• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Asuransi - Makalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makalah Asuransi - Makalah"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM ASURANSI DI INDONESIA

2.1. Pengertian Dan Dasar Hukum Asuransi

Di Indonesia, pertanggungan adalah istilah asuransi sering digunakan,

istilah ini tampaknya mengikuti istilah dalam bahasa Belanda yaitu assurantie

(asuransi) danverzekering (pertanggungan). Secara yuridis pengertian Asuransi

atau pertanggungan menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD):

Asuransi mempunyai pengertian sebagai berikut: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu persetujuan, dimana penanggung kerugian diri kepada tertanggung dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian karena kehilangan kerugian atau tidak diperolehnya suatu keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu.

Pada tanggal 11 Februari 1992, pemerintah mengatur secara spesifik dan

mengundangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992

tentang Usaha Perasuransian, dimana istilah Asuransi menurut Pasal 1 angka (1):

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang memungkinkan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Perlu diketahui, bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2

Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian hanya mengatur mengenai usaha

(2)

perasuransian saja dan bukan mengatur mengenai substansi dari asuransi itu

sendiri. Oleh karenanya dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian tidak menghapus

ketentuan-ketentuan mengenai asuransi yang diatur dalam KUHD yang dibuat pada masa

kolonial Belanda.1

Dalam konteks asuransi erat kaitannya dengan risiko, evenemen dan ganti

kerugian.

a. Risiko

Risiko dapat diartikan juga sebagai beban kerugian yang diakibatkan

karena suatu peristiwa yang tidak diinginkan.Besarnya risiko tersebut dapat

diukur dengan nilai barang yang diserang dan merugikan pemiliknya.2

Dalam hukum asuransi, bahaya yang menjadi beban penanggung

merupakan peristiwa penyebab timbulnya kerugian, cacat badan atau

kematian atas obyek asuransi.

Kriteria atau ciri risiko dalam asuransi adalah sebagai berikut3:

1) Bahaya yang mengancam benda atau obyek asuransi.

2) Berasal dari faktor ekonomi, alam atau manusia.

3) Diklarifikasikan menjadi risiko pribadi, kekayaan dan tanggung jawab.

4) Hanya berpeluang menimbulkan kerugian.

b. Evenemen Dalam Asuransi

Evenemen adalah istilah yang diadopsi dari bahasa Belanda evenement

yang berarti peristiwa tidak pasti.Evenemen atau peristiwa tidak pasti adalah

1

M. Suparman Sastrawidjadja dan Endang, 1993, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito, Bandung, hal. 50.

2

Emmy Pangarimbuan Simanjuntak, 1975, Hukum Pertanggungan dan

Perkembangannya, FH-UGM, Yogyakarta, E.P.S I, hal. 79-81. 3Ibid

(3)

peristiwa terhadap mana asuransi diadakan tidak dipastikan terjadi dan tidak

diharapkan terjadi. Adapun pengertian evenemen jika dirumuskan adalah:4

Evenemen adalah menurut pengalaman manusia normal tidak dapat

dipastikan terjadi, atau walaupun sudah pasti terjadi, saat terjadinya tidak

dapat ditentukan dan juga tidak dapat diharapkan akan terjadi, jika terjadi juga

akan menyebabkan kerugian.

Dalam hukum asuransi, evenemen yang menjadi beban penanggung

merupakan peristiwa penyebab timbulnya kerugian atas obyek

asuransi.Selama belum terjadi penyebab timbulnya kerugian, selama itu pula

bahaya yang mengancam obyek asuransi disebut risiko.5 Apabila risiko itu

sungguh-sungguh menjadi kenyataan, maka risiko berubah menjadi

evenement, yaitu peristiwa yang menimbulkan kerugian. Dalam hal ini risiko

menjadi beban ancaman penanggung. Oleh karena itu dapat kita pahami

ciri-ciri evenemen adalah sebagai berikut:6

1. Peristiwa yang terjadi itu menimbulkan kerugian.

2. Terjadinya itu tidak diketahui, tidak dapat diprediksi terlebih

dahulu.

3. Berasal dari faktor ekonomi, alam dan manusia.

4. Kerugian terhadap diri, kekayaan dan tanggung jawab seseorang.

4

Abdulkadir, 1999, Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya Bakti, Jakarta, hal. 120. 5

Joko Waskito Dewantoro, 1996, Klaim Asuransi Jiwa atas Evenement yang Sengaja Dilakukan oleh Tertanggung,( Skripsi ), Ilmu Hukum Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makasar, hal. 10.

