• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kondisi Kemiskinan dan Tindakan Kolektif Masyarakat Pemulung Studi Deskriptif Pada Masyarakat Pemulung yang Berdomisili di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kondisi Kemiskinan dan Tindakan Kolektif Masyarakat Pemulung Studi Deskriptif Pada Masyarakat Pemulung yang Berdomisili di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kemiskinan diperkotaan merupakan masalah sosial yang masih belum

terselesaikan di Indonesia khususnya Provinsi Sumatera Utara. Sebagai masalah

bangsa, kemiskinan perkotaan banyak dialami oleh pekerja non formal seperti

pemulung, pedagang kaki lima, pengamen jalanan, dan lain sebagainya

(Nuraedah, 2013). Tingginya kepadatan penduduk khususnya wilayah perkotaan

yang tidak diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu

penyebabnya. Menurut data

23 Mei 2016) presentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September

2014 sebesar 8,16 persen, naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2016. Hasil ini

diperoleh dengan indikator penghasilan minimum keluarga yakni sebesar Rp

316.000/keluarga.

Sebagai sebuah provinsi, Sumatera Utara tidak terlepas dari adanya

masyarakat miskin seperti pemulung. Berdasarkan data dari

penduduk miskin di Sumatera Utara pada september 2015 sebanyak 1.508.140

orang (10,79%), angka ini bertambah sebanyak 44.4700 bila dibandingkan dengan

jumlah penduduk miskin Maret 2015 yang berjumlah 1.463.670 orang 10.53%).

Penduduk miskin di daerah perkotaan pada september 2015 sebesar 10,51 persen ,

naik dibanding Maret 2015 yang sebesar 10,16 persen. Begitu juga dengan

(2)

naik menjadi 10,06 persen pada September 2015. Pada September 2015, garis

kemiskinan Sumatera Utara secara total sebesar Rp 366.137,- per kapita per bulan.

Untuk daerah perkotaan, garis kemiskinannya sebesar Rp 379.878,- dan untuk

daerah pedesaan sebesar Rp 352.637,- per kapita per bulan.

Dari data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tesebut terlihat bahwa

pengentasan kemiskinan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum berhasil.

Deepa Narayan, dkk dalam bukunya Voices of the Poor menulis bahwa yang

menyulitkan atau membuat kemiskinan itu sulit ditangani adalah sifatnya yang

tidak saja multidimensional tetapi juga saling mengunci; dinamik, kompleks, sarat

dengan sistem institusi (konsensus sosial), gender dan peristiwa yang khas per

lokasi. Oleh sebab itu ada masyarakat miskin berupaya mengatasi kemiskinan

dengan menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya sendiri. Penduduk desa

berupaya dengan bermigrasi ke kota sedangkan penduduk kota berupaya dengan

berdagang, menjual jasa seperti kurir, atau pun menjadi pemulung. Sebuah tulisan

di interne

pada umumnya, masyarakat desa yang bermigrasi ke kota adalah orang-orang

yang tidak mempunyai kedudukan tinggi di desanya. Menurut Suparlan (1984),

bahwa daya dorong dari pedesaan muncul karena adanya tekanan ekonomi dan

rasa tidak aman bagi sebagian warga desa, sehingga warga desa terpaksa mencari

tempat yang di duga dapat memberi kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih

baik di kota. Sempitnya lahan pertanian, terbatasya lapangan pekerjaan,

terbatasnya sarana dan prasarana serta keinginan untuk melanjutkan sekolah

(3)

kota

18 Juni 2016). Namun, upaya bermigrasi ke kota tidak selamanya menjanjikan

bahwa kemiskinan akan seluruhnya teratasi. Kekosongan skill yang dibawa dari

desa justru menimbulkan masalah kemiskinan terbaru diperkotaan. Kaum migran

tidak berhasil mendapatkan pekerjaan formal sehingga harus bekerja di sektor

informal yang dominan hanya mampu menghidupi keberlangsungan hidup sehari

- hari, salah satunya bekerja sebagai pemulung.

Berdasarkan observasi, pemulung di Kota Medan khususnya di Kecamatan

Medan Tembung mayoritas digeluti oleh masyarakat migran. Bermula dari

kehidupan desa yang dianggap membosankan dan ingin mencari kehidupan baru

di kota. Seperti teori yang dikemukakan Gavin Jones dalam Jurnal Ketut Sudhana

Astika bahwa bagaimanapun orang-orang desa yang bermigrasi membandingkan

bahwa ada peluang atau kesempatan kerja yang lebih besar dan lebih panjang

dikota, walau harus tinggal diperkampungan. Namun, oleh karena keterbatasan

akses terhadap sumber daya - sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk

keberlangsungan hidup secara layak dan keterbatasan modal yang dimiliki,

akibatnya kaum migran tersebut menjadi termarginalkan. Tidak adanya upaya

untuk kembali ke desa, kaum migran menyusun strategi bagaimana agar tetap

bertahan hidup dikota. Sehingga menjadi pemulung adalah salah satu

alternatifnya.

