BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk
menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank
telah berkembang sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan sektor
perekonomian di Indonesia yang semakin cepat. Menurut Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) disebutkan bahwa
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
Bank dalam melakukan kegiatan perbankan harus mampu memenuhi
semua kewajibannya dengan baik, dengan cara-cara yang diatur dalam peraturan
perbankan yang berlaku. Bank juga harus mempunyai kemampuan untuk
menghimpun dana dari masyarakat, kemampuan untuk mengelola dana, dan
kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat.
Bank mempunyai tugas utama dalam kegiatan usahanya yaitu
penghimpunan dana dan penyaluran dana. Penyaluran dana hanya dapat terjadi
apabila dana telah dihimpun. Bank dalam melakukan penghimpunan dana
dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat pada bank, dengan adanya kepercayaan
masyarakat terhadap suatu bank maka nasabah akan lebih percaya untuk
berpengaruh karena dengan adanya pelayanan yang baik kepada penyimpan dana
maka penyimpan dana akan merasa dihormati sehingga penyimpan dana merasa
senang untuk menyimpan dananya pada bank tersebut.
Bank adalah sebagai lembaga intermediasi, dimana proses pemberian dana
dari unit surplus (penabung) untuk selanjutnya disalurkan kepada unit defisit
(peminjam) yang terdiri dari sektor usaha, pemerintah dan individu/rumah
tangga.1
Sejalan dengan perkembangan waktu maka kebutuhan masyarakat
terhadap jumlah barang dan jasa juga semakin meningkat, kegiatan transaksi tidak
dapat lagi dilakukan dengan pertemuan langsung oleh para pihak setiap hari
sehingga memerlukan pihak perantara untuk mempermudah transaksi tersebut.
Perantara dalam hal ini disebut dengan lembaga keuangan.2
Lembaga keuangan mempunyai peran penting terhadap kegiatan
perekonomian yang terjadi pada masyarakat. Lembaga keuangan merupakan
lembaga perantara keuangan yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat secara efektif untuk memberikan kelancaran dalam perekonomian.
Lembaga keuangan sebagai suatu perantara keuangan dapat memungkinkan
terjadinya suatu aliran dana dari pihak yang kelebihan dana sebagai pemberi
pinjaman kepada pihak yang kekurangan dana sebagai peminjam.3
Bank merupakan lembaga keuangan yang dalam usahanya dapat
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam peredaran uang. Sedangkan pengertian
lembaga keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di
1
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan
(Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hlm. 6. 2
Y. Stri Susilo, Bank & Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hlm. 4.
3
bidang keuangan, menarik uang dari masyarakat dan menyalurkan kepada
masyarakat. Bank adalah suatu lembaga keuangan yang berusaha dalam bidang
penerimaan-penerimaan kewajiban keuangan, sehingga dapat meluaskan
pemberian kredit. Tujuan bank sebagai penghimpun dan penyalur dana dalam
masyarakat adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka
untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Selain dari fungsi penting bank, terdapat pula jenis-jenis layanan bank
yang diberikan kepada masyarakat, yang salah satunya adalah Pemindahan uang.
Bank umum menjalankan usaha memindahkan uang baik untuk kepentingan
sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.4 Pemindahan uang ini disebut juga
dengan kegiatan transfer dana.
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana
(selanjutnya disebut UU Transfer Dana), transfer dana adalah rangkaian kegiatan
yang dimulai dengan perintah dari pengirim asal yang bertujuan memindahkan
sejumlah dana kepada penerima yang disebutkan dalam perintah transfer dana
sampai dengan diterimanya dana oleh penerima. Transfer dana adalah bentuk
fasilitas jasa yang diberikan bank kepada nasabah dalam hal mempermudah
mengirim uang dengan cara elektronik. Penggunaan jasa transfer dana yang
diberikan oleh bank tentu saja dapat mempermudah nasabah dalam melakukan
kegiatan usahanya dan dengan adanya kecanggihan teknologi yang dimiliki bank,
nasabah dapat terlayani dengan baik. Akan tetapi pada kenyataannya penggunaan
transfer dana sering terjadi kesalahan sehingga dapat merugikan nasabah.
4
Ketentuan penyelenggara transfer dana juga telah ditentukan di dalam
Pasal 1 angka 2 UU Transfer Dana yang menyebutkan Penyelenggara Transfer
Dana, yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Bank dan badan usaha
berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang menyelenggarakan kegiatan
Transfer Dana.