6

(4)

c. Kerugian dalam Asuransi

Evenemen erat sekali persoalannya dengan ganti kerugian. Akan tetapi

tidak setiap kerugian (loss) akibat evenemen harus mendapat ganti kerugian.

Antara evenemen yang terjadi dan kerugian yang timbul ada hubungan kausal.

Evenemen adalah sebab dan kerugian adalah akibat .jika sudah dipastikan

evenemen yang terjadi itu dijamin oleh polis dan karenanya menimbulkan

kerugian, penanggung terikat untuk membayar ganti kerugian.

Tujuan dari asuransi adalah untuk meringankan beban risiko yang dihadapi

oleh tertanggung dengan memperoleh ganti rugi dari penanggung sedemikian rupa

hingga7:

a) Tertanggung terhindar dari kebangkrutan sehingga dia masih mampu

berdiri seperti sebelum menderita kerugian.

b) Mengembalikan tertanggung kepada posisi semula seperti sebelum

menderita kerugian.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, asuransi dibedakan

atas:

a) Asuransi kebakaran (Pasal 287-298 KUHD)

b) Asuransi hasil pertanian (Pasal 299-301 KUHD)

c) Asuransi Jiwa (Pasal 302-308 KUHD)

d) Asuransi Pengangkutan Laut dan Perbudakan (Pasal 592-685 KUHD).

e) Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman (Pasal

686-695 KUHD).

7

(5)

Asuransi dibedakan dalam 3 jenis, berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, yaitu:

a) Asuransi Kerugian

Tujuan asuransi atau pertanggungan kerugian adalah untuk mengganti

kerugian yang timbul pada harta kekayaan tertanggung, dalam hal ini tertanggung

ingin mengamankan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan.8

Kepentingannya atas harta kekayaan yang dapat dipertanggungkan mempunyai

sifat bahwa orang yang berkepentingan akan menderita kerugian apabila terjadi

sesuatu peristiwa yang menimpa kepentingan tersebut.9Jadi, ganti kerugiannya

ditujukan pada kemungkinan risiko yang timbul pada harta benda atau harta

kekayaan tersebut. Dapat pula dikatakan pemberian ganti kerugian oleh

penanggung pada tertanggung berdasarkan suatu tafsiran kejadian nyata yang

diderita oleh tertanggung, jadi secara tegas jumlah kerugiannya belum bisa

ditentukan sebelum peristiwa terjadi. 10

b) Asuransi Jiwa

Asuransi jiwa atau dapat pula disebut asuransi sejumlah uang.11 Pada

asuransi ini sejak permulaan perjanjian telah ditentukan sejumlah uang ganti

kerugian yang akan diberikan kepada tertanggung ketika risiko terjadi.12Yang

dipertanggungkan dalam asuransi ini adalah yang disebabkan oleh

8

H.M. N. Purwosutjipto, 1986, Pengertian Pokok Hukum Dagnag Indonesia (hukum Pertanggungan), Penerbit Djambatan, Jakarta, hal. 16.

9

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Op.Cit, hal. 46. 10

Sri Redjeki, 1985, Asuransi dan Hukum Asuransi, IKIP Semarang Press, Semarang, hal. 164

11Ibid, hal. 27 12

(6)

kematian.13Kematian dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan seseorang atau

suatu keluarga tertentu.14

c) Asuransi Sosial

Asuransi sosial yang dapat mewajibkan ialah pemerintah.Oleh karena itu,

seluruhnya diselenggarakan oleh pemerintah, dalam hal ini

perusahaan-perusahaan negara, atas dasar undang-undang atau peraturan lainnya.Hal ini dapat

dimengerti karena penyelenggaraan asuransi sosial memang diperuntukkan bagi

kesejahteraan dan kepentingan masyarakat luas.15

Adapun pembagian jenis-jenis asuransi atau pertanggungan yang

berorientasi pada pembagian menurut para sarjana dari negeri Belanda.16

1) asuransi kerugian (schade verzekering).

2) asuransi sejumlah uang (sommen verzekering).

Pembagian jenis lainnya, yaitu:17

1) Asuransi dengan premi, antara lain:

a) Asuransi kerugian terdiri dari:

A.Abbas Salim, 1989, Dasar-dasar Asuransi, (Principle of Insurance). Rajawali Pers, Jakarta, hal. 25.

