung, APBD Provinsi Jawa Barat, APBN, maupun masyarakat dan swasta.Adapun untuk lebih jelasnya mengenai usulan pembiayaan pembangunan permukiman Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7.11
Usulan Pembiayaan Program Infrastruktur Permukiman Kota Bandung
No Kegiatan
program bidang Pengembangan Permukiman Kota Bandung dapat dilihat pada
7.2 PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
7.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundangdan peraturan antara lain:
1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.
Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
Status kepemilikan bangunan gedung; dan Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan.Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan.Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan olehpemerintah.
3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut.Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal
bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.
A. Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunanproduk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
Gambar 7.2
Gambar Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;
Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.
b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung
Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;
Pelatihan teknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan
Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; Paket dan Replikasi.
7.2.2 Isu
Strategis,
Kondisi
Eksisting,
Permsalahan
dan
Tantangan
Isu Strategis
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan. Isu strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7.12
Isu Strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan Kota Bandung
No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL
1. Penataan Lingkungan Permukiman
Masih terbatasnya pedoman atau peraturan teknis
penataan ruang sebagai penjelasan baik dari UU
No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan,
keamanan dan kenyamanan bangunan gedung
termasuk pada daerah-daerah rawan bencana
Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman
tradisional dan bangunan gedung bersejarah,
padahal mempunyai potensi wisata
Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal
mempunyai potensi ekonomi untuk mendorong
No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL
Sarana lingkungan hijau/open space atau public
space, sarana olah raga, dan lain-lain yang masih
terbatas baik dari segi jumlah/luasan maupun
penanganannya
2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan
Rumah Negara
Amanat Undang-Undang No. 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dan Peraturan
Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan UUBG, bahwa semua Bangunan
Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.
Masih adanya sebagian masyarakat yang
membangun tidak sesuai dengan peraturan
bangunan
3. Pemberdayaan Komunitas dalam
Penanggulangan Kemiskinan
Masih adanya permukiman kumuh yang tersebar di
kantong-kantong permukiman
Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam
proses perencanaan dan penetapan prioritas
pembangunan
7.2.3 Kondisi Eksisting
Kondisi eksisting penataan bangunan dan lingkungan memberikan gambaran mengenai peraturan daerah, kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara, serta capaian dalam pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan.
Untuk kondisi eksisting terkait dengan peraturan daerah Kota Bandung mencakup Perda Bangunan gedung.Untuk lebih jelasnya mengenai peraturan daerah yang terkait dengan penataan bangunan dan lingkungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7.13
Perturan Daerah terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Tahun Tentang
1 14 1998 Bangunan
2 02 2004 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung
3 02 2006 Perubahan Peraturan Daerah No.02 tahun 2004 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung
4 05 2010 Bangunan Gedung
Kota Bandung memiliki jumlah bangunan gedung sebanyak 492.829 unit gedung, dengan pendataan terakhir pada tahun 2007, dari hasil pendataan tersebut diperoleh jumlah bangunan yang memiliki status perijinan (IMB) sebanyak 75%, sedangkan bangunan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandung sebanyak 558 unit. Pelatihan untuk pendataan tersebut juga telah dilakukan, yaitu pelatihan teknis pendata HSBGN dan keselamatan bangunan, dengan penyelenggara dari Dinas Tarkim Provinsi Jawa Barat dan Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2007.
Kegiatan Pembinaan Teknis Pembangunan Gedung Negara juga telah diselenggarakan oleh Dinas Bangunan dan Dinas Tata ruang dan Cipta Karya Kota Bandung pada tahun 2004-2008 dengan materi sosialisasi mengenai Undang-Undang Bangunan Gedung No.28 tahun 2002, Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Peraturan Daerah Kota Bandung No.14 tahun 1998 tentang Bangunan, serta kegiatan penggambaran dan pendataan bangunan Pemerintah Kota.
