• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disaster Management Models Using Knowledge Management Systems

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Disaster Management Models Using Knowledge Management Systems"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Disaster Management Models Using Knowledge

Management Systems

Tri Pudjadi

a)

,Wahyu Sardjono

b)

a),b) Information System Department School of Information Systems

BINUS University

Jl. K.H. Syahdan No. 9 Palmerah – Kemanggisan , Jakarta Barat, Indonesia

a)

tripujadi@binus.edu

ABSTRAK

Untuk mempercepat proses peningkatan ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana, umumnya dilakukan melalui pelatihan dengan menggunakan modalitas berupa panduan, standar penanganan, kearifan lokal, menggunakan media tatap muka, telekonferen, videokonferen, dan lainnya. Pelaksanaan kegiatan berbentuk transfer pengetahuan atau peningkatan kapasitas pihak yang berperan dalam usaha pengurangan resiko bencana. Dalam upaya meningkatkan kemampuan transfer pengelolaan bencana, dikembangkan Model Knowledge Management Systems (KMS) jaringan unggulan, yaitu solusi aplikasi yang dapat dikolaborasikan dengan penanggulangan bencana. Metode pengembangan berdasarkan konsep dalam mengumpulkan pengetahuan, mengelola pengetahuan dan mesdistribusikan kembali model penanggulangan bencana dan implikasinya pada masyarakat. Sedangkan metode dalam analisis dan perancangannya mengikuti langkah socialization, externalization, combination dan internalization seperti diuraikan pada model SECI. Hasil pengembangan model ini diharapkan dapat memfasilitasi dan meningkatkan efisiensi kegiatan pengurangan resiko bencana dengan cara berbagi (sharing) pengetahuan diantara para pelaku kegiatan seperti institusi pemerintah, swasta, organisasi masyarakat, individual, secara kemitraan yang menjamin keterpaduan dan keberlanjutan.

Kata Kunci :

jaringan unggulan, knowledge management systems, penanggulangan bencana

1.

PENDAHULUAN

Sejak tahun 2004, bencana alam yang melanda berbagai wilayah di Indonesia semakin meningkat baik dari sisi frekuensi maupun intensitasnya. Kerugian akibat bencana alam ini adalah berupa hilangnya jiwa manusia, kerusakan infrastruktur serta dampak negatif lainnya. Selain meningkatnya intensitas dan frekuensi kejadian bencana alam, faktor lain yang sangat berpengaruh adalah kerawanan wilayah karena padatnya penduduk yang tinggal di kawasan yang potensial terkena bencana alam. Usaha pengurangan resiko bencana alam menyangkut pengurangan bencana alamnya sendiri, maupun penurunan tingkat kerawanan di kawasan yang terkena dampak, termasuk di dalamnya adalah peningkatan ketahanan masyarakat. Bencana alam berupa gempa bumi sebelumnya juga terjadi pada tanggal 27 Mei 2006, yang disusul dengan bencana erupsi Merapi selama April sampai Juni 2006, serta erupsi pada periode bulan Oktober 2010, yang sungguh merupakan pembelajaran yang berharga bagi berbagai institusi pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat. Dalam rangka lebih mengefisiensikan kegiatan pengurangan resiko bencana tersebut, dipandang perlu untuk menghimpun berbagai pengetahuan dan pengalaman praktis, hasil penelitian, modal sosial, model sinergi, dan lainnya yang pernah, sedang, atau

akan dikembangkan, dan kemudian melakukan kegiatan berbagi (sharing) pengetahuan itu secara terpadu dan berkelanjutan.

Pengembangan kapasitas masyarakat dalam antisipasi dan mitigasi bencana alam, baik yang bersifat soft skill yaitu peningkatan pemahaman dan kesadaran bencana melalui berbagai media virtual ataupun kehadiran fisik, seperti halnya diskusi panel, seminar, lokakarya, training, pelatihan, maupun hard skill yaitu kecakapan mengani bencana, ketrampilan fisik dan lainnya, harus selalu diupayakan secara maksimal. Melalui pemanfaatan sistem dan teknologi informasi, knowledge management systems dapat dibangun untuk berbagi pandangan tentang pengalaman penanganan bencana, baik yang bersifat pengalaman praktis, kearifan lokal, model kolaborasi, ataupun hasil penelitian yang relevan dengan tujuan pengurangan resiko bencana.