Pemulung merupakan salah satu profesi yang dilakoni oleh masyarakat miskin

perkotaan. Secara informal, pemulung bekerja membuka setiap tempat sampah

(4)

tidak ada prasana dasar untuk air bersih dan sanitasi. Hal ini menyebabkan

pemulung dipandang sebagai masyarakat yang berada pada strata paling bawah

yakni masyarakat miskin. Karjadi Mintaroem (1989) mengungkapkan bahwa apa

yang dilakukan oleh pemulung merupakan salah satu bentuk nyata dalam

pengelolaan lingkungan hidup dan layak dianggap sebagai pahlawan lingkungan.

Sebab sampah - sampah yang dikutip pemulung adalah sampah organik seperti

barang - barang yang berbahan dasar plastik (botol, gelas, kantongan plastik),

kardus - kardus bekas, besi rongsokan, dan sebagainya. Sehingga mampu

mengurangi dampak sampah plastik bagi lingkungan dan membantu menghemat

devisa negara dalam kegiatan menyediakan bahan baku murah dari barang-barang

bekas yang bisa di daur ulang. Selain itu, Karjadi Mintaroem juga

mengungkapkan bahwa peran pemulung dalam menciptakan pekerjaan untuk

dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan keluarga, menjadikannya sering

disebut “laskar mandiri”.

Pemulung adalah masyarakat miskin yang termarginalkan dari sisi

pembangunan. Menurut Handayani dalam jurnal Selly Yunelda Meyrizki dan

Nurmala K. Panjaitan bahwa komunitas miskin memiliki situasi tawar yang

rendah dalam proses pengambilan keputusan di arena publik. Situasi tawar yang

rendah tersebut terjadi pada golongan keluarga yang benar-benar miskin, yang

dikarenakan kurangnya waktu yang dimiliki oleh keluarga tersebut untuk terlibat

dalam pengambilan keputusan tersebut. Hal ini berakibat pada munculnya

dominasi dalam pengambilan keputusan yang hanya menguntungkan kepentingan

kelompok elite, karena kelompok tersebut mampu menggunakan akses dan

(5)

Pemulung perlu mendapat perhatian khusus oleh pengambil keputusan dan

pemangku kebijakan kota. Rendahnya penghasilan yang dimiliki oleh pemulung

menjadikan pemulung sulit untuk keluar dari zona kemiskinan yang terus

menggelutinya. Berdasarkan observasi, setiap harinya pemulung bekerja mulai

pukul 06.00 - 10.00 WIB menyelusuri tumpukan sampah di lorong - lorong kota.

Siang hari pemulung menyortir barang - barang bekas hasil pulungannya

berdasarkan jenisnya. Sorenya pemulung menjual kepada Toke Botot pengepul

barang bekas tersebut. Tak jarang hasil yang didapat sedikit mulai dari Rp 15.000

sampai dengan Rp 75.000,- setiap harinya. Bila dikalkukasikan dalam sebulan

pemulung mmemperoleh penghasilan sekitar Rp 700.00 - Rp 1.500.000,-. Namun

jika mengacu pada angka penghasilan yang ditetapkan oleh BPS yakni Rp

379.878,- pemulung tidak dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Akan tetapi,

melihat realitas yang terjadi dilapangan. Jumlah tersebut tidak sesuai dengan

kebutuhan - kebutuhan hidup yang terus meningkat. Diantaranya kebutuhan

pangan sehari-hari, biaya pendidikan anak, biaya air dan listrik khususnya biaya

sewa rumah.

Masalah kemiskinan yang dialami pemulung sering distereotipkan sebagai

orang pemalas, kotor dan tidak dapat dipercaya. Pandangan tersebut keliru,

berdasarkan observasi terlihat bahwa pemulung adalah pekerja keras dalam upaya

mencari nafkah ditumpukan sampah untuk dapat menyambung hidupnya. Hasil

penelitian Cohen (1972) dalam Suparlan (1984), bahwa golongan - golongan

berpenghasilan rendah memiliki partisipasi yang tinggi pada gotong royong untuk

memperbaiki keadaan mereka. Dikutip dari

(6)

perantau-di-kota/ diakses pada tanggal 19 Juni 2016 Pukul 13. 51 WIB) baginya

gotong royong dipandang sebagai suatu kegiatan untuk mempertahankan suatu

taraf hidup tertentu. Hal ini terjadi karena persamaan tingkat sosial ekonomi yang

rendah. Dikutip dari sebuah tulisan di internet

et al

(1989) mengungkapkan, bahwa sesama warga dengan kondisi ekonomi yang

rendah memiliki partisipasi yang baik dalam berbagai aktivitas seperti siskamling

dan kerja bakti dibandingkan dengan warga yang secara ekonomi mampu

meskipun berasal dari etnik yang sama.

