• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Spesifik Dalam Pengobatan terapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penyakit Spesifik Dalam Pengobatan terapi "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Penyakit Spesifik Dalam Pengobatan Noviyantika br kaban

102011199 / D-3

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat

novinovinay@yahoo.co m

Pendahuluan

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh micobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai-sel. Penyakit biasnya terletak diparu, tetapi mengenai organ lain. Dengan tidak adanya pengobatan yang efektif untuk penyakit yang aktif, biasa terjadi perjalanan penyakit yang kronik, dan berakhir dengan kematian. Tantangan berat untuk menemukan terapi yang optimal bagi penyakit yang disebakan oleh mikobakterium karena adanya AIDS, peningkatan tuberkulosis yang resisten terhadap banyak obat dan peka-obat, dan banyaknya antibiotik baru dengan potensial anti mikroba. Pada makalah ini akan membahas penanganan pasien tuberkulosis serta obat-obat yang digunakan untuk pengobatan tuberkulosis.

Pembahasan Anamesis

(2)

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak didalam, akan sulit menemukan kelaianan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4cm kedalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Secara anamesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks luas. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didaptkan juga suara napas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terjadi kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan mearik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan ateri pulmonalis(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya cor pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini akan didaptkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardi sianosis, right ventriculer lift, right atrial gallop, murmur graham stell, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat mengenai pleura sering teberntuk efusi pleura. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai denan didaptkannya kelaianan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif.2

(3)

Pemeriksaan ini membutuhkan biaya yg lebih di bandingkan dengan pemeriksaan sputum. Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobu bawah (bagian inferior) atau didaerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial). Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma. Pada kavitas bayangan berupa cincin yang mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tampak seperti bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis tampak seperti fibrosis yang luas disertai dengan penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberculosis milier terlihat bercak-bercak halus umumnya tersebar merata pada seluruh lapang pandang paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tubkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema),bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks). Pada satu dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotic,klasifikasi kavitas(non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis emfisema.

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Hasil kadang-kadang meragukan, tidak sensitive juga tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru dmulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal. Laju endap darah mulai turun ke normal lagi.

Sputum

(4)

atau batuk non produktif. Dalam hal ini pasien dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak +2 liter dan dianjurkan melakukan reflex batuk.

Tes Tuberkulin

Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberculose, M.bovis dan Mycobacteria lainnya. Dasar tes tuberculin adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen maupun tidak (Mycobacterium dan BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody humoral yang dalam peranannya akan menekankan antibody selular. Bila pembentukan antibody selular cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibody humoral amat berkurang, maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan. Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody seluler dan antigen tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibody selular dan antigen tuberculin amat dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar pengaruh antibody humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes mantoux ini di bagi dalam :

1. Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negative = golongan no sensitivity. Di sini peran antibody humoral masih menonjol;

2. Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran antibody humoral masih menonjol;

3. Indurasi 10-5 mm : Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini peran kedua antibody seimbang;

4. Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Disini peran antibody selular paling menonjol.

(5)

Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam, menggigil, keringat malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunana berat badan. Berdasarkan CDC, kasus TB diperkuat dengan kultur bakteriologi organism M.tuberculosis yang positif. Seseorang yang dicurigai TB harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan fisik, tes tuberculin mantoux, foto toraks, dan pemeriksaan bakteriologi atau histology. Tes tuberculin harus dilakukan pada semua orang yang di curigai menderita TB aktif, namun nilai tes tersebut dibatasi oleh reaksi negative palsu, khsusnya pada seorang dengan imuno supreif(missal, TB dengan infeksi HIV). Sangat penting untuk menanyakan orang yang diduga terkena TB tentang riwayat terpajan dan infeksi TB sebelumnya. Harus dipertimbangkan juga factor-faktor demografi (missal negara asal, usia, kelompok etnis atau ras) dan kondisi kesehatan (misalnya, infeksi HIV) yang mungkin meningkatkan risiko seseorang untuk terpajan TB. Obat-obat yang digunakan untuk mengobati tuberkulosis digolongkan kedalam obat pertama dan baris kedua. Obat anti tuberkulosis baris pertama adalah yang paling efektif dan dianggap sangat penting untuk tiap regimen terapi jangka pendek. Dua obat dalam kategori ini adalah isoniazid dan rifampin. Obat anti tuberkulosis baris kedua secara klinis kurang efektif dan insidensi reaksi obat yang berat juga jauh lebih tinggi. Obat ini jarang digunakan pada terapi hanya diberikan oleh individu yang berpengalaman.2

MDR (Multi drug-resistance)

M. tucerkulosis yang resisten minimal terhadap Rifampisin dan INH secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lainnya. Kebal terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan rifampicin secara bersamaan.