Samiadji, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan Ganti Kerugian, hal.10, dikutip dari Sri Redjeki Hartono, 1985, Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia, IKIP Semarang Press, Semarang, hal. 23

(7)

c) Asuransi campuran antara asuransi ganti kerugian dan asuransi

sejumlah uang (asuransi varia)

2) Asuransi tanpa premi, antara lain:

Asuransi saling tanggung menanggung.

Sedangkan Sri Redjeki berpendapat bahwa jenis-jenis asuransi terbagi atas

sebagai berikut:18

a) Asuransi komersil, diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta, terdiri dari

1) Asuransi kerugian

Yang termasuk asuransi ini, yakni:

a. Asuransi pengangkutan

b. Asuransi kebakaran

c. Asuransi kredit

d. Asuransi kendaraan bermotor

2) Asuransi sejumlah uang (asuransi jiwa)

a. Asuransi hari tua

b. Asuransi beasiswa

c. Asuransi dwiguna

b) Asuransi sosial diselenggarakan oleh pemerintah, terdiri dari:

1) Asuransi kecelakaan penumpang

2) Asuransi kesehatan pegawai

3) Asuransi sosial tenaga kerja

18Ibid

(8)

2.2 Subyek dan Obyek Asuransi

Subyek dalam perjanjian asuransi adalah pihak-pihak yang bertindak aktif

mengamalkan perjanjian itu, yaitu pihak tertanggung, pihak penanggung dan

pihak-pihak yang berperan sebagai penunjang perusahaan asuransi.19

a. Penanggung

Pengertian penanggung secara umum adalah pihak yang menerima

risiko di mana dengan mendapat premi, berjanji akan mengganti kerugian atau

membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak

dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagi tertanggung.20

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang

Usaha Perasuransian menyebutkan bahwa penyelenggara usaha perasuransian

atau pihak yang bertindak sebagai pihak penangung hanya boleh dilakukan

oleh badan hukum yang berbentuk perusahaan perseroan (persero), koperasi,

perseroan terbatas dan usaha bersama (mutual).21

Badan hukum penyelenggara perasuransian dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian, disebut

perusahaan perasuransian, yaitu:

a) Perusahaan asuransi kerugian, yaitu perusahaan atau usaha asuransi yang

memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan

manfaat dan tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari

peristiwa yang tidak pasti.

19

Neo Yesi Pandansari, 2007,Op.Cit , Tesis, Magister Kenotariatan Pasca Sarjana, Universitas DIponegoro, Semarang, hal.36

20

M. Suparman Sastrawidjadja, Endang, Op.Cit, hal. 21. 21

(9)

b) Perusahaan asuransi jiwa, yaitu perusahaan atau usaha asuransi yang

memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan

hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.

c) Perusahaan reasuransi, yaitu perusahaan atau usaha asuransi yang

memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang

dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi

jiwa.

b. Tertanggung

Pengertian tertanggung secara umum adalah pihak yang megalihkan

risiko kepada pihak lain dengan membayarkan sejumlah premi.22

Berdasarkan Pasal 250 KUHD yang dapat bertindak sebagai

tertanggung adalah sebagai berikut:

Bilamana seseorang yang mempertangggungkan untuk diri sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan siapa diadakan pertanggungan oleh seorang pertanggungan tidak mempunyai kepentingan atas benda tidak berkewajiban mengganti kerugian.

Berdasarkan Pasal 250 KUHD tersebut yang berhak bertindak sebagai

tertanggung adalah pihak yang mempunyai interest (kepentingan) terhadap

obyek yang dipertanggungkan. Apabila kepentingan tersebut tidak ada, maka

pihak penanggung tidak berkewajiban memberikan ganti kerugian yang

diderita pihak tertanggung.

Pasal 264 KUHD menentukan, selain mengadakan perjanjian asuransi

untuk kepentingan diri sendiri, juga diperbolehkan mengadakan perjanjian

asuransi untuk kepentingan pihak ketiga, baik berdasarkan pemberian kuasa

22

(10)

dari pihak ketiga itu sendiri ataupun di luar pengetahuan pihak ketiga yang

berkepentingan.Tertanggung dalam pelaksanaan perjanjian asuransi

mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan, sehingga apabila

terjadi peristiwa yang tidak diharapkan yang terjamin kondisi polis maka

penangung dapat melaksanakan kewajibannya.

c. Obyek Pertanggungan

Pasal 268 KUHD mengatur:

Pertanggungan dapat berpokok semua kepentingan, yang dapat dinilai dengan uang, diancam oleh suatu bahaya dan oleh undang-undang tidak

terkecualikan”.

