• Tidak ada hasil yang ditemukan

14816630 jurnal Vol 1 No 1 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "14816630 jurnal Vol 1 No 1 2007"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ANDRAGOGI

JURNAL PENELITIAN DAN PENGKAJIAN PENDIDIKAN NON FORMAL

Susunan Redaksi :

Pembina :

Drs. Erman Syamsuddin, M.Pd

Penanggung Jawab : Ir. Djajeng Baskoro M.Pd

Dewan Redaksi : Drs. H. Hasan Mamu Drs. Hazairin Ali, M.Si Hj. A. Nurhidayah, A.S, S.Sos Muhammad Hasbi, S.Sos, M.Pd

Editor Ahli :

Prof. Dr. Tawany Rahamma, M.A Prof. Dr. A. Mansyur Hamid, M.Pd

Prof. Dr. Arismunandar, M.Pd Drs. Agus Mursidi, M.Pd

Editor Pelaksana: Drs. M. Ali Latief Amri, M.Pd Drs. Syamsul Bahri Gaffar, MSi

Suardi, S.Pd, M.Pd Kartini, S.Pd, M.Pd

Pemimpin Redaksi : Dwi Sarmulyanto, S.T

Anggota Redaksi : Drs. Arman Agung Irhandi Amirin, S.Kom

Amirullah, S.Kom

Penyusun Desain: Amirullah, S.Kom

Alamat Redaksi : Gedung Utama Lantai 1

Balai Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal (BPPNFI) Regional V Makassar

Jl. Adhyaksa, No. 2 Makassar 90231, Sulawesi Selatan Telp. (0411) 421460

(3)

DAFTAR ISI

Andrgogi Suatu Orientasi Baru Dalam Pembelajaran, Oleh Syamsul Bahri Gaffar (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar dan Tim Akademisi BPPNFI Regional V Makassar) ... 1

Kajian Tentang Perlunya Mengembangkan Kelompok Belajar Pendidikan Luar Sekolah ( Studi Kasus Pada Kelompok Belajar Paket B di Kabupaten Gowa Propinsi Sulawesi Selatan oleh Kartini Marzuki (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar) ... ... 6

Faktor-faktor Penghambat Pelaksanaan Tugas Pamong Belajar di Kota Makassar oleh Istiyani Idrus (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar) ... . 10

Konsep dan Metode Pembelajaran Bagi Orang Dewasa oleh Agus Marsidi (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar dan Tim Akademisi BPPNFI Regional V Makassar) ... ... 13

Hubungan Latar Belakang Pendidikan, Usia dan Masa Jabatan dengan Keberhasilan Melaksanakan Tugas Penilik oleh Ali Latief Amri (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar dan Tim Akademisi BPPNFI Regional V Makassar) ... ... . 23

Analisis Sumberdaya Lokal Pendidikan Non Formal oleh Suardi (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar dan Tim Akademisi BPPNFI Regional V Makassar) .... 28

Pendidikan Profesi PTK-PNF Sebagai Salahsatu Strategi Penyiapan Tenaga Pendidik/ Kependidikan Yang Profeional oleh Mustafa (Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Makassar dan Tim Akademisi BPPNFI Regional V Makassar) ... ... 32

Sertifikasi dan Kompetensi Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal Oleh H. Syamsuddin (Dosen Universitas Negeri Makassar ) ... 36

Pendekatan Analisis SWOT Dalam Perencanaan Pendidikan Non Formal Oleh Sitti Hasnah (Pemerhati Pendidikan Non Formal/ Alumni Jurusan PLS Fakultas Ilmu Pendidikan Uneversitas Negeri Makassar) ... .... 46

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr.Wb.

Mengetahui dan menguasai banyak informasi adalah salah satu ciri seorang “Pemimpin”, tanpa pengetahuan yang memadai dan penguasaan informasi, maka kita hanya akan menjadi seorang

“Pemimpi”. Betapa pentingnya informasi dewasa ini tidak terbantahkan lagi, olehnya itu kita perlu membuka kran seluas-luasnya untuk mendukung penyebaran informasi khususnya informasi pendidikan terhadap seluruh lapisan masyarakat.

Khusus terhadap bidang penelitian dan pengkajian Pendidikan Non Formal dan Informal, kebaradaan Jurnal “Andragogi” ini merupakan suatu bentuk usaha positif dalam rangka usaha publikasi terhadap berbagai hasil penelitian dan pengkajian di jalur Pendidikan Non Formal di lingkup wilayah BP-PNFI Regional V. Hal ini adalah suatu hal yang penting, karena disamping fungsinya sebagai media informasi bagi para pemangku kebijakan juga bahan referensi dan parameter sejauh mana usaha yang telah dilakukan dalam hal penelitian dan pengkajian di bidang Pendidikan Non Formal dan Informal, juga akan menjadi media informasi edukatif bagi semua stakeholder.

Naskah yang dimuat dalam Jurnal ini adalah merupakan tulisan dari para PTK-PNF termasuk Tim Akademisi dan pemerhati pendidikan non formal dan informal di wilayah regional V, menyangkut berbagai kajian, baik yang telah dan sedang dilaksanakan maupun kajian yang masih bersifat wacana ilmiah yang berupa solusi alternatif yang perlu ditindaklanjuti demi memecahkan masalah-masalah disekitar penyelenggaraan pendidikan non formal dan informal di Indonesia pada umumnya dan di wilayah regional V pada khususnya.

Ucapan terimakasih dan penghargaan saya kepada seluruh jajaran Redaksi Jurnal Pendidikan Non Formal “Andragogi” yang dengan izin Allah SWT dan atas kerja kerasnya, sehingga Jurnal edisi perdana ini dapat terealisasikan. Akhirnya, semoga Jurnal ini dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada dunia pendidikan, Amin

Wassalam

Kepala BP-PNFI Regional V

(5)

ANDRAGOGI SUATU ORIENTASI BARU

DALAM PEMBELAJARAN

Andragogi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “andr” yang berarti orang dewasa dan “agogos” yang berarti memimpin atau membimbing. Dengan demikian andragogi dirumuskan sebagai suatu ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar.

Oleh : Syamsul Bakhri Gaffar

Abstract:

Istilah Pedagogi nampaknya tidak cocok dipakai untuk menjelaskan tentang ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar. Hal ini memunculkan suatu masalah yang tidak disadari bahwa dalam istilah pedagogi terdapat kata “Paid” yang berarti anak. Demikian juga dalam istilah pedagogi tentang konsep tujuan pendidikan, yaitu penyampaian pengetahuan pada anak-anak. Atas dasar itulah sehingga pendidikan kemudian diartikan sebagai

proses penyampaian pengetahuan. Mendefinisikan pendidikan sebagai proses penyampaian ternyata kurang sesuai

dengan perkembangan dan kehidupan manusia. Oleh karena itu dewasa ini telah muncul suatu teori baru cara membelajarkan orang dewasa yang dikenal dengan istilah Andragogi, yaitu suatu ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar, yang secara prinsip asumsi yang digunakan berbeda dengan Pedagogi, terutama mengenai konsep diri, pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi terhadap belajar.

Kata kunci: Andragogi, orientasi baru, Pembelajaran

Pengetahuan tentang belajar kebanyakan diperoleh dari pengalaman atau penelitian tentang belajar pada anak-anak ataupun binatang. Demikian pula halnya dengan pengetahuan tentang pengajaran, kebanyakan diperoleh dari pengalaman pengajaran anak-anak dalam situasi di mana anak-anak tersebut diwajibkan untuk mengikuti suatu proses belajar-mengajar yang berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal. Pelaksanaan proses belajar-mengajar tersebut didasarkan pada definisi pendidikan sebagai suatu proses penyampaian kebudayaan.

