• Tidak ada hasil yang ditemukan

7.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN - DOCRPIJM 93dd13dc63 BAB VIIBAB 7 RPIJM Kota Bandung PDF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "7.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN - DOCRPIJM 93dd13dc63 BAB VIIBAB 7 RPIJM Kota Bandung PDF"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

7.1

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan

BAB

RENCANA PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR

(2)

kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

7.1.1

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arah kebijakan untuk pengembangan permukiman secara umum adalah :  Menunjang perkembangan permukiman perkotaan

 Pemenuhan standar pelayanan minimal bidang permukiman perkotaan  Percepatan penyediaan infrastruktur perdesaan di daerah tertinggal.

Permukiman vertikal diarahkan agar dikembangkan di PKN Bodebek, PKN Metropolitan Bandung danPKN Cirebon.Permukiman horisontal yang dikendalikan diarahkan agar dikembangkan pada PKW Palabuhanratu, PKW Sukabumi, PKW Cikampek-Cikopo, PKW Indramayu, PKW Kadipaten, PKW Tasikmalaya,dan PKW Pangandaran.

Berdasarkan hal tersebut maka arahan pengembangan kawasan permukiman adalah dengan:

 Menerapkan dua jenis pengembangan konsep arah permukiman, yaitu kawasan permukiman dengan arah vertikal dan kawasan permukiman dengan arah horisontal

 Mengembangkan kawasan permukiman dengan arah vertikal pada kawasan perkotaan dengan intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi

 Kawasan perkotaan yang memiliki karakteristik intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi adalah kawasan perkotaan yang menjadi kota inti PKN

(3)

 Kawasan perkotaan yang memiliki karakteristik intensitas pemanfaatan ruang menengah adalah kawasan perkotaan di Jawa Barat selain yang berfungsi sebagai kota inti PKN

Strategi pengembangan untuk kawasan perumahan termasuk fasilitas pendukung perumahan berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum adalah:

 Membatasi proporsi kawasan perumahan maksimum 55% dari luas lahan kota.

 Mengembangkan perumahan secara vertikal untuk wilayah kecamatan dan atau kawasan yang padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan prasarana yang ada.

 Meremajakan dan merehabilitasi lingkungan yang menurun kualitasnya dan diupayakan dikembangkan menjadi rumah susun sederhana sewa lengkap dengan sarana dan prasarana lingkungannya.

 Melestarikan lingkungan perumahan lama yang mempunyai karakter khusus (kawasan lindung cagar budaya) dari alih fungsi dan perubahan fisik bangunan.

 Membatasi luas lantai bangunan perumahan yang diperbolehkan untuk kegiatan usaha dengan disertai penyediaan prasarana yang memadai terutama parkir.

Kebijakan pemanfaatan ruang diwujudkan berdasarkan kebijakan struktur tata ruang dan pola tata ruang, yaitu mengembangkan program perwujudan tata ruang yang dalam pelaksanaannya dapat mendorong kemitraan dan kerjasama antara swasta dan masyarakat. Strategi penerapan kebijakan pemanfaatan ruang termasuk didalamnya untuk prasarana dan sarana kota adalah:

 Menjabarkan dan menyusun tahapan dan prioritas program berdasarkan persoalan mendesak yang harus ditangani, serta antisipasi dan arahan pengembangan masa mendatang.

(4)

Tahapan pembangunan kawasan perumahan dan permukiman secara umum didasarkan pada dukungan ekonomi kota dan pengembangan wilayah :

 Menata kawasan permukiman padat dengan pola pengembangan secara vertikal.

 Mengembangkan sarana dan prasarana perumahan dan permukiman padat

 Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana perumahan dan permukiman sedang

 Mengatur kembali struktur pelayanan fasilitas sosial, dan prasarana dasar lingkungan perumahan

7.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan

Tantangan

a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:

 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

 Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

 Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan.  Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

(5)

 Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman.

 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Penjabaran isu-isu strategis ini difokuskan pada bidang keciptakaryaan, seperti kawasan kumuh di perkotaan, dan mengenai kondisi infrastruktur di perdesaan. Isu-isu strategis pengembangan permukiman di Kota Bandung meliputi:

Tabel 7.1

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kota/ Kabupaten

No Isu Strategis Keterangan

(1) (2) (3)

1 Tingginya kebutuhan akan perumahan sedangkan lahan yang

tersedia terbatas.

2 Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang

layak huni

3 Menurunnya kualitas lingkungan perumahan dan permukiman

4 Muculnya permukiman kumuh perkotaan

5 Belum mantapnya sistem pembiayaan dan pasar perumahan

6 Pengembangan permukiman yang tidak terkendali pada kawasan

lindung dan rawan bencana

7 Belum terintegrasinya pengembangan kawasan perumahan dan

permukiman dengan pembangunan prasarana, sarana, dan

utilitas perumahan dan permukiman

8 Ketidakseimbangan antara penyediaan infrastruktur dan utilitas

kota dengan dinamika aktivitas kota sehingga tingkat pelayanan

menjadi tidak optimal

.

(6)

Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen RP2KP, 108 dokumen RTBL KSK, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial.

Tabel 7.2

Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Lainnya terkait Pengembangan Permukiman

No

Perda/Pergub/Perbup/Peraturan Lainnya

Amanat Kebijakan

Daerah Jenis Produk

Pengaturan

No/

Tahun Perihal

1 Undang-undang 1/2011 Perumahan dan Permukiman

2 Peraturan

Daerah 3/2014 RPJMD Kota Bandung

3 Peraturan

Daerah 18/2011 RTRW Kota Bandung

Perkembangan permukiman hendaknya juga mempertimbangkan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat, agar pengembangannya dapat sesuai dengan kondisi masyarakat dan alam lingkungannya. Aspek sosial budaya ini dapat meliputi desain, pola dan struktur, serta bahan material yang digunakan.

Kebijakan Pengembangan Kawasan Perumahan dalam RTRW Kota Bandung:  Mendorong pengembangan perumahan di wilayah Bandung Timur

(7)

 Mengembangkan perumahan secara vertikal untuk wilayah kecamatan dan/atau kawasan yang padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan prasarana yang ada;

Meremajakan dan merehabilitasi lingkungan yang menurun kualitasnya, dan diupayakan dikembangkan menjadi rumah susun sederhana lengkap dengan sarana dan prasarana lingkungannya;

Melestarikan lingkungan perumahan lama yang mempunyai karakter khusus, antara lain yang termasuk kawasan lindung cagar budaya dari alih fungsi dan perubahan fisik bangunan.

Sebagai Implikasi kebijakan tata ruang makro, yang diperoleh berdasarkan hasil kajian kebijakan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Cekungan Bandung, danRencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Barat, maka pengembangan permukiman di Kota Bandung diarahkan kepada pengembangan hunian vertikal, dengan titik berat pengembangan yaitu:

 Pembangunan Llingkungan siap bangun (lisiba) untuk pembangunan hunian vertikal di Perkotaan.

 Pembangunan rumah susun bersubsidi bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

 Revitalisasi kawasan permukiman kumuh perkotaan menjadi kawasan hunian vertikal.

 Pembangunan hunian vertikal bagi golongan menengah ke atas di perkotaan.