Kepentingan sebagaimana yang diatur dalam pasal tersebut tidak berlaku

bagi asuransi sejumlah uang (jiwa), dimana terdapat hal-hal tertentu yang tidak

dapat dinilai dengan uang atau bersifat hubungan material, yang bersifat

kekeluargaan dan hubungan cinta kasih antara keluarga.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun

1992 menyatakan obyek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan

manusia, tanggungjawab hukum serta semua kepentingan lainnya yang dapat

hilang, rusak, rugi atau berkurang nilainya.

Asuransi sebagai suatu perjanjian pengalihan risiko menganut

prinsip-prinsip atau asas yang sangat penting mengingat transaksi asuransi melibatkan

(11)

membawa pengaruh terhadap perekonomian sebuah negara. Prinsip-prinsip dalam

asuransi tersebut adalah:23

1) Prinsip kepentingan (insurable interest)

Prinsip kepentingan sangat erat dengan prinsip indemnity.Prinsip kepentingan

adalah hak yang sah untuk mempertanggungkan atau adanya hubungan antara

tertanggung dengan obyek pertanggungan sedemikian rupa sehingga

tertanggung yang menderita kerugian keuangan sebagai akibat terjadinya

kerusakan, kerugian atau kehancuran pada objek pertanggungan.Insurable

interest atau kepentingan yang dapat dipertanggungkan, artinya tertanggung

mempunyai kepentingan keuangan yang legal objek yang dipertanggungkan.

Pasal 250 KUHD mengatur bahwa:

Apabila seorang yang telah mengadakan pertanggungan untuk dirinya sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka penangung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi.

Ketentuan di atas mensyaratkan adanya kepentingan dalam mengadakan

perjanjian asuransi dengan akibat penanggung tidak diwajibkan untuk

memberikan ganti rugi jika tidak ada kepentingan tertanggung.

2) Prinsip Itikad Baik atau Prinsip Kejujuran yang Sempurna (Utmost Good

Faith)

Dalam perjanjian asuransi seperti juga pada perjanjian pada umumnya,

unsur saling percaya antara penanggung dan tertanggung itu sangat penting.

Penanggung percaya bahwa apabila terjadi risiko yang dipertanggungkan

23

(12)

maka penanggung akan membayar ganti rugi. Saling percaya ini dasarnya

adalah itikad baik.

Mengenai itikad baik ini, Pasal 251 KUHD mengatur bahwa:

Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung. Betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.

Dari ketentuan tersebut di atas, asuransi menjadi batal apabila

tertanggung memberikan keterangan yang keliru atau tidak benar atau sama

sekali tidak memberikan keterangan. Di samping itu tidak dipersoalkan

apakah tertanggung beritikad baik atau buruk, karena tujuan utamanya adalah

melindungi penanggung.

3) Prinsip Keseimbangan (Indemnity)

Perjanjian asuransi bertujuan memberikan ganti rugi terhadap kerugian

yang diderita oleh tertanggung disebabkan oleh risiko sebagaimana

diperjanjikan dalam polis.Besarnya nilai ganti rugi adalah seimbang dengan

kerugian yang diderita oleh tertanggung.Prinsip keseimbangan diatur secara

tegas dalam Pasal 253 KUHD, “kerugian/kerusakan yang diderita oleh

tertanggung akan diganti oleh penanggung secara seimbang sesuai dengan

kerugian riil yang diderita.

Tujuan pemberian ganti rugi adalah untuk mengembalikan posisi

keuangan tertanggung atas obyek pertanggungan yang mengalami kerugian

kepada posisi semula sesaat sebelum terjadinya kerugian.24

24

(13)

4) Prinsip Subrogasi

Prinsip ini sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari prinsip

indemnity, bahwa penanggung hanya wajib memberikan ganti rugi kepada

tertanggung sebesar kerugian yang dideritanya. Apabila tertanggung setelah

menerima ganti rugi ternyata mempunyai tagihan pada pihak lain, yang

karena kesalahannya pihak ketiga itu menimbulkan kerugian maka

tertanggung tidak berhak menerimanya, dan hak itu beralih kepada

penanggung.