Terkait dengan penanggulangan bahaya kebakaran bangunan di Kota Bandung, target respon time adalah 15 menit sesuai dengan standar internasional. Sarana mobil kebakaran yang tersedia saat ini adalah 29 unit dan prasarana hidran yang berfungsi 123 buah, tapi yang dapat digunakan 1 lokasi.
Tabel 7.14
Penataan Lingkungan Permukiman
Kab/Kota/Kaw
RTH Pemenuhan SPM Penanganan Kebakaran
Luas Lokasi
Untuk kondisi eksisting penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara di Kota Bandung pada tahun 2007 sebanyak 492.829 unit.Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran bangunan gedung dan rumah negara di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 7.15
Jumlah Bangunan Gedung di Kota Bandung
No Kecamatan
Jumlah
Bangunan
(Unit)
6. Sumur Bandung 10.679
7. Bandung Kulon 18.570
8. Babakan Ciparay 27.981
9. Bojongloa Kaler 27.942
10. Bandung Wetan 6.301
11. Cidadap 9.400
12. Cibeunying Kaler 15.156
13. Lengkong 15.668
14. Sukajadi 18.827
15. Sukasari 14.819
16. Andir 23.043
17. Batununggal 31.456
18. Arcamanik 12.412
19. Ujung Berung 5.660
20. Panyileukan 7.114
21. Mandalajati 10.908
22. Rancasari 13.702
23. Cinambo 5.733
24. Cicendo 19.375
25. Coblong 30.986
26. Cibeunying Kidul 12.129
27. Regol 17.204
28. Kiaracondong 31.058
29. Margacinta 21.909
30. Gedebage 6.349
Jumlah 492.829
Sumber : Monografi Kecamatan Kota Bandung, 2007
Tabel 7.16
Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Pemberdayaan
Lainnya
1 Kota Bandung PNPM BSPS (Bantuan
Stimulan Perumahan
Swadaya)
Program dari
Kementerian
Perumahan Rakyat
PPIP
PLPBK
Program
Pengembangan
Perumahan dari APBD
Kota Bandung
7.2.4 Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan penataan bangunan dan lingkungan di Kota Bandung dirinci berdasarkan aspek teknis, aspek kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek peran serta masyarakat/swasta dan aspek lingkungan permukiman yang meliputi kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara serta kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan. Untuk lebih jelasnya mengenai permasalahan dan tantangan dalam sektor penataan bangunan dan lingkungan di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7.17
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kota Bandung
No
Aspek Penataan
Bangunan dan
Lingkungan
Permasalahan
yang Dihadapi
Tantangan
Pengembangan Alternatif Solusi
No
Pengembangan Alternatif Solusi
1 Aspek Teknis
Masih ada
permukiman
kumuh di kantong
permukiman, baik
pada peruntukan
perumahan
maupun
peruntukan
lainnya di kota
Bandung.
Masih adanya
sebagian masyarakat
yang membangun
tidak sesuai dengan
peraturan bangunan
peran serta warga
dan instansi
tahun 2007 tentang
penataan ruang
Setiap pusat
primer dan pusat
No
Pengembangan Alternatif Solusi
Kondisi sarana
lingkungan
hijau/open space
atau public space,
sarana olah raga,
dan lain-lain di
Kota Bandung
Ruang dimana di
dalamnya
dikemukakan bahwa
setiap kota di
Indonesia diwajibkan
menyediakan RTH
(Ruang Terbuka
Hijau) seluas 30% dari
luas wilayahnya
dengan sebaran RTH
sesuai dengan
sebaran penduduk
penghuninya
Memperbanyak
luasan RTH (Ruang
Terbuka Hijau) dan
infrastruktur di
II. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
No
Pengembangan Alternatif Solusi
keselamatan,
harus lebih tertib
dan efisien
Aset negara yang
sudah
diadministrasikan
baik dari segi
kualitas dan
yang telah ada
No
Pengembangan Alternatif Solusi
daerah rawan
bencana harus
ditingkatkan
rawan bencana
Tidak seluruh usulan
dari masyarakat yang
berkaitan dengan
adanya bencana
alam, longsor, tebing,
dan sungai dapat
terakomodir
Prasarana dan
sarana hidran
kebakaran dari
segi fungsi dan
kapasitas
III. Kegiatan Pemberdayaan Komonitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
No
Pengembangan Alternatif Solusi
organisasi profesi.
