• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penjatuhan Sanksi Terhadap Narapidana yang Melakukan Tindak Pidana Selama Menjalani Pembinaan Menurut Hukum Pidana di Indonesia (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penjatuhan Sanksi Terhadap Narapidana yang Melakukan Tindak Pidana Selama Menjalani Pembinaan Menurut Hukum Pidana di Indonesia (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta Medan)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI PROSES PEMBINAAN NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

A. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Narapidana merupakan salah satu jenis warga binaan yang dibina di Lapas. Penghuni suatu Lapas adalah mereka yang menjalankan pidana penjara atau pidana kurungan, orang yang dikenakan penahanan sementara, orang-orang yang disandera (gegijzelden), dan orang-orang lain yang tidak menjalankan pidana penjara atau pidana kurungan, tetapi secara sah telah dimasukkan kedalam Lapas.56

Pemidanaan narapidana sebelum Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 tahun 1995 (selanjutnya disebut Undang-Undang Pemasyarakatan) ini diberlakukan, dilakukan pada bangunan yang dikenal dengan istilah penjara. Inti dari pidana penjara adalah mengutamakan pemberian pembalasan yang setimpal atas pelanggaran yang dilakukan. Perhatian terhadap narapidana, kepentingan narapidana sama sekali diabaikan.57 Teori pembalasan benar-benar dilaksanakan, seolah-olah narapidana adalah objek semata-mata.58 Pembalasan tersebut bertujuan untuk memberikan efek jera agar sipelaku tidak mengulangi perbuatannya kembali. Tugas penjara pada waktu itu, tidak lebih dari mengawasi

56

P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 167.

57

Harsono, Op.Cit., hal. 36 58

(2)

para narapidana agar tidak membuat keributan dalam penjara dan tidak melarikan diri dari penjara.59

Konsep pemasyarakatan yang dikenal di Indonesia pada dasarnya merupakan konsep yang ditawarkan Sahardjo pada tahun 1963.60 Menurut Muladi sebagaimana yang dikutip oleh Eva Achjani Zulfa dan Indrianto Seno Adji berpendapat bahwa konsep pemasyarakatan ini ditujukan untuk menggantikan konsep penjara peninggalan Belanda yang diatur dalam Ordonnantie op de Voorwaardelijke Invrijheodstelling (stb.1917-749 tanggal 27 Desember 1917 jo stb.1926-488), Gestichten Reglement (stb. 1917-708 tanggal 10 Desember 1917) dan Uitvoeringordonnantie op de Voorwaardelijke Veroordeeling (stb. 1926-487 tanggal 16 November 1926) yang kesemuanya dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi dan norma masyarakat Indonesia pasca kemerdekaan.61 Sistem pelaksanaan pembinaan pada narapidana dari sistem penjara menjadi sistem pembinaan dimulai pada tahun 1964 ini membawa perubahan yang cukup jauh dalam hubungannya dengan tujuan pemidanaan. Selanjutnya Muladi menyatakan bahwa masalah pemidanaan menjadi sangat kompleks sebagai akibat dari usaha untuk memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut hak asasi manusia, serta menjadikan pidana bersifat operasional dan fungsional.62 Proses pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan sebagai pembaharuan pelaksanaan pidana penjara merupakan suatu kegiatan yang mengandung dua hal.63 Hal

59

Ibid. 60

Eva Achjani Zulfa dan Indrianto Seno Adji. Op.Cit, hal. 126 61

Ibid. 62

Ibid, hal.61. 63

(3)

pertama yang adalah mengandung suatu kegiatan pemikiran tentang bentuk pidana penjara yang akan mengalami evolusi berkenaan dengan upaya baru pelaksanaan pidana penjara baru, dan pada hal yang kedua adalah mengandung suatu kegiatan pemikiran tentang perlakuan cara baru terhadap narapidana dalam rangka sistem pemasyarakatan.64 Sistem pemasyarakatan diselenggarakan untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga kemudian dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dan dapat aktif berperan dalam pembangunan serta dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Kedua hal tersebut merupakan faktor utama dan tetap dalam pembaharuan pelaksanaan pidana penjara.

Undang-Undang Pemasyarakatan mulai diberlakukan tanggal 30 Desember 1995. Sistem pembinaan bagi narapidana dan anak pidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. hak yang sama juga terjadi pada institusinya yang semula disebut rumah penjara dan rumah pendidikan negara berubah menjadi Lapas. Menurut Undang-Undang Pemasyarakatan, pemasyarakatan diartikan sebagai kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam tata peradilan.65 Pemasyarakatan dilakukan berdasarkan suatu sistem terpadu yang dilakukan bukan saja oleh petugas yang berwenang namun juga melibatkan masyarakat sekitar. Penghuni Lapas juga berbeda dengan

64 Ibid. 65

(4)

sistem penjaraan, dimana penghuni dalam Lapas dinamakan warga binaan pemasyarakatan. Warga binaan pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan.66 Pembinaan dalam Undang-Undang Pemasyarakatan tidak lagi pemberikan pembalasan pada narapidana melainkan berupa pembinaan di dalam pemasyarakatan. Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Pemasyarakatan menerangkan bahwa narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas. Terpidana yang dimaksud itu adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.67 Pasal 4 Undang-Undang Pemasyarakatan kemudian menyebutkan bahwa Lapas didirikan di setiap kabupaten atau kotamadya.