Adapun beberapa prospek regional Kota Bandung, dalam konstelasi wilayah makro, diantaranya yaitu sebagai berikut:

 Kota Bandung sebagai core region intidari Metropolitan Bandung  Adanya prospek pembangunan pusat primer Gedebage

 Adanya prospek pembangunan jaringan jalan tol Ujungberung – Gedebage

(8)

 Adanya prospek pembangunan jaringan jalan tol dalam Kota Pasteur – Cibiru\

Salah satu kondisi yang dominan pada bidang permukiman adalah adanya alih fungsi lahan perkotaan yang tidak terkendali dan terjadinya mixuse dalam pemanfaatan ruang kota. Hal ini terjadi pada jalur-jalur utama kota yang semula memiliki fungsi sebagai perumahan berubah menjadi kegiatan komersial yang tidak berskala lingkungan atau lokal tetapi berskala pelayanan kota atau regional seperti yang terjadi pada Jalan Ir. H. Djuanda.

Kondisi permukiman di Kota Bandung sangat bergantung pada pemenuhan kebutuhan perumahan itu sendiri yang belum sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah ataupun swasata sehingga terbentuk enclove dan tidak terorganisir. Berdasarkan data dari Pemerintah Kota Bandung tiap tahunnya Kota Bandung menghadapi backlog dalam penyediaan rumah dan dari tahun ketahun angka backlog tersebut semakin bertambah pada tahun 2005 Kota Bandung kekurangan 33,971 unit rumah, pada tahun 2006 meningkat menjadi 34,871, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 37,095 unit, dan pada tahun 2008 angka tersebut menurun menjadi 21,172.

Berdasarkan RTRW Kota Bandung, terdapat 62 titik kawasan kumuh yang tersebar di beberapa kecamatan, teridentifikasi kawasan permukiman kumuh di Kota Bandung berada di 185 RW yang tersebar di 30 kecamatan. Jumlah Rumah di Kawasan Kumuh mencapai 10.031 Unit.

Berdasarkan Dokumen Strategi Kawasan Hunian Kumuh Perkotaan (Penyusunan Program Penataan Kawasan Hunian Kumuh Perkotaan), Kawasan Kumuh di Kota Bandung (terdapat di 48 Kelurahan,dengan rincian kategori :

(9)

Tabel 7.3

Sebaran Kawasan Kumuh Kota Bandung

No Kelas Tipologi Lokasi Kawasan Permukiman Kumuh

Kecamatan Kelurahan

1 Kawasan Permukiman Kumuh

Tinggi

Astana Anyar Nyengseret

Bojongloa Kidul Situsaeur

Bandung Wetan Taman Sari

Kiaracondong Babakan Surabaya

Sumur Bandung Braga

2 Kawasan Permukiman Kumuh

Sedang

Bojongloa Kidul Cibaduyut Kidul

Coblong

Dago

Lebak Siliwangi

Sekeloa

Cinambo Cisaranten Wetan

Rancasari Manjahlega

Sukasari Isola

Sukajadi Cipedes

Sukabungah

Cicendo

Arjuna

Pajajaran

Husein Sastranegara

Andir Ciroyom

Buah Batu Cijaura

Cibeunying Kidul Cikutra

Sumur Bandung Babakan Ciamis

Antapani Antapani Wetan

Mandalajati Karang Pamulang

Batununggal Kebonwaru

3 Kawasan Permukiman Kumuh

Rendah

Astana Anyar Panjunan

Bojongloa Kaler Jamika

Cidadap Cimbeuluit

Hegarmanah

(10)

No Kelas Tipologi Lokasi Kawasan Permukiman Kumuh

Kecamatan Kelurahan

Lengkong Paledeng

Bandung Kidul Kujangsari

Ujung Berung Cigending

Panyileukan Cipadung Wetan

Gedebage Rancanum Pang

Rancabolang

Cibiru Cipadung

Cicendo Sukaraja

Andir Campaka

Maleber

Bandung Kulon Cigondewah Kaler

Cigondewah Kidul

Babakan Ciparay Babakan

Cibeunying Kidul Cicadas

Sukapada

Arcamanik Cisantren Kulon

Sumber : SPPIP Kota Bandung Tahun 2010

Tabel 7.4

Kondisi Kawasan Kumuh di Kota Bandung

(11)

No.

Sumber : Dinas Tata Ruang Dan Cipta Karya Tahun 2008

Bangunan rumah tinggal ini ada yang dibangun secara swadaya dan ada pula yang dibangun oleh pengembang. Jumlah rumah swadaya yang terdapat di Kota Bandung dihitung dari total bangunan rumah tinggal dikurangi bangunan rumah yang dibangun oleh pengembang yakni sebanyak 526.154 unit (80,47 %). Perumahan formal terdiri dari rumah yang dibangun oleh :

 Perumnas sebanyak 15.847 unit bangunan  REI, terdiri dari:

1. 13.146 unit rumah sederhana sehat 2. 23 unit town house

3. 9.534 unit rusunami 4. 960 unit apartemen

5. 54.070 bangunan komplek real estate, serta

(12)

Untuk lebih jelasnya mengenai RSH yang terdapat di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.5

Data Kondisi RSH Kota Bandung

No Nama Lokasi RSH Tahun

Pembangunan

Perumnas

1 Sadang Serang 2008

2 Cijerah

3 Sarijadi

4 Melong Asih

5 Cibuntu

6 Antapani

7 Kopo

Rumah Sehat Sederhana

1 Keluarga Sejahtera Tahap I Pasir Jati 1996

2 Keluarga Sejahtera Tahap II Pasir Jati 1996

3 Gending Mas Pasir Jati, Pasir Wangi 1997

4 Villa Tirtagiri Pasirwangi Pasir Wangi 2008

5 Griya Winaya Permai Pasir Wangi, Pasir Jati 2009

6 Bumi Parahyangan Endah Pasir Wangi, Pasir Jati 2010

7 Bandung Indah Raya Margasari 2010

8 Griya Cempaka Arum Mekarmulia 2010

Sumber : SPPIP Kota Bandung Tahun 2010

(13)

Tabel 7.6

Data Rusunawa Kota Bandung

No Lokasi

Rusunawa

Tahun

Pembangunan Terhuni/Tidak Pengelola

Jumlah

Penghuni Kondisi

(14)

No Lokasi Rusunawa

Tahun

Pembangunan Terhuni/Tidak Pengelola

Jumlah

Penghuni Kondisi

Prasarana

CK yang

ada

Kulon Kec.

Arcamanik)

Sumber : SPPIP Kota Bandung Tahun 2010 dan Evaluasi Kinerja Tahun 2013

a. Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kota Bandung dirinci berdasarkan aspek teknis, aspek kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek peran serta masyarakat/swasta dan aspek lingkugan permukiman.Permasalahan dan tantangan serta solusi alternatif pemecahannya dalam pengembangan permukiman Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.7

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kota Bandung

No

Pengembangan Alternatif Solusi

1 Aspek Teknis

Tingginya kebutuhan

akan perumahan

sedangkan lahan yang

tersedia terbatas

Kota Bandung dan

sekitarnya menunjukkan

konstelasi sebagai

wilayah Metropolitan,

yaitu munculnya

kota-kota satelit dengan

berbagai fungsi yang

salah satunya adalah

sebagai residential

sub-center.