Dengan adanya jasa transfer dana yang disediakan oleh bank maka
nasabah memperoleh keuntungan untuk dapat melakukan transaksi perdagangan
yang lancar dengan pihak lain, memudahkan transaksi pembayaran kepada pihak
lain, dan yang terpenting keamanan nasabah dalam melakukan pemindahan uang
lebih terjamin dikarenakan kegiatan transfer dana dilakukan secara elektronik.5
Keuntungan yang didapat dari transfer dana dan penggunaannya yang
mudah dilakukan oleh nasabah membuat jasa transfer dana ini menjadi suatu
kebutuhan tertentu. Tetapi pada kenyataannya transfer dana juga menimbulkan
sedikit masalah atau timbulnya keluhan dari nasabah ketika mesin yang digunakan
untuk melakukan transfer dana tersebut mengalami gangguan seperti offline, rusak
bahkan dapat terjadinya pemblokiran rekening yang dilakukan oleh pihak bank.
Permasalahan ini sudah menjadi umum bagi kalangan nasabah akan tetapi
kerugian yang ditimbulkan kepada nasabah sering kali dikarenakan adanya
pemblokiran rekening dari pihak bank sendiri.
Pemblokiran rekening nasabah oleh pihak bank cukup memiliki kesalahan,
bisa saja dari kepentingan bank misalnya terjadi suatu tindak pidana pencucian
uang sehingga rekening nasabah tersebut harus diblokir oleh pihak bank dan bisa
saja dari kepentingan nasabah itu sendiri, yang dikarenakan adanya pembobolan
5
rekening sehingga rekening nasabah juga diblokir. Alasan pihak bank untuk
melakukan pemblokiran dengan argumen hukum adalah alasan yang cukup kuat,
namun apabila pemblokiran tersebut dilakukan tanpa ada argumen hukum yang
jelas maka hanya akan merugikan nasabah bahkan dapat menimbulkan sejumlah
kerugian dari segi lain, apalagi pemblokiran tersebut dilakukan oleh pihak bank
tanpa adanya pemberitahuan kepada pemilik rekening atau nasabah. Dengan
adanya pemblokiran rekening maka kerugian yang dialami nasabah pastinya
berdampak domino, tidak bisa melakukan penarikan dana, melakukan
pen-transferan dana, apalagi melakukan penyimpanan dana. Tidak ada pihak yang mau
disalahkan, namun dengan jalur hukum para pihak dapat menentukan siapa yang
telah melakukan kesalahan apakah bank yang sepihak melakukan pemblokiran
atau nasabah yang telah mengalami kerugian akibat adanya pemblokiran rekening.
Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap jasa yang diberikan kepada
konsumen pada prinsipnya harus dilaksanakan dengan baik akan tetapi pelaku
usaha tersebut dapat melepaskan tanggung jawabnya karena keadaan-keadaan
tertentu yang pada akhirnya pelaku usaha tidak harus bertanggungjawab atas
kerugian yang ditimbulkan kepada konsumen. Nasabah/konsumen dalam hal ini
yang mengalami kerugian akibat terjadinya pemblokiran rekening, sebenarnya
merupakan tanggung jawab bank/pelaku usaha, akan tetapi pada awal pembukaan
rekening tentu saja bank memberikan syarat-syarat tertentu.
Terkait dengan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kegiatan
transfer dana ini, baik yang disebabkan oleh pihak bank sendiri maupun oleh
Niaga Syariah, Tbk dengan Rosman M dalam perkara di Badan Penyelesain
Sengketa Konsumen (BPSK) yang kemudian berakhir di pengadilan.
Adapun perkara tersebut adalah mengenai kerugian yang dialami oleh
Rosman M dikarenakan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan
akibat adanya pemblokiran rekening. Rosman M awalnya telah menyelesaikan
sengketa ini melalui BPSK akan tetapi Rosman M tidak puas dengan putusan
yang telah ditetapkan oleh BPSK dan Pengadilan Negeri. Oleh karena itu Rosman
M mengajukan kasasi sehingga dalam hal ini Rosman M menjadi Pemohon
Kasasi dan PT. Bank Cimb Niaga menjadi Termohon Kasasi.
Masalah-masalah yang muncul atas pemblokiran rekening milik nasabah
pada putusan Mahkamah Agung Nomor: 43 K/Pdt.Sus/2013 ini tentu saja menjadi
kajian yang menarik, sehingga penting dan perlu diteliti untuk melihat sejauh
mana peraturan-peraturan yang ada dapat memberikan kepastian hukum atas
dampak kerugian yang ditimbulkan dan juga untuk mengetahui sejauh mana
peraturan-peraturan yang ada dapat memberikan perlindungan hukum terhadap
dana milik nasabah.
B. Rumusan Masalah
Adapun 3 permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini, yaitu:
1. Bagaimanakah perlindungan konsumen dalam penggunaan jasa perbankan?
2. Bagaimanakah bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha jasa kepada
konsumen atas kerugian yang dialami akibat pemakaian jasa?