Sistem pembinaan narapidana dan warga binaan pemasyarakatan lainnya dalam Undang-Undang Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas :68

a. Pengayoman;

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan; c. Pendidikan;

d. Pembimbingan;

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan

orang-orang tertentu.

Pengayoman adalah perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada warga binaan pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna dalam masyarakat.

66

Ibid, Pasal 1 Angka 5. 67

Ibid, Pasal 1 angka 6. 68

(5)

Persamaan perlakuan dan pelayanan, yaitu pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada warga binaan pemasyarakatan tanpa membeda -bedakan.

Pendidikan, yaitu penyelenggaraan pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan pancasila, antara lain penananman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

Penghormatan harkat dan martabat manusia, yaitu sebagai orang yang tersesat warga binaan pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.

Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, yaitu warga binaan pemasyarakatan harus berada dalam Lapas untuk jangka waktu tertentu selain dari itu haknya sebagai manusia dan perdatanya tetap dilindungi.

Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu, yaitu walaupun berada didalam Lapas tetapi warga binaan tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak diasingkan dari masyarakat, seperti diperbolehkan menerima kunjungan, hiburan ke dalam Lapas dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

(6)

bersangkutan mendapat bebas bersyarat atau cuti menjelang bebas. Pembinaan secara ekstramural yang dilakukan di Lapas disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka kedalam kehidupan masyarakat.69 Hal ini tidak ditemukan pada sistem penjara yang dianut pada zaman Belanda dulu.

Pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilakukan dimulai setelah dilakukan pendaftaran terlebih dahulu sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Pemasyarakatan. Pendaftaran narapidana di Lapas meliputi pencatatan putusan pengadilan, pencatatan jati diri, pencatatan barang dan uang yang dibawa, pemeriksaan kesehatan, pembuatan pasfoto, pengambilan sidik jari, dan pembuatan berita acara serah terima terpidana.

Pembinaan narapidana didalam Lapas dilakukan oleh petugas-petugas yang dipimpin oleh seorang kepala Lapas. Pembinaan terhadap narapidana di Lapas dilakukan penggolongan atas dasar:

a. Umur;

b. Jenis kelamin;

c. Lama pidana yang dijatuhkan; d. Jenis kejahatan;

e. Kriteria lainnya sesuai dengan lebutuhan atau perkembangan pembinaan.

Pembinaan narapidana anak dilakukan di tempat yang terpisah dengan narapidana dewasa. Kriteria tersebut dilakukan berdasarkan penggolongan umur. Narapidana yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun dilakukan di Lapas anak. Penggolongan juga dilakukan berdasarkan jenis kelamin narapidana. narapidana wanita dan narapidana laki-laki juga dipisah. Untuk tindak pidana

69

(7)

tertentu seperti tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dibeberapa tempat juga dibuat Lapas tersendiri. Untuk menjalankan pembinaan narapidana memilki hak yang tidak dapat dilupakan. Pasal 14 Undang-Undang Pemasyarakatan menentukan hak narapidana yaitu :

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. Menyampaikan keluhan;

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya;

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana ( remisi);

j. Mendapakan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat; l. Mendapat cuti menjelang bebas; dan

m.Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(8)

narapidana sebagaimana dimaksud harus dilakukan diluar wilayah hukum pengadilan negeri yang menjatuhkan putusan pidana yang sedang dijalani, narapidana yang bersangkutan dapat dipindahkan ke Lapas setempat untuk dilakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang dimaksud.70

Awal perubahan ini didukung dengan berkembangnya teori pemidanaan treatmen. Teori treatmen berpendapat bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan, bukan pada perbuatannya.71 Argumentasi dari aliran ini dilandaskan pada alasan bahwa pelaku kejahatan adalah orang sakit sehingga membutuhkan tindakan perawatan (treatmen) dan perbaikan (rehabiltation) dan pembinaan. Aliran ini lahir pada abad ke-19.