Prinsip subrogasi diatur secara tegas dalam Pasal 284 KUHD:

Seseorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si penanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubungan dengan penerbitan kerugian tersebut, dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.

Dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa subrogasi adalah

penggantian kedudukan tertanggung oleh penanggung yang telah membayar

ganti kerugian, dalam melaksanakan hak-hak tertanggung kepada pihak ketiga

yang menyebabkan terjadinya kerugian.25

5) Prinsip Kontribusi/Saling Menanggung

Apabila atas suatu obyek asuransi yang dijamin oleh beberapa penanggung

pada waktu yang bersamaan, maka masing-masing penanggung itu menurut

imbalan dari jumlah untuk mana mereka menandatangani polis, hanya akan

memikul harga yang sebenarnya dari kerugian yang diderita oleh tertanggung.

Pasal 278 KUHD mengatur:

25

(14)

Apabila dalam satu-satunya polis, meskipun pada hari-hari yang berlainan oleh berbagai penangugng telah diadakan penanggungan yang melebihi harga, maka mereka itu bersama-sama, menurut keseimbangan daripada jumlah-jumlah untuk mana mereka telah menandatangani polis tadi memikul hanya harga sebenarnya yang dipertanggungkan. Ketentuan yang sama berlakunya, apabila pada hari yang bersamaan, mengenai satu-satunya barang, telah diadakan berbagai penanggungan.

6) Prinsip Sebab Akibat

Dalam prinsip sebab akibat, bahwa kerugian yang terjadi, haruslah

oleh suatu sebab atas risiko yang merupakan tanggungan penanggung.Jika

tidak maka penanggung dibebaskan dari kewajibannya membayar ganti rugi.26

Salah satu prinsip-prinsip tersebut ada hak subrogasi dimana penanggung

menggantikan tertanggung dalam hak penuntutan terhadap pihak ketiga.Hal ini

telah diperjanjikan terlebih dahulu dalam bentuk perjanjian tertulis antara

penanggung dan tertanggung.Perjanjian tertulis disebut dengan polis.27

Polis adalah ikatan persetujuan antara penanggung dengan tertanggung

sebagaimana yang ditetapkan dalam KUHD Pasal 225 yang menyatakan bahwa:

Pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan akta, yang diberi nama polis.

Dalam asuransi kendaraan bermotor Indonesia dikenal adanya polis

standar kendaraan bermotor yang dikeluarkan Dewan Asuransi Indonesia atau

Polis Standar Kendaraan Bermotor-Dewan Asuransi Indonesia (PSKB-DAI).Pada

umumnya semua perusahaan asuransi menggunakan PSKB dan melakukan

(15)

modifikasi polis tersebut untuk memenuhi permintaan pasar, disebut sebagai

tailormade policy.

Berdasarkan PSKB-DAI dikaitkan dengan luas jaminan meliputi

kelompok besar yakni polis gabungan.

a. Pertanggungan gabungan

Luas jaminan pertanggungan ini di pasar asuransi dikenal dengan all risk,

meliputi pertanggungan;

1) Kerugian dan kerusakan atas casco atau fisik kendaraan tersebut (physical

damage or material damage) akibat kecelakaan, niat jahat orang lain

(malicious damage).

2) Kerusakan dan kerugian karena pencurian.

3) Kerusakan dan kerugian karena kebakaran.

4) Biaya Derek/penarikan kendaraan di jalan raya atau tempat kejadian.

5) Tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.

b. Pertanggungan kerugian total semata atau TLO (Total Lost Only)

Penanggung hanya mengganti kerugian keseluruhan atau TLO

terhadap kerangka kendaraan (casco), kerugian dapat berupa teknis total loos

maupun constructive total loss, sesuai persyaratan polis.

c. Polis pertanggungan tanggungjawab hukum terhadap pihak ketiga semata

kerugian dan kerusakan yang dialami pihak ketiga atau orang lain, meliputi:

1. Harta benda.

2. Luka badan dan jiwa meninggal dunia.

(16)

Tujuan dari asuransi adalah untuk meringankan beban risiko yang dihadapi

oleh tertanggung dengan memperoleh ganti rugi dari penanggung sedemikian rupa

hingga:28

a) Tertanggung terhindar dari kebangkrutan sehingga dia masih mampu

berdiri seperti sebelum menderita kerugian.

b) Mengembalikan tertanggung kepada posisi semula seperti sebelum

menderia kerugian.