Pengembangan modalitas material yang terkait dengan pengurangan resiko bencana, misalnya dengan membuat petunjuk, panduan, modul pelatihan, modul pemeriksaan kemanan bangunan, prosedur tetap, pembangunan berbagai peta spasial bencana, resiko, evakuasi, dan lainnya. Untuk itu perlu direncanakan dan dikelola melalui sarana informasi yang cepat dan terintegrasi serta mampu untuk dapat dilakukan diseminasi dan pengambilan keputusan strategis dalam penanggulangan bencana.

Melalui penelitian diharapkan dapat memfasilitasi dan meningkatkan efisiensi kegiatan pengurangan resiko bencana dengan cara berbagi (sharing) pengetahuan diantara para pelaku kegiatan seperti institusi pemerintah, swasta, organisasi masyarakat, individual, secara kemitraan yang menjamin keterpaduan

1.1

Knowledge Management

Informasi merupakan sekumpulan fakta dan gambaran, sementara pengetahuan terdiri dari pandangan dan interpretasi, yang dipersonalisasi dan mengacu pada situasi-situasi spesifik (Andriessen, 2006). Selain itu, apa yang disebut dengan informasi itu ditentukan oleh penerima, bukan pengirim. Informasi mengalir baik secara formal seperti memo, dan lainnya dan informal di organisasi. Sedangkan pengetahuan diturunkan dari pikiran saat kerja, dimana pengetahuan dapat berupa sebuah proses atau sebuah stok. Pengetahuan meliputi : perbandingan antara situasi, konsekuensi dan koneksi yang memungkinkan individu menghubungkan bagian pengetahuan (informasi) ke bagian lainnya (Gray, 2000).

(2)

sementara pengetahuan dapat diinternalisasi (tacit), terbangun di dalam diri individu. Langkah penciptaan diperlihatkan pada gambar 1, yaitu pengetahuan sebagai informasi yang terinternalisasi dan mampu dilakukan (actionable).

Gambar 1. Proses Penciptaan Pengetahuan

Sumber: Nonaka, Ikujiro. 1994

1.2

SECI

Menurut Setiarso (2009, p35) untuk mendukung proses aktivitas dan pengembangan SDM disuatu organisasi merupakan perwujudan dari model SECI (Socialization, Externalization, Combination, Internalization) milik Nonaka, digunakan perangkat teknologi yang ada di organisasi tersebut. Penjelasan tentang SECI sebagai berikut:

Sosialisasi

Proses sosialisasi antar SDM di perusahaan salah satunya dilakukan melalui pertemuan tatap muka (rapat, diskusi, dan pertemuan bulanan). Melalui pertemuan tatap muka ini, SDM dapat saling berbagi knowledge dan pengalaman yang dimilikinya sehingga tercipta knowledge baru. Rapat dan diskusi yang dilakukan secara berkala harus memiliki notulen rapat. Notulen rapat ini kemudian menjadi bentuk explicit (dokumentasi) dari knowledge. Di dalam sistem KM yang akan dikembangkan, fitur-fitur Collaboration, seperti e-mail, diskusi elektronik, communities of practice memungkinkan pertukaran tacit knowledge yang dimiliki seseorang sehingga perusahaan semakin mampu belajar serta melahirkan ide-ide baru, kreatif, dan inovatif. Perusahaan telah mendorong penggunaan intranet dan e-mail kepada seluruh karyawannya. Hal ini baik untuk dilakukan karena bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi, mempercepat proses aktivitas, dan menumbuhkan budaya belajar.

Eksternalisasi

Sistem KM akan sangat membantu proses eksternalisasi ini, yaitu proses untuk mengartikulasikan tacit knowledge akan menjadi suatu konsep yang jelas. Dukungan terhadap proses eksternalisasi ini, dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat (bentuk eksplisit dari knowledge yang tercipta saat diadakannya pertemuan) ke dalam bentuk elektronik untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada yang berkepentingan. Perusahaan telah mendatangkan expert untuk melakukan serangkaian kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya, yang tidak dimiliki oleh perusahaan. Dengan mendatangkan expert, akan terdapat knowledge baru dalam perusahaan yang dapat dipelajari, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya.