Definisi pendidikan tersebut pada dasarnya bersumber dari suatu istilah pendidikan yaitu Pedagogi. Istilah pedagogi ini berasal dari bahasa Yunani “paid” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing. Itulah sebabnya istilah pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar anak (the art and science of teaching children).

Manusia yang juga telah ditulis dalam buku-buku pendidikan dan kamus, di mana istilah pedagogi diartikan sebagai seni dan ilmu mengajar. Bahkan dalam buku-buku tentang

pendidikan orang dewasa ditemukan istilah “Pedagogy of Adult Education” . Orang rupanya tidak menyadari bahwa dalam istilah pedagogi terdapat kata “paid” yang berarti anak, sehingga istilah pedagogi sangat tidak cocok dipakai untuk menjelaskan tentang ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar. Masalah lain yang muncul sehubungan dengan pengertian yang ditarik dari istilah pedagogi ialah tentang konsep tujuan pendidikan, yaitu penyampaian pengetahuan pada anak-anak. Atas dasar itu pendidikan kemudian diartikan sebagai proses penyampaian pengetahuan. Mendefinisikan pendidikan sebagai proses penyampaian ternyata kurang sesuai dengan perkembangan dan kehidupan manusia.

Selain itu masalah yang timbul dalam pengertian pedagogi adalah adanya pandangan yang mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan. Tetapi di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilitas penduduk, perubahan sistem ekonomi, politik dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam

(6)

kondisi seperti ini pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 20 tahun akan menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun. Jika demikian halnya, maka pendidikan sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan modern. Oleh karena itu pendidikan sekarang tidak lagi dirumuskan sebagai upaya untuk mentransmisikan pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai suatu proses penemuan sepanjang hayat terhadap apa yang dibutuhkan untuk diketahui.

Dewasa ini di kalangan para ahli pendidikan orang dewasa telah berkembang baik di Eropa maupun di Amerika, suatu teori mengenai cara mengajar orang dewasa. Untuk membedakan dengan pedagogi, maka teori baru tersebut di kenal dengan nama Andragogi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “andr” yang berarti orang dewasa dan “agogos” yang berarti memimpin atau membimbing. Dengan demikian andragogi dirumuskan sebagai suatu ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar.

A S U M S I A N D R A G O G I D A N PEDAGOGI

Ada perbedaan mendasar mengenai asumsi yang digunakan oleh Andragogi dan Pedagogi terutama dari aspek konsep diri, pengalaman, kesiapan belajar dan orientasi terhadap belajar. Asumsi itu dapat dikemukakan sebagai berikut:

Konsep Diri.

Menurut Knowles, dalam pendekatan pedagogi peranan peserta didik bergantung pada guru. Dalam hal ini guru diharapkan oleh masyarakat memegang tanggungjawab penuh untuk menentukan apa yang akan dipelajari oleh pada peserta didik, kapan waktunya belajar, bagaimana cara mempelajarinya, dan apakah suatu bahan telah selesai dipelajari atau belum. Sedangakan dalam pendekatan andragogi, proses pematangan manusia merupakan kewajaran bagi seorang individu untuk bergerak dari ketergantungan ke arah kemandirian. Perpindahan ini secara bertahap dan dengan kecepatan yang berbeda-beda sesuai dengan orang dan dimensi kehidupannya. Para guru orang dewasa bertanggungjawab untuk menggalakkan dan memelihara gerakan ini. Orang dewasa mempunyai kebutuhan

psikologis yang dalam untuk mandiri, meskipun dalam situasi-situasi tertentu bergantung pada pihak lain.

Pengalaman.

Peranan pengalamn yang dibawa peserta didik ke situasi belajar kurang bernilai. Hal itu mungkin hanya sebagai titik tolak. Pengalaman yang akan menjadi sumber belajar yang utama bagi peserta didik adalah pengalaman para guru, penulis buku, pencipta Audio-Visual Aids dan ahli-ahli lainnya. Karena itu teknik utama yang digunakan adalah teknik penerusan atau pemindahan (ceramah, tugas dan sebagainya). Dalam andragogi, selama manusia tumbuh dan berkembang mereka menyimpan banyak pengalaman dan karena itu akan menjadi sumber yang tak habis-habisnya untuk belajar, baik bagi mereka secara pribadi maupun bagi orang lain. Lagi pula orang memberikan arti yang lebih besar kepada pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman daripada yang diperoleh secara pasif. Karena itu teknik utama yang digunakan adalah teknik pengalaman (eksperimen, laboratorium, diskusi, pemecahan persoalan, pengalaman lapangan dan sebagainya).

Kesiapan Belajar.

Orang siap mempelajari apapun yang dikehendaki masyarakat terutama sekolah untuk mereka pelajari, asalkan tekanan ini cukup berat bagi mereka. Sebagian orang yang sebaya siap untuk mempelajari bahan yang sama. Karena itu pelajaran hendaknya diatur ke dalam suatu kurikulum yang benar-benar baku, dengan suatu penjenjangan yang seragam bagi semua peserta didik. Dalam andragogi, orang menjadi siap untuk mempelajari sesuatu bila mereka merasakan kebutuhan untuk mempelajari hal itu. dengan tujuan agar dapat menyelesaikan tugas atau persoalan hidup mereka dengan yang lebih memuaskan. Pendidik memegang tanggungjawab menciptakan kondisi dan menyediakan alat-alat serta prosedur untuk membantu para peserta didik menemukan kebutuhan atau keingintahuan mereka. Dengan demikian program belajar hendaknya disusun menurut kategori penerapan hidup dan diurutkan sesuai dengan kesiapan belajar peserta didik.

Orientasi Terhadap Belajar.

(7)

pelajaran, yang sebagian besar mereka anggap hanya akan berguna di kemudian hari. Karena itu kurikulum seharusnya diatur menjadi satuan-satuan pelajaran yang mengikuti urutan logika mata pelajaran bersangkutan. Jadi orientasi mereka berpusat pada mata pelajaran. Sebaliknya dalam andragogi, para peserta didik memandang pendidikan sebagai suatu proses pengembangan kemampuan untuk mencapai potensi kehidupan yang paripurna. Mereka ingin dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan apapun yang mereka peroleh saat ini untuk kehidupan esok yang lebih efektif. Karena itu, pengalaman belajar seharusnya disusun menurut kategori-kategori pengembangan kemampuan. Jadi orientasi mereka terhadap belajar berpusat pada karya atau prestasi. Dari asumsi dasar tersebut di atas

dapat dikemukakan bahwa:

1). Orang dewasa mempunyai konsep diri, yaitu suatu pribadi yang tidak tergantung kepada orang lain yang mempunyai kemampuan mengarahkan dirinya sendiri dan kemampuan mengambil keputusan, 2) Orang dewasa mempunyai kekayaan

pengalaman yang merupakan sumber yang penting dalam belajar,

3) Kesiapan belajar orang dewasa berorientasi kepada tugas-tugas perkembangannya sesuai dengan peranan sosialnya

4) Orang dewasa mempunyai perspektif waktu dalam belajar, dalam arti secepatnya mengaplikasikan apa yang dipelajarinya.