XDR (Extensive drug-resistance)

TB-MDR ditambah kekebalan terhadap salah satu obat golongan fluorkuinolon dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)

Total drug resisten ( Total DR ) :

(6)

dunia, menekankan perlunya langkah-langkah kontrol tambahan, seperti baru diagnostik metode, obat yang lebih baik untuk pengobatan, dan vaksin yang lebih efektif. MDR-TB, yang didefinisikan sebagai perlawanan terhadap sedikitnya rifampisin (RIF) dan isoniazid (INH), adalah sebuah peracikan. Faktor untuk pengendalian penyakit, karena pasien menyimpan strain MDR M. tuberculosis perlu dimasukkan ke dalam rejimen pengobatan alternatif yang melibatkan obat lini kedua yang lebih mahal, lebih toksik, dan kurang efektif. Selain itu, masalah luas resistan terhadap obat (XDR) strain baru-baru ini telah diperkenalkan. Strain ini, selain menjadi MDR, awalnya didefinisikan sebagai memiliki ketahanan untuk setidaknya tiga dari enam kelas utama dari obat lini kedua (aminoglikosida, polipeptida, fluoroquinolones, thioamides, cycloserine, dan paraaminosalicylic acid). Baru-baru ini, pada pertemuan konsultasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) global Satuan Tugas XDR-TB, yang diselenggarakan di Jenewa, definisi kasus laboratorium revisi disepakati: "XDR-TB adalah TB menunjukkan resistan terhadap sedikitnya rifampisin dan isoniazid, yang merupakan definisi MDR-TB, di samping fluorokuinolon apapun, dan setidaknya 1 dari 3 suntik berikut obat yang digunakan dalam pengobatan anti-TB:. kapreomisin, kanamisin dan amikasin. XDR-TB sekarangmerupakan ancaman yang muncul untuk kontrol penyakit dan penyebaran lebih lanjut dari obat resistensi, terutama pada pasien yang terinfeksi HIV, seperti baru-baru ini dilaporkan. Untuk alasan ini, deteksi cepat resistensi obat untuk kedua pertama dan secondline obat anti-TB telah menjadi komponen kunci dari program pengendalian TB.3 Etiologi

(7)

merupakan tambahan yang penting yang dapat menimbulkanefeknya melalui kerja primernya pada makrofag penjamu. Mikobakterium mengandung suatu kesatuan antigen polisakarida dan protein, sebagian mungkin spesifik spesies tetapi yang lainnya secara nyata memiliki epitope yang luas di seluruh genus. Hipersensitivitas yang diperantarai sel khas untuk tuberculosis dan merupakan determinan yang penting pada pathogenesis penyakit.2

Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat dilacak sampai ribuan tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba, penyakit ini dikenal sebagai penyebab kematian yang menakutkan. Sampai pada saat Robert Koch menemukan penyebabnya, penyakit ini masih termasuk penyakit yang mematikan. Istilah saat itu untuk penyakit yang mematikan ini adalah “consumption”. Saat itu, masih dianut paham bahwa penularan TB adalah melalui kebiasaan meludah di sembarang tempat dan ditularkan melalui debu dan lalat. Hingga tahun 1960, paham ini masih dianut di Indonesia.

Di negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika Utara, angka kesakitan maupun angka kematian TB paru pernah menurun secara tajam. Di Amerika Utara, saat awal orang Eropa berbondong-bondong bermigrasi ke sana, kematian akibat TB pada tahun 180 sebesar 650 per 100.000 penduduk, tahun 186o turun menjadi 400 per 100.000 penduduk, di tahun 1900 menjadi 210 per 100.000 penduduk, pada tahun 1920 turun lagi inenjadi 100 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 1969 turun secara drastis menjadi 4 per 100.000 penduduk per tahun. Angka kematian karena tuberkulosis di Amerika Serikat pada tahun 1976 telah turun menjadi 1,4 per 100.000 penduduk.4

Patofisiologi

Tuberkulosis Primer

(8)

Kebanyakan partikel ini akan mati dan dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan di sebut sarang primer atau afek primer atau sarang (focus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tuluang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbl peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local), dan juga diikuti pembesaran getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi; Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic, klasifikasi hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan kurang lebih 10 % di antaranya dapat terjadi reaktivasi lagi kuman yang dormant; Berkomplikasi dan menyebar secara :

a. Perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya

b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru yang disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus

c. Secara limfogen ke organ-organ tubuh lainnya d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya Tuberkulosis Sekunder

Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (tuberculosis sekunder). TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. TB sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru(bagian apical-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru.

(9)

Keluhan yang dirasakan pasien tuberku-losis dapat bermacam-macamatau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :

Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbulkembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini masih dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk. Batuk/batuk darah

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Sesak napas

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadinya gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/ melepaskan napasnya.