Kombinasi

Proses konversi knowledge melalui kombinasi adalah mengkombinasikan berbagai explicit knowledge yang berbeda untuk disusun ke dalam sistem KM. Media untuk proses ini dapat melalui intranet (forum diskusi), database perusahaan dan internet untuk memperoleh sumber eksternal. Fitur-fitur enterprise portal seperti knowledge organization system yang

memiliki fungsi untuk pengkategorian informasi (taksonomi), pencarian, dan sebagainya sangat membantu dalam proses ini. Data yang telah tersimpan dalam sistem dianalisis terutama untuk analisis data kondisi daerah, keuangan, operasional, serta yang bersifat strategis, seperti pembuatan indikator-indikator kinerja. Demikian pula content management memiliki fungsi untuk mengolah informasi perusahaan baik terstruktur (database) maupun tidak terstruktur (dokumen, laporan, notulen) dapat mendukung proses kombinasi ini.

Internalisasi

Semua dokumen data, informasi dan knowledge yang sudah didokumentasikan dapat disebarkan, dan terjadilah peningkatan knowledge SDM. Sumber-sumber explicit knowledge dapat diperoleh melalui media intranet (database perusahaan), surat edaran atau surat keputusan, papan pengumuman dan internet serta media massa sebagai sumber external untuk dapat mendukung proses ini sistem perlu memiliki alat bantu pencarian dan pengambilan dokumen. Content Management, selain mendukung proses kombinasi, juga dapat memfasilitasi proses internalisasi pemicu untuk proses ini adalah penerapan “learning by doing”. Fitur-fitur terdapat pada fungsi learning akan sangat membantu terlaksananya proses ini. Selain itu pendidikan dan pelatihan (training) dapat mengubah pelajaran tertulis (explicit knowledge) menjadi tacit knowledge pada karyawan.

Agar siklus model SECI dapat tercipta di dalam organisasi menurut Priambada (2010) perlu diterapkan knowledge management. Knowledge management (KM) perlu diterapkan untuk meningkatkan dan memperbaiki pengoperasian organisasi, baik untuk meraih keuntungan kompetitif, meningkatkan kualitas organisasi dan meningkatkan laba. Penerapan knowledge management juga dilakukan untuk memperbaiki komunikasi antara manajemen puncak dengan pegawai dan antar pegawai, dengan berbagi pengetahuan.

Untuk merancang sistem knowledge management yang dapat membantu organisasi dalam meningkatkan kinerjanya diperlukan empat komponen, yaitu

a) Manusia, disarankan pada organisasi untuk menunjuk/mempekerjakan seorang document control atau knowledge manager yang bertanggung jawab mengelola sistem knowledge management dengan cara mendorong para karyawan untuk mendokumentasikan dan mempublikasikan

knowledge mereka, mengatur file, menghapus

knowledge yang sudah tidak relevan dan mengatur sistem reward/punishment.

b) Proses, telah dirancang serangkaian proses yang mengaplikasikan konsep model SECI dalam pelaksanaannya.

c) Teknologi, telah dibuat usulan penambahan infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang berjalannya sistem knowledge management yang efektif.

d) Content (isi), telah dirancang content dari sistem

knowledge management yaitu berupa database

knowledge dan dokumen yang dibutuhkan karyawan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya.

1.3

Isu-isu pada Knowledge Management

Dalam tulisannya, Hlupic et al, (2002) yang menguraikan tentang isu-isu seputar KM yang dibagi dalam 3 (tiga) bagian pembahasan:

(3)

KM tool, kebutuhan untuk pengembangan KM tool, teknologi multi-agent untuk menemukan knowledge, proses dan alat untuk mengenali knowledge, survei alat KM.

b) Isu-isu yang berkaitan dengan Manusia dan Organisasi, isu ini berkenaan dengan budaya, struktur dan konteks yang secara detil dijabarkan ke: pembelajaran organisasional, business intelligence, aspek budaya KM, best practice KM, manajemen sumber daya dalam konteks KM, Manajemen proyek dalam konteks KM, manajemen operasional dalam konteks KM.