Pemenuhan rumah dipenuhi

melalui pembangunan

diarahkan pada lahan-lahan

eksisting yang masih berupa

tanah kosong, kebun, sawah,

semak, tegal,belukar, rumput

(15)

No

Pengembangan Alternatif Solusi

peruntukkan perumahan

Pengembangan pusat

kegiatan baru

berdasarkan Rencana

Tata Ruang (Gede

bage, peningkatan

aksesibilitas) menjadi

isu potensi strategis

dalam pengembangan

permukiman dan

infrastruktur perkotaan

di Kota Bandung.

Adanya Pemusatan

kegiatan di Kota

Bandung, dimana 70-95%

penduduk kawasan

pinggiran Kota Bandung

dan kota-kota kecil di

sekitar Bandung

mengkonsumsi fasilitas

perbelanjaan, pendidikan

menengah atas, dan

rekreasi yang ada di

pusat Kota Bandung.

Rendahnya tingkat

pemenuhan kebutuhan

perumahan yang layak

huni

1. Kebutuhan air minum

akan dipenuhi dari sumber

air baku dari air tanah, air

sungai, dan waduk. Jaringan

penyediaan air minum

terpadu dengan sistem

jaringan air minum di

wilayah Cekungan Bandung

2. Menambah pembuatan

IPAL baru. 3.Penambahan

TPA yang akan melayani

Kota Bandung. 4.

Diterapkannya Sustainable

Drainage System (SUDS)

atau Sistem Drainase Ketidakseimbangan

antara penyediaan

infrastruktur dan

utilitas kota dengan

dinamika aktivitas kota

(16)

No

Pengembangan Alternatif Solusi

dan permukiman

dengan pembangunan

prasarana, sarana, dan

utilitas perumahan dan

permukiman

Berkelanjutan. Konsep ini

merupakan sistem

penyaluran air hujan yang

dirancang untuk

mengalirkan air permukaan

sekaligus sebagai upaya

konservasi air

2 Aspek

Pembiayaan

Belum mantapnya

sistem pembiayaan

dan pasar perumahan

pemugaran 2. Peremajaan 3.

Pengelolaan dan

tidak terkendali pada

kawasan lindung dan

rawan bencana

Adanya sektor unggulan

pariwisata dan

perkebunan, maka masih

banyak ditemui

permukiman perdesaan,

terutama ke arah

pegunungan di bagian

utara dan bagian selatan.

Penegasan wilayah-wilayah

yang seharusnya tidak boleh

dilakukan pembangunan

kawasan permukiman serta

penerapan sanksi bagi

pihak-pihak yang tidak

mengikuti aturan-aturan

pemanfaatan ruang yang

telah terbentuk Adanya kegiatan utama

berupa pelayanan

perguruan tinggi di Kota

Bandung dan Jatinangor,

berakibat pengembangan

kebutuhan perumahan

(17)

No

Aspek

Pengembangan

Permukiman

Permasalahan yang

Dihadapi

Tantangan

Pengembangan Alternatif Solusi

pelajar/mahasiswa

terutama berupa

rumah-rumah sewa atau

sejenisnya

Sumber : SPPIP Kota Bandung Tahun 2010

7.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dan juga semakin padatnya kawasan permukiman, hal ini merupakan permasalahan yang harus dipecahkan dalam arah pembangunan kota. Oleh karena itu analisis untuk memecahkan permasalahan pengembangan permukiman tersebut antara lain, pertama mempercepat proses perumahan berpola vertikal agar dapat mengatasi lahan yang semakin kritis dan kepadatan yang semakin meninggi dengan caranya merubah paradigma masyarakat untuk menghuni permukiman vertikal. Pemerintah Kota Bandung sebaiknya menganggarkan lebih untuk anggaran penyuluhan perubahan paradigma ini, sehingga nantinya masyarakat diharapkan memiliki rasa keinginan yang tinggi untuk menghuni permukiman vertikal. Bila prioritas pembangunan permukiman pada permukiman vertikal, maka akan dapat membuat efisiensi pembangunan dan akan mengurangi pos subsidi anggaran untuk masalah permukiman.

Pengembangan dalam permukiman berdasarkan RTRW Kota Bandung 2011-2031 dalam hal ini juga searah dengan analisis di atas, dimana arah pengembangan dilakukan dengan :

(18)

 Mendorong pengembangan perumahan di wilayah bandung timur dengan pola kasiba dan lisiba yang berdiri sendiri.

 Mengembangkan perumahan secara vertikal untuk wilayah kecamatan dan atau kawasan yang padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan prasarana yang ada. Perumahan vertikal meliputi rumah susun dengan ketinggian maksimum 5 lantai, apartemen rendah dengan ketinggian sampai 8 lantai, dan apartemen tinggi dengan ketinggian lebih dari 8 lantai. Prasarana yang harus dipertimbangkan terutama ketersediaan kapasitas prasarana jalan dan air bersih.

 Meremajakan dan merehabilitasi lingkungan yang menurun kualitasnya, dan diupayakan dikembangkan menjadi rumah susun sederhana sewa lengkap dengan sarana dan prasarana lingkungannya.

 Melestarikan lingkungan perumahan lama yang mempunyai karakter khusus (kawasan lindung cagar budaya) dari alih fungsi dan perubahan fisik bangunan

(19)

Gambar 7.1

Kondisi Kawasan Kumuh Kota Bandung (Eksisting)

Sumber : RPJMD Kota Bandung, 2013-2018

Tabel 7.8

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman di Perkotaan untuk 5 Tahun

No Uraian Unit Tahun

2015

Tahun

2016

Tahun

2017

Tahun

2018

Tahun

2019 Ket

1 Jumlah Penduduk Jiwa

Kepadatan

Penduduk

Jiwa/

Ha

2 Sasaran Penurunan

Kawasan Kumuh

Ha - 10 15 20 25

3 Kebutuhan

Rusunawa

TB 8 TB

4 Kebutuhan RSH Unit 72.451

5 Kebutuhan

Pengembangan

Permukiman Baru

Kws 3

(20)

7.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Usulan program investasi yang terdapat dalam RPIJM Kota Bandung Tahun 2014-2018 adalah sebagai berikut.

 Kebijakan, Strategi dan Program Perumahan

 Fasilitasi dan Stimulasi Pembangunan Perumahan Masyarakat Kurang Mampu

 Pembangunan Sarana dan Prasarana Rumah Sederhana Sehat  Penyusunan data perumahan dan permukiman

 Studi urban renewa

 Pembangunan Rumah Susun Tamansari dan CIngised

Berdasarkan hasil kajian dokumen RTRW Kota Bandung periode tahun 2011-2031, terangkum beberapa arahan program pembangunan permukiman di Kota adalah sebagai berikut :

Program perwujudan pola ruang antara lain:

 Pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30% dari luasan total Kota Bandung;

 Perbaikan dan penataan kawasan permukiman yang tidak sehat (kawasan kumuh) menjadi kawasan permukiman vertikal; dan

 Penertiban fungsi ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Program perwujudan kawasan strategis antara lain:

 Penataan kawasan strategis nasional dan provinsi yang ada di wilayah Kota Bandung; dan

 Penataan kawasan yang memiliki nilai strategis dari aspek ekonomi, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan fungsi daya dukung lingkungan hidup.