2 Aspek Peran Serta
merata di setiap
program PBL
7.2.5 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan Dan Lingkungan
Analisis kebutuhan program dan kegiatan sektor penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada lingkup tugas Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk sektor penataan bangunan dan lingkungan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010.
Tabel 7.18
SPM Sekor Penataan Bangunan Lingkungan
Jenis Pelayanan Dasar
Standar Pelayanan
Minimal Waktu
Pencapaian Keterangan
Indikator Nilai
Jenis Pelayanan Dasar
Standar Pelayanan
Minimal Waktu
Pencapaian Keterangan
Indikator Nilai
Harga Standar bangunan dan lingkungan meliputi:
1. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
a. RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) b. RISPK (Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran)
c. Penataan lingkungan permukiman tradisional/bersejarah d. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Kebutuhan penataan bangunan dan lingkungan Kota Bandung dalam 5 (lima) tahun kedepan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7.19
Analisis Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk 5 Tahun
I. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
1.
Ruang
Terbuka
Hijau (RTH)
M2 Kws.
Tegallega Kws. Gasibu
Kws.
Lingkungan Unit
No Uraian Unit Tahun I Tahun II
Tahun
III
Tahun
IV Tahun V Ket
Lokasi
Teknis
Tenaga
Pendata
HSBGN
7.2.6 Program dan Kriteria Persiapan Pengembangan PBL
Untuk mendukung program dan kegiatan penataan bangunan dan lingkungan di Kota Bandung kriteria kesiapan daerah yang sudah ada dan yang akan dilaksanakan meliputi dokumen RTBL yang terdiri dari:
RTBL Kawasan Gedung Sate RTBL Kawasan Jamika RTBL Kawasan Taman Sari
7.2.7 Usulan Program Dan Kegiatan
Usulan prioritas program dan kegiatan sektor penataan bangunan dan lingkungan di Kota Bandung pada tahun 2014 – 2018 dipaparkan dalam indikasi program. Adapun untuk lebih jelasnya mengenai indikasi program Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
7.3 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)
7.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
Rencana pengembangan prasarana air baku dan air bersih adalah sebagai berikut: 1. Mengendalikan debit air limpasan pada musim hujan dan penggunaan air
tanah. Pada saat ini, banyak daerah-daerah di Kota Bandung yang tergenang pada saat musim hujan, namun mengalami kekeringan pada musim kemarau. Langkah untuk mengendalikan debit air limpasan pada musim hujan, dan mempergunakannya pada musim kemarau merupakan langkah yang cukup penting untuk mencapai dua tujuan, yaitu pengendalian banjir dan penyediaan air pada musim kemarau.
Penggunaan air tanah secara liar, baik untuk keperluan domestik maupun industri, menyebabkan penggunaan air tanah secara tidak terkendali. Bila hal ini tidak dikendalikan, maka akan terjadi kerusakan lingkungan dan penurunan muka air tanah. Oleh karena itu penggunaan air tanah perlu dikendalikan.
2. Meningkatkan cakupan wilayah pelayanan distribusi air bersih Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk seluruh wilayah Kota Bandung. Upaya peningkatan cakupan pelayanan ini akan dilaksanakan secara bertahap, hingga akhirnya pada tahun 2013 seluruh wilayah Kota Bandung sudah dapat dilayani oleh sistem publik, dengan tetap memperhatikan kecukupan kuantitas dan persyaratan kualitas. Upaya pengembangan sistem publik ini dapat pula dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat.