Gambar 2. Model Knowledge Management berbasis result

Sumber: Serrat, Olivier. (2008), Notions of Knowledge

c) Isu-isu yang berkaitan dengan Ontologi dan Epistemologi, isu ini berkaitan dengan ide/gagasan dan pendekatan untuk melakukan studi mengenai KM, sebagaimana dilihat pada gambar 2, terdiri : definisi KM, aspek filosofis dan psikologis dari “knowledge”, taksonomi KM, dan metode yang tepat untuk menginvestigasi fenomena KM

1.4

Knowledge Management Systems

(KMS)

Ruggers di dalam Sharma (2005), menyediakan konsep KMS yang merupakan teknologi-teknologi yang mendukung di organisasi yang meliputi: pembangkitan knowledge, kodifikasi dan transfer. Konsep ini membantu untuk mengidentifikasi beberapa fungsi KMS dan selanjutnya menyediakan basis untuk mendefinisikan sistem serupa seperti Sistem Kolaboratif, Sistem Informasi dan KMS. Penggambaran lainnya, mengacu pada sebuah kelas sistem informasi yang diaplikasikan untuk mengelola knowledge organisasional, serta dikembangkan untuk mendukung dan meningkatkan proses penciptaan pengetahuan, penyimpanan dan pengambilan kembali, transfer dan aplikasi dalam sebuah organisasi (Wu & Wang, 2006). Karena itu, KMS merupakan sistem berbasis IT yang dikembangkan untuk mendukung dan meningkatkan proses-proses organisasional penciptaan, penyimpanan, transfer dan aplikasi knowledge organisasional. Maier (2006) memperluas konsep teknologi informasi untuk KMS dengan definisi bahwa KMS merupakan sebuah platform ICT yang komprehensif untuk kolaborasi dan knowledge sharing dengan advanced knowledge service yang dibangun diatas yang dikontektualisasi dan diintegrasi pada basis ontology yang disebarluaskan, dan dipersonalisasi untuk partisipan-partisipan yang dihubungkan ke dalam komunitas.

1.5

Information System versus Knowledge

Management System

Information System dan KMS berfungsi penting bagi organisasi dan keduanya memenuhi tugas yang sama. KMS seringkali dibangun di atas sebuah IS yang ada, sehingga sulit untuk

menentukan ‘kapan’ sebuah sistem informasi menjadi KMS atau fitur apa saja yang dicakup oleh sebuah KMS yang tidak dimiliki oleh sebuah sistem informasi. Galandere-Zile dan Vino mengidentifikasi batas antara IS dan KMS. Menurut mereka batas antara IS dan KMS adalah tersebar dan tergantung pada keberadaan faktor-faktor seperti strategi dan tujuan organisasional yang berkenaan dengan knowledge, kultur, inisiatif, teknologi informasi dan komunikasi, dll. Sebuah KMS yang efektif tidak semata-mata tergantung pada platform teknologi informasi, melainkan utamanya pada struktur sosial sebuah organisasi. KMS berfokus untuk menemukan knowledge yang merespon perubahan lingkungan dan mempertimbangkan sebuah knowledge implisit yang berperan penting dalam sebuah keunggulan organisasi.