UNSUR PEDAGOGI ANDRAGOGI

Iklim Belajar Berorientasi pada otoritas Formal dan Kompetitif

Berorientasi Pada Kerjasama Saling Menghormati

Perencanaan Direncanakan oleh guru Direncanakan Bersama antara Pelatih dan Peserta

Diagnosis Kebutuhan Belajar Dilakukan oleh guru Dilakukan Bersama Pelatih dan Peserta

Perumusan Tujuan Dilakukan oleh guru Dirumuskan Bersama Pelatih dan Peserta

Orientasi Pada mata pelajaran Pada Masalah

Kegiatan Belajar Mengunakan Teknik Transmisi Menggunakan Teknik Inquiri terhadap Penglaman

Evaluasi Oleh Guru Evaluasi Bersama oleh Pelatih dan Peserta

Perbedaan rancangan proses belajar mengajar antara Pedagogi dan Andragogi dapat digambarkan sebagai berikut:

F U N G S I P E N D I D I K O R A N G DEWASA.

Pendidik orang dewasa mempunyai fungsi antara lain:

a. Menilai kebutuhan belajar individu, lembaga dan masyarakat untuk pendidikan orang dewasa yang sesuai dengan lingkungan organisasinya (fungsi diagnostik).

b. Menetapkan dan mengelola struktur organisasi untuk pengembangan dan pelaksanaan yang

efektif dari suatu program pendidikan orang dewasa (fungsi organisasi).

c. Merumuskan tujuan yang sesuai dengan kebutuhan belajar yang telah ditetapkan, dan merencanakan suatu program kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut (fungsi perencanaan).

(8)

F U N G S I P E N D I D I K O R A N G membantu individu untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, membantu individu untuk mengembangkan sikap bahwa belajar itu adalah kegiatan yang berlangsung sepanjang hayat, dan dengan pendidikan itu

dapat diperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat digunakan untuk bekerja secara mandiri serta dapat mengembangkan potensi-potensi yang kita miliki. Dalam proses belajar ini dapat dimanfaatkan oleh orang dewasa untuk mengembangkan dirinya, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama dengan orang dewasa lainnya.

Pendidik orang dewasa dalam merencanakan program pembelajarannya hendaknya didasarkan pada kebutuhan belajar yang diinginkan oleh orang dewasa, tanpa demikian pendidikan orang dewasa akan mengalami kegagalan.

TEKNIK DAN METODE PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Penjabaran rancangan belajar ke dalam urutan kegiatan belajar memerlukan adanya pengambilan keputusan mengenai teknik dan bahan belajar apa yang paling bermanfaat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajarn. Dan selanjutnya menentukan strategi pembelajaran dengan mengikutsertakan peserta. Posisi pelatih dalam proses ini hanyalah sebagai pemberi saran dan sebagai narasumber.

Ada beberapa teknik atau metode yang dapat

IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Dari asumsi-asumsi yang telah dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa ketiga pendapat tersebut di atas memiliki kesamaan di dalam memandang pebelajar, baik dalam pembelajaran pedagogi maupun andragogi terutama dalam konsep diri, pengalaman, kesiapan untuk belajar, dan orientasi belajar. Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa dalam pembelajaran orang dewasa perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Iklim belajar perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa. Baik ruangan yang digunakan maupun peralatan (kursi, meja, dan sebagainya) diatur sesuai dengan selera orang dewasa agar dapat memberi kenyamanan bagi mereka. Selain itu, dalam iklim belajar tersebut, perlu diciptakan kerjasama yang saling menghargai antara para peserta dengan peserta lain maupun dengan para pelatih/fasilitator. Ini berarti bahwa setiap peserta diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengemukakan pandangannya tanpa ada rasa takut dihukum maupun dipermalukan. Iklim belajar seperti ini akan sangat tergantung kepada pelatih/fasilitator.

2. Peserta diikutsertakan dalam mendiagnosa kebutuhan belajarnya. Mereka akan merasa terlibat dan termotivasi untuk belajar apabila apa yang akan dipelajarinya itu sesuai dengan kebutuhan yang ingin dipelajari.

d. Menciptakan dan mengawasi prosedur yang diperuntukan bagi pelaksanaan suatu program secara efektif, termasuk memilih dan melatih ketua-ketua kelompok belajar, tutor, mengatur fasilitas dan proses administrasi, seleksi dan penerimaan pebelajar, dan pembiayaan (fungsi administrasi).

e. Menilai efektivitas program pendidikan yang dilaksanakan (fungsi evaluasi).

1. Presentasi. Teknik ini meliputi antara lain: ceramah, debat, dialog, wawancara, panel, demonstrasi, film, slide, pameran, darmawisata, dan membaca.

2. Teknik Partisipasi peserta. Teknik ini meliputi antara lain: tanyajawab, permainan peran, kelompok pendengar panel reaksi, dn panel yang diperluas.

3. Teknik Diskusi. Teknik ini terdidi atas diskusi terpimpin, diskusi yang bersumberkan dari buku, diskusi pemecahan masalah, dan diskusi kasus.

4. Teknik Simulasi. Teknik ini terdiri atas: permainan peran, proses insiden kritis, metode kasus, dan permainan.

(9)

3. Peserta dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya. Dalam perencanaan ini fasilitator lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing dan manusia sumber.

4. Dalam proses belajar-mengajar merupakan tanggungjawab bersama antara pelatih/ failitator dan peserta. Kedudukan pelatih/ fasilitator lebih banyak berperan sebagai manusia sumber, pembimbing, dan katalist dari pada sebagai guru.

5. Evaluasi belajar lebih menekankan pada cara evaluasi diri sendiri dalam mengetahui kemajuan belajar peserta.

6. Karena orang dewasa merupakan sumber belajar yang lebih kaya dibandingkan anak-anak, maka proses belajar nya lebih ditekankan kepada teknik yang sifatnya menyadap pengalaman mereka seperti: kelompok diskusi, metode kasus, simulasi, permainan peran, latihan praktek, demonstrasi, bimbingan konsultasi, seminar, dan sebagainya.

7. Penekanan dalam proses belajar bagi orang dewasa adalah pada aplikasi praktis dan atas dasar pengalaman mereka.

8. Urutan kurikulum dalam proses belajar orang dewasa disusun berdasarkan tugas perkembangannya dan bukan atas dasar urutan logik mata pelajaran atau

kebutuhan kelembagaan. Misalnya suatu program latihan orientasi untuk para pekerja baru, bukan dimulai dengan sejarah atau filsafat perusahaan, tetapi dimulai dengan kehidupan nyata yang menjadi perhatian para pekerja baru, seperti: di mana saya harus bekerja, dengan siapa saya bekerja, apa yang diharapkan dari saya, dan sebagainya. 9. Adanya konsep mengenai tugas-tugas

perkembangan pada orang dewasa akan memberi petunjuk dalam belajar secara kelompok. Untuk tugas-tugas perkembangan, maka belajar secara kelompok yang anggota kelompoknya bersifat homogen akan lebih efektif.

10. Pendidik orang dewasa tidak boleh berperan sebagai seorang guru yang mengajarkan mata pelajaran tertentu, tetapi ia berperan sebagai pemberi bantuan kepada orang yang belajar.

11. Kurikulum dalam pendidikan untuk orang dewasa tidak berorientasi kepada mata pelajaran tertentu, tetapi berorientasi kepada masalah. Hal ini karena orang dewasa cenderung berorientasikan kepada masalah dalam orientasi belajarnya.

12. Oleh karena orang dewasa dalam belajar berorientasi kepada masalah, maka pengalaman belajar yang dirancang berdasarkan pula pada masalah atau perhatian yang ada dalam benak mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Amalius Sahide. 1990. Pendidikan Orang Dewasa. Ujungpandang: FIP IKIP

Knowles, Malcolm. 1977. The Modern Practice of Adult Education, Andragogy Versus Pedagogy. New York: Assosiation Press.