3. Bagaimanakah tanggung jawab bank atas pemblokiran rekening nasabah secara
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
Adapun tujuan dari tulisan ini diangkat adalah:
1. Untuk mengetahui perlindungan konsumen dalam penggunaan jasa perbankan.
2. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha jasa kepada
konsumen atas kerugian yang dialami akibat pemakaian jasa.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab bank atas pemblokiran rekening nasabah
secara sepihak dalam putusan Mahkamah Agung No.43 K/Pdt.Sus/2013.
Adapun manfaat dari tulisan ini diangkat adalah:
1. Manfaat teoritis
Memberikan pengetahuan yang besar bagi penulis sendiri mengenai
pertanggungjawaban bank atas pemblokiran rekening nasabah bank di
Indonesia serta dalam pembangunan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu
hukum ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan hukum perlindungan
konsumen.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan kontribusi terhadap masyarakat untuk dapat mengetahui
pertanggungjawaban bank atas pemblokiran rekening nasabah bank;
b. Memberikan masukan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya hukum perusahaan dan juga memberikan pemahaman pada
pihak terkait seperti; praktisi hukum, praktisi legal corporate, dan juga
D. Keaslian Penulisan
Skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Bank Atas Pemblokiran
Rekening Nasabah Bank (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.43
K/Pdt.Sus/2013)” ini disusun berdasarkan pengumpulan bahan-bahan baik berupa
bahan pustaka, undang-undang, peraturan perlindungan konsumen, maupun
peraturan lainnya yang berkaitan dengan perlindungan konsumen dan lembaga
lainnya, yang diperoleh dari perpustakaan, media cetak, serta media elektronik.
Sehubungan dengan keaslian judul ini, penulis telah melakukan pemeriksaan pada
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan
bahwa judul skripsi ini belum pernah ditulis oleh orang lain di lingkungan
Universitas Sumatera Utara maupun di lingkungan universitas/perguruan tinggi
lainnya dalam wilayah Republik Indonesia. Apabila di kemudian hari, ternyata
terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam berbagai tingkat
kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat dimintakan
pertanggungjawaban.
E. Tinjauan Kepustakaan
Tujuan perlindungan konsumen diatur pada Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut
UUPK) menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
juga mengatur hak-hak konsumen, dalam hal ini tentunya menyangkut tentang
hak-hak asasi konsumen. Penegakan Hak Asasi Manusia bukan semata-mata
untuk kepentingan manusia sendiri akan tetapi yang terpenting adalah diakui dan
dihormatinya martabat kemanusiaan setiap manusia, tanpa membedakan strata
sosial, status sosial, status politik, etnik, agama, keyakinan politik, budaya ras,
golongan dan sejenisnya.6 Hal ini terlihat jelas dalam mukadimanya, yaitu:7
”bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan
kesadaran pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang
bertanggung jawab.” Selanjutnya tujuan perlindungan konsumen, adalah untuk
6
Wulanmas Frederik, Aktualisasi Hukum Perlindungan Konsumen (Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro, 2010), hlm. 14.
7
mengangkat harkat hidup dan martabat konsumen, yaitu dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa.8
Menurut Pasal 1 angka 1 UUPK yang dimaksud perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Dalam ruang lingkup perlindungan konsumen
terdapat dua pihak yang melakukan hubungan hukum yaitu konsumen dengan
pelaku usaha. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.9 Sedangkan
pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.10
Pasal 1 angka 4 UUPK menyatakan bahwa barang adalah setiap benda
baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak,
dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Jasa
adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.11
8
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen (Bandung: Nusa Media, 2010), hlm. 48. 9
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka 2.
10
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka 3.
11
Menurut Pasal 1 angka 1 UU Perbankan yang dimaksud dengan perbankan
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Perbankan mempunyai fungsi utama yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat.12
Bank selain melakukan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga
menyediakan beberapa layanan jasa perbankan. Bentuk jasa perbankan salah
satunya adalah jasa pemindahan uang, yaitu dengan adanya perintah dari si
pemilik dana untuk mengirimkan sejumlah dana kepada si penerima. Pemindahan
uang dalam hal ini disebut juga dengan transfer dana.
Di dalam transfer ada berupa dana yang dikirimkan dari satu pihak ke
pihak lain, dana ini juga sering disebut dengan uang dalam jumlah nominal
tertentu. Pasal 1 angka 4 UU Transfer Dana, menyebutkan dana adalah:
1. Uang tunai yang diserahkan oleh pengirim kepada penyelenggara penerima;
2. Uang yang tersimpan dalam rekening pengirim pada penyelenggara penerima;
3. Uang yang tersimpan dalam rekening penyelenggara penerima pada
penyelenggara penerima lain;
4. Uang yang tersimpan dalam rekening penerima pada penyelenggara penerima
akhir;
5. Uang yang tersimpan dalam rekening penyelenggara penerima yang
dialokasikan untuk kepentingan penerima yang tidak mempunyai rekening
pada penyelenggara tersebut dan/atau;
12
6. Fasilitas cerukan (overdraft) atau fasilitas kredit yang diberikan penyelenggara
kepada pengirim.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah mengatur upaya
penyelesaian yang dapat ditempuh oleh pelaku usaha dan konsumen yang
bersengketa baik melalui pengadilan maupun diluar pengadilan yaitu melalui
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut BPSK). Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.13
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis
dan kontruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten.
Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah
berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.14
Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Spesifikasi penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian normatif dapat dikatakan juga dengan penelitian sistematik hukum
sehingga bertujuan mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian
pokok/dasar dalam hukum, yakni pertanggung jawaban bank atas pemblokiran
13
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1 angka 11.
14
rekening nasabah bank.15 Metode penelitian hukum normatif adalah untuk
mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai
suatu masalah yang tertentu. Penelitian ini juga dapat menjelaskan dan
menerangkan kepada orang lain dan bagaimana hukumnya mengenai peristiwa
atau masalah tertentu.16
Adapun sifat penelitian skripsi ini bersifat deskriptif analitis yang
merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan
menganalisis suatu peraturan hukum.17 Penelitian akan menguji, mengkaji
ketentuan-ketentuan penerapan peraturan yang mengatur tentang
pertanggungjawaban bank atas pemblokiran rekening nasabah bank. Jenis
penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan
kualitatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian dengan penelusuran
dokumen atau lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang
ada di perpustakaan.
2. Data penelitian
Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.18 Sumber data
di dapat dari Data Primer dan Data Sekunder. Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang diperoleh secara
tidak langsung.
a. Bahan hukum primer
15
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Rajawali, 1985), hlm. 15.
16
C. F. G Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir abad ke-20
(Bandung: Alumni, 1994), hlm. 140. 17
Soerjono Seokanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 63. 18
Diperoleh melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder berupa karya-karya ilmiah, berita-berita serta
tulisan dan buku yang ada hubungannya dengan permasalahan yang
diajukan.
c. Bahan hukum tertier
Bahan hukum tertier berupa bahan-bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia dan lain
sebagainya.
3. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah
dengan studi dokumen melalui penelusuran pustaka (library research) yaitu
mengumpulkan data dari informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah dan juga
perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian. Menurut M. Nazil
studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.19
4. Analisis data
19
Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data
berikut dengan analisisnya.20 Metode analisis data yang dilakukan adalah dengan
metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.
Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode
penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan
secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui
dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih
khusus.21 Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal
dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada
skesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum.22
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan ilmiah yang baik, maka penulisan skripsi ini
diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur dan terbagi dalam bab-bab
yang saling berkaitan satu sama lain.
Adapaun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini mengenai latar belakang penelitian, yang berisi alasan-alasan
penulis mengambil judul sebagaimana tercantum diatas. Uraian-uraian
dalam bab ini ditujukan sebagai penjelasan awal mengenai
terminologi-terminologi yang digunakan untuk mengemukakan
20
Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 69. 21
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 11.
22
permasalahan dalam mengidentifikasi masalah sebagai proses
signifikasi pembahasan. Disamping itu untuk mempertegas
pembahasan dicantum pula maksud dan tujuan serta kegunaan
penelitian.
BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PENGGUNAAN JASA
PERBANKAN
Bab ini menjelaskan bagaimana pengaturan perlindungan konsumen
dalam penggunaan jasa perbankan menurut Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia. Dalam
bab ini akan membahas secara normatif bagaimana landasan hukum
pengaturan perlindungan konsumen serta hak dan kewajiban
konsumen dan pelaku usaha, perbuatan yang dilarang bagi pelaku
usaha, dan pencantuman klausula baku di Indonesia.
BAB III BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA JASA
KEPADA KONSUMEN ATAS KERUGIAN YANG DIALAMI
AKIBAT PEMAKAIAN JASA
Bab ini menjelaskan bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha jasa
kepada konsumen atas kerugian yang dialami akibat pemakaian jasa
menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen serta upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen atas
kerugian yang muncul akibat pemblokiran rekening tersebut.
BAB IV TANGGUNG JAWAB BANK ATAS PEMBLOKIRAN REKENING
NASABAH SECARA SEPIHAK DALAM PUTUSAN
Bab ini menjelaskan tanggung jawab bank atas pemblokiran rekening
nasabah secara sepihak dalam putusan Mahkamah Agung No.43
K/Pdt.Sus/2013. Bab ini juga berisi kewenangan bank Persero dalam
melakukan pemblokiran atas rekening milik nasabah, serta bagaimana
tanggung jawab bank atas kerugian yang dialami nasabah akibat
adanya pemblokiran rekening tersebut.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan yang dikemukakan berdasarkan
permasalahan yang telah dibahas dan dianalisis, dalam bab ini juga
dikemukakan berbagai saran dari penulis sesuai dengan penelitian