HUBUNGAN KERJA PATRON KLIEN JURU PARKIR
(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Hubungan Kerja Patron Klien Juru Parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi
Disusun Oleh:
ELY KRISTANTI
NIM: D3207023
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini penulis persembahkan kepada :
*
Bapak dan ibunda tercinta
Terimakasih atas segala kasih sayang yang telah diberikan,
doa dan restu beliau merupakan jalan menuju masa depan ananda.
**
Semua orang-orang yang aku sayangi dan selalu ada di dalam hatiku
***
Masa Depanku
*****
Keluarga Besar Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik
Universitas Sebelas Maret
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME, yang Maha
pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan kasih karunia-Nya
sehingga penulis dapart menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “
HUBUNGAN KERJA PATRON KLIEN JURU PARKIR ( Studi Deskriptif
Kualitatif Mengenai Hubungan Kerja Patron Klien Juru Parkir di Taman Pancasila
Karanganyar)”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan strata satu (S-1) dalam Bidang Ilmu Sosiologi.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa tidak terlepas dari bantuan serta dukungan yang diberikan oleh
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs. Pawito, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
2. Dr. Bagus Haryono, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik.
3. Dra. L. V Ratna Devi. S, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi Non Reguler
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
4. Muh. Rosyid Ridho, S.Sos, selaku Pembimbing Akademik.
6. Segenap Bapak dan ibu Dosen Jurusan Sosiologi FISIP UNS yang telah banyak
memberikan ilmu dan pengalaman di bangku kuliah.
7. Bapak Muladi SE, selaku Humas Seksi Pengelola Terminal dan Parkir,
Kabupaten Karanganyar.
8. Bapak Bambang Sutrisno selaku Koordinator Parkir, dan segenap Juru Parkir,
serta masyarakat yang berkunjung ke Taman Pancasila Kabupaten
Karanganyar.
9. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi,
kepercayaan, dan semangat baik moril maupun materiil yang luar biasa.
10. Adik-adikku Yanu S. Sanyoto dan Gerrys V. Martalatha yang selalu
memberikan keceriaan saat penulis berada di rumah.
11. Faisal Ali Reza, yang telah hadir dalam hidup penulis, memberikan
dukungan,kasih sayang, semangat dan memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
12. Suliyani Berata, Puput Dwi Prasetyodan Suci Supatmi, terimakasih buat
persahabatan, persaudaraan, kasih sayang dan perhatiannya selama ini. Semoga
menjadi kenangan terindah dan tak akan terlupakan. Kepada temen-temen
seperjuangan di SOSIOPIT, Awan, Senja, Novi, Enny, Dian, Ikek, Ana, Abdul,
Nuri, Nindy, Hanif, Bintang, Dicky, Kartika, Anis, Endah, Didik, Aris, Arim,
memberikan warna indah selama penulis kulaih di Jurusan Sosiologi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
13. Mas Agung Wibowo S.Sos, yang telah memberikan pengarahan, dukungan dan
meminjamkan buku-bukunya kepada penulis.
14. Keluarga besar Lab. UCYD, yang telah telah memberikan bimbingan,
pengetahuan, ilmu dan pengalaman baru kepada penulis.
15. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya seluruh proses penulisan
skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Dalam penyusunan skripsi ini masih ada kekurangan baik dari segi
materi maupun penulisannya, oleh karena itu berbagai kritik, saran dan masukan
yang membangun sangat penulis harapkan. Besar harapan penulis agar skripsi ini
dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu
sosiologi pada khususnya, sehingga dapat diamalkan dalam pembangunan dan
pengembangan ilmu sosiologi, serta bermanfaat bagi pembaca. Terimakasih.
Surakarta, September 2011
ABSTRAK
ELY KRISTANTI. D3207023. HUBUNGAN KERJA
PATRON KLIEN JURU PARKIR (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Hubungan Kerja Patron Klien Juru Parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Skripsi 2011.
Masalah penelitian ini adalah bagaimana hubungan kerja patron klien juru parkir di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kerja patron klien juru parkir yang ada di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pertukaran dari George C Homans, dimana teori ini didasarkan pada prinsip transaksi ekonomi yang elementer. Orang menyediakan barang/jasa dan sebagai imbalannya orang akan berharap memperoleh imbalan yang berupa barang atau jasa yang diinginkan. Kemudian teori kedua yang digunakan adalah teori patron-klien dari James C Scott, yaitu sebuah pertukaran hubungan antara kedua peran, diamana seorang individu dengan status sosio-ekonomi yang lebih tinggi (patron) menggunakan sumberdayana untuk perlindungan dan/atau keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status yang lebih rendah (klien), dan pada gilirannya, klien membalasnya dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan termasuk jasa pribadi kepada patron.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini berasal dari informan dan di lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Sedangkan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Validitas data dengan menggunakan triangulasi sumber. Teknik analisis data yaitu dengan model analisis interaktif yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Model analisis ini merupakan alur kegiatan yang terjadi bersama-sama serta sebagai proses siklus dan interaktif.
penelitian hubungan kerja patron-klien juru parkir yang terjadi di Taman Pancasila Kabupaten Karanganyar adalah merupakan hasil adopsi dari sebuah norma hubungan yang mereka jalani pada saat mereka tinggal di daerah pedesaan. Karena sebagian besar dari mereka adalah pendatang dari berbagai wilayah di sekitar Kabupaten Karanganyar. Dengan kata lain bahwa pola hubungan patron-klien juru parkir yang ada di Taman Pancasila Karanganyar telah mengalami generalisasi yang terbawa oleh pola kehidupan masyarakat urban.
ABSTRACT
Ely Kristanti. D3207023. THE PATRON-CLIENT WORK RELATIONSHIP OF PARKING MAN (A Descriptive Quantitative on the work relationship of parking vallet patron client in Pancasila Park of Karanganyar Regency). Social and Political Sciences of Sociology Department of Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2011.
The problem of research is how the patron-client work relationship of parking vallet is in Pancasila Park of Karanganyar Regency. The objective of research is to find out the patron-client work relationship of parking vallet existing in Pancasila Park of Karanganyar Regency.
The theory used in this research was George C. Homans’ exchange theory based on elementary economic transaction principle. People provide goods/services and as a return, people will expect to obtain reward in the form of goods or service wanted. Then the second theory is James C Scott’s patron-client theory, a relationship exchange between two parties, in which an individual with higher socio-economic status (patron) uses his/her resource to protect and/or for the sake of an individual with lower status (client), and in turn, the client replies by offering general support and help including personal service to the patron.
This study belongs to a descriptive qualitative research. The data source of research derives from informant and research location. Techniques of collecting data used were observation, in-depth interview and documentation. Meanwhile the sampling technique used in this research was purposive sampling one. Data validation was done using source triangulation. Technique of analyzing data used was an interactive model of analysis encompassing data collecting, data reduction, data display and conclusion drawing. This analysis model is the activity flow occurring simultaneously as well as a cycle and interactive process.
coordinator and the official parking man, and between the official parking man and the illegal parking man. The work relationship is caused by economic motive, in which both parties expect the mutual benefit. For the clients, they will use the received reward to meet their daily needs. Meanwhile for the patrons, the benefit will be used for improving their standard of living through the business development they have. The interesting finding in the patron-client work relationship of parking vallet occurring in Pancasila Park of Karanganyar Regency is the result of adoption from the relationship norm they undertake when they live in rural area. It is because majority of them are strangers coming from a variety of areas surrounding Karanganyar Regency. In other words, the patron-client relationship of parking vallet existing in Pancasila Park of Karanganyar has encountered generalization brought about into urban society living pattern.