Dalam pengembangan permukiman di Kota Bandung kriteria kesiapan daerah yang sudah ada dan yang akan dilaksanakan meliputi:

(21)

2. Dokumen RPKPP Kota Bandung dilaksanakan pada tahun 2011

Tabel 7.9

Tabel Kesiapan (Readiness Criteria) Khusus

No Program/Kegiatan Kriteria Kesiapan

1 Rusunawa  Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

 Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan

Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

 Ada calon penghuni

2 RIS PNPM  Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti

lainnya.

 Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan

menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

3 PPIP  Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang

belum ditangani program Cipta Karya lainnya

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

 Tingkat kemiskinan desa >25%

4 PISEW  Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang

 mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian,

(iii)

 pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v)

 pendidikan, serta (vi) kesehatan

 Mendukung komoditas unggulan kawasan

7.1.5 Usulan Program Dan Kegiatan

(22)

kegiatan.Usulan program dan kegiatan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan kriteria kesiapan daerah.Untuk lebih jelasnya mengenai usulan program dan kegiatan pengembangan permukiman Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.10

Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kota Bandung

(X Rp. 1000.-)

No Kegiatan Volume Satuan Biaya (Rp) Lokasi

1

Fasilitasi dan Stimulasi

Pembangunan Perumahan

Masyarakat Kurang Mampu

28.833.000,00 Kota Bandung

2

Pendampingan Penyusunan

Strategi Pengembangan Kota

(SPK)

1.700.000,00 Kota Bandung

3 Kebijakan, Strategi dan Program

Perumahan

1.600.000,00 Kota Bandung

4 Penyusunan Data Perumahan

dan Permukiman

400.000,00

5

Penetapan Kebijakan dan

Strategi Penyelenggaraan

Keserasian Kawasan dan Hunian

Berimbang

850.000,00

6

Strategi Pengembangan

Permukiman dan Infrastruktur

Perkotaan (SPPIP)

Pembangunan Sarana dan

Prasarana Rumah Sederhana

Sehat

25.000.000,00

11 Pemeliharaan Sarana dan

(23)

(X Rp. 1000.-)

No Kegiatan Volume Satuan Biaya (Rp) Lokasi

Sehat

12

Penyuluhan dan Pengawasan

Kualitas Lingkungan Perumahan

Sehat

3.100.000,00

13

Penyediaan Sarana Prasarana

Lingkungan Perumahan (DAK &

Pendamping DAK/APBD)

7.1.6 Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman

Usulan pembiayaan dapat dijabarkan baik yang bersumber dari APBD Kota Bandung, APBD Provinsi Jawa Barat, APBN, maupun masyarakat dan swasta.Adapun untuk lebih jelasnya mengenai usulan pembiayaan pembangunan permukiman Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.11

Usulan Pembiayaan Program Infrastruktur Permukiman Kota Bandung

(24)
(25)

No Kegiatan

(26)

program bidang Pengembangan Permukiman Kota Bandung dapat dilihat pada

(27)

7.2 PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

7.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundangdan peraturan antara lain:

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

(28)

 Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

 Status kepemilikan bangunan gedung; dan  Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan.Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan.Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan olehpemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002

tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata

(29)

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut.Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal

bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

A. Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunanproduk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

(30)

 Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan  Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

(31)

Gambar 7.2

Gambar Lingkup Tugas PBL

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

(32)

 Pelatihan teknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;  Paket dan Replikasi.

7.2.2 Isu

Strategis,

Kondisi

Eksisting,

Permsalahan

dan

Tantangan

Isu Strategis

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan. Isu strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.12

Isu Strategis Penataan Bangunan dan Lingkungan Kota Bandung

No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL

1. Penataan Lingkungan Permukiman

Masih terbatasnya pedoman atau peraturan teknis

penataan ruang sebagai penjelasan baik dari UU

No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Kurang ditegakkannya aturan keselamatan,

keamanan dan kenyamanan bangunan gedung

termasuk pada daerah-daerah rawan bencana

Kurang diperhatikannya permukiman-permukiman

tradisional dan bangunan gedung bersejarah,

padahal mempunyai potensi wisata

Terjadinya degradasi kawasan strategis, padahal

mempunyai potensi ekonomi untuk mendorong

(33)

No Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL

Sarana lingkungan hijau/open space atau public

space, sarana olah raga, dan lain-lain yang masih

terbatas baik dari segi jumlah/luasan maupun

penanganannya

2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan

Rumah Negara

Amanat Undang-Undang No. 28 tahun 2002

tentang Bangunan Gedung dan Peraturan

Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan UUBG, bahwa semua Bangunan

Gedung harus layak fungsi pada tahun 2010.

Masih adanya sebagian masyarakat yang

membangun tidak sesuai dengan peraturan

bangunan

3. Pemberdayaan Komunitas dalam

Penanggulangan Kemiskinan

Masih adanya permukiman kumuh yang tersebar di

kantong-kantong permukiman

Belum dilibatkannya masyarakat secara aktif dalam

proses perencanaan dan penetapan prioritas

pembangunan

7.2.3 Kondisi Eksisting

Kondisi eksisting penataan bangunan dan lingkungan memberikan gambaran mengenai peraturan daerah, kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara, serta capaian dalam pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan.

Untuk kondisi eksisting terkait dengan peraturan daerah Kota Bandung mencakup Perda Bangunan gedung.Untuk lebih jelasnya mengenai peraturan daerah yang terkait dengan penataan bangunan dan lingkungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.13

Perturan Daerah terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan

(34)

No Tahun Tentang

1 14 1998 Bangunan

2 02 2004 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung

3 02 2006 Perubahan Peraturan Daerah No.02 tahun 2004 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung

4 05 2010 Bangunan Gedung

Kota Bandung memiliki jumlah bangunan gedung sebanyak 492.829 unit gedung, dengan pendataan terakhir pada tahun 2007, dari hasil pendataan tersebut diperoleh jumlah bangunan yang memiliki status perijinan (IMB) sebanyak 75%, sedangkan bangunan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandung sebanyak 558 unit. Pelatihan untuk pendataan tersebut juga telah dilakukan, yaitu pelatihan teknis pendata HSBGN dan keselamatan bangunan, dengan penyelenggara dari Dinas Tarkim Provinsi Jawa Barat dan Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2007.

Kegiatan Pembinaan Teknis Pembangunan Gedung Negara juga telah diselenggarakan oleh Dinas Bangunan dan Dinas Tata ruang dan Cipta Karya Kota Bandung pada tahun 2004-2008 dengan materi sosialisasi mengenai Undang-Undang Bangunan Gedung No.28 tahun 2002, Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Peraturan Daerah Kota Bandung No.14 tahun 1998 tentang Bangunan, serta kegiatan penggambaran dan pendataan bangunan Pemerintah Kota.

(35)

Terkait dengan penanggulangan bahaya kebakaran bangunan di Kota Bandung, target respon time adalah 15 menit sesuai dengan standar internasional. Sarana mobil kebakaran yang tersedia saat ini adalah 29 unit dan prasarana hidran yang berfungsi 123 buah, tapi yang dapat digunakan 1 lokasi.