Zainuddin Arif. 1984. Andragogi. Bandung: Angkasa.

Penulis adalah - Dosen Jurusan PLS FIP UNM

- Tim Akademisi BPPLSP Regional V Makassar

(10)

KAJIAN TENTANG PERLUNYA

MENGEMBANGKAN KELOMPOK BELAJAR

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

(Studi Kasus pada Kelompok Belajar Paket B Di Kabupaten Gowa)

Oleh : Kartini Marzuki

Bruner (1985) mengemukakan asumsinya bahwa proses belajar mengajar pengetahuan (cognitive learning) seharusnya didasarkan sepenuhnya atas tiga hal. Pertama, adanya dorongan yang tumbuh dari dalam peserta didik. Kedua, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar. Ketiga, peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganajaran dan hukuman yang datang dari luar dirinya yaitu dari anak didik.

Abstract:

Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari solusi dalam upaya mengembangkan kelompok belajar Paket B sebagai satuan Pendidikan Luar Sekolah. Secara khusus penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis keadaan kelompok belajar paket B di Kabupaten Gowa, (2) Mengungkap dan menganalisis upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kelompok belajar Pendidikan Luar Sekolah, (3) Mengungkap dan menganalisis peran yang dapat dilakukan oleh tenaga PLS dalam mengembangkan kelompok belajar Paket B. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Data dikumpulkan melalui angket, wawancara dan studi kepustakaan. Informan berjumlah 16 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Kelompok Belajar Paket B di Kabupaten Gowa mengalami peningkatan dari segi kualitas. Upaya pengelolaan dalam mengembangkan kelompok belajar Paket B dilakukan dengan cara pemberian motivasi kepada warga belajar, sumber belajar dan masyarakat sekitar. Demikian pula dengan meningkatkan mutu pengelola, sumber belajar dan pengadaan sarana dan prasarana. Adapun peran yang dapat dilakukan oleh tenaga PLS adalah sebagai motivator, fasilitator, dinamisator dan sebagai komunikator.

1. PENDAHULUAN

Pendekatan kelompok muncul karena pendekatan individual dan pendekatan massal mengandung banyak kelemahan. Pendekatan individual yang intensif karena kekuatan komunikasi langsung,

face to face ternyata kurang luas jangkauannya, sehingga terlampau mahal dan banyak waktu yang diperlukan. Sebaliknya pendekatan massal mampu menjangkau daerah dan sasaran yang luas karena bantuan kekuatan media massa, akan tetapi seringkali menampakkan kelemahan karena efeknya kurang intensif disertai alur komunikasi yang sepihak saja.

Pendekatan kelompok banyak dipilih karena diangap bisa mengambil kekuatan kedua pendekatan tersebut di atas dengan

menekan kelemahannya. Kelompok belajar (learning Group/i) dapat dianggap sebagai perujudan pendekatan kelompok dalam dunia pendidikan.

Kelompok belajar dalam maknanya yang lebih luas berarti setiap kelompok yang memungkinkan para warganya bisa belajar secara efektif dan efisien. Batasan operasional tentang kelompok belajar ini bermakna luas, sehingga dengan sendirinya tidak semata-mata merujuk pada kelompok

(11)

belajar dari Direktorat Pendidikan Masyarakat saja. Kelompok tani yang dibina oleh Departemen Pertanian sepintas seperti sekumpulan petani saja, akan tetapi bila ditelaah secara seksama ternyata juga merupakan kelompok belajar.

Kelompok belajar bukan sekedar merupakan kelompok sasaran informasi atau pesan, juga bisa berfungsi sebagai wahana pembelajaran yang bisa diandalkan dalam pendidikan luar sekolah. Dalam kelompok belajar dapat terjadi tukar menukar pengetahuan, pengalaman, bahkan keterampilan antara sesama warga belajar. Suasana kelompok belajar yang tidak kaku bisa mendorong keberaanian untuk berperan serta berpartisipasi dalam proses belajar.

B r u n e r ( 1 9 8 5 ) m e n g e mu k a k a n asumsinya bahwa proses belajar mengajar pengetahuan (cognitive learning) seharusnya didasarkan sepenuhnya atas tiga hal. Pertama, adanya dorongan yang tumbuh dari dalam peserta didik. Kedua, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar. Ketiga, peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganajaran dan hukuman yang datang dari luar dirinya yaitu dari anak didik. Dengan kata lain, peserta didik akan merasa bahwa belajar itu adalah merupakan bagian dari kehidupannya, dilakukan atas dorongan dari dalam dirinya bila kegiatan belajar ini sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan dirinya dan penghargaan akan datang dari peserta didik sendiri, antara lain adanya kepuasan atas kemampuan diri untuk melakukan dan menghasilkan sesuatu yang dipelajari (the autonomy of self reward).

Kelompok belajar bisa berkembang menjadi kelompok kerja (working group) manakala para warganya merasa perlu merealisasikan hasil belajar mereka dalam bentuk kegiatan usaha bersama. Pengalaman belajar bersama dapat membina rasa kegotongroyongan yang bisa menjadi modal yang penting bagi pembangunan masyarakat.

Kelompok belajar pendidikan luar sekolah lebih didasarkan pada kemauan dan kemampuan masyarakat pada umumnya dan warga belajar pada khususnya serta bersifat fleksibel. Karena hal tersebut maka pada umumnya kelompok belajar PLS terkesan “asal ada” dan tidak terawat jika dibandingkan dengan

pendidikan sekolah, maka keadaannya jauh tertinggal.

Kajian tentang upaya mengembangkan kelompok belajar PLS sangat diperlukan. Hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pemantapan kompetensi para lulusan Jurusan PLS khususnya serta pembinaannya selaku lembaga kependidikan pada umumnya.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana keadaan kelompok belajar Paket B di Kabupaten Gowa?, (2) Bagaimana upaya yang diakukan untuk mengembangkan Kelompok Belajar Paket B di Kabupaten Gowa? dan (3) Peran apa yang dapat dilakukan oleh tenaga PLS dalam mengembangkan kelompok belajar Paket B di Kabupaten Gowa ?

2. METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data meliputi: (1) Angket, yang disebarkan pada pengelola kelompok belajar, (2) Observasi, teknik ini dimaksudkan untuk mengadakan pengamatan langsung mengenai proses pembelajaran yang dilakukan oleh setiap kelompok belajar. Pengamatan terutama ditentukan kepada interaksi belajar mengajar antara tutor dan warga belajar termasuk penggunaan alat dan fasilitas belajar lainnya, (3) Wawancara, teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh data penunjang dari responden, baik dari sumber belajar maupun warga belajar, (4) Studi kepustakaan, yaitu usaha untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan teori-teori atau konsep-konsep erat hubungannya dengan masalah yang diteliti.

3. HASIL PENELITIAN

Ditinjau dari asprk program belajar, kelompok belajar paket B merupakan paket yang diatur oleh pemerintah yang terdiri dari dua bagian yaitu pendidikan dasar umum dan pendidikan keterampilan. Untuk pendidikan keterampilan, p e n g e m b a n g a n p r o g r a m d i u p a y a k a n kerelevansian kebutuhan warga belajar dan kebutuhan masyarakat. Hal ini berimplikasi bagi para pengelola dan penanggung jawab secara

(12)

langsung terhadap pelaksanaan kelompok belajar paket B untuk menyusun program belajar keterampilan yang relevan dengan kebutuhan warga belajar dan masyarakat.

