PERNYATAAN SIKAP DPP IMM
“TOLAK RENCANA KENAIKAN HARGA BBM”
Pemerintah RI dibawah kepemimpinan Jokowi-JK telah menaikkan harga BBM pada hari senin, pukul 21.00 WIB. Berbagai argumentasi dijadikan rujukan. Menurut Pemerintah, subsidi BBM sangat membebani ABPN. Mencabut subsidi BBM, untuk pembangunan infrastuktur, dan mengalihkan subsidi ke sector yang lebih produktif. Menghapus Subsidi BBM, membuat ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menilai, menaikkan harga BBM bersubsidi, atau menghapus BBM bersubsidi adalah kebijakan yang tidak pro-rakyat, tapi pro korporat. Pemerintah terlalu terburu-buru bahkan terkesan ‘ngotot’ ingin menaikkan harga BBM bersubsidi, tanpa memikirkan solusi lain.
Menaikkan harga BBM, atau mencabut subsidi terhadap BBM, hanya menguntungkan para korporat. Menyesuaikan harga BBM dengan harga pasar, adalah agenda neolib. Korporasi Multi Nasional dan swasta (Asing) yang juga ‘bermain’ di sector hilir migas berpotensi mengeser dominasi national corporate (BUMN). SPBU asing akan berseliweran di kota-kota besar bahkan sampai di pedesaan. Karena harga BBM milik national corporate, akan relative sama dengan harga BBM milik korporasi asing. Perlahan tapi pasti, BUMN andalan Bangsa diprivatisasi. Bertentangan dengan agenda Trisakti, Ekonomi Berdikari, yang selalu didengungkan dalam kampanye Pilpres, bahkan disebutkan dalam pidato perdana Presiden Terpilih saat dilantik.
Alasan pemerintah bahwa BBM bersubsidi lebih banyak dirasakan oleh orang kaya, tidak benar. Karena jumlah pengguna BBM bersubsidi, didominasi oleh kendaraan beroda dua 85 Juta, angkot 3 Juta, Nelayan 2 Juta. Yang notabene wong cilik. Kenaikan BBM, menyebabkan inflasi. jutaan rakyat berpotensi jatuh dalam kubangan kemiskinan. Sangat tidak adil rakyat yang harus menanggung akibat dari ‘Salah urus Negara’.
Berikut alasan DPP IMM menolak kenaikan harga BBM
1. Mencabut subsidi untuk rakyat, termasuk subsidi BBM adalah agenda ekonomi Neoliberal. Harga BBM disesuaikan dengan harga pasar, sehingga di sector hilir, dominasi national corporate (BUMN) akan digeser korporasi asing.
2. Defisit APBN tidak sekedar karena beban subsidi. Namun karena kecerobohan Negara yang tidak mampu memproteksi Sumber Daya Alam, Sumber-sumber energy bangsa dari serbuan korporasi asing yang cenderung pofit oriented, bersembunyi dibalik kalimat investasi strategis. Di sector Migas, National corporate (BUMN) hanya mengelolah 12 % sumber energy bangsa. Sisanya dikuasai Multi National Corporate, swasta asing.
4. Pemerintah akan mencabut subsidi karena kuota 46 Juta KL BBM diprediksi tidak akan mencukupi, adalah keputusan yang timpang. Sebelumnya, alasan pemerintah bahwa BBM bersubsidi lebih banyak di nikmati orang kaya. Maka solusinya, perketat pengawasan sehingga BBM bersubsidi benar-benar tepat sasaran. Bukan dengan menaikkan harga BBM, yang dampaknya lebih besar dirasakan ‘wong cilik’. Anehnya, setelah menaikkan harga BBM, pemerintah mengklaim stok BBM bersubsidi masih aman sampai akhir tahun. IMM semakin yakin bahwa kenaikkan harga BBM adalah kebijakatn ‘TITIPAN’.
5. Masih ada solusi lain selain menaikkan harga BBM. Mengoptimalkan pendapatan dari sector pajak, dan memangkas Anggaran Belanja Birokrasi.
6. Subsidi BBM hanya 14,4 % dari total APBN. Sangat tidak adil, rakyat kecil yang harus menanggung beban dari ‘salah urus negara’, harga BBM dinaikkan sementara pemerintah masih mensubsidi bunga hutang BLBI. Yang disebabkan bankir-bankir kaya. Pemerintah tak berani membebani para miliyuner dan perusahaan korporasi asing yang berpesta pora di Negari ini dengan menaikkan pajak.
7. Pemerintah tidak konsisten mewujudkan agenda Trisakti, Ekonomi Berdikari. malah mengusung agenda neolib, mengambil kebijakan yang tidak pro-rakyat tapi pro-korporat.
Dengan alasan tersebut, DPP IMM menyatakan sikap : 1. Menolak Kenaikan Harga BBM
2. Mendesak Pemerintah Mewujudkan agenda trisakti, Ekonomi Berdikari. Renegosiasi kontrak karya Perusahaan asing yang mengeruk kekayaan alam bangsa, nasionalisasi asset-aset strategis bangsa dan mengoptimalkan BUMN untuk mengelola Sumber Daya Alam Bangsa.
3. Revisi UU Migas, Nomor 22 Tahun 2001. Yang membuka ruang bagi liberalisasi di sector migas. Demikian, Semoga dapat menjadi rujukan kader-kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di setiap level kepemimpinan dalam merespon rencana kenaikkan harga BBM.