2.3.Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Asuransi

Pasal 247 KUHD menyebutkan beberapa jenis asuransi yaitu

asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian, asuransi jiwa dan asuransi

pengangkutan.Akan tetapi dalam praktek jenis-jenis asuransi tersebut lebih

banyak dibandingkan dengan jenis-jenis yang disebutkan dalam Pasal 247

KUHD.

Di dalam Pasal 247 KUHD tersebut terdapat kata-kata antara lain,

menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak29 bahwa:

“Pasal 247 KUHD itu secara yuridis adalah tidak membatasi atau

menghalangi timbulnya jenis-jenis pertanggungan lain menurut kebutuhan

masyarakat. Hal ini dapat kita dasarkan pada kata -kata “antara lain” yang

terdapat di dalam Pasal 247 KUHD.Dengan demikian sifat dari Pasal 247

KUHD hanyalah menyebutkan beberapa contoh saja atau numeratif.

28Chairul Huda, Ibid. 29

(17)

Dengan demikian para pihak dapat juga memperjanji kan adanya

pertanggungan dalam bentuk lain”.

Jadi tumbuhnya jenis-jenis baru di bidang asuransi memang tidak

dilarang oleh undang-undang.Hal ini karena berdasarkan Pasal 247 KUHD

tersebut di atas, dibuka kemungkinan untuk lahirnya asuransi -asuransi

baru selain yang disebutkan di atas.

Seperti yang dikemukakan oleh R. Subekti,30 bahwa hukum

perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat

untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak

melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Dengan demikian adanya jenis-jenis baru di bidang asuransi yang

menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang

-undang bagi mereka yang membuatnya”.Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata di atas disebutkan perjanjian yang syah. Syahnya suatu perjanjian

diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menentukan bahwa:

“Untuk syahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat:

a. Sepakat mereka mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat perikatan;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal”

30

(18)

Jadi perjanjian asuransi supaya syah harus memenuhi syarat -syarat

syahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata.

H.M.N. Purwosutjipto,31

“Syarat-syarat sebagai yang ditentukan dalam Pasal 1320 dan Pasal

1321 KUH Perdata itu bagi perjanjian pertanggungan masih belum

memuaskan, karena itu ditambah lagi dengan ketentuan Pasal 251 KUHD,

yang mengharuskan adanya pemberitahuan tentang semua mengenai

keadaan yang diketahui oleh tertanggung mengenai benda pertanggungan”.

Jadi untuk perjanjian asuransi selain Pasal 1320 KUH Perdata juga

ditambah dengan Pasal 251 KUH Dagang dalam sub c dari Pasal 1320

KUH Perdata mengenai obyek tertentu dalam perjanjian asura nsi adalah

kepentingan yang diasuransikan. Kepentingan dalam perjanjian asuransi

mutlak harus ada.Apabila tidak ada maka perjanjian asuransi itu batal

(Pasal 250 KUH Dagang).

Sehubungan dengan timbulnya jenis baru dalam bidang asuransi,

kepentingan itu dapat diasuransikan asal memenuhi syarat yang ditentukan

dalam Pasal 268 KUHD yaitu:

a. Dapat dinilai dengan uang.

b. Dapat diancam oleh suatu bahaya.

c. Tidak dikecualikan oleh undang-undang.

Apabila melihat Pasal 268 KUHD, maka semua yang merupakan

kepentingan yang memenuhi syarat-syarat di atas dapat

31

(19)

diasuransikan.Akan tetapi mengenai syarat dapat dinilai dengan uang

kurang cocok untuk asuransi sejumlah uang, misalnya asuransi jiwa.Sebab

kepentingan disitu tidak dapat dinilai dengan uang, seperti hubungan

kekeluargaan, jiwa dan lain-lain.Oleh karena itu Pasal 268 KUHD itu

hanya berlaku untuk asuransi kerugian saja, misalnya asuransi

deposito.Jadi walaupun kepentingan yang dapat diasuransikan itu belum

ada pengaturannya yang berhubungan dengan adanya ketentuan asur ansi,

maka berdasarkan kebutuhan dalam praktek untuk mengatasi risiko -risiko

baru boleh saja diantara mereka diadakan perjanjian asuransi (Pasal 1338

ayat (1) KUH Perdata) di atas, karena hal ini juga dimungkinkan oleh

ketentuan dalam Pasal 247 KUHD.