3. Menurunkan tingkat kebocoran air sampai dengan 40% pada tahun 2008 dan 35% pada tahun 2013. Pada saat ini tingkat kebocoran air di Kota Bandung masih cukup tinggi. Tingkat kebocoran yang cukup tinggi mengurangi kuantitas air yang diterima oleh pelanggan dalam jumlah yang cukup signifikan. Untuk itulah penurunan tingkat kebocoran air ini merupakan langkah yang cukup penting dalam rangka mengefisienkan pelayanan sistem publik
Kebijakan penyediaan air bersih Kawasan Metropolitan Bandung meliputi: - Peningkatan Penyediaan Sumber Air Baku
- Peningkatan Sistem Air Bersih
- Meningkatkan Pelayanan Sistem Distribusi Perpipaan di Kawasan Perkotaan - Mengembangkan Sistem Jaringan Pelayanan Lintas Wilayah
Sementara peningkatan sistem air bersih itu sendiri meliputi peningkatan jaringan distribusi air bersih PDAM di Bandung Timur, pembangunan sistem penyediaan air bersih pedesaan dengan menggunakan terminal air dan hidran umum terutama untuk desa-desa di Kabupaten Bandung, seperti Kecamatan Rancaekek, Kecamatan Cicalengka, Kecamatan Ciparay dan Kecamatan Ibun.
7.3.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan
Tantangan
a. Isu Strategis
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu-isu strategis tersebut adalah:
a. Peningkatan Akses Aman Air Minum b. Pengembangan Pendanaan
c. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
d. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan e. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum
f. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat
g. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi
Isu strategis di Kota Bandung dalam pembangunan bidang air minum meliputi: a. Cakupan pelayanan yang baru mencapai 63%, jumah pengaduan setiap
bulannya yang hanya diselesaikan rata-rata 57.39%, serta kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pasokan air yang rendah
b. Sampai saat ini hanya 85.0% dari kapasitas produksi terpasang yang telah dimanfaatkan
d. Adanya keraguan terhadap angka produksi, sehingga mempengaruhi hasil penghitungan kehilangan air masih yang cukup tinggi, pada posisi akhir Desember 2007 sebesar 60.0%.
e. Program pengelolaan air minum kota Bandung belum terintegrasi.
b. Kondisi Eksisting
Aspek Teknis
Aspek teknis pengambangan SPAM di Kota Bandung tediri dari :
1. Sistem Perpipaan
Sistem Jaringan
Jumlah sistem yang digunakan PDAM Tirtawening Kota Bandung saat ini sebanyak 2 unit, dengan sistem pelayanan terbagi atas 4 wilayah meliputi : Wilayah Bandung Utara
Wilayah Bandung Tengah Selatan Wilayah Bandung Barat
Wilayah Bandung Timur
Adapun pendistribusiannya melalui sistem :
1. Jaringan pipa adalah sistem pendistribusian air melalui jaringan pipa dengan cara gravitasi ke daerah pelayanan.
2. Pelayanan air tangki adalah armada tangki siap beroperasi melayani kebutuhan masyarakat secara langsung selama 24 Jam.
3. Kran Umum dan Terminal Air adalah merupakan sarana pelayanan air bersih untuk daerah pemukiman tertentu yang dinilai cukup padat dan sebagai penduduknya belum mampu menjadi pelanggan air minum melalui sambungan rumah dan menggunan tarif sosial
Sumber Air Baku dan Unit Produksi
Air baku yang digunakan oleh PDAM Tirtawening Kota Bandung dalam melayani kebutuhan air minum kota, terdiri dari :
Air permukaan merupakan sumber air baku utama dengan total debit
yang digunakan adalah ± 2.664 L/det yang berasal dari :
Sungai Cisangkuy diolah di Instalasi Pengolahan Badak Singa. Sungai Cikapundung diolah di Instalasi Pengolahan Dago Pakar
dan Mini Plant Dago Pakar.
Sungai Cibeureum diolah di Mini Plant Cibeureum.