Perubahan tersebut memiliki dampak besar dalam proses pembinaan narapidana, yaitu adanya pengklasifikasian narapidana berdasarkan usia, jenis kelamin dan lamanya masa pidana seperti yang termuat dalam Pasal 12 Undang Pemasyarakatan. Proses pembinaan narapidana yang dianut oleh Undang-Undang Pemasyarakatan ini mengikuti aliran modern yang berkembang dibeberapa negara didunia. Pembinaan juga sudah dilakukan dengan membentuk tim-tim yang memiliki fungsinya sendiri dalam rangka mendukung pembinaan seperti pada Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Pemasyarakatan yang mengatur bahwa pada proses pembinaannya terdapat suatu tim pengamat pemasyarakatan yang terdiri dari pejabat-pejabat Lapas, BAPAS, atau pejabat lainnya yang bertugas:

1. Memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan;

70

A. Josias Simons dan Thomas Sunaryo, Op.Cit., hal 65. 71

(9)

2. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan pembimbingan;dan

3. Menerima keluhan dan pengaduan dari warga binaan.

Pembentukan, susunan, dan tata cara kerja balai pertimbangan pemasyarakatan dan tim pengamat pemasyarakatan ditetapkan keputusan menteri. Pegawai Lapas yang bertugas dalam pembinaan narapidana diperlengkapi dengan senjata api.72

Penetapan sistem pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan terpidana membawa suatu kesadaran, dimana kesadaran itu membawa Indonesia kepada faham “rehabilitation” yang berarti narapidana soyogianya tidak dipidana

melainkan diperbaiki (resosialisasi) semata-mata.73 Penjara tidak ada lagi di Indonesia. Konsep tempat berpijak dan kegiatan-kegiatan kepenjaraan sudah diubah dan diganti. Rumah penjara sekarang dinamakan Lapas.

Perubahan menuju yang lebih baik sudah dimulai, tetapi kenyataan yang terjadi di lapangan, banyak Lapas di Indonesia yang belum melaksanakan perintah Undang-Undang Pemasyarakatan sepenuhnya, sehingga pembinaan dalam Lapas tidak berjalan optimal. Beberapa Lapas masih memiliki fasilitas yang kurang memadai, jumlah petugas yang kurang dan kurangnya disiplin dari petugas Lapas sendiri.

72

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tentang Pemasyarakatan, Pasal 48. 73

(10)

B. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Pembinaan narapidana di Lapas dalam pandangan publik sering kali terkesan buruk, sebab tak jarang dari warga binaan yang dibina dan dibimbing dalam Lapas justru malah bertambah buruk bukannya bertambah baik. Prinsip pemasyarakatan pada dasarnya adalah terpidana yang dibina didalam Lapas tidak dimaksudkan membuat mereka menjadi lebih jahat, namun sebaliknya yaitu membina dan mendidik mereka agar menjadi manusia lebih baik. Pembinaan yang terbaik bagi keberhasilan narapidana dalam menjalani pembinaan dan dapat kembali kemasyarakat serta tidak mengulangi lagi perbuatannya, adalah pembinaan yang berasal dari dalam diri narapidana itu sendiri.74 Untuk dapat menumbuhkan perubahan dalam diri narapidana tersebut membutuhkan peran dari orang lain yang berada di sekitarnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan (selanjutnya disebut dengan PP Nomor 31 Tahun 1999) pada Pasal 1 angka 1 menerangkan bahwa pembinaaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesionalitas, kesehatan jasmani, dan rohani narapidana dan anak didik narapidana. Lapas memiliki andil yang sangat besar dalam proses pembinaan narapidana dan warga binaan lainnya. Pasal 3 PP Nomor 31 Tahun 1999 kemudian menjelaskan bahwa pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian terhadap narapidana dan warga binaan lainnya, meliputi:

74

(11)

1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. Kesadaran berbangsa dan bernegara; 3. Intelektual;

4. Sikap dan prilaku;

5. Kesehatan jasmani dan rohani; 6. Kesadaran hukum;

7. Reintegrasi sehat dengan masyarakat; 8. Keterampilan kerja;dan

9. Latihan kerja dan produksi.

Penanaman nilai-nilai agama merupakan nilai yang paling penting dalam pembinaan. perwujudan asas ini adalah dengan ditetapkannya hak narapidana untuk melakukan ibadah sesuai agama dan kepercayaan yang dianut dari masing-masing narapidana. Semua asas-asas diatas harus dimuat dalam suatu sistem pembinaan yang dilaksanakan tanpa adanya diskriminasi. Asas-asas ini sekaligus sebagai upaya perlindungan hak-hak narapidana. Peningkatan kualitas intelektual narapidana dilakukan melalui kegiatan pendidikan bagi narapidana di Lapas. Pendidikan dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan informal yang diselenggarakan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan dalam bentuk kursus, latihan keterampilan, dan sebaginya. Tujuan dari pendidikan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berfikir warga binaan pemasyarakatan.75

Pelaksanaan pembinaan selanjutnya diatur dalam, Pasal 7 PP Nomor 31 tahun 1999 menentukan bahwa pembinaan narapidana dilaksanakan dengan melalui beberapa tahap yaitu tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Peralihan dari satu tahap ke tahap lainnya ditetapkan melalui sidang yang dilakukan oleh

75

(12)

tim pengamat pemasyarakatan berdasarkan data dari pembina pemasyarakatan, pengaman pemasyarakatan, pembimbing pemasyarakatan dan wakil narapidana.

Ketentuan mengenai waktu untuk tiap-tiap proses pembinaan tersebut diatur dalam Pasal 9 PP Nomor 31 tahun 1999 selengkapnya menentukan :

(1) Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 2 huruf a bagi narapidana dimulai sejak dengan 1/3 ( satu pertiga) dari masa pidana.