Tabel 7.14

Penataan Lingkungan Permukiman

Kab/Kota/Kaw

RTH Pemenuhan SPM Penanganan Kebakaran

Luas Lokasi

Untuk kondisi eksisting penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara di Kota Bandung pada tahun 2007 sebanyak 492.829 unit.Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran bangunan gedung dan rumah negara di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.15

Jumlah Bangunan Gedung di Kota Bandung

(36)

No Kecamatan

Jumlah

Bangunan

(Unit)

6. Sumur Bandung 10.679

7. Bandung Kulon 18.570

8. Babakan Ciparay 27.981

9. Bojongloa Kaler 27.942

10. Bandung Wetan 6.301

11. Cidadap 9.400

12. Cibeunying Kaler 15.156

13. Lengkong 15.668

14. Sukajadi 18.827

15. Sukasari 14.819

16. Andir 23.043

17. Batununggal 31.456

18. Arcamanik 12.412

19. Ujung Berung 5.660

20. Panyileukan 7.114

21. Mandalajati 10.908

22. Rancasari 13.702

23. Cinambo 5.733

24. Cicendo 19.375

25. Coblong 30.986

26. Cibeunying Kidul 12.129

27. Regol 17.204

28. Kiaracondong 31.058

29. Margacinta 21.909

30. Gedebage 6.349

Jumlah 492.829

Sumber : Monografi Kecamatan Kota Bandung, 2007

Tabel 7.16

Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

(37)

Pemberdayaan

Lainnya

1 Kota Bandung PNPM BSPS (Bantuan

Stimulan Perumahan

Swadaya)

Program dari

Kementerian

Perumahan Rakyat

PPIP

PLPBK

Program

Pengembangan

Perumahan dari APBD

Kota Bandung

7.2.4 Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan dan tantangan penataan bangunan dan lingkungan di Kota Bandung dirinci berdasarkan aspek teknis, aspek kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek peran serta masyarakat/swasta dan aspek lingkungan permukiman yang meliputi kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara serta kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan. Untuk lebih jelasnya mengenai permasalahan dan tantangan dalam sektor penataan bangunan dan lingkungan di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.17

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Kota Bandung

No

Aspek Penataan

Bangunan dan

Lingkungan

Permasalahan

yang Dihadapi

Tantangan

Pengembangan Alternatif Solusi

(38)

No

Pengembangan Alternatif Solusi

1 Aspek Teknis

Masih ada

permukiman

kumuh di kantong

permukiman, baik

pada peruntukan

perumahan

maupun

peruntukan

lainnya di kota

Bandung.

Masih adanya

sebagian masyarakat

yang membangun

tidak sesuai dengan

peraturan bangunan

peran serta warga

dan instansi

tahun 2007 tentang

penataan ruang

Setiap pusat

primer dan pusat

(39)

No

Pengembangan Alternatif Solusi

Kondisi sarana

lingkungan

hijau/open space

atau public space,

sarana olah raga,

dan lain-lain di

Kota Bandung

Ruang dimana di

dalamnya

dikemukakan bahwa

setiap kota di

Indonesia diwajibkan

menyediakan RTH

(Ruang Terbuka

Hijau) seluas 30% dari

luas wilayahnya

dengan sebaran RTH

sesuai dengan

sebaran penduduk

penghuninya

Memperbanyak

luasan RTH (Ruang

Terbuka Hijau) dan

infrastruktur di

II. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

(40)

No

Pengembangan Alternatif Solusi

keselamatan,

harus lebih tertib

dan efisien

Aset negara yang

sudah

diadministrasikan

baik dari segi

kualitas dan

yang telah ada

(41)

No

Pengembangan Alternatif Solusi

daerah rawan

bencana harus

ditingkatkan

rawan bencana

Tidak seluruh usulan

dari masyarakat yang

berkaitan dengan

adanya bencana

alam, longsor, tebing,

dan sungai dapat

terakomodir

Prasarana dan

sarana hidran

kebakaran dari

segi fungsi dan

kapasitas

III. Kegiatan Pemberdayaan Komonitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

(42)

No

Pengembangan Alternatif Solusi

organisasi profesi.

2 Aspek Peran Serta

merata di setiap

program PBL

7.2.5 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan Dan Lingkungan

Analisis kebutuhan program dan kegiatan sektor penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada lingkup tugas Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk sektor penataan bangunan dan lingkungan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010.

Tabel 7.18

SPM Sekor Penataan Bangunan Lingkungan

Jenis Pelayanan Dasar

Standar Pelayanan

Minimal Waktu

Pencapaian Keterangan

Indikator Nilai

(43)

Jenis Pelayanan Dasar

Standar Pelayanan

Minimal Waktu

Pencapaian Keterangan

Indikator Nilai

Harga Standar bangunan dan lingkungan meliputi:

1. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

a. RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) b. RISPK (Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran)

c. Penataan lingkungan permukiman tradisional/bersejarah d. Standar Pelayanan Minimal (SPM)

(44)

Kebutuhan penataan bangunan dan lingkungan Kota Bandung dalam 5 (lima) tahun kedepan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.19

Analisis Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan untuk 5 Tahun

I. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

1.

Ruang

Terbuka

Hijau (RTH)

M2 Kws.

Tegallega Kws. Gasibu

Kws.

Lingkungan Unit

(45)

No Uraian Unit Tahun I Tahun II

Tahun

III

Tahun

IV Tahun V Ket

Lokasi

Teknis

Tenaga

Pendata

HSBGN

7.2.6 Program dan Kriteria Persiapan Pengembangan PBL

Untuk mendukung program dan kegiatan penataan bangunan dan lingkungan di Kota Bandung kriteria kesiapan daerah yang sudah ada dan yang akan dilaksanakan meliputi dokumen RTBL yang terdiri dari:

 RTBL Kawasan Gedung Sate  RTBL Kawasan Jamika  RTBL Kawasan Taman Sari

7.2.7 Usulan Program Dan Kegiatan

Usulan prioritas program dan kegiatan sektor penataan bangunan dan lingkungan di Kota Bandung pada tahun 2014 – 2018 dipaparkan dalam indikasi program. Adapun untuk lebih jelasnya mengenai indikasi program Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

7.3 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)

7.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

(46)

Rencana pengembangan prasarana air baku dan air bersih adalah sebagai berikut: 1. Mengendalikan debit air limpasan pada musim hujan dan penggunaan air

tanah. Pada saat ini, banyak daerah-daerah di Kota Bandung yang tergenang pada saat musim hujan, namun mengalami kekeringan pada musim kemarau. Langkah untuk mengendalikan debit air limpasan pada musim hujan, dan mempergunakannya pada musim kemarau merupakan langkah yang cukup penting untuk mencapai dua tujuan, yaitu pengendalian banjir dan penyediaan air pada musim kemarau.

Penggunaan air tanah secara liar, baik untuk keperluan domestik maupun industri, menyebabkan penggunaan air tanah secara tidak terkendali. Bila hal ini tidak dikendalikan, maka akan terjadi kerusakan lingkungan dan penurunan muka air tanah. Oleh karena itu penggunaan air tanah perlu dikendalikan.

2. Meningkatkan cakupan wilayah pelayanan distribusi air bersih Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk seluruh wilayah Kota Bandung. Upaya peningkatan cakupan pelayanan ini akan dilaksanakan secara bertahap, hingga akhirnya pada tahun 2013 seluruh wilayah Kota Bandung sudah dapat dilayani oleh sistem publik, dengan tetap memperhatikan kecukupan kuantitas dan persyaratan kualitas. Upaya pengembangan sistem publik ini dapat pula dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak swasta dan masyarakat.