Dengan demikian, maka ketentuan KUHD maupun KUH Perdata

yang mendorong tumbuhnya jenis-jenis baru dalam bidang asuransi antara

lain Pasal 1338 ayat (1) Jo 1320 KUH Perdata, Pasal 246, 247, 248 Jo 250

KUHD.

Mengingatkan arti pentingnya perjanjian asuransi sesuai dengan

tujuannya sebagai suatu perjanjian yang memberikan proteksi, maka

perjanjian ini sebenarnya menawarkan suatu ketidakpastian mengenai

kerugian-kerugian ekonomis karena suatu peristiwa yang belum pasti.

Perjanjian asuransi/pertanggungan sebagaimana h alnya dengan

perjanjian lain akan melahirkan hak dan kewajiban tertentu kepada pihak

-pihak yang terlibat. Oleh karena itu, perlu terdapat kepastian mengenai

(20)

Untuk terjadinya perjanjian pertanggungan atau supaya perjanjian

pertanggungan itu sah, haruslah memenuhi syarat -syarat yang disebut

untuk suatu perjanjian. Secara umum sahnya suatu perjanjian diatur dalam

Pasal 1320 KUH Perdata beserta pasal -pasal yang melindungi pasal

tersebut yaitu pasal 1321 sampai dengan Pasal 1329 KUH Perdata.

Walaupun telah dipenuhinya ketentuan tersebut, pasal itu masih

kurang cukup memberikan perlindungan bagi penanggung, sehingga diatur

lagi dalam Pasal 251 KUHD, yaitu tentang keharusan adanya

pemberitahuan dari semua keadaan yang diketahui oleh tertanggung

mengenai benda yang dipertanggungkan.

Sementara itu, Pasal 255 KUH Dagang, menyebutkan, bahwa suatu

pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut

polis.Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa p asal tersebut

seolah-olah menggambarkan bahwa perjanjian pertanggungan itu baru berlaku sah

kalau terjadinya dengan suatu polis.Tetapi apabila menyima k ketentuan

Pasal 257 KUHD.Terjadinya perjanjian pertanggungan itu adalah setelah

adanya persesuaian kehendak diantara para pihak.

Dengan demikian jelaslah bahwa polis belum merupakan syarat

untuk adanya perjanjian pertanggungan, akan tetapi hanya merupakan

suatu alat pembuktian saja. Keadaan ini dipertegas lagi dalam Pasal 258

KUHD yang menyebutkan, bahwa untuk membuktikan hal ditutupnya

perjanjian tersebut, diperlukan pembuktian dengan tulisan, namun

(21)

sudah ada suatu permulaan pembuktian dengan tulisan seperti yang telah

disebutkan di atas.

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa polis tetap mempunyai

arti besar bagi tertanggung, sebab polis merupakan bukti yang sempurna

tentang apa yang mereka perjanjikan dalam perjanjian pertanggungan.

Dalam hubungan ini, Emmy Pangaribuan

Simanjuntak.32Mengarahkan bahwa adalah bijaksana apabila dibuat suatu

akta, sedang perjanjian demikian adalah mengenai nilai keuangan yang

jumlahnya sangat besar, sehingga adalah sangat baik dan bijaksana,

apabila pihak-pihak dapat membuktikan secara tertulis, bahwa telah a da

perjanjian pertanggungan pada saat timbulnya kerugian.

Setelah penulis menguraikan atau membahas ketent uan Pasal 257

KUHD di muka, penulis berkesimpulan bahwa polis itu bukan merupakan

syarat mutlak, akan tetapi masing-masing pihak dapat memperjanjikan

lain. Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal

1338 sub (1) KUH Perdata, dapat saja kedua belah pihak memperjanjikan

bahwa polis merupakan syarat mutlak dalam perjanjian pertanggungan

yang diadakan.Hal ini berarti bahwa apabila polis belum dibuat, maka

perjanjian pertanggungan dapat dikatakan belum terbentuk.Kesimpulan ini

hendaknya tidak diartikan bahwa polis bukan merupakan syarat mutlak,

juga jangan diartikan bahwa adanya polis tersebut tidak penting. Oleh

karena itu, apa yang dikemukakan oleh Emmy Pangaribuan

32

(22)

Simanjuntak,33adalah tepat, bahwa polis merupakan alat bukti yang

sempurna tentang apa yang mereka perjanjikan, dan tanpa polis

pembuktian akan menjadi sulit dan terbatas.