DAFTAR ISI
5. Teknik Pengumpulan Data... 43
7. Teknik Analisis Data... 47
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 50
A. Gambaran Umum Kota Karanganyar... 50
B. Sejarah dan Keadaan Umum Taman Pancasila... 51
C. Aktifitas Taman Pancasila Karanganyar ... 57
D. Kondisi Perparkiran di Taman Pancasila Karanganyar………. 60
E. Sistem Pengelolaan Parkir Kabupaten Karanganyar……….. 70
BAB III HUBUNGAN KERJA PATRON KLIEN JURU PARKIR DI TAMAN PANCASILA KABUPATEN KARANGFANYAR ... 75
A. Profil Informan ... 76
B. Hubungan Kerja Patron Klien Juru Parkir ... 81
1. Hubungan Kerja Patron Klien antara Koordinator Lapangan dengan Juru Parkir……… ... …….. 82
a. Hubungan Kerja………. 84
b. Arus Patron ke Klien……… 97
c. Arus Klien ke Patron………. 106
d. Konflik……….. 112
2. Hubungan Kerja Patron Klien antara Juru Parkir Resmi dengan Juru Parkir Tidak resmi………... 115
a. Hubungan Kerja………. 120
b. Arus Patron ke Klien……….. 130
c. Arus Klien ke Patron……….. 137
BAB IV PENUTUP ... 143
A. Kesimpulan... 143
B. Implikasi ... 146
1. Implikasi Empiris ... 146
2. Implikasi Teoritis ... 147
3. Implikasi Metodologis... 150
C. Saran... 152
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
Tabel 1.1 Daftar Petugas Parkir Tepi Jalan Umum Kabupaten Karanganyar
Tahun 2010 ... 10
Tabel 2.1 Daftar Petugas Parkir Taman Pancasila Tahun 2011 ... 67
Tabel 2.2 Pajak Retribusi Parkir Taman Pancasila Karanganyar Tahun
2011 ... 69
Tabel 3.1 Matrik ... 140
Bagan1.1Kerangka Berfikir ... 36
Bagan 3.1 Pola Hubungan Kerja Juru Parkir di Taman Pancasila
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Model analisa interaktif………. 49
Gambar 2.1 Denah lokasi Taman Pancasila……….. 52
Gambar 2.2 Denah Taman Pancasila………. 53
Gambar 2.3 Monumen Joko Songo………... 54
Gambar 2.4 Kondisi siang hari Taman Pancasila………. 59
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan pokok yang dialami oleh negara-negara berkembang pada
umumnya adalah bagaimana meningkatkan taraf hidup penduduknya yang
sebagian besar tergolong miskin. Salah satu alternatif untuk meningkatkan
taraf hidup kelompok masyarakat yang miskin adalah dengan pemenuhan
kebutuhan dasar mereka. Sedangkan pemenuhan kebutuhan dasar mereka
hanya mungkin dicapai apabila ada dan tersedianya lapangan kerja yang
dapat untuk menambah ataupun sebagai sumber utama bagi pendapatan
mereka. Pekerjaan bagi manusia dewasa adalah persoalan yang paling
mendasar dibanding dengan masalah-masalah lain, dan merupakan
persoalan nyata yang paling dekat dengan kebutuhan masyarakat. Oleh
karena itu pembangunan yang semata-mata memfokuskan diri pada
masalah pertumbuhan dan pemerataan, sebenarnya kurang mengena bila
hanya dilihat dari retorika politik (Ngadisah, 1987:1).
Dalam era globalisasi yang ditandai dengan pergerakan yang sangat
dinamis menuntut manusia untuk bergerak cepat dan menyesuaikan diri
dengan situasi dan kondisi yang ada. Tuntutan inilah yang nantinya mampu
menjawab akan kesiapan dalam menghadapi pembangunan tersebut, karena
pembangunan maka semakin banyak pula suatu permasalahan yang akan
muncul dari efek pembangunan itu sendiri.
Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, kebutuhan akan sumber
daya manusia yang tangguh dapat ditemui dalam dunia pekerjaan nyata.
Bagaimana kesediaan lapangan kerja yang ada merupakan efek dari
pembangunan yang ada. Efek ini menuntut seseorang untuk memiliki
kemampuan yang nantinya menjadi suatu persaingan dalam dunia kerja,
tetapi dalam kondisi masyarakat yang ada, segala persyaratan akan
kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tangguh ternyata belum
mampu menghadapi kebutuhan akan suatu kapabilitas yang handal. Hal ini
dapat diindikasi dari rendahnya tingkat pendidikan yang ada, ternyata
menyebabkan rendahnya kemampuan mengatasi
permasalahan-permasalahan yang semakin kompleks dalam dunia kerja.
Dari persoalan di atas maka dapat diatasi dengan sasaran
menciptakan lapangan kerja. Namun usaha menciptakan kerja oleh
pemerintah tidak sebanding dengan pertumbuhan angkatan kerja yang
membutuhkan pekerjaan. Sementara itu masalah tiadanya keterampilan
yang dimiliki sebagian angkatan kerja menyebabkan mereka tidak bisa di
tampung dalam sektor-sektor formal. Seperti yang dikutip oleh Tadjuddin
Noer Effendi dalam penelitian yang dilakukan oleh Hananto Sigit (1989).
Tidak ada pilihan lain bagi mereka kecuali mencari pekerjaan
seadaanya, yang tidak membutuhkan persyaratan-persyaratan khusus
seperti pendidikan dan ketrampilan. Karena angkatan kerja yang melimpah
itu tidak mendapat pekerjaan yang dianggap lebih baik, terpaksa mereka
mengelompok pada kegiatan-kegiatan perekonomian marginal yang disebut
sektor perekonomian informal (Ngadisah, 1987: 2).
Keberadaan sektor informal tidak dapat terlepas dari proses
pembangunan. Ada dua pikiran yang berkembang dalam memahami kaitan
antara pembangunan dan sektor informal, diantaranya:
1. Kehadiran sektor informal sebagai gejala transisi dalam proses
pembangunan di negara sedang berkembang. Sekror informal
adalah tahapan yang harus dilalui dalam menuju tahapan
modern.
2. Kehadiran sektor informal merupakan gejala adanya
ketidakseimbangan kebijaksanaan pembangunan. Kehadiran
sektor informal dipandang sebagai akibat kebijaksanaan
pembangunan yang dalam hal lebih berat pada sektor modern
atau industri daripada sektor tradisional (Effendi, 1995: 73).
Kegiatan perekonomian dalam sektor informal sering mengundang
permasalahan tersendiri. Sektor ini kurang tersentuh oleh peraturan atau
ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga sering kali
dikategorikan sebagai kegiatan “liar”. Akibatnya ada oknum-oknum atau
tempat mereka berusaha, dengan alasan mengganggu ketertiban dan
keindahan kota, seperti contohnya, pedagang kaki lima dan juru parkir yang
beroperasi di tepi jalan raya.
Sampai disini dapatlah dikatakan bahwa meskipun pembangunan
telah berhasil meningkatkan pendapatan nasional dan membangunkan
masyarakat dari kebodohan, tetapi masalah ketenagakerjaan, terutama
peluang kerja, belum terpecahkan dan diikuti dengan menigkatnya pekerja
sektor informal (Effendi, 1995: 75).
Dalam kutipan yang dilakukan oleh Tadjuddin Noer Effendi,
penerapan di lapangan menurut Breman (1908) justru konsep sektor
informal lebih menimbulkan masalah daripada memecahkannya. Lebih
tegas lagi Portes (1983) mengatakan bahwa konsep sektor informal
sekurang-kurangnya menyembunyikan tiga kelemahan. Pertama, ia tidak
memasukkan sejumlah pekerja bercirikan sektor informal yang tersembunyi
di sektor formal. Kedua, ia mengabaikan perbedaan berbagai kelompok
pekerja yang ada dalam sektor informal itu sendiri. Ketiga, konsep itu
cenderung mengabaikan adanya persamaan ciri-ciri pekerja dalam sektor
formal dan informal (Effendi, 1995: 77).
Namun di samping masalah yang ditimbulkan, sesungguhnya usaha
kaum marginal tidak sedikit dalam menanggulangi pengangguran di
perkotaan, karena usaha-usaha masyarakat kecil seperti penyedia jasa
parkir, merupakan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Oleh karena
bagi mereka, maka tindakan yang paling tepat adalah membina dan
membimbing mereka supaya usaha menyediakan jasa parkir yang
dilakukan terus berlangsung tanpa mengganggu sektor lainnya.