3. Menurunkan tingkat kebocoran air sampai dengan 40% pada tahun 2008 dan 35% pada tahun 2013. Pada saat ini tingkat kebocoran air di Kota Bandung masih cukup tinggi. Tingkat kebocoran yang cukup tinggi mengurangi kuantitas air yang diterima oleh pelanggan dalam jumlah yang cukup signifikan. Untuk itulah penurunan tingkat kebocoran air ini merupakan langkah yang cukup penting dalam rangka mengefisienkan pelayanan sistem publik

Kebijakan penyediaan air bersih Kawasan Metropolitan Bandung meliputi: - Peningkatan Penyediaan Sumber Air Baku

- Peningkatan Sistem Air Bersih

(47)

- Meningkatkan Pelayanan Sistem Distribusi Perpipaan di Kawasan Perkotaan - Mengembangkan Sistem Jaringan Pelayanan Lintas Wilayah

Sementara peningkatan sistem air bersih itu sendiri meliputi peningkatan jaringan distribusi air bersih PDAM di Bandung Timur, pembangunan sistem penyediaan air bersih pedesaan dengan menggunakan terminal air dan hidran umum terutama untuk desa-desa di Kabupaten Bandung, seperti Kecamatan Rancaekek, Kecamatan Cicalengka, Kecamatan Ciparay dan Kecamatan Ibun.

7.3.2 Isu strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan

Tantangan

a. Isu Strategis

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu-isu strategis tersebut adalah:

a. Peningkatan Akses Aman Air Minum b. Pengembangan Pendanaan

c. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan

d. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan e. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum

f. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat

g. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

Isu strategis di Kota Bandung dalam pembangunan bidang air minum meliputi: a. Cakupan pelayanan yang baru mencapai 63%, jumah pengaduan setiap

bulannya yang hanya diselesaikan rata-rata 57.39%, serta kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pasokan air yang rendah

b. Sampai saat ini hanya 85.0% dari kapasitas produksi terpasang yang telah dimanfaatkan

(48)

d. Adanya keraguan terhadap angka produksi, sehingga mempengaruhi hasil penghitungan kehilangan air masih yang cukup tinggi, pada posisi akhir Desember 2007 sebesar 60.0%.

e. Program pengelolaan air minum kota Bandung belum terintegrasi.

b. Kondisi Eksisting

Aspek Teknis

Aspek teknis pengambangan SPAM di Kota Bandung tediri dari :

1. Sistem Perpipaan

Sistem Jaringan

Jumlah sistem yang digunakan PDAM Tirtawening Kota Bandung saat ini sebanyak 2 unit, dengan sistem pelayanan terbagi atas 4 wilayah meliputi :  Wilayah Bandung Utara

 Wilayah Bandung Tengah Selatan  Wilayah Bandung Barat

 Wilayah Bandung Timur

Adapun pendistribusiannya melalui sistem :

1. Jaringan pipa adalah sistem pendistribusian air melalui jaringan pipa dengan cara gravitasi ke daerah pelayanan.

2. Pelayanan air tangki adalah armada tangki siap beroperasi melayani kebutuhan masyarakat secara langsung selama 24 Jam.

3. Kran Umum dan Terminal Air adalah merupakan sarana pelayanan air bersih untuk daerah pemukiman tertentu yang dinilai cukup padat dan sebagai penduduknya belum mampu menjadi pelanggan air minum melalui sambungan rumah dan menggunan tarif sosial

Sumber Air Baku dan Unit Produksi

Air baku yang digunakan oleh PDAM Tirtawening Kota Bandung dalam melayani kebutuhan air minum kota, terdiri dari :

(49)

Air permukaan merupakan sumber air baku utama dengan total debit

yang digunakan adalah ± 2.664 L/det yang berasal dari :

 Sungai Cisangkuy diolah di Instalasi Pengolahan Badak Singa.  Sungai Cikapundung diolah di Instalasi Pengolahan Dago Pakar

dan Mini Plant Dago Pakar.

 Sungai Cibeureum diolah di Mini Plant Cibeureum.

 Sungai Cipanjalu diolah di Mini Plant Cipanjalu Kel. Pasirjati Ujung Berung .

 Sungai Cirateun diolah di Mini Plant Cirateun

b) Air tanah dalam

Pengambilan air tanah dalam menggunakan beberapa sumur bor dalam, yang sebagian besar dibangun pada saat proyek BAWS tahap I pada tahun 1982. Jika dibandingkan pada saat dibangun, saat ini debit produksi sumur bor mengalami penurunan yang sangat drastis, disebabkan oleh penurunan muka air tanah yang cukup signifikan di kawasan cekungan Bandung. Untuk pengolahan air baku yang berasal dari air tanah digunakan sistem aerasi, filtrasi dan sedimentasi serta untuk membunuh bakteri digunakan gas chlor atau kaporit. Kualitas air baku ini pada umumnya memiliki kandungan Fe dan Mn diatas standar yang ditetapkan. Air tanah ini sebagian dimanfaatkan untuk membantu daerah yang tidak terjangkau oleh pelayanan dari Instalasi Induk PDAM Tirtawening Kota Bandung. Jumlah sumur bor PDAM Tirtawening Kota Bandung ada 35 buah dan Mata Air 14 buah dengan sistem pendistribusian secara langsung ke konsumen.

c) Mata air

(50)

Tabel 7.20

Sumber Air Baku, Unit Produksi dan Daerah Pelayanan Eksisting

No Sumber Air Baku Unit Produksi

Kapasitas

Terpasang

Kapasitas

Produksi

(l/detik (l/detik

A Zona Utara

1 Sungai Cikapundung

IPA Dago Pakar 600,00 595,25

MP Dago Pakar 40,00 42,78

WTP Mini Plan Pakar 38,00 -

WTP Mini plan

Cibeureum 49,00 34,75

2 Mata Air Cibadak - 8,00

3 Mata air ledeng

R. XI Ledeng 100,00 67,00

BPC I 4,00

BPC II 6,00

BPC III 14,00

BPC IV 6,00

Sub Total 827,00 747,78

B Zona Timur

1 Sungai Cikapundung IPA Badak Singa 800,00 750,00

Sungai Cipanjalu WTP Panjalu 20,00 17,62

2 Mata air Cisurupan - 5,00 5,00

Mata Air Pasir Impun - 5,00 5,00

3 Air tanah dalam

Sumur AW 1 6,00 5,70

Pusenif 2,00 0,04

Mekarwangi 1 2,00 1,93

Mekarwangi 2 4,00 3,40

Sumur AW 5 7,00 6,60

Sumur AW 6 7,00 6,40

Sumur Arcamanik 1 5,00 3,15

Sumur Arcamanik 2 5,00 2,04

Sumur Arcamanik 3 2,00 -

(51)

No Sumber Air Baku Unit Produksi

Kapasitas

Terpasang

Kapasitas

Produksi

(l/detik (l/detik

Sumur Pratista 8,00 7,03

Sumur Sukapura 5,00 3,61

Sumur Pasantren 5,00 3,07

Sumur Margahayu Raya - -

Sumur Raflesia 2,00 0,62

4

Interkoneksi Jln. Suci 8,00

Interkoneksi Jln.