Malaise

(10)

Penatalaksanaan medika mentosa

Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalamjangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. CDC (2000a) melaporkan bahwa perhatian baru dipusatkan pada pentingnya infeksi laten TB sebagai sesuatu yang penting dalam mengontrol dan menghilangkan TB di Amerika Serikat.

The American Thoracic Society (ATS) (2000) menekankan tiga prinsip dalm pengobatan TB yang berdasarkan pada: (1) regimen harus termasuk obat-obat multipel yang sensitif erhadap mikroorganisme, (2) obat-obatan harus diminum secara teratur, dan (3) terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman pada waktu yang paling singkat. Pada tahun 1994 CDC dan ATS mempublikasikan petunjuk naru untuk pengobatan penyakit dan infeksi TB, yaitu:

1. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (hidrazida asam isonikotinat (INH)), rifampisin, dan pirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH dan rifampisin selama 4 bulan adalah regimen yang direkomendasikan untuk terapi awal TB pada pasien yang organismenya sensitif terhadap pengobatan. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman matanya) seharusnya termasuk dalam regimen awal himgga terdapat hasil studi kerentanan obat (yaitu, kurang dari 4% resistensi primer terhadap INH dalam masyarakat; pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan anti TB, tidak berasal dari negara dengan prevalensi tinggi resistensi obat, dan diketahui belum pernah terpajan dengan kasus resistensi obat). Empat obat ini, berupa regimen 6 bulan adalah efektif bila oraganisme yang menginfeksi tersebut resisten tehadap INH.

2. INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitif pada orang yang tidak boleh atau tidak bisa mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman penglihatannya) seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi obat. Bila resistensi INH telah terlihat, rifampisin dan etambutol harus diminum secara terus menerus minimal selama 12 bulan.

3. Mengobati semua pasien dengan DOT adalah rekomendasi utama.

(11)

5. INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan pirazinamid untuk 2 bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasa dengan TB aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negatif, bila terdapat sedikit kemungkinan resitensi obat.4

DOTS (directly observed treatment, short-course)

Dot ialah strategi program pemberantasan TB yang direkomendasikan oleh WHO untuk memastikan mencapai hasil penyembuhan pasien TB yang tinggi. Strategi observasi langsung pada program ini maksutnya satu pengawas makan obat (PMO) melihat pasien menelan obat anti TB yang diberikan. Hal ini menjamin bahwa pasien menelan obat yang benar, dosis benar, dan pada interval waktu yang benar. Karena semua pasien diobati dengan regimen jangka pendek (short course) maka DOTS merupakan strategi yanh dianjurkan, kecuali terdapat kontraindikasi untuk rifampisin.5

Obat antituberkulosis baris pertama

(12)

dibawah 200mg/hari. Efek samping, dua efek samping isoniazid yang terpenting adalah hepatotoksisitas dan neuropati perifer. Rifampin, merupakan antituberkulosis kedua terpenting dengan kemampuan melawan M tuberkulosis sebanding dengan isoniazid. Rifampin juga aktif terhadap organisme lain secara luas, antara lain bakteri gram positif dan gram negatif. Rifampin merupakan antibiotik makrosiklik kompleks yang larut lemakyang diserap cepat baik secara oral maupun intervena. Kadarnya dalam serum sebesar 10 hingga 20 ml tercapai setelah dosis oral standar 600mg. Mekanisme kerja, rifampin memiliki efek bakterisidal intraseeluler dan esktraseluler. Obat ini menghambat sintesis RNA dengan mengikat dan menghambat RNA polimerase tergantung DNA secara spesifik. Strain M tuberkulosis ataupun M kansasi dan M marinum yang rentan dihambat dengan kadar 1 mu atau kurang. Efek samping, walaupun obat ini ditoleransi baik, pasien penyakit hati kronik , terutama alkoholisme dan usia tua, tampaknya beresiko tinggi untuk reaksi efek samping obat yang paling sering terjadi, yaitu hepatotoksik. Resistensi rifampin terjadi akibat mutasi spontan yang diuga mempengaruhi pengangkutan dinding sel (resistensi tingkat rendah) maupun polimerase RNA (resistensi tingkat tinggi)

Obat antituberkulosis baris kedua

(13)

pada pasien yang tidak dapat mentoleransi streptomisin karena hipersensitvitas ataupun yang isolatnya menunjukan resiten streptomisin. Kanamisin dan amikasin kedua obat ini adalah aminoglikosida yang dikenal baik yang bersifat bakteridal terhadap oragnisme ekstraseluler. Kanamisin jarang digunakan karena toksisitasnya yang jauh lebih besar. Dosis yang biasa dipakai adalah 10mg/kg secara intramuskular atau intravena tiga sampai lima kali seminggu, dengan dosis harian maksimum 0,5g.6