Peran kelompok belajar sebagai salah satu satuan pendidikan luar sekolah baru bisa dilihat dari cara pengelolaaannya saja, sebab jika ditinjau dari segi hasil belum maksimal. Hal ini dimungkinkan karena beberapa faktor, antara lain adalah masalah pembiayaan yang dirasa belum mencukupi untuk membiayai seluruh kegiatan penyelenggaraan. Selain itu sarana dan prasarana yang dipergunakan terbatas hanya yang dimiliki oleh sekolah yang dipergunakan sebagai tempat kegiatan pembelajaran. Program kejar paket B yang merupakan program pendidikan setara SLTP yang dilaksanakan melalui jalur pendidikan luar sekolah merupakan suatu kewajaran apabila sarana dan prasarana belajar harus pula disetarakan dengan sarana dan prasarana yang bisa dipergunakan setingkat SLTP.

Adanya keterbukaan dari pihak sekolah yang dipergunakan sebagai tempat pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Hal ini akan memberikan motivasi tersendiri bagi para penyelenggara untuk memanfaatkan sarana dan parasarana secara maksimal. Disamping kondisi masyarakat yang menurut ukuran kriteria pendidikan masih banyak yang belum mencapai batas pendidikan dasar sembilan tahun terutama mereka yang telah melewati batas usia pendidikan sekolah dasar.

Berdasarkan data yang dideskripsikan sebelumnya bahwa warga belajar mempunyai tingkat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan belajar. Kondisi iniperlu dimanfaatkan secara maksimal dan menjadi pendorong bagi penyelenggaraan/ pengelola untuk meningkatkan pengelolaan kelompok belajar paket B di daerahnya.

Peran serta yang telah dilakukan oleh penilik dikmas dan tenaga lapangan dikmas dalam mengembangkan kelompok belajar paket B telah dapat dibuktikan. Peran serta ini dilakukan dengan cara memotivasi sumber belajar warga belajar serta pelaksana. Perlakuan seperti ini diharapkan kelompok belajar yang menjadi binaannya dapat terus berkembang sesuai dengan garis program yang direncanakan.

Dalam rangka meng embangkan kelompok belajar penilik dikmas dan tenaga lapangan dikmas melakukan berbagai kegiatan

d i a n t a r a n y a m e n i n g k a t k a n ko m p o n e n pembelajaran baik itu tutor (sumber belajar) pengelola melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan oleh kelompok belajar tersebut serta lebih mengintensifkan pemantauan.

Peran yang bisa dilakukan oleh seorang tenaga pendidikan luar sekolah menurut data yang terkumpul dari responden diketahui bahwa peran tersebut adalah sebagai motivator, fasilitator, dinamisator dan peran sebagai komunikator. Sebagai motivator, seorang tenaga pendidikan luar sekolah harus menyiapkan diri dengan berbagai strategi yang memungkinkan warga belajar akan merasa termotivasi, baik motivasi menerima program, melaksanakan maupun untuk mengembangkan program. Pemberian motivasi oleh tenaga PLS bisa dilakukan terhadap para pelaksana program (pengelola), warga belajar, tutor, sumber belajar, atau terhadap masyarakat. Masyarakat dipandang penting karena merupakan basis aktivitas pelaksana kegiatan.

Kemampuan memotivasi har us didukung kemampuan mengidentifikasi kebutuhan belajar warga belajar dan masyarakat, mengidentifikasi potensi yang bisa dikembangkan serta mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh kelompok belajar. Hal ini dimaksudkan agar apa yang dilakukan oleh seorang tenaga PLS dan benar merupakan hal yang bermanfaat dalam rangka membantu pemenuhan kebutuhan belajar masyarakat. Identifikasi kebutuhan belajar akan melahirkan suatu alternatif program yang mesti dikembangkan. Peran ini cenderung dikelompokkan sebagai peran seorang tenaga PLS sebagai fasilitator.

Peran sebagai dinamisator adalah untuk mempercepat terjadinya perubahan kearah positif dari suatu program. Peran ini sangat strategis, mengingat sebagai dinamisator akan memberikan dinamika kearah yang terfokus pada sasaran. Dalam hal ini mempercepat penerimaan program oleh warga belajar, proses pemberian arahan, bimbingan dan bantuan serta proses pengendalian dari hal-hal yang dianggap dapat mengurangi akses kelompok belajar.

Peran sebagai komunikator lebih diarahkan pada penyamapaian infor masi berkenaan dengan kebijakan tentang kelompok belajar, informasi tentang hal-hal yang baru baik ke dalam maupun ke luar kelompok belajar, atau

(13)

4. KESIMPULAN

Pelaksanaan kelompok belajar paket B di kabupaten Gowa sudah mengalami perkembangan terutama dari segi kualitas. Perkembangan tersebut diharapkan menjadi tolok ukur dan proyeksi yang positif untuk mengembangkan kelompok belajar paket B pada masa-masa selanjutnya.

Dalam pelaksanaan program paket B merupakan salah satu program yang dipaketkan oleh pemerintah, sehingga untuk pendidikan dasar umum semua daerah disamakan. Untuk program keterampilan diharapkan dikembangkan oleh warga belajar disesuaikan dengan muatan local yang dimingkinkan menjadi keterampilan yang dapat diamnfaatkan oleh warga belajar

setelah menyelesaikan pendidikannya. U p a y a p e n g e l o l a d a l a m mengembangkan kelompok belajar paket B harus dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui pemberian motivasi kepada warga belajar, sumber belajar (tutor) ataupun masyarakat sekitar. Selain itu dilakukan pula dengan cara penataan, perlindungan terhadap informasi-informasi yang tidak menguntungkan serta menjaga kerelevansian dengan kebutuhan warga belajar dan masyarakat. Hal lain adalah meningkatkan mutu para pengelola, sumber belajar serta pengadaan sarana dan prasarana yang dimungkinkan sangat berpengaruh terhadap jalannya kegiatan.

Adapun peran yang bisa dilakukan oleh seorang tenaga PLS yaitu sebagai motivator, fasilitator, dinamisator dan sebagai komunikator. Peran-peran tersebut erat kaitannya dengan profesi dan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang tenaga PLS.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Suryadi. 1988. Proses Belajar Mengajar dalam Kelompok. Mandar Maju. Bandung.

Alisi, Albert. 1980. Perspectives on Social Work Practice. The Free Press. A Devision of MacMillan Publishing Co. Inc, New York

Anwas Iskandar. 1991. Petunjuk Teknis Program Kejar Paket B. Asona, Jakarta Fiere, Paulo. 1985. Pendidikan Kaum Tertindas. Terjemahan. LP3ES, Jakarta

Knowles, Malcolm S. 1995. Informal Adult Eduation, Assosiation Press, New York

Kuntoro, Sodiq. S. 1985.Dimensi Manusia dalam Pemikiran Pendidikan. Nurcahaya, Yogyakarta Nasution S. 1986. Didaktik dan Asas-asas Mengajar. Jemmars, Bandung

Orlich, Donald C. 1985. Teaching Strategies. Lexington. Massachussets

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991, tentang Pendidikan Luar Sekolah. Sinar Grafika,

Jakarta

Sudjana D. 1983. Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah. Nusantara Press. Bandung ————. 1983 Metodologi dan Teknik Kegiataan Belajar Partisipatif. Theme 76 Bandung

bahkan pula sebagai penghubung antara pihak yang berwenang dengan para pelaksanan di lapangan. Komunikasi yang teratur, terbuka dan terarah dimungkinkan melahirkan suatu keterbukaan dari berbagai pihak atau bahkan pula dapat menghilangkan persepsi negatif dari masyarakat tentang keberadaan kelompok belajar.