(2) Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) buruf b meliputi:

a. Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan ½ ( satu perdua) dari masa pidana dan

b. Tahap lanjutan kedua sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 ( dua pertiga) masa pidana.

(3) Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf ayat (2) huruf c dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan. (4) Pentahapan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),(2) dan

ayat (3) ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan. Pasal 10 PP Nomor 31 tahun 1999 kemudian menjelaskan bahwa pembinaan tahap awal dimulai dengan masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama 1 bulan; perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian; Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian dan Pemilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal. Pembinaan tahap lanjutan dimulai dengan Perencanaan program pembinaan lanjutan; Pelaksanaan program pembinaan lanjutan; Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan; dan Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi. Pembinaan tahap akhir dilakukan dengan Perencanaan program integrasi; Pelaksanaan program integrasi; Pelaksanaan program integrasi;

(13)

perlakuan terhadap narapidana di Indonesia sejak tahun 1964 dengan rasionalisasi sebagai tujuannya, adalah bagaimana proses pembinaan narapidana itu dilaksanakan. Proses pemasyarakatan ditinjau dari segi keamanannya (security) dibagi menjadi 4 ( empat) tahap :

Tahap pertama, tahap maximum security terhadap narapidana dalam tahap ini mendapat pengawasan ketat, kalau perlu penjagaan bersenjata, terutama bai narapidana yang berbahaya. Tahap ini sampai 1/3 masa pidana yang sebenarnya, tahap ini diawali dengan tahap oerientasi yaitu sejak masuk, didaftar, diteliti surat-surat vonisnya, lama pidananya, diperhitungkan kapan bebasnya dan lain-lain, da diadakan penelitian untuk mengetahui hal ihwal tentang dirinya. Hasil penelitian ini sangat penting untuk bahan penyusunan program pemidanaan selanjutnya pendidikan/pekerjaan apa yang cocok, dan dimana ia harus dibina. Tahap admisi dan orientasi ini berjalan paling lama satu bulan; tahap kedua, tahap medium security tahap ini teradap narapidana sudah lebih longgar pengawasannya bila dibanding dengan tahap pertama. Sudah dapat bekerja, berolah raga diluar Lembaga pemasyarakatan dengan pengawalan oleh petugas pemasyarakatan. tahap ini sampai ½ masa pidana yang sebenarnya; tahap ketiga, tahap minimum security tahap ini dimulai dari ½ sampai 2/3 masa pidann yang sebenarnya. Dalam tahap ini sudah dapat diasimilasikan ke luar Lembaga Pemasyarakatan tanpa pengawalan. Asimilasi ini misalnya beribadah, berolah raga, mengikuti pendidikan, bekerja keluar Lembaga Pemasyarakatan bersam-sama masrayarakat umum tanpa pengawalam , hanya bersifat pegawasan dan bimbingan dari petuga Lembaga Pemasyarakatan. pada tahap ini pula dapat diasimilasikan keluar, yaitu bekerja diluar Lembaga Pemasyarakatan pagi berangkat dan sore pulang ke Lembaga Pemasyarakatan dalam rangka mandiri (bekerja sendiri) disuatu tempat yang tetap; misalnya sebagai pemangkas rambut, atau pada perusahaan swasta, misalnya sebagai karyawan dalam sebuah pabrik atau badan suatu pemerintahan sekalipun misalnya sebagai supir; dan tahap empat, tahap integrasi pada tahap ini apabila sudah menjalani 2/3 masa pidananya. Apabila sudah menjalani 2/3 masa pidananya dan paling sedikit 9 bulan seseorang narapidana dapt diusulkan/ diberikan lepas bersyarat atau voorwaardelijke invrijheidsteling yang disingkat VI . Disini narapidana sudah sepenuhnya berada ditengah-tengah masyarakat/ keluarganya, hanya nanti apabila sudah habis masanya VI nya, ia kembali ke Lembaga Pemasyarakatan terdekat untuk mengurus/menyelesaikan surat bebas/surat lepasnya. Dengan mendapat surat lepas dari Lembaga Pemasyarakatan ini maka habis / hilanglah statusnya sebagai narapidana.76

76

(14)

Pola pembinaan baik narapidana pria maupun narapidana wanita dilakukan dengan ketentuan yang sama, namun pembinaan narapidana wanita dilakukan pada Lapas khusus wanita, dan dibimbing oleh petugas-petugas wanita juga. Tingkat kualitas pembinaan narapidana tidak lepas dari kemampuan petugas yang membimbingnya, sehingga tidak jarang pembinaan dilakukan dengan pendekat-pendekatan yang berbeda. Semakin berkualitas petugas yang melakukan pembinaan, maka efek pembinaan pun juga akan semakin efektif.