Tatalaksana untuk kasus yang gagal dengan regimen terapi kategori I

Pada umumnya gagal terapi dengan regimen kategori I probabilitas tinggi terjadi MDR (multidrug-resisten), terutama bila dilaksanakan dengan terapi DOT dan menggunakan rifampisin dalam terapi fase lanjutan. Regimen terapi kategori II kurang efektif untuk mengobati kasus TB-MDR (hanya sekitar 50% kasus sembuh) dan dapat menyebabkan penigkatan resistensi obat. Pada kasus yang gagal dengan dengan terapi regimen kategori I, proporsi TB-MDR tinggi, perlu dipertimbangkan untuk mengatasi kasus tersebut denga terapi regimen kategori IV, yang memerlukan DST (individualized drug resistence surveilance) atau data DRS (drug resistence surveilance) yang representatif dari pasien. Regimen kategori IV hanya dilakukan pada program DOTS dan dirancang khusus untuk situasi setempat misalnya:pola resistensi, riwayat penggunaan obat, sumber daya manusia dan dana.4

Penilaian hasil pengobatan

Penilaian hasil pengobatan tuberkulosis dengan BTA postif paling baik dilakukan setiap bulan sampai hasil pemeriksaaan BTA negatif. Pada pengobatan jangka pendek biasanya 80% hasil pemeriksaan BTA akan negatif dalam waktu 3 bulan. Kalau tidak, harus dilakukan penilaian ulang. Uji resistensi, paduan terapi harus diubah dengan memasukan paling sedikit dua obat yang masih efektif terhadap basil yang resisten. Pemeriksaan sputum dilakukan setiap bulan sampai hasil pemeriksaan BTA negatif. Pasien yang telah menyelsaikan pengobatan dengan paduan pengobatan 6 bulan atau 9 bulan tidak perlu secara rutin diikuti terus. Secara pengidap basil resisten perlu diamati lebih lanjut.

Pengobatan ulang

(14)

langsung pada pemberian obat. Kegagalan pada pengobatan awal biasanya disertai adanya basil resisten. Kambuhan setelah pengobatan yang berhasil sering disebabkan oleh galur basil yang sama dengan hasil yang diisolasi selama pengobatan. Pengobatan ulang dalam kasus ini juga menambahkan dua obat yang aktif terhadap basil tersebut. Bila basil resisten terhadap INH, maka pemberian rifampisin bersama etambutol biasanya akan memadai, ada penulis yang mengajukan penambahan pirazinamid, ada pula yang menganjurkan penggunaan streptomisin 1 gram/hari (30mg/kgBB per hari) selama 6-8 minggu pertama sebelum mendapatkan hasil uji kepekaan. Karena resistensi terhadap rifampisin relatif jarang, maka rifampisin merupakan salah satuobat yang harus diberikan. Bila terjadi resistensi multipel, harus ditangani secara individu.5

Penutup

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. Anamesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: penerbit erlangga;2007.h.100 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Ed.5. Jakarta: Interna Publishing;2009.h.2230

3. Palumino JC, Ritacco V. Tuberculosis 2007. Brazil: Universitas Federal de Sao Paulo;2007.h.635.

4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2012.h.852

5. Gunawan SG, Neefriadi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Ed.5. Jakarta: badan penerbit FKUI;2011.h.626-630.

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan adanya kemajuan di bidang pendidikan dan pengajaran serta kebutuhan akan tercapainya tujuan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) yang sesuai dengan kurikulum

(1) Untuk penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 yang diterima secara elektronik, Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang

Sehubungan dengan dasar tersebut di atas, pada intinya Rumah Sakit Dik Pusdikkes tidak keberatan untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan ( PKL )

wajib untuk itu bagi anda yang kehilangan momen OPEN pada level 50, jangan berkecil hati karena kesempatan masih banyak, tetapi perlu di ingat adalah waspada,

Gejala somatik antara lain: penderita kelihatan tidak senang, lelah, tidak bersemangat, apatis, bicara dan gerak geriknya pelan, terdapat anoreksia, isomnia, dan

32/2007 Bukit Raya Menjadi Wil Kec Tanah Pinoh Barat Perbub No. 50/2011 Lintah Taum Menjadi Wil Kec Tanah Pinoh Barat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati dan melihat kebisingan dan getaran yang terjadi pada mesin petik teh serta beban kerja pada operator mesin petik

Posisi kaki kanan berada di depan dan bersamaan dengan gerak tangan, di hentakkan maju kemudian kaki kiri maju satu langkah sejajar dengan kaki kanan bersamaan dengan kedua tangan