Sebuah KMS sebaiknya jangan dipandang sebagai basis data terpusat yang sangat besar dan lebih baik dipandang sebagai koleksi data dan dokumen kontekstual yang dihubungkan ke direktori ‘manusia dan skill’ dan menyediakan kecerdasan untuk menganalisis dokumen-dokumen tersebut, rantai hubungan, minat dan perilaku pegawai, sebaik-baik fungsi-fungsi lanjutan untuk knowledge sharing dan kolaborasi. Wu & Wang (2006) menunjukkan dua karakteristik utama dari KMS. Yang pertama adalah basis data yang berisi dokumen-dokumen penting dan berfungsi untuk menangkap, mengatur, menyimpan, mencari dan mengambil kembali pengetahuan dan informasi. Berdasarkan sistem penyimpanan pengetahuannya, sebuah KMS juga merupakan “sistem mesin pengguna yang terintegrasi yang menyediakan informasi atau pengetahuan untuk mendukung operasi, manajemen, analisis dan pengambilan keputusan”. Dengan demikian sebuah KMS bertindak sebagaimana suatu tempat penyimpanan pengetahuan untuk perusahaan dengan mengabaikan penghalang waktu dan jarak, meningkatkan kemampuan untuk kombinasi dan pertukaran kapasitas intelektual (Wosko, 1999 dalam Wu&Wang 2006).

Yang kedua adalah peta knowledge yang berupa indeks pencarian atau katalog dari keahlian-keahlian yang dimiliki oleh masing-masing individu dalam perusahaan, yang walaupun susah untuk diambil dan disimpan tetapi cara terbaik untuk memanfaatkannya adalah dengan memetakannya. Melalui peta tersebut, KMS menyediakan mekanisme untuk mengatur pengetahuan tacit atau implisit yang tersimpan dalam pikiran masing-masing individu dan tidak dapat ditampilkan pada basis data perusahaan. Karakteristik ini merupakan perbedaan utama antara KMS dan MIS. KMS kemudian dapat membantu anggota tim untuk menemukan individu yang memiliki pengetahuan khusus untuk menolong menganalisis dan menyelesaikan permasalahan kompleks, dengan demikian meningkatkan keanekaragaman dalam menganalisis permasalahan. Salah satu manfaat utama KMS adalah penciptaan pengetahuan dan pembagian (sharing) dengan dasar ‘menarik’ oleh user dan bukan ‘mendorong’ informasi kepada mereka (Wu &Wang). Maier (2002), mengidentifikasi beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh KMS adalah:

a) KMS menciptakan sebuah lingkungan teknologi informasi dan komunikasi perusahaan, sebuah basis kontekstual, sebuah infrastruktur yang mempertimbangkan sifat kompleks knowledge dan kemudian mendukung penanganan knowledge dalam organisasi. Untuk mencapai hal ini, sejumlah teknologi informasi dan komunikasi yang beragam harus diintegrasikan, ditingkatkan, dikombinasikan ulang dan dikemas ulang.

(4)

sekedar satu lokasi tunggal, misalnya sebuah knowledge base. Dalam proses implementasi sebuah KMS, content yang dikelola sangat penting.

c) KMS mengorganisasikan dan menyediakan know-how yang penting dimanapun dan kapanpun diperlukan. Hal ini berkisar pada best practice atau prinsip pelaksanaan, ramalan yang diproyeksi, sumber-sumber referensi, proses dan prosedur yang terbukti, informasi paten, kesulitan perbaikan, dan item-item serupa.

Oleh karena itu, sistem informasi yang mendukung aliran informasi merupakan sebuah komponen yang mendasar dalam sebuah KMS. IS menciptakan sebuah lingkungan virtual yang baik untuk knowledge management

1.6

Faktor-faktor Keberhasilan KMS

Sharma (2004) berpendapat bahwa keberhasilan KMS terutama bergantung pada faktor-faktor yang berada di luar sistem. Mandviwalla et al. (di dalam Sharma, 2004) menerangkan beberapa isu strategis yang mempengaruhi perancangan KMS. Isu-isu ini meliputi: fokus KMS, kuantitas knowledge yang ditangkap dan dalam format apa, siapa yang memfilter apa, dan batasan apa yang berada pada penggunaan sebuah knowledge individu.

