• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Dukungan Keluarga 1.1 Definisi Keluarga - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Dukungan Keluarga 1.1 Definisi Keluarga - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di RSUD dr. Pirngadi Medan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Dukungan Keluarga 1.1 Definisi Keluarga

WHO (1969 dalam Mubarak, 2006) mendefinisikan bahwa keluarga

adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian

darah, adopsi atau perkawinan. Menurut UU No.10 Tahun 1992 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera,

keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri

atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.

Sedangkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1998 dalam

Mubarak, 2006) menyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari

suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang

yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam

keadaan saling ketergantungan.

Pakar konseling keluarga dari Yogyakarta, Sayekti (1994 dalam

Setiadi, 2008) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan atau

persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang

berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang

perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya

sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.

(2)

keterikatan aturan dan emosional di mana individu mempunyai peran

masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.

1.2 Definisi Dukungan Keluarga

Friedman (1998) menyatakan bahwa dukungan keluarga adalah sikap,

tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.

Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung

selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Kane (1988 dalam Friedman, 1998) mendefinisikan dukungan

keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan

lingkungan sosialnya. Ketiga dimensi interaksi dukungan keluarga tersebut

bersifat reprokasitas/timbal balik (sifat dan frekuensi hubungan timbal

balik), advis/umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi), dan

keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam

hubungan sosial.

1.3 Sumber Dukungan Keluarga

Friedman (1998 dalam Akhmadi, 2009) menyatakan bahwa dukungan

sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh

keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga

(dukungan keluarga bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan

(3)

suami/istri atau dukungan dari saudara kandung dan dukungan keluarga

eksternal seperti jaringan kerja sosial keluarga.

1.4 Fungsi Dukungan Keluarga

Caplan (1976 dalam Friedman, 1998) menjelaskan bahwa keluarga

memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:

a. Dukungan Informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan desiminator

(penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian

saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu

masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya

suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan

aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan

ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk, dan pemberian informasi.

b. Dukungan Penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan

validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,

penghargaan, dan perhatian.

c. Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan

konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal makan dan

(4)

d. Dukungan Emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek

dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam

bentuk afeksi, adanya kepercayaaan, perhatian, mendengarkan, dan

didengarkan.

1.5 Manfaat Dukungan Keluarga

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang

masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam

berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Misalnya, jenis-jenis dan kuantitas

dukungan sosial dalam fase perkawinan (sebelum sebuah pasangan muda

mendapat anak) sangat berbeda dengan banyaknya dan jenis-jenis

dukungan sosial yang dibutuhkan ketika keluarga sedang berada dalam

tahap/fase siklus kehidupan terakhir. Namun demikian, dalam semua tahap

siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu

berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini

meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998).

Wills (1985 dalam Friedman, 1998) menyimpulkan bahwa baik

efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek-efek-efek negatif dari stress

terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung

mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan.

Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial

(5)

Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti

berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari

sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi.

2. Kecemasan

2.1 Definisi Kecemasan

Herdman (2010) menyatakan bahwa kecemasan merupakan perasaan

tidak nyaman atau gelisah yang samar yang ditimbulkan oleh persepsi

ancaman nyata atau imajinasi terhadap eksistensi seseorang. Sedangkan

Stuart & Sundeen (1998) mengemukakan bahwa kecemasan sebagai

respon emosional dengan objek yang tidak spesifik atau tidak jelas yang

secara subjektif dialami dan dikomunikasikan dalam hubungan

interpersonal. Kecemasan merupakan konsep multidimensional dan

dimanefestasikan sebagai sebuah respon tubuh dan juga dapat dipengaruhi

oleh pengalaman dan fenomena interpersonal. Seperti pada pasien

pembedahan terdapat respon cemas yang dipengaruhi pengalaman

sebelumnya. Misalnya pasien yang sudah dioperasi, ketika akan dioperasi

lagi mungkin respon cemasnya tidak terlalu tinggi atau malah sebaliknya,

tergantung pengalaman operasi yang dilalui sebelumnya.

Trismiati (2004 dalam Purba, 2012) menyatakan bahwa konsep

ansietas (kecemasan) memegang peranan penting yang sangat mendasar

dalam teori-teori tentang stress dan penyesuaian diri. Kecemasan adalah

perasaan was-was, khawatir, atau tidak nyaman seakan-akan terjadi

(6)

perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis

tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernapasan. Kecemasan

melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi

fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang

dianggap berbahaya. Sedangkan Corey (1995 dalam Purba, 2012)

mengartikan ansietas sebagai suatu keadaan tegang yang memaksa

individu untuk berbuat sesuatu.