(15)

bersangkutan.77 Proses pemindahan narapidana tersebut harus dilakukan melalui tahapan yang telah ditentukan. Selanjutnya Pasal 51 PP Nomor 31 Tahun 1999 menentukan bahwa pemindahan narapidana dapat dilakukan dengan menggunakan sarana trasnportasi darat, laut dan udara. Pemindahan narapidana yang membutuhkan waktu bermalam dalam perjalanan bermalam harus menginap di Lapas atau Rutan terdekat. Pemindahan narapidana tersebut harus dengan menggunakan kendaraan khusus dan alat keamanan lain yang telah memenuhi persyaratan kemanan. Pemindahan narapidana selanjutnya diatur dalam Pasal 52 dan Pasal 53 PP Nomor 31 Tahun 1999 dimana harus mendapat pengawalan paling sedikit dua orang petugas pemasyarakatan dan dapat dalam hal tertentu dapat meminta bantuan pihak kepolisian. Pengawalan terhadap narapidana wanita dilakukan oleh petugas pemasyarakatan wanita. Pengawalan yang dilakukan kepada narapidana yang dipindahkan harus tetap memperhatikan faktor kemanusiaan. Kepala Lapas wajib memberitahukan kepada keluarga narapidana yang dipindahkan satu hari sebelum pemindahan. Segala pembiayaan yang keluar selama proses pemindahan narapidana tersebut merupakan tanggungan dari pemerintah.

Usaha untuk mewujudkan pemantapan peran pembinaan dalam proses pembinaan pemasyarakatan kemudian satu tim yang dibentuk dan sangat berperan, yaitu Tim Pengamatan Pemasyarakatan (TPP). Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan

77

(16)

Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan, dalam Bab III bagian pertama, pasal 12 ditentukan bahwa:

1. TPP pusat berada di Direktorat Jendral Pemasyarakatan dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

2. TPP wilayah berada di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Perundang-undangan dan bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah. 3. TPP daerah berada di Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan dan

bertanggung jawab kepada masing-masing kepala Unit Pelaksana Teknis Unit.78

TPP tersebut kemudian memiliki tugas pokok yang dipertegas pada Pasal 13 Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan, yaitu:

1. Memberikan saran mengenai bentuk dan program pembinaan, pengamanan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan.

2. Membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan,pengamanan dan pembimbingan

3. Menerima keluhan dan pengaduan dari warga binaan pemasyarakatan.79 Proses pembinaan narapidana dan warga binaan lainnya sebagaimana yang ditentukan 53 PP Nomor 31 Tahun 1999 harus dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip pokok yang menyangkut perlakuan terhadap narapidana dan anak didik . Seluruhnya terdapat dalam sepuluh prinsip pokok sebagai berikut80:

78

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.03 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Balai Pertimbangan dan Tim pengamat Pemasyarakatan.

79

Ibid, Pasal 13 . 80

(17)

1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peran sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam oleh negara. Ini berarti bahwa tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak didik, baik yang berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan. Satu-satunya derita yang dialami oleh narapidana dan anak didik hendaknya hanyala dihilangkannya kemerdekaannya unutk bergerak dalam masyarakat bebas.

3. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat. Berikan pada mereka pengertian mengenai norma-norma hidup dan kehidupan dan sertakan mereka dalam kegiatan – kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatannya.

4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat dari pada sebelum dijatuhi pidana, misalnya dengan mencampurbaurkan narapidana dan anak didik, yang melakukan tindakan berat dengan yang ringan, dan sebagainya.

5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus diperkenalkan degan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Antara lain, kontak dengan masyarakatdapat terjelma dalam bentuk kunjungan hiburan kedalam Lapas dari anggota-anggota masyarakat bebas, dan kesempatan yang lebih banyak untuk berkumpul bersama sahabat dan keluarga.

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat mengisi waktu. Juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi keperluan jabatan atau kepentingan negara pada waktu tertentu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan yang terdapat didalam masyarakat, dan yang menunjang pembangunan, umpamanya menunjang usaha meningkatkan produksi pangan.

7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus berdasarkan Pancasila. Antara lain ini berarti bahwa kepada mereka harus ditanamkan jiwa kegotong royongan, jiwa toleransi, jiwa kekeluargaan, disamping pendidikan kerohanian dan kesempatan untuk menunaikan ibadah agar memperoleh kekuatan spiritual.

8. Narapidana dan anak anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia. Martabat dan perasaannya sebagai manusia harus dihormati.

9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai satusatunya derita yang dialaminya.

(18)

Kesepuluh prinsip yang tertera tersebut diharapkan dapat menunjukakan tujuan ataupun sasaran dar suatu pembinaan yang dilakukan dalam Lapas. Sesuai dengan tuntutan.