Pahlawan 5,00

Sub Total 898,00 841,91

B Zona Barat

1 Sungai Cikapundung IPA Badak Singa 800,00 200,00

Reservoar XII -

2 Air tanah dalam

Sumur Cijerah 1 (blok 8) 5,00 2,17

Sumur Cijerah 2 (blok 9) 5,00 4,77

Sumur Gempol Asri 8,00 6,60

Sumur Bumi Asri 5,00 2,10

Sumur Saibi 6,00 5,52

Sumur Citarip 5,00 2,10

Sumur AW 8 8,00 6,60

Sumur AW 9 5,00 3,60

Sumur AW 10 - -

Sumur AW 11 12,00 11,84

Sumur AW 12 - -

Sumur AW 13 11,00 10,90

Sumur AW 14 3,00 2,70

Sumur Kopo Kencana 3,00 2,07

Sumur Kopo Plaza 3,00 2,12

Sumur Dadali 2,00 0,90

Sumur Sumber Sari 1 3,00 2,10

(52)

No Sumber Air Baku Unit Produksi

Kapasitas

Terpasang

Kapasitas

Produksi

(l/detik (l/detik

Sumur Taman Lingkar 2,00 1,36

Sub Total 889,00 269,74

B Zona Tengah Selatan

1 Sungai Cikapundung IPA Badak Singa 800,00 550,00

2 Air tanah dalam Sumur Mekar Wangi I 2,65

Sumur Mekar Wangi II 1,13

Sub Total 800,00 553,78

Total 3.414,00 2.413,21

Sumber : Rencana Induk PDAM Kota Bandung Tahun 2009 dan Bussines Plan PDAM Tahun 2013 - 2017

Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi eksisting wilayah pelayanan air minum di Kota Bandung dapat dilihat pada peta dibawah ini.

Gambar 7.3

(53)

Gambar 7.3

(54)

Gambar 7.4

(55)

Gambar 7.5

Lokasi Sumber Air Baku, Unit Produksi dan Daerah

Pipa Transmisi

Secara sub bagian, pengelolaan air minum PDAM Tirtawening Kota Bandung terbagi menjadi dua sistem produksi, yaitu sistem produksi I dan sistem produksi 2. Adapun jenis dan diameter pipa transmisi pada sistem produksi di Kota Bandung bervariasi seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 7.21

Jenis Pipa Transmisi dan Komposisi Diameter

No. Jenis Pipa

Diameter

Pipa

(mm)

Panjang

Pipa (Km) Keterangan

A Sistem Produksi I

1

Pipa Tansmisi

Baru

850,00 31,25

Jalur pipa lama mulai dari pra

sedimentasi menyusuri jalan inspeksi,

(56)

menyeberang jalan di pertigaan

Banjaran dan menyusuri sisi kanan rel

kereta api hingga jalan raya Banjaran

Kemudian menyusuri jalan raya

hingga Baleendah

Pipa Tansmisi

Lama 800 - 900

Jalur pipa baru terus menyusuri jalur

rel kereta api mulai dari banjaran

hingga pasar Kordon Bandung

Sumber : Rencana Induk PDAM Kota Bandung Tahun 2009

Reservoir

Untuk menampung air baku yang diolah dan dialirkan tersebut digunakan reservoir distribusi. Sistem distribusi air PDAM Tirtawening Kota Bandung itu sendiri dibagi menjadi 4 (empat) zona pelayanan, yang meliputi :

 Bandung Utara  Bandung Timur  Bandung Barat

 Bandung Tengah Selatan

Wilayah Pelayanan tersebut dilayani oleh 6 (enam) reservoir utama.Untuk lebih jelasnya mengenai reservoir yang ada di Kota Bandung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 7.22

Kapasitas Reservoir dan Sistem Pengaliran

No Reservoir Volume

(m3)

Elevasi

(m) Sumber Air Zona Pelayanan

1 R. IX Cikutra 11.000,00 747,40 Air tanah Timur

2 R. X Cipedes 11.000,00 748,70 Air tanah Barat

3 R. XI Ledeng 3.000,00 924,15 Mata air ledeng Utara

4 IPA Ledeng 100,00 Mata air ledeng Utara

(57)

No Reservoir Volume (m3)

Elevasi

(m) Sumber Air Zona Pelayanan

6 R. Badaksinga 10.000,00 744,50 S. Cikapundung Tengah Selatan

S. Cisangkuy

TOTAL 42.600,00

Sumber : Rencana Induk PDAM Kota Bandung Tahun 2009

Pipa Distribusi

Sistem perpipaan distribusi PDAM Tirtawening Kota Bandung pada dasarnya merupakan gabungan dari sistem ring dan sistem cabang. Akibat keterbatasan supply jaringan pipa terutama pipa dengan diameter besar saling terhubung satu sama lain untuk memberikan tambahan supply ke daerah/jaringan yang tidak teraliri air dan tekanan yang sangat rendah. Untuk itu pelayanan distribusi dilakukan dengan sistem gilir sebagai upaya agar semua pelanggan dapat teraliri. Sistem gilir ini dilakukan di sebagian besar wilayah distribusi. Hanya wilayah utara saja yang mendapatkan aliran secara kontinyu selama 24 jam per hari. Akibatnya saat ini rata-rata jam pengaliran baru mencapai ± 15 jam/hari.

Total panjang perpipaan pada jaringan distribusi saat ini adalah ± 2.000

km, terdiri dari beberapa jenis pipa yaitu Steel, DCIP, ACP, HDPE, PVC & GIP, dengan diameter terbesar 1.000 mm dan terkecil 50 mm. Jenis terbanyak yang terpasang saat ini adalah PVC (± 590 km), Steel (± 598 km),

ACP (± 65 km), serta GIP (± 60 km). Pada dasarnya perpipaan tersebut dipasang pada beberapa periode tahun pemasangan. Sebanyak ± 400 km dipasang pada masa pemerintahan Belanda (tahun 1920 an), ± 450 km

pada BAWS-1 (tahun 1980), ± 1200 km pada proyek BAWS-II (tahun 1990an) serta sisanya oleh rutin.

(58)

itu juga terdapat pipa asbestos cement sepanjang ± 63 km yang juga

sangat rentan terhadap kehilangan air serta disinyalir bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) sehingga perlu diganti. Berikut ini adalah pipa pipa yang terdapat di Kota Bandung dengan distrubusinya.