Young (2010,p.74), menggunakan pendekatan maturity model dalam mengembangkan sebuah aplikasi sistem Knowledge Management System (KM Maturity Model), yang berintikan langkah pengembangan KMS berikut :

a) Maturity Level “initial”

Pada tahap ini, organisasi belum mempunyai control terhadap informasi apalagi pengetahuan yang ada dilingkungannya. Pengembangan pengetahuan terarah pada aktifitas yang berhubungan dengan sasaran organisasi sesuai dengan perencanaan bisnisnya

b) Maturity Level “repeated”

Pada tahap internalisasi atau “repeated” organisasi telah mulai memahami pentingnya pengetahuan untuk mendukung pencapaian sasarannya. Selanjutnya pengetahuan yang ada, diidentifikasi profilnya, disusun berdasarkan klasifikasi yang membantu dalam pencarian dan pemanfaatanya. Langkah ini umumnya dimulai dari beberapa personil sebagai pionir untuk memulai mengembangkan model profil dari knowledge organisasi

c) Maturity Level “defined”

Pada tahap pengembangan KMS atau tahap “defined” , berbagai aktifitas yang praktis dan stabil akan mendukung bagian-bagian yang memerlukan pengetahuan sebagai dasar mengambil keputusan didalam sebuah organisasi. Aktifitas ini dilakukan berkesinambungan layaknya kegiatan sehari-hari yang ada dalam organisasi. Hasilnya adalah penggunaan pengetahuan didalam kegiatan sehari-hari ini akan menyempurnakan KMS yang telah disusun

d) Maturity Level “managed”

Tahap penerapan KMS memerlukan pengelolaan (“managed”) agar hasilnya sesuai dengan sasaran yang ditentukan saat memutuskan pengembangan sistemnya. Implementasi KMS akan lebih berdaya-guna, jika dapat dimanfaatkan secara global, sehingga setiap individu dapat melakukan sharing didalamnya.

Untuk hal itu, sebuah aplikasi KMS berbasis Web dapat menjadi solusinya.

e) Maturity Level “optimizing”

Tahap inovasi atau “optimizing” dilakukan dengan mengukur pencapaian hasil pemanfaatan pengetahuan dari KMS pada organisasi. Konsistensi dan pola yang baku dapat mendukung hasil yang lebih optimal didalamnya

2.

METODOLOGI

Pendekatan, Jenis, dan Desain Penelitian

Pengamatan langsung dilakukan terhadap aktivitas koordinasi penanggulangan bencana untuk mendapatkan model yang ideal dari knowledge management systems jaringan unggulan pengelolaan bencana. Perancangan model Knowledge Management secara konsep digunakan untuk mengumpulkan pengetahuan, mengelola pengetahuan dan mesdistribusikan kembali model penanggulangan bencana dan implikasinya pada masyarakat. Metode dalam analisis dan perancangannya mengikuti langkah socialization, externalization, combination dan internalization seperti diuraikan pada model SECI. Dan untuk pengembangan KMS, melalui 5 tahapan yang diadopsi dan dimodifikasi dari KM - model maturity meliputi tahapan Insisiasi, internalisasi (create), pengembangan (defined) KM, implementasi(managed) dan inovasi pemanfaatannya (optimizing).

3.

PEMBAHASAN DAN DISKUSI

(1) Tahap Inisiasi :

(5)

Gambar 3. Profil & komponen pengetahuan tentang bencana

Setiap profil memperlihatkan komponen atau item yang berbeda yang akan menentukan fitur dari sistem manajemen pengetahuan yang akan dibangun.

(2) Tahap Internalisasi :

Organisasi baru menyadari potensi untuk mempertajam pengetahuan demi keuntungan organisasi. Profil KM yang telah di-inisisasi sebelumnya, digunakan sebagai dasar merancang taksonomi pengetahuan yang akan ditampilkan sebagai modul-modul pada aplikasi KMS. Setiap modul merupakan bagian dari peta bencana, yang setiap kali dapat dilakukan pemutakhiran data maupun petanya. Pemutakhiran tersebut dilakukan setelah seluruh pemangku kepentingan memutuskan secara bersama-sama di lokasi atau daerah mana yang mempunyai tingkat kemungkinan terdampak oleh bencana paling besar; adapun tujuannya adalah agar memudahkan dalam pengelolaan termasuk perencanaan penanggulanga bencananya. Pada gambar 4 taksonomi pengetahuan merupakan hasil analisis struktur profil yang telah diperoleh, berisi klasifikasi dari pengetahuan sesuai ciri yang terdapat di dalam organisasi.