Narapidana yang telah menjalani serangkaian proses pembinaan selama waktu yang ditentukan dapat di lepas kembali ke masyarakat. PP Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 55 menerangkan bahwa pembinaan narapidana berakhir apabila narapidana yang bersangkutan telah habis masa pidananya, memperoleh pembebasan bersyarat, memperoleh cuti menjelang bebas, atau meniggal dunia. Selanjutnya pada Pasal 56 PP Nomor 31 Tahun 1999 menerangkan bahwa narapidana yang telah selesai menjalani masa pidananya, diberi biaya pemulangan ke tempat asalnya. Narapidana yang bebas dari Lapas diberikan surat pembebasan. Penyerahan surat pembebasan narapidana dilakukan dengan membuar berita acara serah terima yang tembusannya disampaikan kepada hakim pengawas dan pengamat setempat.81

Persoalan pembinan dalam Lapas adalah kembali lagi karena masih banyaknya kelemahan yang dimiliki. Masih banyak ditemukan pembinaan yang tidak dilakukan sesuai dengan penggolongan yang ditetapkan. Tingkat keamanan dalam Lapas pun tidak sepenuhnya berjalan baik, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya narapidan-narapidana yang berhasil melarikan diri dari Lapas . Untuk mengoptimalkan suatu pembinaan dalam Lapas dibutuhkan juga peran serta masyarakat, baik dalam mengadakan kerjasama dalam pembinaan maupun dengan

81

(19)

sikap bersedia menerima kembali warga binaan pemasyarakatan yang telah selesai menjalani pidananya.

C. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

Pelaksanaan pembinaan pada narapidana merupakan inti sekaligus ujung dari proses pemidanaan. Merupakan suatu inti pembinaan disebab pembinaan adalah suatu sarana yang dilakukan dalam hal mengganti kesalahan atau kerugian yang di timbulkan sipelaku sekaligus sebagai pembinaan terhadap dirinya agar menjadi pribadi yang lebih baik. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (selanjutnya disebut dengan PP Nomor 28 Atas Perubahan PP Nomor 32 Tahun 1999) tersebut memberikan stadart pada Lapas yang ada diseluruh Indonesia akan tata cara pemberian hak narapidana dalam proses pembinaan warga binaan di Lapas. Narapidana adalah seorang yang telah terbukti melakukan tindak pidana, namun meski begitu pembinaan tetap dilakukan dengan batas-batas kewajaran dan tidak merendahkan harkat dan martabat narapidana tersebut sebagai seorang manusia. PP Nomor 28 Atas Perubahan PP Nomor 32 Tahun 1999, kemudian menentukan tata cara pelaksanaan hak tersebut yang harus dihargai dan diperhatikan selama proses pembinaan di dalam Lapas.

(20)

jadwal khusus dan tempat untuk narapidana dalam melakukan ibadah. Pasal 3 PP Nomor 28 Atas Perubahan PP Nomor 32 Tahun 1999 menyatakan Lapas wajib menyediakan petugas untuk memberikan pendidikan dan bimbingan keagamaan yang jumlahnya disesuaikan dengan keperluan berdasarkan pertimbangan kepala Lapas. Pihak Lapas dalam melaksanakan pendidikan dan bimbingan agama tersebut dapat bekerjasama dengan mengadakan instansi terkait, badan pemasyarakatan dan atau perorangan. Seluruh kegiatan pendidikan dan bimbingan agama dapat dilakukan di dalam Lapas dan di luar Lapas. Pelaksanaan ibadah narapidana diluar Lapas dilakukan sesuai dengan tahapan proses pembinaan.82 Setiap narapidana dan anak didik yang ada di dalam Lapas tersebut diwajibkan untuk mengikuti program ini, sebab program ini merupakan salah satu hal yang terpenting dari bagian pembinaan.

Setiap narapidana berhak mendapat perawatan jasmani dan rohani. Perawatan rohani pada narapidana diperoleh melalui bimbingan rohani dan pendidikan budi pekerti. Pendidikan budi pekerti yang dimaksud adalah meliputi sopan santun atau tata krama dalam pergaulan hidup sehari-hari.83 Perawatan jasmani narapidana dapat dilakukan berupa pemberian kesempatan untuk berolah raga dan rekreasi, pemberian perlengkapan pakaian,pemberian perlengkapan mandi dan tidur. Beberapa Lapas di Indonesia memberikan perawatan jasmani kepada para narapidana dengan bermain voli, senam bersama, tenis meja atau olahraga lainnya. Perawatan jasmani tersebut mulai disediakan segera setelah

82

Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 2 ayat (2).

83

(21)

terpidana ataupun narapidana tersebut telah terdaftar dalam Lapas. Pasal 8 Peraturan Pemerintah ini menegaskan dalam menjalankan perawatan rohani dan perawatan jasmani ini, setiap narapidana diwajibkan menggunakan seragam yang telah ditetapkan oleh Lapas.

