BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi 2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat ke jaringan tubuh yang membutuhkan (Bustan, 2000). Menurut World Health Organization (WHO) pada 1999, batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmHg tekanan sistolik dan 80-90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan menghidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg.
Tekanan darah tinggi merupakan kondisi tetap dari tingginya tekanan darah dari periode waktu yang lama. Efek yang lebih parah akan muncul setelah tekanan darah tinggi ini meningkat selama bertahun-tahun (Pickering,1997).
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer, untuk membedakan dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa proses patologik yang dapat dikenali, biasanya terkait dengan fisiologis ginjal (Yogiantoro, 2006).
Ada lagi istilah hipertensi benigna dan maligna, tergantung perjalanan penyakitnya. Bila timbulnya berangsur, disebut benigna, bila tekanannya naik secara progesif dan cepat disebut hipertensi maligna, dengan banyak komplikasi seperti gagal ginjal, CVA, hemoragi retina dan ensefalopati (Tambayong, 1999).
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia 65 tahun keatas (Yogiantoro, 2006).
Hipertensi bermanifestasi berbeda pada berbagai negara di dunia. Penyakit ini menyumbang 6% kematian pada orang dewasa di seluruh dunia. Pada negara maju, prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan umur dan mempengaruhi 25 -30% populasi dewasa. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawati, 2007).
Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah perdesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan penilaian Setiawan (2004) diketahui bahwa prevalensi hipertensi di Pulau Jawa sebesar 41,9% . Prevalensi di pedesaan (44,1%) lebih tinggi dari prevalensi di perkotaan (39,9%). Prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok umur >65 tahun (75,4%). Perempuan lebih banyak menderita hipertensi (47,1%) dibandingkan laki-laki (36,7%) (Setiawan, 2004).
2.1.3 Etiologi a) Usia
Insidensi hipertensi meningkat dengan semakin meningkatnya usia. Penderita hipertensi pada yang berusia <35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian premature.
b) Kelamin
c) Ras
Hipertensi pada yang berkulit putih dua kali lebih banyak dijumpai kasusnya berbanding dengan yang berkulit hitam. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita kulit putih.
d) Pola Hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah, dan kehidupan yang penuh dengan stress agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi yang lebih tinggi. Obesitas dipandang sebagai faktor risiko utama. Bila berat badannya turun, tekanan darahnya sering turun menjadi normal. Merokok dipandang sebagai faktor risiko tinggi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor-faktor utama untuk perkembangan aterosklerosis, yang berhubungan erat dengan hipertensi.
e) Diabetes Melitus
2.1.4 Klasifikasi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah kepada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M, 2006)
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg) Darah
Normal <120 dan <80 Prahipertensi 120-139 atau 80-89 Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99 Hipertensi Derajat 2 ≥160 atau ≥100
Masih ada beberapa klasifikasi pedoman dan penanganan hipertensi lain dari World Health Organization (WHO) dan International Society of Hypertension (ISH), dari European Society of Hypertension (ESH, bersama European Society of Cardiology), British Hypertension Society (BHS) serta Canadian Hypertensiom Education Program (CHEP), tetapi umumnya yang digunakan adalah JNC 7.
2.1.5 Patofisiologi
Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah :
a) Faktor resiko seperti diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetis. b) Sistem saraf simpatis
c) Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi
• Endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir.
d) Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah Sumber : Yogiantoro, M., 2006.
2.1.6 Gejala Klinis
Sebagian besar gejala klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa :
• Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
• Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
• Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. • Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala klasik yaitu sakit kepala, epistaksis, pusing, dan tinitus yang diduga berhubungan dengan naiknya tekanan darah, ternyata sama dengan seringnya dengan yang terdapat pada yang tidak dengan tekanan darah tinggi (Corwin, 2009)
2.1.7 Komplikasi
Penderita hipertensi berisiko terserang penyakit lain yang timbul kemudian. Beberapa penyakit yang timbul sebagai akibat hipertensi di antaranya sebagai berikut :
a) Penyakit jantung koroner
Peyakit ini sering dialami penderita hipertensi sebagai akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang pembuluh darah jantung menyebabkan berkurangnya aliran darah pada beberapa bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat gangguan pada otot jantung. Bahkan dapat menyebabkan timbulnya serangan jantung.
b) Gagal jantung
Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung berkerja lebih berat untuk memompa darah. Kondisi itu berakibat otot jantung akan menebal dan meregang sehingga daya pompa otot menurun. Pada akhirnya, dapat terjadi kegagalan kerja jantung secara umum. Tanda-tanda adanya komplikasi yaitu sesak nafas, nafas putus-putus (pendek), dan terjadi pembengkakan pada tungkai bawah serta kaki. c) Kerusakan pembuluh darah
d) Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan peristiwa dimana ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ada dua jenis kelainan ginjal akibat hipertensi yaitu nefroklerosis benigna dan nefroklerosis maligna. Nefroklerosis benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat proses menua. Hal itu akan menyebabkan daya permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang. Adapun nefroklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan diastole diatas 130 mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi ginjal (Utami, 2009).