2.2 Faktor Predisposisi Kecemasan

Stuart & Sundeen (1998) mengemukakan bahwa penyebab kecemasan

pada individu dapat dipahami melalui beberapa teori, yaitu:

a. Teori Psikoanalitik

Menurut Freud, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi

antara dua elemen kepribadian Id dan Super ego. Id mewakili

dorongan insting dan implus primitif seseorang, sedangkan super ego

mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh

norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua

elemen yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan

ego bahwa ada bahaya.

b. Teori Interpersonal

Menurut Sullivan, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap

tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan

juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan

(7)

harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas

yang berat.

c. Teori Prilaku

Teori ini berkaitan dengan pendapat bahwa kecemasan adalah

produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan

seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Faktor presipitasi

yang aktual mungkin adalah sejumlah stressor internal dan eksternal,

tetapi faktor-faktor tersebut bekerja menghambat usaha seseorang

untuk memperoleh kepuasan dan kenyamanan. Pakar prilaku lain

menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar

berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Pakar

tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam

kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih

sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.

d. Teori Keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa

ditemui dalam suatu keluarga dan juga terkait dengan tugas

perkembangan individu dalam keluarga.

e. Teori Biologis

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk

benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas.

Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator (GABA) juga

(8)

berhubungan dengan ansietas, sebagaimana halnya dengan endorphin.

Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang

mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas.

Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya

menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasistressor.

2.3 Faktor Presipitasi Kecemasan

Faktor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal.

Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu ancaman terhadap

integritas fisik dan terhadap sistem diri (Lairaia & Stuart, 1998 dalam

Purba, 2012):

a. Ancaman Terhadap Integritas Fisik

Ancaman pada kategori ini meliputi ketidakmampuan fisiologis

yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan

aktivitas hidup sehari-hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan

mekanisme fisiologis seperti jantung, sistem imun, regulasi

temperature, perubahan biologis yang normal seperti kehamilan dan

penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau bakteri, zat

polutan, dan luka trauma. Kecemasan dapat timbul akibat

kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi integritas

tubuh secara keseluruhan.

b. Ancaman Terhadap Sistem Tubuh

Ancaman pada kategori ini dapat membahayakan identitas, harga

(9)

kesulitan melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja,

dan di masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan

pasangan, orang tua, teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik

yang timbul dari aspek religius seseorang, tekanan dari kelompok

sosial atau budaya. Ancaman terhadap sistem diri terjadi saat tindakan

operasi akan dilakukan sehingga akan menghasilkan suatu kecemasan.

2.4 Tingkat Kecemasan

Peplau (1952 dalam Videbeck, 2008) mengidentifikasi empat tingkat

kecemasan sebagai berikut:

a. Tingkat Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam tingkat ini seseorang lebih waspada dan lapangan persepsinya

meningkat seperti melihat, mendengar dan gerakan menggenggam

lebih kuat. Tingkatan ini dapat memotivasi untuk belajar dan

menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Pada tingkat ini, biasanya

muncul tanda dan gerakan seperti jantung berdebar, gelisah, lebih

banyak bicara dari biasanya dan tangannya gemetar.

b. Tingkat Kecemasan Sedang

Seseorang pada tingkat ini, biasanya pikirannya akan terfokus pada

apa yang dilihatnya sesegera mungkin dan terhalangi dengan

lingkungan luarnya. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang

selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Lapangan

(10)

menggenggam berkurang. Pada tahap ini disertai tanda dan gerakan

seperti mulut kering, anoreksia, badan bergetar, ekspresi wajah

ketakutan, gelisah, tidak mampu bersikap rileks, sukar tidur, dan

banyak bicara disertai suara yang keras.

c. Tingkat Kecemasan Berat

Pada tingkat kecemasan yang berat, seorang individu biasanya

akan mengalami lapangan persepsi yang menyempit, lebih

memperhatikan hal-hal yang spesifik dan tidak memikirkan hal yang

lain. Prilakunya ditunjukkan untuk mencapai ketenangan dan

membutuhkan banyak bimbingan untuk memperhatikan keadaan.

Tanda dan gejala yang muncul biasanya seperti memainkan atau

meremas jari, kecewa, tidak berdaya, merasa bodoh terhadap tindakan

yang dilakukan, dan merasa tidak berharga.

d. Panik

Tingkatan ini berhubungan dengan perasaan takut dan cemas. Pada

tingkatan ini hal yang spesifik tidak lagi proporsional karena seseorang

telah kehilangan kontrol, tidak dapat melakukan hal-hal tertentu

meskipun dengan bimbingan. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,

penurunan kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain,

persepsi yang terdistorsi/menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang

rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan

jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan

(11)

perasaan jantung berdebar, penglihatan berkunang-kunang, sakit

kepala, sulit bernafas, perasaan mau muntah, otot lebih terasa tegang,

dan tidak mampu melakukan apa-apa.

2.5 Gejala Klinis Cemas

Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang

mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut (Hawari,

2008):

1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri,

mudah tersinggung.