Setiap narapidana berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.Setiap Lapas diwajibkan melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran bagi narapidana beserta dengan anak didik Pemasyarakatan. Kegiatan pendidikan dan pengajaran bagi narapidana ini dilakukan didalam Lapas dimana pihak Lapas wajib menyediakan petugas pendidik dan pengajar. Pasal 10 ayat (2) PP Nomor 28 Atas Perubahan PP Nomor 32 Tahun 1999 menentukan Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran pada narapidana tersebut dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan instansi pemerintah yang ruang lingkup tugasnya meliputi bidang pendidikan dan kebudayaan, dan atau badan kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan dan pengajaran. Pendidikan dan pengajaran yang dilakukan pada narapidana pada dasarnya dilakukan didalan Lapas, namun dalam hal narapidana membutuhkan pendidikan dan pengajaran yang tidak tersedia didalam Lapas, maka atas seizin Kepala Lapas dapat dilakukan diluar Lapas. Pendidikan diluar Lapas dapat dilakukan berupa belajar ditempat latihan kerja yang dikelola oleh pemerintah atau tempat latihan kerja yang dikelola Lapas yang letaknya terpisah dari Lapas. Wujud pendidikan yang pelaksanaannya diluar Lapas berupa:84

a. Belajar di sekolah luar negeri

84

(22)

b. Belajar ditempat kerja yang dikelola oleh Lapas (pertanian, peternakan, dan perikanan dan sebagainya); atau

c. Belajar ditempat latihan kerja milik instansi pemerintah lainnya.

Pendidikan dan pengajaran pada narapidana tetap mengikuti kurikulum lembaga pendidikan sederajat. Kurikulum yang dimaksud adalah kurikulum yang berlaku di pendidikan dasar dan pendidikan menengah negeri.85 Beberapa narapidana juga ada yang melakukan kuliah S2 didalam Lapas, tetapi tidak berapa lama ini, pemerintah mengeluarkan suatu keputusan dimana pengajaran dan pendidikan pada narapidana khususnya yang mengambil starata 2 didalam Lapas sudah tidak dapat dilakukan lagi. Setiap kegiatan pendidikan dan pengajaran dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dan pengajaran didalam Lapas diadakan oleh Kepala Lapas sebagaimana yang tertuang dalam pasal 12 . Setiap narapidana yang telah berhasil menyelesaikan pendidikan dan pengajarannya berhak untuk mendapat surat keterangan lulus dari pihak yang terkait layaknya dan diakui keabsahannya seperti pendidikan pada masyarakat pada umumnya. Pengadaan pendidikan dan pengajaran ini merupakan salah satu wujud dari perubahan paradigma pemidanaan dari pemberian balasan yang setimpal ke arah pemidanaan pemidanaan pembinaan bagi para pelaku kejahatan yang telah terbukti melakukan kejahatan berdasarkan keputusan pengadilan. Meskipun kemerdekaan seorang narapidana diambil tetapi hak dia sebagai seorang warga negara utuk memperoleh pendidikan dan pengajaran sebagai mana yang diamanatkan dalam UUDRI 1945 terwujud.

85

(23)
(24)

ratus lima puluh) kalori untuk setiap orang per hari.86 Khusus untuk narapidana asing dapat yang bukan penduduk Indonesia dapat diberikan jenis makanan lain sesuai dengan negaranya atas petunjuk dokter Lapas. PP Nomor 28 Atas Perubahan PP Nomor 32 Tahun 1999 memberikan perhatian khusus bagi narapidana yang sakit, hamil dan menyusui berhak untuk mendapat makanan sesuai dengan petunjuk dokter. Bagi narapidana yang yang melakukan pekerjaan tertentu juga dapat diberikan makanan tambahan. Terhadap masalah mekanan ini Pasal 21 menyebutkan bahwa yang Kepala Pemasyarakatan bertanggung jawab atas pengelolaan makanan yag meliputi:

a. Pengadaan, penyimpanan, dan penyiapan makanan;

b. Kebersihan makanan dan dipenuhinya syarat-syarat kesehatan dan gizi; dan

c. Pemeliharaan peralatan masak, makanan dan minum.

Narapidana dan warga binaan pemasyarakatan lainnya juga dapat menerima makanan yang dibawa dari luar keluarga atau kerabat narapidana. Untuk makanan yang dibawa dari luar pada Pasal 22 ayat (2) PP Nomor 28 Atas Perubahan PP Nomor 32 Tahun 1999 menentukan makanan tersebut harus diperiksa petuga Lapas terlebih dahulu.

Setiap narapidana berhak menyampaikan keluhan. Pasal 26 PP Nomor 28 Atas Perubahan PP Nomor 32 Tahun 1999 menyatakan bahwa Keluhan narapidana disampaikan kepada Kepala Lapas atas perlakuan sesama penghuni

86

(25)

terhadap dirinya. Keluhan narapidana ini dapat disampaikan secara lisan maupun tulisan dengan tetap memperhatikan tata tertib Lapas.

Setiap narapidana berhak mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media maasa lainnya yang tidak terlarang. Hak ini diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 28 PP Nomor 28 Atas Perubahan PP Nomor 32 Tahun 1999. Setiap Lapas dalam proses pembinaan narapidana harus menyediakan bahan bacaan, media massa yang berupa media cetak dan media elektronik. Bahan bacaan dan media massa tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Lapas menyediakan setidaknya satu buah pesawat televisi, satu buah radio penerima dan media eletronik lainnya yang tidak bertentangan dengan Perundang-undangan yang berlaku. setiap narapidana dilarang untuk membawa pesa wat telepon dan radio atau alat elektronik yang lain kedalam Lapas.