Berdasarkan uraian di atas nampak jelas bahwa sekurang-kurangnya
ada tiga faktor utama yang bisa dikemukakan mengapa sektor informal di
perkotaan perlu dibina dan dikembangkan di samping sektor informal di
desa yakni:
1. Sebagai penampung kelebihan tenaga kerja, khususnya bagi
mereka yang tidak mempunyai “skill”.
2. Dapat meningkatkan pendapatan, dibanding hasil kegiatan
dalam sektor informal di desa.
3. Untuk melayani masyarakat dalam lapisan ekonomi bawah yang
tidak menjangkau pelayanan perekonomian modern (Ngadisah,
1987: 9).
Ditinjau dari lokasi pengoprasionalannya juru parkir sering kali
menjadi pemicu akses negatif yaitu menimbulkan masalah seperti
kemacetan lalulintas, kebersihan, keindahan kota dan lingkungan terkesan
kumuh, keadaan yang demikian mendorong berbagai pihak salah satunya
pemerintah untuk memikirkan keberadaan juru parkir dengan tetap
mempertimbangkan kelangsungan ekonomi mereka.
Di berbagai sudut kota banyak tempat-tempat umum yang dapat
setempat. Salah satunya adalah tempat parkir. Dimana pada tiap-tiap tempat
parkir tersebut dikelola oleh seorang juru parkir (Soedrajat, 2010:1).
Penata parkir atau yang sering disebut dengan juru parkir adalah
merupakan profesi yang dilakukan sebagai penjual jasa untuk mengatur,
menempatkan dan menata kendaraan baik roda dua maupun roda empat
saat berhenti sementara waktu di ruang parkir khusus maupun pinggir jalan
(Kartono, 2004: 19).
Berdasarkan uraian di atas nampak jelas bahwa Upaya formalisasi
sektor informal perkotaan, dengan cara mensejahterakan angkatan kerja
yang tidak dapat ditampung pada kegiatan yang produktif kemudian
menciptakan lapangan kerja sendiri, untuk mendapatkan penghasilan.
Hubungan dengan sektor formal secara prinsip tidak saling mengganggu.
Sektor informal lalu dipandang sebagai kegiatan yang perlu dikembangkan
dengan mengintegrasikannya dalam sektor formal. Dari upaya ini
dimungkinkan bahwa sektor informal yang dimaksud disini adalah juru
parkir, perlu dikembangkan kearah formal, artinya juru parkir dapat tetap
saja sebagai juru parkir yang informal, tetapi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari ekonomi. Dengan mengintegrasikannya masuk kedalam
bagian wilayah parkir pemerintah. Dari sinilah kemudian wacana untuk
formalisasi sektor informal muncul dan berkembang sebagai persoalan baru
yang perlu mendapat perhatian.
Kemudian muncullah beberapa kajian dan hasil penelitian yang
Agung Wibowo dalam penelitian yang dilakkukan Cross (1995 dan 1997).
Pendekatan complementary Approach seperti dinyatakan oleh hasil
penelitian Mc. Gee (1973) bahwa sektor informal dan sektor formal saling
mengisi. Dikatakan bahwa pertumbuhan sektor informal sangat ditentukan
oleh sektor formal. Sektor informal menyediakan barang dan jasa yang
murah bagi sektor formal. Keberadaan sektor informal dipandang sebagai
penunjang perkembangan sektor formal. Hubungan komplementer ini dapat
saja terus berlangsung sepanjang tidak terjadi konflik antar kedua sektor
ekonomi tersebut. Pendekatan Anticipated Trend sebagaimana dinyatakan
oleh hasil penelitian Mazumdar (1976) bahwa sektor informalah sebagai
sumber dan potensi pertumbuhan ekonomi. Dikatakan bahwa hubungan
tersebut bisa otonom atau integrasi. Pertumbuhan dapat melalui proses
evolusioner dalam arti bahwa penghasilan dari kegiatan sektor informal
dapat meningkat menjadi formal sejalan dengan meningkatnya
pembangunan. Dari hasil ini jelas bahwa sektor informal sangat mungkin
untuk diintegrasikan ke dalam sektor formal (formalisasi) sesuai dengan
perkembangan yang terjadi. Dari hasil penelitian Mazumdar (1976) yang
mengatakan bahwa antara kedua sektor ekonomi tersebut saling
mendukung dan saling mengisi bahkan dimungkinkan untuk terjadinya
formalisasi di sektor informal. Pendekatan subordination Approach, yang
meletakkan analisisnya pada skala makro (global), dimana menurut
pendekatan ini sektor informal merupakan subordinasi sektor formal, dan
munculnya proses akumulasi modal dari negara ketiga pada
negara-negara pertama. Keberadaan sektor informal dipandang sebagai bentuk
keterasingan ekonomi nasional yang tercipta karena tidak seimbang sistem
ekonomi dunia internasional. Studi yang dilakukan oleh Quijano (1974).
Menunjuk teknologi, sementara sebagai faktor utamanya. Dari hasil
penelitian keduanya, baik Quijano (1974) maupun Bienefeld, M. (1975)
sama-sama tidak sependapat bahwa kedua sektor tersebut berbeda.
Pendekatan The Exploitation Approach: Under Integratd Conditioons
sebagaimana dinyatakan oleh Bose A.N (1974), dan Benefeld (1975) bahwa
sektor informal merupakan kegiatan yang kekurangan akses dan
subordinasi pasar yang terjadi karena adanya aturan menekan sebagai
akibat mekanisme dalam integrasi sektor ekonomi lainnya. Mekanisme itu
berhubungan dengan tingginya harga biaya dalam penjualan jasa pelayanan
sebagai akibat berlimpahnya penghasilan. Ketergantungan dalam
pendekatan ini ditekankan pada dua sisi yakni persediaan dan permintaan
untuk produknya (Wibowo, 2008: 24-26).
Formalisasi juru parkir merupakan rekayasasa sosial yang juga
sebagai produk politik menyiratkan sebagai upaya pemerintah untuk
mengakomodasi kepentingan warganya dan membengun komunikasi
pemimpinya dengan warga yang dipimpinnya.
Pada Era otonomi daerah sekarang ini, masalah perparkiran
ditangani oleh masing-masing Pemerintah Daerah, begitu pula halnya yang
mengenai perparkiran di Kabupaten Karangannyar diatur dalam
Undang-undang Nomor 02 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan,
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 07 Tahun 2009 tentang Retribusi Parkir di
Tepi Jalan Umum, dan Perda Nomor 10 Tahun 2009 tentang Retribusi
Tempat Khusus Parkir. Kebijakan yang telah diambil oleh Pemerintah
Daerah dalam menangani keberadaan komunitas juru parkir adalah
menerapkan ketentuan bagi para juru parkir mengenai kelengkapan
administrasi maupun tarif.
Persebaran juru parkir Kabupaten Karanganyar hingga tahun 2010
ini untuk lebih jelasnya dapat disimak dalam beberapa tabel di bawah ini:
Tabel 1.1
DAFTAR PETUGAS PARKIR TEPI JALAN UMUM
Juru parkir dikelompokkan dalam komunitas masyarakat marginal,
dimana mereka berasal dari sekelompok masyarakat yang bekerja di sektor
informal yang sering kali tidak mempunyai akses kekuasaan dan hanya
hidup dalam sektor yang tidak banyak menentukan pembangunan (Kartono,
2003: 12).
Keadaan ini terjadi karena sebagian besar dari penyedia jasa parkir
berasal dari golongan ekonomi lemah dan tidak mempunyai spesialisasi
ketrampilan. Para penata parkir tidak pernah mengenyam pendidikan parkir
yang mempunyai sistem yang jelas. Mereka belajar di jalanan dan kawasan
yang mereka lebih tahu. Oleh karena itu menjadi juru parkir adalah salah
satu pilihan bagi mereka untuk berusaha bertahan dalam kerasnya
kehidupan kota.