Penulis adalah - Dosen Jurusan PLS FIP UNM

(14)

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT

PELAKSANAAN TUGAS PAMONG BELAJAR

DI KOTA MAKASSAR

Tugas Pamong Belajar SKB telah dikemukakan dalam SK Menpan nomor 127 tahun 1989, yang bersangkut paut dengan ketentuan angka kredit bagi mereka. Salah satu tugasnya adalah menyelenggarakan pembelajaran masyarakat. Nampaknya dengan tugas ini, Pamong Belajar SKB harus bekerja lebih ulet secara profesional dengan memanfaatkan waktu kerja seefisien mungkin. Pamong Belajar SKB sebagai tenaga pendidik, diaharapkan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan berhasil, namun dengan keterbatasan kemampuan profesional dan banyaknya hambatan yang ditemukan dalam melaksanakan tugasnya mereka kurang berhasil melaksanakan tugas

Dra. Istiyani Idrus, M.Si

Abstrak

Populasi penelitian ini adalah Pamong Belajar yang bekerja pada Sanggar Kegiatan Belajar di Makassar, jumlahnya 20 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket. Dari hasil analisis data diketahui bahwa ada delapan hambatan yang dialami Pamong Belajar dalam melaksanakan tugasnya, yaitu kekurangan dana operasional, terbatasnya sarana belajar, kurangnya kesadaran warga belajar, kurangnya kemampuan tenaga pendidik PNF, kurangnya respon pejabat setempat, kurangnya respon masyarakat setempat, kurangnya kemampuan Pamong belajar, dan terbatasnya waktu kerja.

PENDAHULUAN

Pendidikan nonformal mempunyai kedudukan yang sama dengan pendidikan formal dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Hal ini telah menjadi kesepakatan nasional, seperti yang disebutkan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Kesepakatan tersebut ditindak lanjuti dengan penyelenggaraan berbagai program PNF, seperti Kejar Paket A,B,C, Magang, dan berbagai latihan keterampilan dan kejuruan masyarakat dalam berbagai jenis keahlian, serta kegiatan PNF lainnya, baik yang dilaksanakan pemerintah maupun swasta.

Salah satu instansi pemerintah di bawah naungan Depdiknas, secara teknis diberi wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan program PNF adalah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). SKB terdapat disetiap kabupaten/ kota mempunyai pegawai yang bertugas menangani layanan PNF yang disebut Pamong Belajar. Kedudukan Pamong Belajar dalam Sisdiknas disebut tenaga

pendidik PNF.

Tugas Pamong Belajar SKB telah dikemukakan dalam SK Menpan nomor 127 tahun 1989, yang bersangkut paut dengan ketentuan angka kredit bagi mereka. Salah satu tugasnya adalah menyelenggarakan pembelajaran masyarakat. Nampaknya dengan tugas ini, Pamong Belajar SKB harus bekerja lebih ulet secara profesional dengan memanfaatkan waktu kerja seefisien mungkin.

(15)

daerah lainnya. Masyarakat kota ini memiliki keragaman status ekonomi, sosial, suku dan ekonomi, sehingga diperlukan cara tersendiri bagi Pamong Belajar SKB dalam membelajarkan masyarakatnya.

Berdasarkan kenyataan di atas, peneliti terdorong untuk mencaritahu hambatan-hambatan apakah yang dialami Pamong Belajar dalam melaksanakan tugasnya. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dalam pembinaan Pamong Belajar SKB, terutama dalam mengatasi hambatan tugasnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Variabel yang diselidiki adalah faktor-faktor penghambat pelaksanaan tugas oleh Pamong Belajar SKB di Kota Makassar.

Populasi penelitian adalah Pamong Belajar SKB yang bertugas di Kota Makassar, jumlahnya 20 orang. Untuk mendapatkan data yang diperlukan digunakan angket, yang dijawab Pamong Belajar SKB. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif (persentase) sebagai dasar dalam membuat kesimpulan.

H A S I L P E N E L I T I A N D A N

PEMBAHASAN

Dari hasil analisis data diperoleh ada delapan jenis hambatan yang dialami Pamong Belajar SKB dalam bertugas, yaitu: kekurangan dana operasional (20 %), terbatasnya sarana belajar (18 %), kurangnya kesadaran belajar warga belajar (16 %), kurangnya kemampuan tenaga pendidik/ tutor PNF (15 %), kurangnya respon pejabat setempat (14 %), kurangnya respon masyarakat setempat (13 %), kurangnya kemampuan profesional Pamong Belajar (12 %) dan kurang waktu kerja (10 %).

Hambatan pertama adalah kekurangan dana operasional. Hal ini berarti bahwa Pamong Belajar SKB dalam melaksanakan tugasnya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Kekurangan dana hendaknya jangan dijadikan alasan oleh Pamong Belajar SKB untuk malas melaksanakan tugasnya, tetapi disini dituntut kereativitas mencari pemecahannya.

Hambatan yang kedua adalah terbatasnya sarana belajar. Sarana belajar yang lengkap dan memadai ikut pula menentukan keberhasilan

dalam bertugas. Jika sarana belajar kurang atau tidak ada maka ada diantara program PNF yang macet bahkan gagal. Untuk itu diperlukan sarana belajar yang memadai dan berkualitas dari berbagai pihak atau dari yang berwenang. Hambatan yang ketiga adalah kurangnya kesadaran warga belajar. Hal ini menunjukkan bahwa warga belajar masih kurang menyadari betapa pentingnya belajar bagi kehidupannya. Kesadaran warga belajar perlu ditumbuhkan sebelum melibatkan mereka dalam program pembelajaran PNF, karena dengan kesadaran menjadi pendorong untuk berpartisipasi dalam program pembelajaran yang diprogramkan oleh Pamong Belajar SKB.

Hambatan yang keempat adalah kurangnya

kemampuan tenaga pendidikan PNF. Hal ini menunjukkan bahwa tutor/fasilitator belum semuanya profesional. Oleh sebab itu, Pamong Belajar SKB perlu menyeleksi seteliti mungkin sebelum memanfaatkannya. Di samping itu, para tenaga pendidik PNF perlu terus dibimbing agar lebih profesional, percaya diri dan sukarela membantu sesamanya.

Hambatan yang kelima adalah kurangnya respon pejabat setempat. Jika Pamong Belajar SKB ingin mendapatkan respon positif dari pejabat setempat, maka senantiasalah berkonsultasi dengannya, dan selalu melakukan pendekatan dengan maksud mensosialisasikan program PNF.

Hambatan yang keenam adalah kurangnya respon masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dalam setiap program pembelajaran PNF dapat terjadi, jika masyarakat memahami dan memperoleh nilai tambah dari kegiatan pembelajaran tersebut. Oleh sebab itu, Pamong Belajar SKB pada priode awal programnya harus mampu memperlihatkan kemanfaatannya, sehingga untuk program selanjutnya dapat diperoleh dukungan dari mereka. Sifat solidaritas dikalangan masyarakat harus tetap dijaga dan dikembangkan, dengan cara melibatkan mereka dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan program pembelajaran.

Hambatan yang ketujuh adalah kurangnya k e m a m p u a n P a m o n g B e l a j a r S K B. Kekurangmampuan Pamong Belajar SKB merupakan suatu hal yang tidak sepantasnya ter jadi, karena kalau itu ter jadi dapat dipastikan

(16)

kewajiban mereka terabaikan, yang akan berdampak pada kinerja dan kenaikan pangkat mereka. Untuk dapat mengembangkan kemampuan profesional mereka, perlu diberi peluang untuk mengikuti pendidikan dalam jabatan (diklat teknis, seminar, lokakarya) dan pendidikan lanjut.