Sungai Cipanjalu diolah di Mini Plant Cipanjalu Kel. Pasirjati Ujung Berung .
Sungai Cirateun diolah di Mini Plant Cirateun
b) Air tanah dalam
Pengambilan air tanah dalam menggunakan beberapa sumur bor dalam, yang sebagian besar dibangun pada saat proyek BAWS tahap I pada tahun 1982. Jika dibandingkan pada saat dibangun, saat ini debit produksi sumur bor mengalami penurunan yang sangat drastis, disebabkan oleh penurunan muka air tanah yang cukup signifikan di kawasan cekungan Bandung. Untuk pengolahan air baku yang berasal dari air tanah digunakan sistem aerasi, filtrasi dan sedimentasi serta untuk membunuh bakteri digunakan gas chlor atau kaporit. Kualitas air baku ini pada umumnya memiliki kandungan Fe dan Mn diatas standar yang ditetapkan. Air tanah ini sebagian dimanfaatkan untuk membantu daerah yang tidak terjangkau oleh pelayanan dari Instalasi Induk PDAM Tirtawening Kota Bandung. Jumlah sumur bor PDAM Tirtawening Kota Bandung ada 35 buah dan Mata Air 14 buah dengan sistem pendistribusian secara langsung ke konsumen.
c) Mata air
Tabel 7.20
Sumber Air Baku, Unit Produksi dan Daerah Pelayanan Eksisting
No Sumber Air Baku Unit Produksi
Kapasitas
Terpasang
Kapasitas
Produksi
(l/detik (l/detik
A Zona Utara
1 Sungai Cikapundung
IPA Dago Pakar 600,00 595,25
MP Dago Pakar 40,00 42,78
WTP Mini Plan Pakar 38,00 -
WTP Mini plan
Cibeureum 49,00 34,75
2 Mata Air Cibadak - 8,00
3 Mata air ledeng
R. XI Ledeng 100,00 67,00
BPC I 4,00
BPC II 6,00
BPC III 14,00
BPC IV 6,00
Sub Total 827,00 747,78
B Zona Timur
1 Sungai Cikapundung IPA Badak Singa 800,00 750,00
Sungai Cipanjalu WTP Panjalu 20,00 17,62
2 Mata air Cisurupan - 5,00 5,00
Mata Air Pasir Impun - 5,00 5,00
3 Air tanah dalam
Sumur AW 1 6,00 5,70
Pusenif 2,00 0,04
Mekarwangi 1 2,00 1,93
Mekarwangi 2 4,00 3,40
Sumur AW 5 7,00 6,60
Sumur AW 6 7,00 6,40
Sumur Arcamanik 1 5,00 3,15
Sumur Arcamanik 2 5,00 2,04
Sumur Arcamanik 3 2,00 -
No Sumber Air Baku Unit Produksi
Kapasitas
Terpasang
Kapasitas
Produksi
(l/detik (l/detik
Sumur Pratista 8,00 7,03
Sumur Sukapura 5,00 3,61
Sumur Pasantren 5,00 3,07
Sumur Margahayu Raya - -
Sumur Raflesia 2,00 0,62
4
Interkoneksi Jln. Suci 8,00
Interkoneksi Jln.