Mengingat orang-orang yang terlibat dalam usaha perparkiran ini
sebagian termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan
modalnya sangat terbatas, maka kelangsungan usaha tertentu didukung oleh
kelompok-kelompok orang yang mempunyai modal relatif besar.
Sekurang-kurangnya, pasti ada faktor pendukung yang memungkinkan orang-orang
yang bekerja sebagai juru parkir ini tetap bisa mempertahankan
pekerjaannya.
Dalam kaitannya dengan hal di atas, muncul permasalahan siapa
sebenarnya yang berada di belakang kegiatan-kegiatan mereka atau yang
menjadi pelindung mereka, sehingga usaha mereka tetap hidup. Bila dalam
diketahui, bahwa atasan merupakan patron (bapak) bagi anak buahnya,
maka dalam sektor informal seperti para juru parkir, siapa yang dianggap
sebagai patron oleh mereka belum jelas adanya.
Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan oleh peneliti, banyak
terjadi permasalahan yang membelit bagi para penata parkir yang segera
membutuhkan penyelesaian. Beberapa masalah yang dapat dilihat saat ini
adalah tentang, pajak retribusi parkir dan belum diikutkannya semua juru
parkir oleh kontraktor dalam progran asuransi tenaga kerja, sebagai bentuk
jaminan keamanan dan santunan bagi juru parkir dalam menjalankan
kegiatannya yang sewaktu-waktu bisa mendapatkan kecelakaan.
Penata parkir biasanya dikoordinir oleh kontraktor yang terbagi di
beberapa wilayah parkir melalui pelelangan tender dari
DISHUBKOMINFO (Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika)
Bidang Perhubungan, Seksi Pengelola Terminal dan Parkir (PTP)
Kabupaten Karanganyar. Kontraktor atau koordinator lapangan (patron)
mempunyai anak buah (klien) disebut juru parkir resmi, mengingat
keberadaan mereka terdaftar oleh pemerintah.
Disini yang menjadi suatu ketertarikan tersendiri bagi peneliti
adalah mengenai pola hubungan kerja yang terbentuk dalam usaha
perparkiran. Dimana hubungan yang terjalin tersebut akan mempengaruhi
proses pelaksanaan usaha perparkiran. Tanpa hubungan kerja yang baik,
maka usaha parkir tersebut tidak akan berjalan dan tidak akan berkembang.
antara Kontraktor dengan Juru Parkir yang ada di lapangan. Pola hubungan
patron-klien juru parkir di Taman Pancasila, Kabupaten Karanganyar ini
sangat menarik bagi peneliti, karena dalam hubungan patron klien yang
terjadi terbentuk kerjasama yang baik dan berguna bagi kelangsungan
jaminan ekonomi para juru parkir.
Untuk itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana pola hubungan
patron klien yang terbentuk antar juru parkir di Taman Pancasila Kabupeten
Karanganyar.
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan pemaparan latar belakang di atas maka dapat
ditarik rumusan masalah:
Bagaimana hubungan kerja patron klien juru parkir di Taman
Pancasila Kabupaten Karanganyar?
C. Tujuan penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan perumusan masalah yang
telah diuraikan di atas maka tujuan yang hendak dicapai peneliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan obyektif
a. Untuk mengetahui bagaimana hubungan kerja patron klien juru
b. Untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan
hubungan kerja patron klien juru parkir di Taman Pancasila
Kabupaten Karanganyar.
2. Tujuan subyektif
a. Untuk melengkapi syarat-syarat dalam memperoleh gelar
kesarjanaan dalam bidang sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menerapkan ilmu yang telah penulis peroleh di dalam teori
dengan kenyataan yang ada.
c. Untuk memperluas atau menambah pengetahuan peneliti dalam
Hubungan Patron Klien yang terjadi pada masyarakat marginal.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan atau acuan untuk penelitian empiris.
b. Memberikan gambaran mengenai keadaan sosial kemasyarakatan
dalam didang hubungan kerja.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran nyata tentang
hubungan kerja patron kien yang terjadi pada juru parkir di Taman
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pijakan bagi peneliti serupa
dimasa yang akan datang serta mampu menambah body of
knowledge.
E. Batasan Konsep
1. Hubungan Kerja
Hubungan kerja menurut Toha Halili (1987) adalah suatu hubungan yang
pada dasarnya menggambarkan tentang hak dan kewajiban antara majikan
dan buruh.
Hubungan kerja secara luas adalah interaksi antara seseorang
dengan orang lain dalam segala situasi dalam semua bidang kehidupan
untuk memperoleh kepuasan hati. Sedangkan hubungan kerja secara sempit
yakni interaksi yang antara seseorang dengan orang lain dalam situasi kerja.
Hubungan kerja pada umumnya ada dua yaitu hubungan kerja yang
terjadi dalam suatu perusahaan atau hubungan kerja antar majikan dengan
buruh dan hubungan kerja sesama industri/unit usaha dalam masyarakat
pedesaan pada umumnya dan masyarakat industri pada khususnya. bekerja
dan berkarya secara produktif, bekerja sama agar mereka memperoleh
keputusan-keputusan baik yang bersifat ekonomi maupun psikologi dan
kemasyarakatan sosial. Dan menurur penelitian yang dilakukan oleh Haldan
Pramono (1987), kewajiban buruh adalah bekerja pada pihak lain dan
Seperti yang dikutip oleh Marisa Kurniasih dalam penelitian yang
adalah aktivitas penyatu paduan orang-orang kedalam situasi kerja tertentu
dengan jalan mendorong mereka untuk melaksanakan pekerjaan menurut
petunjuk majikan, sedangkan kewajiban majikan adalah membayar buruh
atau mengupah buruh. Upah biasanya ditentukan oleh kedua belah pihak
dalam perjanjian kerja. Ada kemungkinan dalam perjanjian kerja tidak
tedapat ketentuan mengenai upah, dalam hal ini buruh berhak atas upah
sesuai dengan pekerjaan. Bentuk upah dapat berupa uang, barang ataupun
jasa (Kurniasih, 2009: 8).
Dengan demikian hubungan kerja adalah suatu hubungan melalui
interaksi langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk mencapai
tujuan. Adapun tujuan-tujuan tersebut adalah tujuan pribadi maupun tujuan
bersama di mana hubungan tersebut saling menguntungkan antar keduanya.
Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan kerja
adalah merupakan suatu usaha untuk menciptakan suatu organisasi baik
secara formal maupun informal sebagai suatu sistem sosial yang dapat
mencapai tujuan secara seimbang. Di satu pihak tujuan bersama dapat
tercapai, dilain pihak tercapai pula kepuasan dan kebutuhan para individu
yang meliputi kepuasan ekonomi, sosial, psikologi, dll.
2. Hubungan Patron-Klien
Hubungan patron klien adalah pertukaran hubungan antara kedua peran
yang dapat dinyatakan sebagai kasus khusus dari ikatan yang melibatkan
sosio-ekonominya yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan
sumberdayanya untuk menyediakan perlundungan, serta
keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan setatus lebih rendah (klien). Pada
gilirannya, klien membalasnya dengan menawarkan dukungan umum dan
bantuan, termasuk jasa pribadi, kepada patron (Scott, 1993: 7).
Hubungan patron klien juga merupakan hubungan timbal-balik
antara dua orang yang dijalin secara khusus (pribadi) atas dasar saling
menguntungkan, serta saling memberi dan menerima. Ikatan ini merupakan
salah satu strategi nafkah yang diterapkan melalui pemenfaatan modal
sosial untuk bertahan hidup atau memperbaiki standar hidupnya. Dalam
hubungan timbal balik tersebut, tercermin dalam hubungan kerja antara
relasi keduanya, serta hubungan sosial yang dilakukan antara keduanya
diluar hubungan kerja (Kurniasih, 2009: 9).
Hubungan patron klen yang terjadi dapat dikatakan sebagai bentuk
hubungan kerja, karena adanya suatu ketentuan yang mengikat antara
juragan dengan para pekerjanya. Adapun tujuan yang diharapakan dari
hubungan kerja patron klien diatas adalah mendapatkan reward (ganjaran)
yaang bersifat ekstrinsik maupun intrinsik. Reward ekstrinsic berfungsi
sebagai alat bagi suatu ganjaran lainnya, seperti uang, barang, dan jasa.