Gambar 4. Taksonomi pengetahuan

Sebagai contoh, peta bencana diklasifikasikan kedalam kelompok bencana banjir, wabah penyakit menular, dan gempa bumi. Adapun pada setiap kelompok dapat diuraikan lagi kedalam aspek penyebab, pengorganisasian ataupun pengelolaannya

(3) Tahap pengembangan knowledge :

Pada tahap ini, organisasi telah menerapkan pengetahuan di dalam prosesnya dan mengamati manfaat yang diperoleh dan pengaruhnya terhadap organisasi. Peta bencana yang berisi data spasial akan menjadi sumberdata masukan ke dalam aplikasi KMS. Apabila berbentuk peta maka diperlukan perangkat lunak pemetaan (ArcGIS) yang dapat dijalankan di komputer desktop. Berbagai peta disimpan ke dalam basisdata KMS yang selanjutnya akan menjadi data masukan kedalam aplikasi KMS berbasis Web. Model aplikasi Knowledge Management pada gambar 5 dioperasikan secara luas melalui jaringan berbasis web, setiap pengguna baik individu ataupun lembaga dapat memanfaatkan KMS tersebut.

Gambar 5. Model sistem KMS - Bencana

(4) Tahap implementasi :

Pada tahap ini, organisasi telah memperoleh kematangan dalam mengolah pengetahuan melalui pemakaian bersama sehingga muncul manfaat di dalam organisasi. Pengelolaan dapat dilakukan ditingkat propinsi atupun di tingkat Kabupaten/Kota. Administrator KMS membuat dan memelihara berbagai peta spatial bencana serta berbagai data yang dapat menjelaskannya. Adapun pengguna (user) dapat mengakses aplikasi KMS ini melalui web untuk memanfaatkan pengetahuan yang ada dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana.

Pada gambar 6 Sistem Knowledge Management Unggulan Bencana (KMS-UB) diperlihatkan bagaimana distribusi dan sharing pengetahuan dilakukan secara regional di tingkat kabupaten/kota) dan secara nasional.

Sumber data masukan adalah (1) Dokumen informasi individual, kelompok masyarakat, (2) Dokumen/informasi instansi BNPB, BMKG, BPS, Dinas Kesehatan serta Dinas terkait lainnya.

Sedangkan proses pembentukan pengetahuan dan sosialisasi, mencakup (1) Kategorisasi data dan informasi, (2) Komunikasi individu, kelompok dan organisasi, (3) Pembentukan pengetahuan. Hasilnya adalah basis data pengetahuan sebagai masukan ke dalam model KMS-UB

Proses Combination, melalui Pengembangan web organisasi sebagai pangkalan pengetahuan manajemen bencana serta Pengembangan Knowledge e-Learning KMS-UB, untuk selanjutnya dilakukan diseminasi , sosialisasi dan komunikasi

(6)

kuantitas content, (3) Mengembangkan portal KMS-UB, untuk pemanfaatan bagi masyarakat umumnya

Gambar 6. Implementasi sistem KMS – Bencana

(5) Tahap inovasi :

Pengetahuan organisasi telah digunakan secara konsisten dan secara optimal memberikan manfaat kepada organisasi termasuk kemampuan bersaing organisasi. Pengembangan sistem manajemen pengetahuan dapat dilakukan secara wilayah maupun dalam lingkup nasional. Pada gambar 7, aplikasi KMS-Unggulan Bencana dimanfaatkan dalam forum group discussion diantara berbagai pihak terkait di lingkungan pemerintah daerah maupun ditingkat nasional. Para pemangku kepentingan memanfaatkan pengetahuan yang dapat berbentuk table, peta, angka dan hasil olahan statistic untuk mengambil keputusan bersama, terutama pada saat usaha-usaha penanggulanan maupun pencegahan

Gambar 7. Inovasi pemanfaatan KMS – Bencana

Perkembangan teknologi memungkinkan aliran pengetahuan dan informasi dilakukan melalui berbagai perangkat berbasis web, sehingga adanya aplikasi KMS tersebut akan mendukung inovasi dalam pengambilan keputusan berbagai pihak dalam penanganan bencana di suatu daerah.