Pahlawan 5,00
Sub Total 898,00 841,91
B Zona Barat
1 Sungai Cikapundung IPA Badak Singa 800,00 200,00
Reservoar XII -
2 Air tanah dalam
Sumur Cijerah 1 (blok 8) 5,00 2,17
Sumur Cijerah 2 (blok 9) 5,00 4,77
Sumur Gempol Asri 8,00 6,60
Sumur Bumi Asri 5,00 2,10
Sumur Saibi 6,00 5,52
Sumur Citarip 5,00 2,10
Sumur AW 8 8,00 6,60
Sumur AW 9 5,00 3,60
Sumur AW 10 - -
Sumur AW 11 12,00 11,84
Sumur AW 12 - -
Sumur AW 13 11,00 10,90
Sumur AW 14 3,00 2,70
Sumur Kopo Kencana 3,00 2,07
Sumur Kopo Plaza 3,00 2,12
Sumur Dadali 2,00 0,90
Sumur Sumber Sari 1 3,00 2,10
No Sumber Air Baku Unit Produksi
Kapasitas
Terpasang
Kapasitas
Produksi
(l/detik (l/detik
Sumur Taman Lingkar 2,00 1,36
Sub Total 889,00 269,74
B Zona Tengah Selatan
1 Sungai Cikapundung IPA Badak Singa 800,00 550,00
2 Air tanah dalam Sumur Mekar Wangi I 2,65
Sumur Mekar Wangi II 1,13
Sub Total 800,00 553,78
Total 3.414,00 2.413,21
Sumber : Rencana Induk PDAM Kota Bandung Tahun 2009 dan Bussines Plan PDAM Tahun 2013 - 2017
Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi eksisting wilayah pelayanan air minum di Kota Bandung dapat dilihat pada peta dibawah ini.
Gambar 7.3
Gambar 7.3
Gambar 7.4
Gambar 7.5
Lokasi Sumber Air Baku, Unit Produksi dan Daerah
Pipa Transmisi
Secara sub bagian, pengelolaan air minum PDAM Tirtawening Kota Bandung terbagi menjadi dua sistem produksi, yaitu sistem produksi I dan sistem produksi 2. Adapun jenis dan diameter pipa transmisi pada sistem produksi di Kota Bandung bervariasi seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 7.21
Jenis Pipa Transmisi dan Komposisi Diameter
No. Jenis Pipa
Diameter
Pipa
(mm)
Panjang
Pipa (Km) Keterangan
A Sistem Produksi I
1
Pipa Tansmisi
Baru
850,00 31,25
Jalur pipa lama mulai dari pra
sedimentasi menyusuri jalan inspeksi,
menyeberang jalan di pertigaan
Banjaran dan menyusuri sisi kanan rel
kereta api hingga jalan raya Banjaran
Kemudian menyusuri jalan raya
hingga Baleendah
Pipa Tansmisi
Lama 800 - 900
Jalur pipa baru terus menyusuri jalur
rel kereta api mulai dari banjaran
hingga pasar Kordon Bandung
Sumber : Rencana Induk PDAM Kota Bandung Tahun 2009
Reservoir
Untuk menampung air baku yang diolah dan dialirkan tersebut digunakan reservoir distribusi. Sistem distribusi air PDAM Tirtawening Kota Bandung itu sendiri dibagi menjadi 4 (empat) zona pelayanan, yang meliputi :
Bandung Utara Bandung Timur Bandung Barat
Bandung Tengah Selatan
Wilayah Pelayanan tersebut dilayani oleh 6 (enam) reservoir utama.Untuk lebih jelasnya mengenai reservoir yang ada di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 7.22
Kapasitas Reservoir dan Sistem Pengaliran
No Reservoir Volume
(m3)
Elevasi
(m) Sumber Air Zona Pelayanan
1 R. IX Cikutra 11.000,00 747,40 Air tanah Timur
2 R. X Cipedes 11.000,00 748,70 Air tanah Barat
3 R. XI Ledeng 3.000,00 924,15 Mata air ledeng Utara
4 IPA Ledeng 100,00 Mata air ledeng Utara
No Reservoir Volume (m3)
Elevasi
(m) Sumber Air Zona Pelayanan
6 R. Badaksinga 10.000,00 744,50 S. Cikapundung Tengah Selatan
S. Cisangkuy
TOTAL 42.600,00
Sumber : Rencana Induk PDAM Kota Bandung Tahun 2009
Pipa Distribusi
Sistem perpipaan distribusi PDAM Tirtawening Kota Bandung pada dasarnya merupakan gabungan dari sistem ring dan sistem cabang. Akibat keterbatasan supply jaringan pipa terutama pipa dengan diameter besar saling terhubung satu sama lain untuk memberikan tambahan supply ke daerah/jaringan yang tidak teraliri air dan tekanan yang sangat rendah. Untuk itu pelayanan distribusi dilakukan dengan sistem gilir sebagai upaya agar semua pelanggan dapat teraliri. Sistem gilir ini dilakukan di sebagian besar wilayah distribusi. Hanya wilayah utara saja yang mendapatkan aliran secara kontinyu selama 24 jam per hari. Akibatnya saat ini rata-rata jam pengaliran baru mencapai ± 15 jam/hari.