Sedangkan reward ekstrinsic adalah ganjaran yang berasal dari hubungan
itu sendiri, misalnya kasih sayang, kebanggaan, kehormatan (Poloma, 1984,
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan patron
klien adalah hubungan timbal balik antara dua orang (kelas atas dengan
kelas bawah) yang dijalin secara khusus (pribadi) atas dasar saling
menguntungkan, serta saling memberi dan menerima, dimana status yang
lebih tinggi (patron) dengan sumber daya yang dimiliki memberikan
perlindungan dan keuntungannya kepada status yang lebih rendah (klien).
Sehingga timbal balik dari klien dengan cara memberikan bantuan umum
dan dukungan pribadi kepada patron.
3. Patron
Model aksi “patron-klien” atau “solidaritas vertikal” pada
masyarakat petani kurang lebih diwakili secara pasif bahkan bisa disebut
“digolongkan” dalam basis kelas. Menurut Scott, seorang patron adalah
seorang individu dengan status sosio-ekonomi yang lebih tinggi, yang
menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan
perlindungan dan/atau keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan
status lebih rendah ( Klien ) (Scoot, 1993: 7 ).
Patron bisa disebut juga dengan “juragan”. Peranan juragan tidak
sebatas menyediakan pondok, namun juga memberikan pinjaman modal
usaha, menyediakan bahan baku, menyewakan perlengkapan berjualan,
mencarikan lokasi usaha, memberikan perlindungan dari ancaman elite kota
Untuk memperoleh kliennya, seorang patron mempunyai usaha
yaitu dengan cara menjalin hubungan secara pribadi, atau bisa juga seorang
patron mendapatkan klien dari warisan orang tuanya. Tidak menutup
kemungkinan patron bisa juga merupakan klien dari patron lain yang lebih
tinggi kedudukannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang patron adalah
bapak bagi para anak buahnya, mereka memberikan perlindungan, lapangan
pekerjaan, bahkan modal, dengan harapan seorang patron mendapatkan
balas jasa dari para kliennya berupa penghormatan atau pun berupa
dukungan.
4. Klien
Klien adalah seorang individu dengan status sosial-ekonomi yang
lebih rendah, yang pada gilirannya akan menawarkan dukungan umum dan
bantuan, termasuk jasa pribadi kepada patron (Scott, 1993: 7).
Dan Seperti ungkapan Scott yang dikutip dari dalam penelitian
Hoeve (1961):
“Dalam hubungan majikan-pembantu di sana, pembantu
ladang terikat pada majikannya oleh adat, hutang...dan dalam
kasus tertentu oleh kenyataan bahwa ia tinggal di halaman
rumah majikannya. Dalam situasi terakhir ini tentu saja
pembantu ladang tersebut berkewajiban memberikan jasanya
mendapatkan isyarat dari majikannya. Konsep kesadaran
kelas tidak berlaku dalam hubungan ini.” (Scott, 1993: 38).
Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Klien atau buruh
adalah seorang individu yang status sosialnya lebih rendah, yang
menggunakan sumberdayanya untuk bekerja, menggantungkan hidupnya,
mencari perlindungan kepada patron, dan pada gilirannya, klien
membalasnya dengan menawarkan dukungan umum atau bantuan,
termasuk jasa pribadi.
5. Juru Parkir
Parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat
tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu atau tidak, serta tidak
semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan atau menurunkan orang atau
barang (Perda Kabupaten Karanganyar No 10, 2009: 3).
Juru parkir merupakan profesi yang dilakukan sebagai penjual jasa
untuk mengatur, menempatkan, menata kendaraan baik roda dua maupun
empat saat berhenti sementara waktu diruang parkir khusus maupun
dipinggir jalan (Kartono, 2004: 9).
Juru parkir sebagai warga negara yang memiliki kepentingan
langsung dengan perparkiran sebagai dasar dari hidupnya (Pokduljukir,
Dari kenyataan kerja dilapangan, juru parkir dibagi menjadi 2 (dua),
yaitu:
1. Juru parkir resmi, yaitu juru parkir yang keberadaannya secara resmi
terdaftar oleh pemerintah.
2. Juru parkir liar (preman), yaitu juru parkir yang keberadannya tidak
terdaftar oleh pemerintah, maka hasil hasil yang diperolehpun dinikmati
sendiri, tanpa memenuhi kewajiban membayar retribusi kepada negara.
Seluruh hasil pungutan parkir dipergunakan untuk kepentingan sendiri
(Kartono, 2004: 19).
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa juru
parkir adalah Sebuah profesi penyedia jasa yang mengatur dan menata
kendaran baik roda dua maupun empat pada saat berhenti sementara waktu
di tempat parkir khusus maupun di pinggir jalan.
F. Tinjauan Pustaka
Hasil penelitian tentang pola hubungan kerja patron-klien pernah
dilakukan oleh William P Norris (1987) dalam penelitiannya di Brazil, yang
menemukan bahwa ada dua jenis hubungan patron-klien yang dipetakan
sebagai sarana mengatasi masalah sifat partisipasi sosial masyarakat miskin
dan kelas pekerja urban di Brazil. Berdasarkan penelitian di pemukiman liar
di Salvador, jenis kelangsungan hidup dan jenis aliansi dibedakan dengan
analisis pendapatan rumah tangga, jaringan rumah tangga dan proses
dengan mana hubungan terbentuk. Jenis berbeda menurut tingkat
jaringan rumah tangga, jumlah pelanggan, apa yang ditukar dan fungsi
mengikat. Pembagian kerja yang luas di daerah perkotaan, yang sebagian
tercermin dalam karakteristik jenis, berarti bahwa hubungan yang tersebar
di jaringan dan di seluruh kawasan perkotaan. Kurangnya hubungan antara
hubungan patron-klien memiliki efek pada solidaritas. Fungsi dasi aliansi,
dalam beberapa kasus, mempromosikan aliansi vertikal tanpa solidaritas
vertikal. Mereka lebih memilih memikirkan mengenai kelangsungan hidup,
dari pada mempromosikan solidaritas vertikal, menyediakan cara untuk
improverished untuk menambah pendapatan mereka yang tidak mencukupi.
Jadi mereka berfungsi untuk mempertahankan struktur kelas yang
mendasar.
Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh W. Brinkerhoff
(2004), yang menguji mengapa sistem patron-klien pemerintahan selalu ada
di seluruh dunia, dan tumbuh subur disamping upaya untuk
memeperjuangkan liberalisasi ekonomi, demokratisasi, desentralisasi dan
mengubah pemerintahan. Bagaimanapun paham patron-klien tidak pernah
lenyap dari berbagai perubahan masyarakat. Hal ini disebabkan karena di
dalam institusi patron-klien penguasa atau pemerintah susah untuk terbuka
sebab masing-masing mereka membatasi interaksi dengan individu yang
lain. Bagaimanapun pandangan ini menimbulkan pertanyaan mengenai
kapabilitas pemerintahan baik dalam hak maupun kemampuannya untuk
memerintah. Paham patron-klien tidak efisien untuk masyarakat kecil,
mempertimbangkan kepentingan masyarakatnya, yang akan berdampak
pada pergesaran pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial. Meskipun
dalam keadaan yang demikian, ada beberapa klien atau masyarakat kecil
yang mungkin merasa nyaman berada dalam posisi tersebut, karena mereka
mendapatkan jaminan ekonomi dari para penguasa.
Selain itu menurut penelitian yang dilakukan Sri Emy Yuli
Suprihatin (2010) di Kota Yogyakarta”. Menyimpulkan bahwa di kalangan
pedagang "nasi kucing" yang dipandang sebagai patron adalah juragan.