Setiap narapidana berhak mendapat upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan. Premi adalah imbalan jasa yang diberikan kepada narapidana yang mengikuti latihan kerja sambil berproduksi.87 Upah adalah imbalan jasa yang diberikan kepada narapidana yang bekerja menghasilkan barang atau jasa untuk memperoleh keuntungan.88 Upah atau premi hasil pekerjaan narapidana harus dititipkan dan dicatat di Lapas dan diberikan apabila diperlukan untuk memenuhi keperluan yang mendasar selama berada di Lapas atau biaya pulang setelah menjalan setelah selesai masa pidana. Narapidana yang dipindahkan ke Lapas lain, maka upah atau premi ikut dipindahkan.

87

Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1995 Tentang Perubahan Atas Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 29 ayat (1).

(26)

Setiap narapidana menerima kunjungan keluarga penasehat hukum atau orang tertentu lainnya. Kunjungan kepada narapidana dilakukan diruangan khusus dan dicatat dalam buku tamu. Petugas Pemasyarakatan yang bertugas wajib memeriksa dan meneliti keterangan identitas diri, pengunjung dan menggeledah pengunjung dan memeriksa barang bawaannya. Bagi terpidana mati yang grasinya ditolak dimungkinkan untuk menerima kunjungan orang-orang tertentu.

(27)

tertulis atau tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi narapidana warga negara asing. Remisi bagi narapidana dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika, dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisir lainnya diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan

Setiap narapidana berhak mendapatkan asimilasi. Pasal 36 PP Nomor 99 tahun 2012 ini menerangkan bahwa Setiap narapidana yang mendapatkan asimilasi apabila memenuhi persyaratan yaitu:

a. Berkelakuan baik;

b. Aktif mengikuti program pembinaan dengan baik;dan c. Telah menjalani ½ (satu per dua) masa pidana.

(28)

Memberikan asimilasi kepada narapidana harus dengan memperhatikan kepentingan umum, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.

Asimilasi yang dijalankan oleh narapidana dapat dicabut jika narapidana melanggar ketentuan asimilasi. Narapidana yang dicabut asimilasinya untuk tahun pertama, tidak dapat diberikan remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti mengunjungi keluarga. Bagi narapidana yang dicabut asimilasinya untuk kedua kali, maka yang bersangkutan tidak diberikan hak asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan duti mengunjungi keluarga.

(29)

persyaratan hampir sama dengan narapidana pada umumnya. Perbedaannya adalah lamanya cuti menjelang bebas sebesar remisi akhir dan paling lama 3 (tiga) bulan dan mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Pemberian cuti menjelang bebas dapat dicabut jika melanggar ketentuan cuti menjelang bebas.

Setiap narapidana berhak mendapat pembebasan bersyarat. Pasal 34A PP Nomor 99 tahun 2012 mengatur bahwa pembebasan bersyarat diberikan apabila telah memenuhi persyaratan , yaitu:

a. Bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;

b. Telah menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 bulan;

c. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir sihitung sebelum tanggal 2/3 masa pidana. d. Telah menjalani asimilasi paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari sisa masa

pidana yang wajib dijalani; dan

e. Menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana.

(30)

dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisir lainnya diberikan oleh Menteri setelah mendapat petimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Pemberian bebas bersyarat bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika, dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisir lainnya dilakukan setelah meminta rekomendasidari instansi terkait. Apabila instansi yang dimintai rekomendasi dalam waktu yang telah ditentukan tidak memberikan jawaban, maka Ditjen. Pemasyarakatan melanjutkan penyampaian pertimbangan pembebasan besyarat kepada Menteri.

Referensi

Dokumen terkait

Metode pemberian tugas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode yang dilakukan oleh seorang guru dengan memberikan tugas kepada peserta didik untuk mempelajari suatu

The Ministry for Foreign Affairs of Finland, represented in Indone- sia by the Embassy of Finland, and the Ministry of Mines and Energy represented by PLN of

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN.. MENGGUNAKAN

terkandung pada pada novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral, 3) mendeskripsikan perbandingan nilai pendidikan yang terdapat pada struktur pembangun cerita

Pengaruh kebijakan dividen sebagai variabel moderasi terhadap profitabilitas dan nilai perusahaan adalah jika laba perusahaan tinggi, maka kemampuan perusahaan dalam

Pada kasus klien mengalami penurunan kesadaran disertai di alami penderita ± 2 hari, penurunan kesadaran terjadi secara tiba tiba setelah penderita kejang.saat kejang kaki dan

Dari seluruh responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak 64 responden, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi

Alasan orang tua dan siswa memilih homeschooling sebagai pendidikannya antara lain kesibukan siswa di bidang non akademis, kendala fisik, penyakit tertentu, pembelajaran