Total panjang perpipaan pada jaringan distribusi saat ini adalah ± 2.000
km, terdiri dari beberapa jenis pipa yaitu Steel, DCIP, ACP, HDPE, PVC & GIP, dengan diameter terbesar 1.000 mm dan terkecil 50 mm. Jenis terbanyak yang terpasang saat ini adalah PVC (± 590 km), Steel (± 598 km),
ACP (± 65 km), serta GIP (± 60 km). Pada dasarnya perpipaan tersebut dipasang pada beberapa periode tahun pemasangan. Sebanyak ± 400 km dipasang pada masa pemerintahan Belanda (tahun 1920 an), ± 450 km
pada BAWS-1 (tahun 1980), ± 1200 km pada proyek BAWS-II (tahun 1990an) serta sisanya oleh rutin.
itu juga terdapat pipa asbestos cement sepanjang ± 63 km yang juga
sangat rentan terhadap kehilangan air serta disinyalir bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) sehingga perlu diganti. Berikut ini adalah pipa pipa yang terdapat di Kota Bandung dengan distrubusinya.
Tabel 7.23
Jenis Pipa, Diameter dan Panjang Pipa Distribusi
Jenis Pipa Diameter(mm) Panjang(m) Tahun Pemasangan Usia Kondisi
Steel Pipe
1.000,00 1,54 1980 29
800,00 532,00 1980 29
700,00 2,96 1980 29
600,00 5,55 1980 29
500,00 4,65 1980 29
900,00 1,41 1990 19
800,00 7,46 1990 19
700,00 4,96 1990 19
600,00 6,93 1990 19
500,00 9,64 1990 19
Jumlah 577,08 13.3% -
Asbestos Cement
Pipe
400,00 9,94 1980 29
350,00 6,56 1980 29
300,00 18,06 1980 29
250,00 14,66 1980 29
200,00 34,03 1980 29
150,00 49,34 1980 29
400,00 26,11 1990 19
300,00 9,23 1990 19
250,00 18,62 1990 19
Jumlah 186,53 54.3% -
DCIP 600,00 800,00 1980 29
Jumlah 800,00 0.2% -
CIP 800,00 5,10 1960 49
Jenis Pipa Diameter(mm) Panjang(m) Tahun Pemasangan Usia Kondisi
600,00 2,08 1960 49
500,00 2,38 1960 49
400,00 5,76 1960 49
350,00 1,20 1960 49
300,00 1,00 1960 49
250,00 4,28 1960 49
200,00 1,15 1960 49
150,00 875,00 1960 49
Jumlah 1.697,94 7.2% -
PVC 200,00 35,91 1990 19
150,00 50,01 1990 19
Jumlah 85,92 25.0% -
Jumlah Total 3.347,47
Sumber : Rencana Induk PDAM Kota Bandung Tahun 2009
Jumlah Pelanggan, Pemakaian Air dan Cakupan Pelayanan
Jumlah pelanggan selama 2 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu dari 153,936 SL pada tahun 2011 menjadi 153.665SL pada tahun 2012, pada tahun 2012 pertambahan jumlah pelanggan lebih kecil dibanding aktivitas penutupan pelanggan yang kena sangsi akibat pelanggan menunggak.