Peranan juragan tidak sebatas menyediakan pondok, namun juga memberi
pinjaman modal usaha, menyediakan bahan baku, menyewakan
perlengkapan berjualan, mencarikan lokasi usaha, memberi perlindungan
dari ancaman elite kota. Sumber daya secara nyata yang dimiliki juragan
dapat kita lihat dari kekuatan juragan untuk menampung delapan sampai
dua puluh pedagang "nasi kucing". Sumber daya andalan pedagang "nasi
kucing" adalah tenaga kerja, kejujuran, dan loyalitas kerja. Sumber daya ini
dipandang lebih rendah dibandingkan dengan sumber daya yang dimiliki
juragan karena ada anggapan bahwa sumber daya tersebut mudah
digantikan orang lain. Pandangan tersebut memberi isyarat kedudukan
pedagang "nasi kucing" lemah. Namun, selemah apa pun posisi pedagang
"nasi kucing" tetap besar artinya bagi juragan sebab tanpa kehadiran
pedagang "nasi kucing" juragan tidak akan terlihat memiliki sumber daya
lebih. Sumber daya yang dimiliki tiap-tiap pihak kemudian dipertukarkan
diperoleh tiap-tiap pihak tidaklah sama. Menurut pedagang "nasi kucing"
keuntungan terbesar diperoleh juragan. Secara objektif dan rasional hal ini
wajar karena juragan sebagai pemilik modal sudah semestinya
mendapatkan untung lebih besar. Hal ini dapat dipahami karena mana
mungkin hubungan tersebut dapat berjalan begitu lama jika juragan tidak
memperoleh keuntungan yang cukup. Keuntungan tersebut menurut juragan
digunakan untuk memberi pinjaman pada saat mendesak, untuk menjamin
kehidupan mereka seperti menyediakan makan setiap harinya, menyediakan
tempat tinggal, dan membayar retribusi. Secara klise juragan menyatakan
dalam istilah Jawa tuna sathak bathi sanak, yang artinya rugi harta tetapi
mendapatkan banyak saudara, namun tetap saja juragan memperoleh
keuntungan besar. Hanya, besarnya keuntungan yang diperoleh juragan
tidak terlalu dipermasalahkan oleh pedagang "nasi kucing". Mereka juga
tidak merasa dirugikan sebab pedagang "nasi kucing" memperoleh
kemudahan dalam hal pinjam-meminjam uang. Kemudahan ini tidak akan
diperoleh melalui koperasi atau lembaga keuangan lainnya”.
Penelitian lain pernah dilakukan oleh Ngadisah (1987). Dalam
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa di kota-kota besar seperti
Jakarta, kegiatan ekonomi dalam sektor informal sering mengundang
permasalahan tersendiri. Sektor ini kurang tersentuh oleh
peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang ditatapkan oleh Pamerintah,
sehingga kegiatannya sering dikatagorikan sebagai kegiatan liar. Namun di
sumbangan yang tidak sedikit dalam menanggulangi pengangguran di
perkotaan, karena usaha-usaha masyarakat kecil di sektor informal
merupakan penyerap tenaga kerja yang cukup besar. Oleh karena itu,
selama Pemerintah belum dapat manyediakan lapangan kerja, bagi sebagian
besar angkatan kerja, tindakan yang paling tepat adalah membina dan
membimbing mereka supaya usaha yang dilakukannya terus berlangsung
tanpa mengganggu sektor lainnya. Apalagi bila diingat bahwa orang yang
bergerak di dalam sektor informal justru orang pribumi yang berekonomi
lemah, atau bahkan ada orang-orang yang tergolong paling miskin di kota.
Oleh karenanya, pembinaan dan perlindungan sektor ini menjadi sangat
penting. Usaha pembinaan dan pengembangan itu akan sulit dilakukan
apabila kegiatan interaksi sosial yang ada dalam kelompok ini belum dapat
dipahami dengan jelas. Mengingat orang-orang yang terlibat dalam usaha
informal ini termasuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah
dan modalnya sangat terbatas, maka kelangsungan usahanya tentu didukung
oleh kelompok-kelompok orang yang mempunyai modal relatif besar.
Sekurang-kurangnya, pasti ada faktor pendukung yang memungkinkan
orang-orang yang bekerja di sektor informal ini tetap bisa mempertahankan
G. Tinjauan Teori
Sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia sehingga sikap atau perilaku kegiatan yang dipelajari dalam
kedudukannya di dalam masyarakat termasuk di dalamnya
perubahan-perubahan sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat tersebut
(Soekamto, 1990: 17).
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
perilaku sosial, dimana obyek studi berupa barang yang konkret dan
realistis. Sesuai dengan pendapat B.F Skiner, barang yang kongkret dan
realitas adalah perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan
perulangannya (Behavior of man and contingencies of reinforcenment).
Tindakan perilaku sosial adalah tindakan yang berkenaan dengan suatu
kemauan yang mengakibatkan adanya suatu ganjaran dan hukuman dari
orang lain. Dengan pengertian semacam inilah maka tindakan yang
mengakibatkan adanya ganjaran dan hukuman yang disebabkan oleh
lingkungan bukan manusi tidak dianggap sebahai suatu perilaku sosial
(Poloma,1994: 60).
Akhirnya permasalahan pokok menurut Homans adalah perilaku
yang bersifat aktual, yakni interaksi antara manusia dan bukan
norma-norma atau hukum-hukum yang diterapkan dalam kondisi mereka. Ia
menyatakan bahwa perlakuan terhadap norma-norma yang ada bukanlah
berarti bahwa ia mengabaikan keberadaan norma-norma dan hukum-hukum
yang berinteraksi secara langsung dengan yang lain dan disebut dengan
perilaku yang mendasar (Poloma, 1994: 60).
Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada antar
hubungan individu dan lingkungannya. Dimana lingkungan itu terdiri atas:
1. Bermacam-macam obyek sosial.
2. Bermacam-macam obyek non sosial.
Secara singkat pokok persoalan sosiologi menurut paradigma ini
adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungan dengan
faktor lingkungan, yang menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku.
Jadi terdapat hubungan fungsional antara tingkah laku dengan perubahan
yang terjadi dalam lingkungan aktor. Persoalan ini yang dicoba dijawab
oleh teori-teori dalam perilaku sosial (Ritzer, 2002: 71).
Dalam penelitian ini berpijak pada teori pertukaran perilaku atau
Theory Exchange dari George C. Homans. Seperti dikutip oleh Poloma
dalam Penelitian Homans, dimana teori pertukaran perilaku ini dilandaskan
pada prinsip ekonomi. Orang menyediakan barang atau jasa dan
sebagainya. Sebagai imbalannya orang akan berharap memperoleh barang
atau jasa yang diinginkan. Perilaku sosial yang dimaksud Hommans adalah
perbuatan yang berkenaan dengan suatu kemauan yang mengakibatkan
adanya reward dan punishment dari orang lain. Menurut Hommans syarat
suatu perilaku sosial adalah jikalau orang yang beraksi memiliki arti
terhadap orang lain dan penghargaan atau sanksi yang datangnya dari orang
1. Makin tinggi ganjara (reward) yang diperoleh atau yang akan
diperoleh, makin besar kemungkinan sesuatu tingkah laku akan
diulang.
2. Demikian juga sebaliknya, makin tinggi biaya atau ancaman
hukuman (punishment) yang akan diperoleh, makin kecil
kemungkinan sesuatu tingkah laku yang serupa akan diulang.
3. Adanya hubungan berantai antara berbagai stimulus dan antara
berbagai tanggapan (Ritzer, 2008: 78-79).
Ahli teori pertukaran memiliki asumsi sederhana bahwa interaksi
sosial itu mirip dengan transaksi ekonomi. Hubungan kerja tersebut
didasarkan pada keinginan untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui
pengembangan usaha yaitu, memperoleh keuntungan berupa uang atau
pendapatan lain. Homans menganggap bahwa orang yang bertindak atau
terlibat di dalamnya untuk memperoleh ganjaran (memperbesar
keuntungan) atau menghindari hukuman (memperkecil biaya). Prinsip
tersebut merupakan prinsip dasar dalam transaksi ekonomi sederhana. Akan
tetapi dalam pertukaran sosial tidak selalu dapat diukur dengan nilai uang,
sebab dalam berbagai transaksi sosial diiperlukan hal yang nyata dan tidak
nyata (Poloma, 1987: 52).