2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.

3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.

4) Gangguan pola tidur, mimpimimpi yang menegangkan.

5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,

pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas,

gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala, dan

lain-lain.

2.6 Pengukuran Kecemasan

Rentang Respon Kecemasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

(12)

2.7 FaktorFaktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pre Operasi

Salan (1997, dalam Hartono 2009) mengemukakan bahwa kecemasan

terjadi karena beberapa sebab, tetapi secara umum disebebkan oleh bahaya

yang terdapat dalam dalam diri manusia sendiri, yaitu suatu stimulus

internal atau juga keadaan bahaya dari luar oleh yang bersangkutan

ditafsirkan lain, adanya distorsi persepsi dari realitas lingkungannya.

Sedangkan Freud(dalam Hall, 1980), faktor yang mempengaruhi

kecemasan adalah lingkungan di sekitar individu.

Menurut Carpenito (1998, dalam Hartono 2009) ada beberapa faktor

yang berhubungan dengan munculnya kecemasan pada pasien pre operasi

yaitu :

1. Patofisiologis, yaitu setiap faktor yang berhubungan dengan

kebutuhan dasar manusia akan makanan, air, kenyamanan dan

keamanan.

2. Situasional, yaitu berhubungan dengan ancaman konsep diri

terhadap perubahan status, adanya kegagalan, kehilangan benda

yang dimiliki, dan kurang penghargaan dari orang lain.

3. Operasi

3.1 Definisi Operasi

Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara

invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

(13)

sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindak

perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.

Perawatan selanjutnya akan termasuk dalam perawatan pasca pembedahan

(Sjamsuhidajat, 2005).

Operasi umumnya dilakukan untuk berbagai alasan seperti diagnostik

(biopsi, laparatomi, eksplorasi), kuratif (eksisi massa tumor, pengangkatan

apendiks yang mengalami inflamasi), reparatif (memperbaiki luka

multiple), rekonstruktif atau kosmetik (mammoplasti, perbaikan wajah),

dan paliatif (Brunner & Suddarth, 2002).

3.2 Kalsifikasi Operasi

Jenis prosedur pembedahan diklasifikasikan berdasarkan pada tingkat

keseriusan, kegawatan, dan tujuan pembedahan. Sebuah prosedur mungkin

memiliki lebih dari satu klasifikasi. Misalnya pembedahan untuk

mengangkat jaringan parut yang bentuknya tidak beraturan termasuk

pembedahan dengan tingkat keseriusan yang rendah, elektif secara

kegawatan, dan bertujuan untuk rekonstruksi. Klasifikasi seringkali

tumpang tindih. Prosedur yang gawat juga dianggap mempunyai tingkat

keseriusan mayor. Tindakan bedah yang sama dapat dilakukan pada klien

yang berbeda dengan tujuan yang berbeda (Potter & Perry, 2005).

Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa operasi dibagi menjadi dua

(14)

a. Operasi minor

Operasi minor adalah operasi yang secara umum bersifat elektif,

dan melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh, sehingga

sering dilakukan untuk memperbaiki deformitas, mengandung risiko

yang lebih rendah bila dibandingkan dengan prosedur mayor. Contoh

ekstraksi/pencabutan gigi, pengangkatan kutil, graft kulit,

ekstraksi/operasi katarak, operasi plastik wajah danarthroskopi.

b. Operasi mayor

Operasi mayor adalah operasi yang bersifat elektif, urgen, dan

emergensi. Operasi ini melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang

luas pada bagian tubuh sehingga menimbulkan risiko yang tinggi bagi

kesehatan. Tujuan dari operasi mayor adalah untuk menyelamatkan

nyawa, mengangkat atau memperbaiki bagian tubuh, memperbaiki

fungsi tubuh dan meningkatkan kesehatan. Contoh bypass arteri

koroner, reseksi kolon, pengangkatan laring, reseksi lobus paru,

kolesistektomi, nefrektomi, kolostomi, histerektomi, mastektomi,

amputasi, dan operasi akibat trauma.

Operasi mayor biasanya dilaksankan dengan anastesi umum di unit

bedah rawat inap. Operasi lebih serius dari operasi kecil dan bisa

berisiko kepada jiwa. Operasi besar merupakan stressor kepada tubuh

dan memicu respon neuroendocrine. Respon terdiri dari sistem saraf

simpatis dan respon hormonal yang bertugas melindungi tubuh dari

(15)

kehilangan darah cukup banyak mekanisme kompensasi dari tubuh

terlalu banyak beban dan syok akan menjadi akibat dari itu semua.