Hambatan kedelapan adalah kurangnya waktu kerja. Untuk mengatasi hal tersebut, Pamong Belajar SKB perlu membuat rencana kerja yang menggambarkan prioritas program yang harus dilakukan. Hal ini sangat penting agar Pamong Belajar SKB tidak banyak terlibat dalam kegiatan lintas sektoral yang menyebabkan tugas pokok terabaikan. Dengan pembagian waktu yang baik, akan memperoleh manfaat yang berarti dalam membelajarkan masyarakat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat delapan hambatan pokok yang ditemui Pamong Belajar SKB dalam melaksanakan tugasnya di kota Makassar, yaitu: kurangnya dana operasional, terbatasnya sarana belajar, kurangnya sarana belajar, kurangnya kesadaran belajar warga belajar, kurangnya kemampuan tenaga pendidik PNF, kurangnya respon pejabat pemerintah setempat, kurangnya respon masyarakat setempat, kurangnya kemampuan profesional Pamong Belajar, dan kurangnya waktu kerja.

Sebagai implikasi dari kesimpulan disarankan agar kiranya pihak yang berwenang (Depdiknas dan pemerintah setempat) memberikan perhatian, pembinaan dan kerjasama, terutama dalam mengatasi hambatan dalam bertugas. Bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan/ PT dan lembaga Diklat lainnya perlu melakukan langkah-langkah pengembangan kurikulum sesuai kebutuhan lapangan/ pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud R.I., 1988, Petunjuk Teknis Program Paket A dan Kejar Usaha, Jakarta Ishak Abdulhak, 1986, Strategi Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta: Karunika

Kaufman Roger, 1987, Pemantauan dan Penilaian Dampak Pelatihan Pamong Belajar SKB dan Penilik Diklusepora (laporan Penelitian), Jurusan PLS IKIP Ujungpandang

Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam PendidikanNasional, Sekjen Depdikbud, Jakarta

S.K. Menpan RI nomor 127 tahun 1989 tentang Angka Kredit Bagi Pamong BelajarSKB, diperbanyak BPKB Ujungpandang

Sudjana,H.D., 1991, Pendidikan Luar Sekolah Wawasan Sejarah PerkembanganSejarah dan Teori Pendukung Asas, Bandung: Nusantara Press

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Semarang: Aneka Ilmu.

(17)

KONSEP DAN METODE PEMBELAJARAN

UNTUK ORANG DEWASA

Pendidikan orang dewasa dapat. diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasi-kan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metoda apa yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun non-formal, baik dalam rangka kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah, di tempat kursus, pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau

keprofesionalannya Oleh: Agus Marsidi

Abstrak. Membangun manusia pembangunan dapat terjadi kalau diberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pendidikan orang dewasa, sebab proses pembe1ajaran ini harus dikembangkan dengan cepat sesuai dengan lajunya pembangunan bangsa. Ulasan di seputar pendidikan di sekolah sudah sangat sering didiskusikan dengan herbagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerinah, akan tetapi di lapangan, tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik melalui pendidikan melalui jalur sekolah maupun pendidikan luar sekolah, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Untuk membelajarkan orang dewasa melalui pendidikan orang dewasa dapat dilakukan dengan berhagai metoda dan strategi yang diperlukannya. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. OIeh sebab ilu, harus dipahaini bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri.

Kata kunci: Cara pembelajaran orang dewasa, pendidikan sekolah, pendidikan luar sekolah, kemandirian, pengarahan diri sendiri.

1. PENDAHULUAN

Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang penlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa. Tidak selamanya kita berbicara dan mengulas di seputar pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Kenyataan di lapangan, hahwa tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan informal maupun nonformal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Masalah yang sering muncul adalah bagaimana kiat, dan strategi membelajarkan orang dewasa yang notabene tidak menduduki bangku sekolah. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan helajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh

sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Dengan begitu apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang.

(18)

Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Perlu dipahami apa pendorong hagi orang dewasa belajar, apa hambatan yang dialaininya, apa yang diharapkannya, bagaimana ia dapat belajar paling baik dan sebagainya (Lunandi, 1987).

Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam mnenghadapi orang dewasa sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa semacam itu tumbuh dalam teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi sebagai ilmu yang memiliki dimensi yang luas dan mendalam akan teori belajar dan cara mengajar. Secara singkat teori ini memberikan dukungan dasar yang esensial bagi kegiatan pembelajaran orang dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran orang dewasa memerlukan pendekatan khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep teori yang didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa sebagai siswa.

Kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki daerah dan kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan masyarakat bersifat non formal sebagian besar dari siswa atau pesertanya adalah orang dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh sebab itu, kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik atau penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan.

Salah satu masalah dalam pengertian andragogi adalah adanya pandangan yang mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan. Tetapi di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilisasi penduduk, perubahan sistem ekonomi, dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21 tahun akan menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun. Apabila demikian

halnya, maka pendidikan sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan modem (Arif, 1994).

Oleh karena itu, tujuan dan kajian/tulisan ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek yang mungkin dilakukan dalam upaya membelajarkan orang dewasa (andragogi) sebagai salah satu altematif pemecahan masalah kependidikan, sebab pendidikan sekarang ini tidak lagi dirumuskan hanya sekedar sebagai upaya untuk mentransmisikan pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai suatu proses pendidikan sepanjang hayat (long life education).

2. KAJIAN TEORI

2.1. Pengertian Andragogi

Andragogi berasal dan bahasa Yunani andros artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin. lstilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi yang ditarik dan kata paid artinya anak dan agogus artinya memimpin. Maka secara harfiah pedagogi herarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni atau pengetahuan mengajar anak, maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelas kurang tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Sementara itu, menurut (Kartini Kartono, 1997), bahwa pedagogi (lebih baik disebut sebagai androgogi, yaitu ilmu menuntun/mendidik manusia; aner, andros = manusia; agogus = menuntun, mendidik) adalah ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya.

(19)

dewasa sebagai pribadi yang sudah matang mempunyai kebutuhan dalam hal menetapkan daerah belajar di sekitar problem hidupnya. Kalau ditarik dari pengertian pedagogi, maka andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari peserta didik bukan kegiatan mengajar guru. Oleh karena itu, dalam memberikan definisi andragogi lebih cenderung diartikan sebagai seni dan pengetahuan membelajarkan orang dewasa.

2. 2. Kebutuhan Belajar Orang

Dewasa

Pendidikan orang dewasa dapat. diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metoda apa yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun non-formal, baik dalam rangka kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah, di tempat kursus, pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau keprofesionalannya dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda yakni di suatu sisi mampu mengem-bangankan pribadi secara utuh dan dapat mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonoini, dan teknologi secara bebas, seimbang dan berkesinambungan.

Dalam hal ini, terlihat adanya tekanan rangkap bagi perwujudan yang ingin dikembangankan dalam aktivitas kegiatan di lapangan, pertama untuk mewujudkan pencapaian perkemhangan setiap individu, dan kedua untuk mewujudkan peningkatan keterlibatannya (partisipasinya) dalam aktivitas sosial dan setiap individu yang bersangkutan. Begitu pula pula, bahwa pendidikan orang dewasa mencakup segala aspek pengalaman belajar yang diperlukan oleh orang dewasa baik pria maupun wania, sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuannya masing-masing.