Dalam teori pertukaran, pola hubungan kerja tersebut tercermin
dalam pola hubungan patron-klien. Seperti yang dikutip oleh Haddy Shri
Ahimsa Putra dalam hubungan patron-klien yang diteliti oleh Scott (1972)
“Suatu kasus khusus hubungan antara dua orang yang sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental, dimana seseorang yang lebih tinggi sosial ekonominya (patron) menggunakan pengaruh sumberdaya yang dimilikinya untuk memberiken perklindungan atau keuntungan atau kedua-duanya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya (klien) yang gilirannya membalas pemberian tersebut dengan memberikan dukungan yang umum dan bantuan termasuk jasa pribadi kepada patron” (Putra, 1988: 2).
Teori ini berfungsi sebagai sebuah rumus untuk menyatukan
individu-individu yang bukan dari satu kerabat/keluarga dan sebagai balok
pembangun dari integrasi vertikal. Sifatnya yang didasarkan pada
ketidaksamaan dan sifat fleksibilitas yang tersebar sebagai sebuah sistem
pertukaran pribadi ( Scott, 1993: 8).
Hubungan ini tidak dapat diabaikan sebagai hanya sisa struktur yang
lama tak terpakai tetapi harus dianalisis sebagai sebuah jenis ikatan sosial
yang mungkin dominan dalam kondisi-kondisi tertentu dan bersifat
marginal dalam kondisi lainnya. Sebagai pola pertukaran yang terbesar, jasa
dan barang yang dipertukarkan oleh patron dan klien mencerminkan
kebutuhan yang timbul dari sumberdaya masing-masing. Beberapa unsur
pertukaran dapat dikualifikasikan sedangkan yang lain tidak, analisis
terhadap neraca pertukaran harus mempertimbangkan keduanya.
Dijelaskan dalam penelitian Pelras (1940), yang dikutip oleh
Ngadisah. Pengertian hubungan patron klien sebagai hubungan tidak setara
yang terjalin secara perorangan antara seorang pemuka masyarakat dengan
sejumlah para pengikutnya. Hubungan itu berdasarkan pertukaran jasa,
patron terhadap kliennya. Pola hubungan semacam itu terdapat pada banyak
masyarakat, baik pada zaman dahulu maupun zaman sekarang (Pelras
dalam Ngadisah, 1987: 9-10).
Sebagai mekanisme sosial, ikatan patron-klien bukan bersifat
modern ataupun tradisional secara keseluruhan, akan tetapi lebih bersifat
partikularistik, dan modern yang universal; hubungan patrikularistik
bersifat tersebar dan informal, sedangkan ikatan modern bersifat spesifik
dan kontraktual, walaupun tidak ada perhitungan jasa yang dapat
menyatakan dengan jelas perbedaan ini. (Scott, 1993: 8)
Sebagai pola pertukaran yang terbesar, jasa dan barang yang
dipertukarkan oleh paton dan klien mencerminkan kebutuhan yang timbul
dari sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak.
Adapun arus patron ke klien yang dideteksi oleh Scott adalah:
Arus Patron ke Klien
1. Penghidupan Subsistensi Dasar
Pada banyak daerah, jasa utama seorang paron terhadap klienya dapat
berupa pemberian pekerjaan tetap, atau bisa juga mencakup pemberian
lahan pekerjaan, peralatan, jasa pemasaran, nasihat teknis, dan
seterusnya.
2. Jaminan Krisis Subsistensi
Pada umumnya paron diharapkan memberikan jaminan “dasar”
pendapatan yang akan merusak kehidupan klien jika tidak dilakukan
oleh patron.
3. Perlindungan
Perlindungan bisa berarti melindungi kliennya dari bahaya pribadi
(bandit,musuh pribadi) maupun dari bahaya umum (tentara, pejabat
luar, pengadilan, pemungut pajak).
4. Makelar dan Pengaruh
Jika patron melindungi kliennya perusakan yang berasal dari luar, ia
juga menggunakan kekuatan dan pengaruhnya untuk menarik hadiah
dari luar bagi kepentingan kliennya. Perlindungan merupakan peran
defensifnya dalam menghadapi dunia luar, sedangkan kemakelaran
adalah peran agresifnya.
5. Jasa Patron Kolektif
Secara internal, patron sebagai kelompok dapat melakukan fungsi
ekonomi secara kolektif. Dalam berurusan dengan pihak luar, para
patron dapat melakukan sesuatu yang dilakukan oleh seorang patron
tertentu untuk seorang kliennya. Artinya, mereka bisa saja melindungi
masyarakat dari kekuatan luar, dan mereka bisa memajukan
kepentingan masyarakat dengan melakukan pekerjaan dan jasa publik.
Arus Klien ke Patron
Arus barang dan jasa dari klien ke patron amat sukar untuk
menyediakan jasa dan keahliannya untuk kepentingan patron, apa pun
bentuknya, diantaranya:
1. Jasa Pekerjaan Dasar
2. Jasa Tambahan
3. Jasa Domestik
4. Anggota setia dari fraksi lokal patron.
Unsur kapital mencakup jasa pekerjaan dasar , jasa tambahan bagi
rumah tangga patro, jasa domestik pribadi, pemberian makanan secara
periodik, dan biasanya berfungsi sebagai anggota setia dari fraksi lokal sang
patron (Scott, 1993: 9-10).
Sedangkan tujuan dasar dari terjadinya sebuah hubungan patron
klien dalam suatu kondisi yang stabil, hubungan kekuatan antara patron dan
klien menjadi suatu norma yang mempunyai kekuatan moral tersendiri
dimana didalamnya berisi hak-hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh kedua belah pihak. Dalam konteks hubungan antar kelompok atau suku
bangsa, hubungan patron klien ini lambat laun menjadi hubungan yang
sifatnya struktural dan dominatif. Dan diterima sebagai suatu kebenaran
yang diwariskan secara turun-temurun. Namun hubungan patron klien ini
juga mempunyai akhir atau bisa diakhiri. Ada ambang batas yang
menyebabkan seorang klien berpikir bahwa hubungan patron klien ini telah
berubah menjadi hubungan yang tidak adil dan eksploitatif yaitu ambang
Menurut Scott (1993), agar bentuk hunbungan kerja patron klien
dapat berjalan mulus diperlukan adanya unsur-unsur sebagai berikut:
1. Apa yang diberikan satu pihak adalah sesuatu yang berharga dipihak
lain.
2. Terjadi hubungan timbal balik.
3. Didukung oleh norma-norma dalam masyarakat yang memungkinkan
pihak yang lebih rendah kedudukannya (klien) melalukan penawaran.
Hubungan patron klien memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan
dengan hubungan sosial lain. Seperti yang dikutip Heddy Shri Ahimsa
Putra, dalam penelitian yang dilakukan oleh Scott (1972) mengemukakan
ciri-ciri tersebut sebagai berikut:
1. Terdapat ketimpang pertukaran, karena patron berada pada posisi
yang lebih kuat, lebih tinggi atau lebih kaya dari kliennya.
2. Sifat tatap muka dalam relasi patron klien menunjukkan bahwa sifat
pribadi terdapat di dalamnya.
3. Hubungan patron klien bersifat luwes dan meluas (Putra,1988: 3).
Berdasarkan teori tersebut dapat dijelaskan bahwa pola hubungan
patron-klien yang terjadi antara kotraktor pemenang tender parkir, dengan
juru parkir menempatkan posisi kontraktor pemenang tender parkir sebagai
patron, dan juru parkir sebagai klien. Dalam hubungan tersebut terjadi
hubungan timbal balik antar keduanya dan apa yang diberikan oleh salah
satu pihak akan terlihat berharga bagi pihak yang lain. Dalam hal ini, akan
kontraktor pemegang tender sebagai pemberi lapangan kerja perindungan
kepada para juru parkir , sedangkan juru parkir bertugas mengerjakan
kegiatan penyedia jasa parkir yang ada di lapangan di bawah koordinasi
kontraktor. Sehingga dari adanya hubungan pertukaran antara patron-kliean
akan mengarah pada aktivitas hubungan kerja dan hubungan sosial yang
saling menguntungkan.