4.

SIMPULAN

Adanya solusi aplikasi KMS berbasis web, akan membuat kegiatan pengurangan resiko bencana lebih efisien. KMS-UB mempunyai kemampuan untuk menghimpun pengetahuan, pengalaman praktis, hasil penelitian, modal sosial, model sinergi lainnya; yang pernah dikembangkan selama ini, untuk dapat dipergunakan secara terpadu dan berkelanjutan.

5.

ACKNOWLEDGMENT

Penulis menyampaikan penghargaan kepada semua pihak yang telah mendukung selesainya artikel ini, sejawat dosen dengan interest topic penelitian yang sama, para asisten pada Laboratorium Sistem Informasi dan terutama kepada Bapak Johan, S.Kom,MM sebagai Head of School of Information Systems. Penelian terselenggara atas dukungan dana penelitian Hibah BINUS tahun anggaran 2012.

6.

REFERENSI

Andriessen, J.H., Erik. (2006), To share or not to share, that is the question. Conditions for the willingness to share knowledge: Delft Innovation System Papers

Gray. H. Peter. (2001), A Problem-Solving Perspective On Knowledge Management Practices (Forthcoming in Decision Support Systems, June 2001, Queen’s University

Hlupic, V., Pouloudi, A. & Rzevski, G. (2002),Towards an integrated approach to knowledge management: 'hard', 'soft', and 'abstract' issues., Knowledge and Process Management

Law, D. Y. F., & Lee-Partridge, J. E. (2001), Sense-making of empirical knowledge management through frames of reference, Proceedings of the International Conference on Information Systems

Maier, Ronald. (2006), Knowledge Management Systems, Springer-Verlag

Sharma, S., Wickramasinghe, N., Gupta, J. (2005), Knowledge Management in Healthcare, Idea Group Inc. Hershey, PA : dari http://www.ideagroup.com/downloads/excerpts/01Wickramasin ghe.pdf

Wu, J.H., & Wang, Y.M. (2006), Measuring KMS success: a respecification of the DeLone and McLean’s model, Information & Management

Priambada, Dewa Boy. 2010. Implementasi Knowledge Management System Di Perusahaan. Program Pascasarjana Ilmu Komputer. Institut Pertanian Bogor. Diunduh dari

http://www.scribd.com/

doc/28192137/Implementasi-Knowledge-Management-System-di-Perusahaan pada 17

Desemberi 2013

Setyarso, Bambang. 2006. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) Dan Proses Penciptaan Pengetahuan. Diunduhl dari www.ilmukomputer.org/

wp-content/uploads/2006 /09/bse-kmiptek.pdf. pada 17 Desemberi

2013

Gambar

gambar 1, yaitu pengetahuan sebagai informasi yang
Gambar 2.  Model Knowledge Management berbasis result
Gambar 5. Model sistem KMS - Bencana
Gambar 6. Implementasi sistem KMS – Bencana

Referensi

Dokumen terkait

Perjuangan mengusir penjajah dari bumi Nusantara (Indonesia) dan perjuagan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang telah diproklamirkan pada tanggal

Penulis menyusun Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Biaya Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Bina Marga ( Studi Kasus : Jl. HR.Rasuna Said, Jakarta Selatan ).. Tugas

Bagaimana peranan Basarnas dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan pencarian dan pertolongan terhadap imigran gelap yang mengalami kecelakaan di wilayah perairan

Dari metoda back reflection Laue tersebut, diketahui bahwa kristal tunggal LSMO 327 memiliki sudut arah sumbu c dengan sudut 80° terhadap arah pertumbuhan kristalnya.. Sedangkan

Hasil uji T (t-test) kelas kontrol dan eksperimen memiliki nilai signifikan (2-tailed) 0.000 < 0.05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga terjadi signifikan

Penelitian yang akan dilakukan penulis bersifat normatif, yaitu penelitian yang berdasarkan pada kaidah hukum yang berlaku, dalam hal ini penelitian dilakukan

Untuk mendukung fungsi dari uji coba tersebut maka pada fasilitas Laboratorium Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Bambu ini akan di berikan fasilitas berupa ruang

2