Anastesi tertentu yang dipakai dapat mencegah terjadinya syok. Selain

itu, respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak di

metabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh dipecah untuk

menyajikan suplai asam amino yang dipakai untuk membangun

jaringan baru. Asam amino yang tidak dipakai menjadi nitrogen

sebagai produk akhir, diekskresikan seperti urea. Ini berakibat menjadi

keseimbangan nitrogen yang negatif, itu berarti kehilangan nitrogen

melampaui intake nitrogen. Semua faktor ini menjurus kepada

kehilangan berat badan setelah pembedahan besar. Intakeprotein yang

tinggi diperlukan guna mengisi kebutuhan protein untuk keperluan

penyembuhan dan mengisi kebutuhan untuk fungsi yang optimal

(Long, 1996).

Setiap orang berbeda pandangan dalam menanggapi bedah

sehingga respon psikologisnya juga berbeda-beda. Namun

sesungguhnya selalu terjadi ketakutan dan penghayatan yang umum.

Sebagian ketakutan yang melatar belakangi pra bedah adalah

elusif/keinginan mengelak dan orang tidak akan mengetahui

penyebabnya. Ketakutan yang umum yaitu takut oleh yang tidak

diketahui, hilang kendali, hilang kasih sayang dari orang yang penting

misalnya keluarga, dan ancaman seksualitas. Sedangkan ketakutan

(16)

nyeri, perubahan penampilan, dan keterbatasan permanen. Orang yang

sangat cemas sehingga tidak bisa berbicara dan mencoba

menyesuaikan diri dengan kecemasan sebelum operasi seringkali

menderita banyak kesukaran pada pasca bedah. Mereka cenderung

banyak marah, kesal, bingung, atau depresi. Mereka lebih mudah

tersinggung akibat reaksi psikis dibandingkan dengan orang yang

cemasnya sedikit. Ketakutan dan kecemasan yang dirasakan pasien pre

operasi ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti

meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan

yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah,

menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan

sering berkemih (Long, 1996).

3.3 Tahapan Operasi

Brunner & Suddarth (2002) membagi tindakan operasi melalui tiga

fase yaitu preoperasi, intraoperasi dan postoperasi.

a. Fase Praoperatif

Fase ini dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat

dan berakhir ketika pasien dikirim kemeja operasi. Lingkup aktivitas

keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan

pengkajian dasar pasien ditatanan klinik atau di rumah, menjalani

wawancara praoperatif, dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang

diberikan dan pembedahan. Kecemasan praoperatif merupakan suatu

(17)

pasien sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup ,

integritas tubuh, atau bahkan kehidupannya itu sendiri. Pasien yang

menghadapi pembedahan dilingkupi oleh ketakutan akan

ketidaktahuan, kematian, tentang anastesi, kekhawatiran mengenai

kehilangan waktu kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

Aktivitas keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat untuk

mengurangi kecemasan pasien adalah dengan memberikan dukungan

psikologis seperti : menceritakan pada pasien apa yang sedang terjadi,

memberikan dorongan untuk pengungkapan, harus mendengarkan dan

memahami, memberikan informasi tentang prosedur pembedahan,

menentukan status psikologis dan mengkomunikasikan status

emosional pasien pada anggota tim kesehatan lain yang berkaitan.

b. Fase Intraoperatif

Fase ini dimulai ketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau

departemen bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang

pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi:

memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan

pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan

dan menjaga keselamatan pasien.

c. Fase Pascaoperatif

Fase ini dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan

berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di

(18)

selama periode ini. Pada fase pascaoperatif langsung, fokus termasuk

mengkaji efek dari agen anastesi, dan memantau fungsi vital serta

mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada

peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,

perawatan tindak lanjut, dan rujukan yang penting untuk penyembuhan

Referensi

Dokumen terkait

Keluhan memegang peranan penting untuk menentukan ke arah mana pemeriksaan selanjutnya, seperti kapan terjadi hematuria, bagaimana nyerinya dan daerah mana yang terasa nyeri apakah di

levels untuk pemisahan total aliran kas ke dalam tiga komponen aliran kas, yaitu aliran kas dari aktivitas pendanaan, investasi dan operasi mempunyai hubungan yang signifikan

5.000.000,--(lima juta rupiah), tetapi Pemohon bertekad tetap akan menikah dengan calon suaminya tersebut, maka Pemohon memohon agar Pengadilan Agama menyatakan wali Pemohon

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap profesionalisme guru ditinjau dari locus of control ; (2) ada pengaruh

berlangsung maka metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini.. adalah menggunakan metode deskriptif dengan

Braga Sujeni,"How to Teach Reading Comprehension to Non-English Department Students of Widya Mandala University Effectively", Unika Widya Mandala Surabaya,. 1

Karena itulah peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Perbedaan Perkembangan Sosial- Emosional Remaja Awal yang Tinggal di Pondok Pesantren (Bahrul

muhadhoroh (berceramah) di SMK Darul Amanah. 3) Peserta didik di SMK Darul Amanah untuk mendapatkan data perencanaan muhadhoroh (berceramah) yang telah mereka buat,