Sistem Upah
Sistem upah menurut Moh. As’ad (1991: 71), mengutip pendapat
Mier, “sistem upah dibagi menjadi empat, yaitu sistem upah menurut
produks, sistem upah menurut lamanya bekerja, sistem upah menurut
senioritas, sistem upah menurut kebutuhan”. Dari pendapat itu kemudian
dijabarkan seperti di bawah ini:
1. Sistem Upah menurut Produksi
Sistem upah ini membedakan karyawan berdasarkan atas kemampuan
masing-masing sehingga bisa mendorong karyawan untuk bekerja dan
memperbaiki diri untuk berproduksi lebih banyak. Sistem upah ini akan
menguntungkan bagi karyawan yang cerdas, berbakat dan energies
tetapi kurang menguntungkan bagi karyawan yang lanjut usia dan
kurang mampu daya pikirnya.
2. Sistem Upah menurut Lamanya Bekerja
Sistem ini tidak membedakan kemampuan individual manusia, umur
dan pengalaman, contohnya upah jam-jaman, upah mingguan, upah
sama sehingga yang mempuanyai kemampuan merasa enggan untuk
berproduksi melebihi keadaan rata-rata, karena itu sistem ini
menguntungkan bagi karyawan yang lanjut usia, kurang berpengalaman
dan kurang mampu.
3. Sistem Upah menurut Senioritas
Sistem upah ini sangat bagi karyawan yang lanjut usia dan bagi
karyawan yang lebih muda didorong untuk tetap bekerja pada
perusahaan dengan harapan jika lebih tua akan lebih mendapatkan
perhatian. Sistem ini mendorong orang untuk lebih setia dan loyalitas
terhadapa perusahaan, namun kurang bisa memotivasi karyawan dan
perusahaan akan diisi oleh orang-orang yang cukup usia.
4. Sistem Upah menurut Kebutuhan
Sistem ini memberikan upah lebih kepada mereka yang sudah
berkeluarga, sehingga mereka merasa aman dikarenakan nasib
seseorang menjadi tanggung jawab perusahaan. Perasaan aman
disebabkan karena adanya sumbangan pengobatan, ongkos ganti
perawatan, sandang, pangan, dan perumahan. Kelemahan sistem ini
adalah tidak mendorong inisiatif kerja sehingga sama halnya dengan
sistem upah menurut lumayan bekerja dan senioritas.
Keempat sistem upah ini tidak mungkin dapat dipergunakan secara
tersendiri. Agar lebih tepat, maka harus ada koordinasi yang sempurna antar
keempat sistem tersebut. Pada umumnya akan lebih baik apabila sistem
Dalam penetapan besarnya tingkat upah dan penerapan sistem pengupahan
yang tepat, diharapkan dapat meningkatkan semengat dan gairah kerja para
klien. Begitu pula yang terjadi dalam hubungan kerja patron klien. Pada
dasarnya sisitem upah dalam hubungan kerja patron dapat berupa uang,
barang, atau perlindunga yang dapat menunjang sistem kerja. Hal ini dapat
dimengerti karena manusia akan melakukan kerja sekeras apapun agar
H. Kerangka Berfikir
berawal dari sebuah hubungan kerja dimana hubungan kerja tersebut
informal, dalam kedua bagian hubungan kerja ini selalu diikuti oleh sebuah
hubunganpatron (juragan) dan klien (buruh).
Jaringan patron klien berfungsi sebagai sebuah rumus untuk
menyatukan individu-individu yang bukan dari satu kerabat/keluarga dan
sebagai balok pembangun dari rantai-rantai rumit dari integrasi vertikal.
Hubungan ini tidak dapat diabaikan sebagai hanya sisa struktur yang lama
yang tak terpakai tetapi harus dianalisis sebagai sebuah jenis ikatan sosial
yang mungkin dominan dalam kondisi-kondisi tertentu dan bersifat
marginal dalam kondisi lainnya (Scott, 1993: 8).
Pada hubungan kerja patron-klien terdapat suatu kepentingan yang
timbul dari sumberdaya masing-masing pihak, sehingga menyebabkan
terjadinya sebuah perilaku pertukaran sosial diantara keduanya, yang
kemudian dikualisifikasikan dalam sebuah bentuk arus pertukaran, baik
arus pertukaran yang berasal dari patron (juragan) ke klien (buruh), atau
sebaliknya yaitu arus pertukaran yang berasal dari klien (buruh) kepada
patronnya (juragan).
Seperti halnya yang terjadi pada sistem kinerja juru parkir di Taman
Pancasila, Kabupaten Karanganyar, hubungan kerja yang tercermin antara
kontraktor pemegang tender dengan juru parkir adalah sebuah hubungan
patron klien,yang diawali dari hubungan pertemanan antara dua orang yang
berbeda setatus sosial ekonomi, dan bekerjasama atas dasar saling tolong
informal. Dikatan sebagai hubungan kerja informal, karena dalam sistem
hubungan kerja tersebut tidak terdapat perjanjian kerja secara resmi atau
tertulis.
Keberadaan kontraktor pemegang tender parkir dalam sistem
hubungan kerja yang terjadi cukup menguntungkan bagi para juru parkir,
karena dapat memberikan kesempatan peluang kerja bagi para
pengangguran di sekitar lokasi untuk menjadi juru parkir. Selain itu para
kontraktor juga mendapatkan keuntungan dengan mendapatkan dukungan
dan materi dari para juru parkir. Hubungan yang terjalin nantinya akan
mengarah pada hubungan kerja dan hubungan sosial yang baik, dengan
demikian tercapailah suatu kesejahteraan diantara keduanya.
I. Definisi Konsep
1. Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah merupakan interaksi antara buruh dan majikan
dalam suatu unit usaha dan masing-masing pihak bertindak serta
bertingkah laku sesuai dengan peraturan kerja yang telah disepakati
2. Hubungan Patron Klien
Hubungan timbal balik antara dua orang (kelas atas dengan kelas
bawah) yang dijalin secara khusus (pribadi) atas dasar saling
yang lebih tinggi (patron) dengan sumber daya yang dimiliki
memberikan perlindungan dan keuntungannya kepada status yang lebih
rendah (klien). Sehingga timbal balik dari klien dengan cara
memberikan bantuan umum dan dukungan pribadi kepada patron.
3. Patron
Patron atau yang sering disebut juga dengan juragan adalah seorang
individu dengan status sosial-ekonomi yang lebih tinggi, menggunakan
pengaruh dan sumberdayanya untuk menyediakan perlindungan
dan/atau keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status yang
lebih rendah.
4. Klien
Klien atau buruh adalah seorang individu yang status sosialnya lebih
rendah, yang menggunakan sumberdayanya untuk bekerja,
menggantungkan hidupnya, mencari perlindungan kepada patron, dan
pada gilirannya, klien membalasnya dengan menawarkan dukungan
umum atau bantuan, termasuk jasa pribadi.
5. Juru Parkir
Sebuah profesi penyedia jasa yang mengatur dan menata kendaran baik
roda dua maupun empat pada saat berhenti sementara waktu di tempat
J. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan bentuk penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Lexy Moleong (2000:3 ) yang
mengutip pendapat Bagdan dan Taylor adalah sebagai berikut :”
Penelitian Kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati”.
Sesuai pendapat di atas, maka penelitian ini menggunakan
analisis kualitatif dengan metode deskriptif (Muh Nazir.1999 :63).
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu status
kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”. Tujuan
penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis faktual dan ukuran mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki dan tidak hendak
bertujuan untuk membuat generalisasi hasil penelitian maka besarnya
sampel tidak menjadi hal yang utama, akan tetapi yang lebih penting
adalah variasi data yang diperoleh dari tipe-tipe interaksi hubungan