Dengan demikian hal tersebut dapat

berdampak positif terhadap keberhasilan pembelajaran orang dewasa yang tampak pada adanya perubahan perilaku ke arah pemenuhan pencapaian kemampuan/keterampilan yang memadai. Di sini, setiap individu yang berhadapan dengan individu lain akan dapat belajar hersama dengan penuh keyakinan. Perubahan perilaku dalam hal kerjasama dalam berbagai kegiatan, merupakan hasil dan adanya perubahan setelah adanya proses belajar, yakni proses perubahan sikap yang tadinya tidak percaya diri menjadi peruhahan kepercayaan diri secara penuh dengan menambah pengetahuan atau keterampilannya. Perubahan penilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan) pengetahuan atau keterampilan serta adanya perubalian sikap mental yang sangat jelas, dalam hal pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan, tetapi harus dihekali juga dengan rasa percaya yang kuat dalam prihadiriya. Pertambahan pengetahuan saja tanpa kepercayaan diri yang kuat, niscaya mampu melahirkan per ubahan ke arah positif herupa adanya pembaharuan baik fisik maupun mental secara nyata, menyeluruh dan berkesinambungam

Perubahan perilaku bagi orang dewasa terjadi melalui adanya proses pendidikan yang berkaitan dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini, sangat memungkinkan adanya partisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan bagi orang lain, disehabkan produktivitas yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar, sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih kearah usaha pemenuhan kebutuhan lain yang lebih diperlukannya sebagai penyempumaan hidupnya.

(20)

belum membutuhkan atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka setiap individu perlu rasa aman jauh dan rasa takut, kecemasan, dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, sebab ketidakamanan hanya akan melahirkan kecemasan yang herkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah terpenuhi, maka setiap individu butuh penghargaan terhadap hak azasi dirinya yang diakui oleh setiap individu di luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan mempunyai harga diri.

Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan dirinya membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajamya. Secara psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta kegiatan pendidikan/ pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar yang harus disediakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa yang cocok digunakan. Menurut Lunandi (1987) yang terpenting dalam pendidikan orang dewasa adalah: Apa yang dipetajari pelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dan pertemuan pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilalukukan pengajar, pelatih atau penceramah dalam pertemuannya.

2 . 3 . P r i n s i p P e n d i d i k a n O r a n g

Dewasa

Pertumbuan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai prihadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya, dan dijamin kelentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan ketidaksenangan akan usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak yang beberapa tingkatan masih menjadi objek pengawasan,

pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan pengendalian orang dewasa yang berada di sekeliling, terhadap dirinya.

Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar alau pendidikan orang dewasa tentunya lehih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri,— istilah Rogers dalam Knowles (1979), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar atan pendidikan merupakan prosess of becoining a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain; atau kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri

(self-uchuslizatiun).

(21)

dikatakan remaja adalah tingkatan kehidupan dimana proses semacam itu terjadi, dan ini berjalan terus sampai mencapai kematangan.

Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa pemuda (tidak hanya orang dewasa) memiliki kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan menyadari bahwa terdapat keadaan yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan sejak pertengahan masa remaja individu mengembangkan apa yang dikatakan “pengertian diri” (sense of identity).

S e l a n j u t n y a , K n o w l e s ( 1 9 7 0 ) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut.

Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dan ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.

Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih-lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai.

Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dain orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono,

1992). Sejalan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang dilentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lehih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya.Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya.

2.4. Kondisi Pembelajaran Orang Dewasa

Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pcngajar, penatar, instr uktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendoininasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan altematif-altematif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Orang dewasa pada hakekalnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut. Di samping itn, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadiriya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan mengemukakan

(22)

ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.

Oleh karena sifat belajar hagi orang dewasa adalah hersifat subjektif dan unik, maka terlepas dan benar atari salahnya, segala pendapat perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dart pembimbingnya, dan pada akhimya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut maka suasana belajar yang kondusif tak akan pemah terwujud.

Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berheda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling herbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang hagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).

Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadiriya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan pisis mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau diperma1ukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai altematif kebebasan mengemukakan ide/ gagasan dapat diciptakan.

Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar sccara khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribad i orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu

harus sama dalam prihadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersehut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar helakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi wama yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.

Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, herani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dan belajar.

Pada akhimya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya herharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dan orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan

2.5. Pengaruh Penurunan Faktor

Proses belajar manusia berlangsung hingga ahkir hayat (long life education). Namun, ada korelasi negatif antara pertarubahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula. Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Menurut Vemer dan Davidson dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan Konsep dan Metode ...

(23)

3. Kadangkala proses pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, hal ini dikarenakan belajar hanya diorientasikan terhadap peruhahan tingkah laku, sedang perubahan perilaku saja tidak cukup, kalau perubahan itu tidak mampu menghargai hudaya bangsa yang luhur yang harus dipelihara, di samping metode berpikir tradisional yang sukar diubah.

4. Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal yang unik dan khusus serta bersifat individual. Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi sendiri untuk memperlajari dan menemukan pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran tersebut. Dengan adanya peluang untuk mengamati kiat dan strategi individu lain dalam belajar, diharapkan hal itu dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri dalam belajar, sebagai upaya koreksi yang lebih efeklif. 5. Faktor pengalaman masa lampau

sangat berpengaruh pada setiap demikian, bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan hunyi sampingan dan suara di latar belakangnya bagai menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d.

A d a b e b e r a p a h a l y a n g p e r l u diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu, maka purlu diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini:

1. Terciptanya proses belajar adalah suatu prose pengalaman yang ingin diwujudkan oleh setiap individu orang dewasa. Proses pembelajaran orang dewasa berkewajiban memotivasi/ m e n d o r o n g u n t u k m e n c a r i pengetahuan yang lebih tinggi. 2. Setiap individu orang dewasa dapat

belajar secara efektif bila setiap individu mampu menemukan makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang baik itu berhubungan dengan keperluan pribadinya.

psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:

1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglilhatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas mulai hergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat puluh fahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm.

2. Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan penggunaan bahan dan alat pendidikan.

3. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya1 maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas. 4. Makin bertambah usia, persepsi kontras

warna cenderung ke arah merah daripada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya komea atau lensa mata, sehing ga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-warna lenmbut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras untuk alat-alat peraga.

5. Pe n d e n g a r a n a t a u k e m a m p u a n menerima suara mengurang dengan bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita. Hanya 11 persen dan orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51 persen dan orang yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran. 6. Pemhedaan bunyi atau kemampuan

untuk membedakan bunyi makin

Referensi

Dokumen terkait

Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Balai Litbang P2B2) Donggala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan

Dengan adanya situasi tersebut di atas, penulis mencoba membangun sebuah sistem informasi untuk menunjang Program Sertifikasi Guru dalam menunjang sertifikasi guru

Karang Taruna merupakan salah satu wadah yang tepat dalam membina dan menyiapkan generasi muda yang jiwa kepemimpinan dan mencetak kader-kader masa depan bangsa..

Penelitian ini berargumen bahwa pada masa pandemi Covid-19 dimana perusahaan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk bekerja dari rumah ternyata mempengaruhi

Rencana strategis masih lemah dalam mengelola kondisi saat ini dan proyeksi kondisi masa depan, seperti perencanaan jangka panjang atau jangka menengah dalam menentukan

seorang orang tua dengan masa depan anaknya yang kurang terjamin, dengan percaya diri dia memasukkan anaknya ke sekolah sepak bola dari situ bakat anaknya mulai

Demikianlah 7 artikel yang kami sajikan dalam Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vol.. Jurnal ini memuat hasil penelitian khususnya di bidang

maka pada kompetensi ini bisa digabung menjadi satu pertemuan dengan kompetensi yang lain. Melihat pertemuan berikutnya hanya untuk menguasai dua kompetensi dan