Tabel 7.23

Jenis Pipa, Diameter dan Panjang Pipa Distribusi

Jenis Pipa Diameter(mm) Panjang(m) Tahun Pemasangan Usia Kondisi

Steel Pipe

1.000,00 1,54 1980 29

800,00 532,00 1980 29

700,00 2,96 1980 29

600,00 5,55 1980 29

500,00 4,65 1980 29

900,00 1,41 1990 19

800,00 7,46 1990 19

700,00 4,96 1990 19

600,00 6,93 1990 19

500,00 9,64 1990 19

Jumlah 577,08 13.3% -

Asbestos Cement

Pipe

400,00 9,94 1980 29

350,00 6,56 1980 29

300,00 18,06 1980 29

250,00 14,66 1980 29

200,00 34,03 1980 29

150,00 49,34 1980 29

400,00 26,11 1990 19

300,00 9,23 1990 19

250,00 18,62 1990 19

Jumlah 186,53 54.3% -

DCIP 600,00 800,00 1980 29

Jumlah 800,00 0.2% -

CIP 800,00 5,10 1960 49

(59)

Jenis Pipa Diameter(mm) Panjang(m) Tahun Pemasangan Usia Kondisi

600,00 2,08 1960 49

500,00 2,38 1960 49

400,00 5,76 1960 49

350,00 1,20 1960 49

300,00 1,00 1960 49

250,00 4,28 1960 49

200,00 1,15 1960 49

150,00 875,00 1960 49

Jumlah 1.697,94 7.2% -

PVC 200,00 35,91 1990 19

150,00 50,01 1990 19

Jumlah 85,92 25.0% -

Jumlah Total 3.347,47

Sumber : Rencana Induk PDAM Kota Bandung Tahun 2009

Jumlah Pelanggan, Pemakaian Air dan Cakupan Pelayanan

Jumlah pelanggan selama 2 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu dari 153,936 SL pada tahun 2011 menjadi 153.665SL pada tahun 2012, pada tahun 2012 pertambahan jumlah pelanggan lebih kecil dibanding aktivitas penutupan pelanggan yang kena sangsi akibat pelanggan menunggak.

Tabel 7.24

Jumlah Pelanggan dan Volume Pemakaian Air

No Uraian Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

1

Jumlah Kehilangan Air

(sesuai hasil audit) (000

m3/tahun)

26.603.014 26.000.787 23.942.012

2 a. Jumlah Pelanggan 150.236 153.936 153.665

- Sosial dan Hidran Umum 2.109 2.054 1.953

- Rumah Tangga 126.442 122.542 122.205

- Instansi Pemerintah 2.427 2.338 2.309

- Niaga 18.785 26.476 26.713

(60)

No Uraian Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

- Khusus - - -

- Lain-lain - - -

b. Jumlah Pelanggan

Water Meter Tidak

7.777 8.241 8.514

6 Jumlah Air Terjual (000 35.062 35.888 39.233

- Sosial (000 m3/tahun) 1.316 1.278 1.250

- Rumah Tangga (000 24.897 24.193 26.467

- Instansi Pemerintah (000

m3/tahun)

3.078 2.950 3.279

- Niaga (000 m3/tahun) 5.356 7.194 7.989

- Industri (000 m3/tahun) 296 127 121

- Khusus (000 m3/tahun) - - -

- Lain - lain (000 m3/tahun) 119 146 120

Sumber : Bussines Plan PDAM Kota Bandung Tahun 2013 – 2017

Jumlah penjualan air selama 2 tahun terakhir mengalami peningkatan yaitu dari 35.888.185 m3 pada tahun 2011 kemudian menjadi 39.233.436 m3 pada tahun 2012. Penjualan air kepada pelanggan terbanyak adalah jenis pelanggan RumahTangga, yaitu sebesar 71% dari jumlah air terjual. Jumlah pelanggan selama 2 tahun terakhir mengalami penurunan yaitu dari 153,936 SL pada tahun 2011 menjadi 153.665SL pada tahun 2012, pada tahun 2012 pertambahan jumlah pelanggan lebih kecil dibanding aktivitas penutupan pelanggan yang kena sangsi akibat pelanggan menunggak.

Cakupan pelayanan pada tahun 2012 adalah sebesar 72,43% dari jumlah penduduk Kota 2.412.146 jiwa Rendahnya cakupan pelayanan tersebut karena adanya perluasan Kota Bandung ke wilayah Timur dan Wilayah Bandung Selatan.

Meter Pelanggan

(61)

unit di unit produksi dan 1 unit di distribusi. Kondisi tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan dan usia teknis meter itu sendiri.

Kontinuitas Pelayanan

Pelayanan ke pelanggan untuk sistem perpipaanpada saat ini jam operasi produksi air minum berjalan selama 24 jam dan operasi distribusi dilakukan selama 15,63 jam per hari

Kebocoran

Produksi air per 31 Desember 2012 mengalami penurunan sebesar 2,77% dibanding tahun 2011, dimana jumlah produksi pada tahun 2011 air sebesar 79.132.469 m3 menjadi 76.944.072 m3 pada tahun 2012.Sedangkan jumlah air yang didistribusikan mengalami penurunan yaitu dari 70.035.665 m3 pada tahun 2011 menjadi 69.249.665 m3 pada tahun2012 sebesar 786.000 m3 (angka pada RKAPP 2012), karena ada penurunan jumlah Produksi sebanyak 2,77% sebagai akibat kemarau yang cukup panjang pada tahun 2012.

Tabel 7.25

Kebocoran Air Kota Bandung

No. Uraian Tahun

2010

Tahun

2011

Tahun

2012

1 Kapasitas Terpasang (liter/detik) 2.937 2.937 2.937

2 Kapasitas Dioperasikan (liter/detik) 2.511 2.509 2.477

3 Kapasitas Menganggur /(liter/detik) 426 428 460

4 Operasi Produksi (Jam) 24 24 24

5 Operasi Distribusi (Jam) 16,5 15,61 15,63

6

Jumlah Produksi Air

- Produksi Instalasi PDAM (000 m3/tahun)

- Pembelian Air dari Pihak Lain (000 m3/tahun)

79.176

-

79.132

-

76.944

-

7 Jumlah air didistribusikan (000 m3/tahun) 70.226 70.035 69.249

Gambar

Tabel 7.4
Tabel 7.5 Data Kondisi RSH Kota Bandung
Tabel 7.7
Gambar 7.1 Kondisi Kawasan Kumuh Kota Bandung (Eksisting)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun judul laporan akhir ini adalah “ Kontrol On-Off Aerator Pada Robot Mobil Penyiram Tanaman Berbasis Mikrokontroller ATMega 8535 Dengan Kendali Android ”. Selama

5FMBIEJMBLVLBOQFOFMJUJBOUFOUBOHQFOHHVOBBO NFEJB QFSNBJOBO NPOPQPMJ NFMBMVJ QFNCFMBKBSBO LPPQFSBUJG QBEB NBIBTJTXB GJTJLB 'BLVMUBT 5BSCJZBI EFOHBO LPOTFQ UBUB TVSZB 1FOFMJUJBO

Dengan cara yang sama dapat pula digunakan untuk menentukan status desa secara lebih rinci dari kelompok desa tidak miskin, ke dalam kelompok. amat kaya, kaya,

teknik seperti shot peening atau surface rolling. Dengan proses shot peening, lapisan permukaan bahan akan mengalami deformasi plastis sampai kedalaman tertentu

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara data demografi dengan pengetahuan dan tidak ada pengaruh yang signifikan

terasa sa sus susah ah seka sekali. Pas Pasien ien ug uga a men mengata gatakan kan seri sering ng ter' ter'ang angun un dar darii tidurna ter'angunna

Sedangkan gambaran empati siswa berdasarkan perhitungan analisis deskriptif dan hasil wawancara dengan wali kelas, dapat diketahui bahwa setelah diberikan layanan penguasaan

Anak didik di Taman Siswa tidak semua mendiami wisma, hanya anak didik yang perlu mendapat didikan keluarga yang baik dikarenakan keadaan keluarganya sendiri yang tidak