Sehingga meski berada pada strata bawah, berdasarkan observasi jaringan

sosial dikalangan pemulung terlihat cukup erat. Menurut Jellinek (1994)

masyarakat miskin pedesaan yang terdorong dari daerahnya hidup berkelompok

dan membentuk kampung kumuh di kota. Mereka hidup berdampingan dan saling

tolong menolong sesama perantau. Hal tersebut menjadi kekuatan sosial diantara

masyarakat miskin kota. Baik antar sesama pemulung maupun antara pemulung

dengan Toke Botot. Antar sesama pemulung tolong menolong dalam hal

kemasyarakatan begitu juga antara pemulung dengan Toke Botot yang keduanya

memiliki kepentingan satu sama lain. Melihat fenomena tersebut, peneliti tertarik

untuk meneliti terkait kondisi kemiskinan dan tindakan kolektif masyarakat

pemulung yang tinggal di Kampung Pemulung Kelurahan Bantan Kecamatan

(7)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah,

1. Bagaimana kondisi kemiskinan masyarakat pemulung yang tinggal di

Kampung Pemulung Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung Kota

Medan? ; dan

2. Bagaimana tindakan kolektif masyarakat pemulung yang tinggal di

Kampung Pemulung Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung Kota

Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu

hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Berdasarkan adanya keinginan

peneliti untuk memperoleh data guna menjawab pertanyaan - pertanyaan pada

perumusan masalah penelitian ini, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai

dari penelitian ini, adalah :

1. Untuk mengetahui kondisi kemiskinan masyarakat pemulung yang tinggal

di Kampung Pemulung Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung

Kota Medan; dan

2. Untuk mengetahui tindakan kolektif masyarakat pemulung yang tinggal di

Kampung Pemulung Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung Kota

(8)

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah

penelitian sudah selesai dilakukan. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah kajian ilmiah

tentang masyarakat marjinal diperkotaan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa di

Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara serta dapat memberikan sumbangan pengetahuan terkait Kondisi

Kemiskinan Pemulung dan Tindakan Kolektif pada masyarakat pemulung di

Kampung Pemulung Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung Kota

Medan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat mengaplikasikan

dan mensosialisasikan ilmu teori sosiologi yang telah diperoleh selama

perkuliahan.

2. Bagi Sosiologi

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi tambahan tentang

masyarakat miskin kota sehingga nantinya dapat dijadikan rujukan untuk

(9)

3. Bagi pemerintah

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih

terkait pembuatan program kebijakan pengentasan masyarakat miskin

perkotaan khususnya pemulung.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi wahana pengetahuan

mengenai kemiskinan dan pemulung bagi peneliti selanjutnya yang tertarik

untuk meneliti tentang masyarakat miskin kota salah satunya pemulung.

1.5 Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk

memfokuskan penelitian sehingga memudahkan penelitian. Menurut Moleong

(2006), konsep adalah defenisi, abstaraksi mengenai gejala atau realitas ataupun

suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala. Disamping

berfungsi memfokuskan dan mempermudah suatu penelitian, konsep juga

berfungsi sebagai panduan yang nantinya digunakan peneliti untuk

menindaklanjuti sebuah kasus yang diteliti dan menghindari terjadinya kekacauan

akibat kesalahtafsiran dalam sebuah penelitian.

Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya :

1. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk

memenuhi kebutuhan dasar yang mencakup pangan, sandang, perumahan,

(10)

2. Pemulung

Dalam penelitian ini pemulung yang dimaksud adalah masyarakat

marginal yang tinggal dipinggiran jalur perlintasan kereta api yang bekerja

memungut barang bekas yang dapat di daur ulang sehingga bernilai ekonomis

di tumpukan sampah masyarakat Kota Medan.

3. Masyarakat Pemulung

Yaitu sekelompok individu-individu yang hidup bersama di suatu wilayah

atau perkampungan dan memiliki pekerjaan yang sama yakni sebagai

pemulung.

4. Tindakan Kolektif

Tindakan kolektif atau yang biasa disebut Collective Action yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan yang dilakukan oleh

masyarakat pemulung untuk mencapai tujuan bersama, dilihat dari perilaku

kolektif, solidaritas dan interaksi sosial diantara masyarakat pemulung

Referensi

Dokumen terkait

027/TJS/390 tentang Hasil Seleksi Proposal Sayembara Pembuatan Film Ki Ageng Pandanaran dan Perkembangan Kabupaten Klaten, berita acara nomor 027/06.J.ULP/392..

[r]

[r]

Penerbangan Indonesia terus berkembang bukan hanya bidang lalu lintas dan angkutan udara saja namun sudah mulai dengan perkembangan industri pembuatan pesawat terbang

[r]

Tahap pelaksanaan, meliputi: (1) Mengambil sampel penelitian dan menentukan jadwal penelitian disesuaikan dengan jadwal belajar IPS di sekolah tempat penelitian;

[r]

general linier model and geographic information system models, used this study aim at obtaining temporal and spatial pattern of the relationships between environmental variables