2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes, gagal ginjal proteinuria) <130/80 mmHg, penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, menghambat laju penyakit ginjal proteinuria. Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi nonfarmakologis terdiri dari :
• Menghentikan merokok
• Menurunkan berat badan berlebih • Menurunkan konsumsi alkohol berlebih • Latihan fisik
• Menurunkan asupan garam
Gambar 2.2 Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7 Sumber : Yogiantoro, M., 2006.
2.2 Jantung
2.2.1 Anatomi jantung
Jantung merupakan organ muskular yang terletak di ruang antara paru (mediastinum) di tengah rongga dada. Kira-kira dua pertiga jantung terletak di sebelah kiri garis tengah sternum. Jantung dilapisi membran yang disebut pericardium (Dharma, 2009).
Gambar 2.3 Anatomi Jantung
2.3 Gagal Jantung Kongestif 2.3.1 Definisi
Ransangan saraf simpatis akan memperkuat daya kontraksi otot-otot jantung yang masih utuh dan sehat, sehingga mampu mengadakan kompensasi untuk menunjang fungsinya sebagai pompa. Pada sistem vaskular, ransangan simpatis menyebabkan konstriksi pembuluh darah balik, sehingga meningkatkan tekanan pengisian sistemik yang mengakibatkan pertambahan aliran balik vena (Setiawan, 2008).
kongestif, curah jantung dapat mencapai nilai normal, tetapi biasanya disertai dengan gangguan hemodinamik, kurang baiknya (kekuatan pompa) inotropik dan kronotropik (kecepatan/frekuensi) jantung (Setiawan, 2008).
2.3.2 Etiologi
Tabel 2.2. Penyebab gagal jantung kiri Gangguan kontraktilitas
Infark miokardium
Transient myocardial ischemia
Beban volume: regurgitasi katup (mitral atau aorta) Kardiomiopati dilatasi
Peningkatan afterload (beban tekanan) Hipertensi sistemik
Obstruksi aliran: stenosis aorta Obstruksi pengisian ventrikel kiri
Stenosis mitral
Konstriksi pericardial atau tamponade Gangguan relaksasi ventrikel
Hipertrofi ventrikel kiri Kardiomiopati hipertrofi Kardiomiopati restriktif
Tabel 2.3. Penyebab gagal jantung kanan Penyebab jantung
Gagal jantung kiri Stenosis katup pulmonal Infark ventrikel kanan Penyakit parenkim paru
Penyakit paru obstruksi kronis Penyakit paru interstisial
Adult respiratory distress syndrome Infeksi paru kronis atau bronkiektasis Penyakit vaskular paru
Emboli paru
Hipertensi pulmonal primer
Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure.In: Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 235
__________________________________________________________________
2.3.3 Klasifikasi
2.3.4 Patogenesis
Gagal jantung sistolik didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying HD/index of events) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperberat oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung (Panggabean, 2006).
Remodeling struktural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal (gagal jantung asimtomatik). Sindrom gagal jantung yang simtomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti seperti infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi atau konsumsi garam berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, virus, demam reuma, endocarditis infektif. Gagal jantung simtomatik juga akan tampak kalau terjadi kerusakan miokard akibat progresivitas penyakit mendasarinya/underlying HD (Panggabean, 2006).
2.3.5 Diagnosis
Diagno sis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor (Braunwald, 2005).
Kriteria major
• Paroksismal noktural dispnea • Distensi vena paru
• Ronki paru • Kardiomegali • Edema paru akut • Gallop S3
• Refluks hepatojugular
Kriteria minor
• Edema ekstremitas • Batuk malam hari • Dispnea d’effort • Hepatomegali • Efusi pleura
• Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal • Takikardia (>120/menit)
Major atau minor
• Penurunan berat badan >4.5kg dalam 5 hari pengobatan.
2.3.6 Penatalaksanaan