Tabel 7.24
Jumlah Pelanggan dan Volume Pemakaian Air
No Uraian Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
1
Jumlah Kehilangan Air
(sesuai hasil audit) (000
m3/tahun)
26.603.014 26.000.787 23.942.012
2 a. Jumlah Pelanggan 150.236 153.936 153.665
- Sosial dan Hidran Umum 2.109 2.054 1.953
- Rumah Tangga 126.442 122.542 122.205
- Instansi Pemerintah 2.427 2.338 2.309
- Niaga 18.785 26.476 26.713
No Uraian Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
- Khusus - - -
- Lain-lain - - -
b. Jumlah Pelanggan
Water Meter Tidak
7.777 8.241 8.514
6 Jumlah Air Terjual (000 35.062 35.888 39.233
- Sosial (000 m3/tahun) 1.316 1.278 1.250
- Rumah Tangga (000 24.897 24.193 26.467
- Instansi Pemerintah (000
m3/tahun)
3.078 2.950 3.279
- Niaga (000 m3/tahun) 5.356 7.194 7.989
- Industri (000 m3/tahun) 296 127 121
- Khusus (000 m3/tahun) - - -
- Lain - lain (000 m3/tahun) 119 146 120
Sumber : Bussines Plan PDAM Kota Bandung Tahun 2013 – 2017
Jumlah penjualan air selama 2 tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu dari 35.888.185 m3 pada tahun 2011 kemudian menjadi 39.233.436 m3 pada tahun 2012. Penjualan air kepada pelanggan terbanyak adalah jenis pelanggan RumahTangga, yaitu sebesar 71% dari jumlah air terjual. Jumlah pelanggan selama 2 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu dari 153,936 SL pada tahun 2011 menjadi 153.665SL pada tahun 2012, pada tahun 2012 pertambahan jumlah pelanggan lebih kecil dibanding aktivitas penutupan pelanggan yang kena sangsi akibat pelanggan menunggak.
Cakupan pelayanan pada tahun 2012 adalah sebesar 72,43% dari jumlah penduduk Kota 2.412.146 jiwa Rendahnya cakupan pelayanan tersebut karena adanya perluasan Kota Bandung ke wilayah Timur dan Wilayah Bandung Selatan.
Meter Pelanggan
unit di unit produksi dan 1 unit di distribusi. Kondisi tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan dan usia teknis meter itu sendiri.
Kontinuitas Pelayanan
Pelayanan ke pelanggan untuk sistem perpipaanpada saat ini jam operasi produksi air minum berjalan selama 24 jam dan operasi distribusi dilakukan selama 15,63 jam per hari
Kebocoran
Produksi air per 31 Desember 2012 mengalami penurunan sebesar 2,77% dibanding tahun 2011, dimana jumlah produksi pada tahun 2011 air sebesar 79.132.469 m3 menjadi 76.944.072 m3 pada tahun 2012.Sedangkan jumlah air yang didistribusikan mengalami penurunan yaitu dari 70.035.665 m3 pada tahun 2011 menjadi 69.249.665 m3 pada tahun2012 sebesar 786.000 m3 (angka pada RKAPP 2012), karena ada penurunan jumlah Produksi sebanyak 2,77% sebagai akibat kemarau yang cukup panjang pada tahun 2012.
Tabel 7.25
Kebocoran Air Kota Bandung
No. Uraian Tahun
2010
Tahun
2011
Tahun
2012
1 Kapasitas Terpasang (liter/detik) 2.937 2.937 2.937
2 Kapasitas Dioperasikan (liter/detik) 2.511 2.509 2.477
3 Kapasitas Menganggur /(liter/detik) 426 428 460
4 Operasi Produksi (Jam) 24 24 24
5 Operasi Distribusi (Jam) 16,5 15,61 15,63
6
Jumlah Produksi Air
- Produksi Instalasi PDAM (000 m3/tahun)
- Pembelian Air dari Pihak Lain (000 m3/tahun)
79.176
-
79.132
-
76.944
-
7 Jumlah air didistribusikan (000 m3/tahun) 70.226 70.035 69.249