Dalam praktik pertanggungan, hampir tidak ada perjanjia n

pertanggungan dibuat tanpa dibuatnya polis.Polis ini hanyalah

merumuskan isi dari perjanjian antara para pihak, sehingga polis

merupakan alat bukti tentang isi perjanjian.

Dengan maksud untuk mempermudah pembuktian adanya

pertanggungan itu, maka beberapa perusahaan telah mempunyai polis

standard.Di dalam polis standar ini, isi polis telah diberikan rumusan

secara spesifik dan sepihak oleh penanggung, sehingga menyerupai

perjanjian standard.

Pasal 256 KUHD memberi ketentuan tentang syarat-syarat suatu

akta dapat disebut sebagai polis merupakan syarat-syarat umum terjadinya

perjanjian asuransi, sudah penulis uraikan di atas.Oleh karena itu,

timbullah kebutuhan untuk menambah syarat-syarat lain yang khusus

berlaku bagi para pihak.Poin delapan dari Pasal 256 KUHD, memberi

kesempatan kepada para pihak untuk mengatur sendiri hal -hal yang

kiranya dianggap penting untuk diatur.

33

(23)

Syarat-syarat lain yang khusus ini adalah syarat-syarat yang belum

diatur dalam polis, tetapi oleh para pihak dianggap penting baginya.

Syarat-syarat ini dibagi dalam dua jenis, yaitu:34

a. Syarat-syarat yang bersifat larangan

Yaitu syarat-syarat dimana dinyatakan bahwa pihak tertanggung

dilarang melakukan suatu perbuatan tertentu dengan ancaman bilamana

larangan termaksud dilanggar oleh tertanggung, maka perjanjian

pertanggungan itu menjadi batal.

b. Syarat-syarat lain, yaitu semua syarat-syarat yang tidak mengandung

ancaman batalnya perjanjian pertanggungan, syarat untuk melanjutkan

perjanjian pertanggungan dan sebagainya. Misalnya, selesai nya jangka

waktu yang tersebut dalam polis itu dan sehabisnya tiap -tiap jangka

waktu yang berikut, maka perjanjian pertanggungan ini dianggap

menurut hukum telah diperpanjang untuk jangka waktu yang sama,

bilamana sekurang-kurangnya satu bulan di muka tidak menyatakan

penghentian pertanggungan ini oleh salah satu pihak yang

bersangkutan kepada pihak lain dengan surat tercatat.

Dengan syarat ini diberi kesempatan kepada pihak tertanggung atau

penanggung untuk melanjutkan pertanggungan secara otomatis, dengan

kelonggaran membatalkan pertanggungan itu pada tanggal tersebut dalam

polis dengan suatu pemberitahuan maksud tersebut oleh pihak yang

menghendaki kepada pihak lain.

48

(24)

Jadi, dalam hal ini adanya syarat lanjutan pertanggungan, apabila

tertanggung tidak berminat untuk melanjutkan pertanggungan atau ia lalai

melakukan kewajibannya seperti tersebut dalam syarat lanjutan

pertanggungan, maka penanggung berhak menuntut dari tertangung premi

yang bersangkutan dengan lanjutan pertanggungan. Sebaliknya bila

penanggung bermaksud untuk menghentikan atau membatalkan

pertanggungan pada saat jangka waktu perjanjian pertanggungan habis

masa berlakunya, maka ia diwajibkan memberitahukan tersebut pada pihak

tertanggung.

2.4.Perusahaan Asuransi Sebagai Suatu Lembaga Peralihan R isiko

Suatu lembaga atau suatu institusi pada hakekatnya berada dan ada

di tengah-tengah masyarakat.Berbagai jenis lembaga ada dan dikenalkan

dalam masyarakat yang masing-masing mempunyai tugas sendiri.sesuai

dengan maksud dan tujuan dari tiap lembaga ya ng bersangkutan. Lembaga

yang merupakan organ masyarakat merupakan “sesuatu” yang

keberadaannya adalah untuk memenuhi tugas sosial dan kebutuhan khusus

masyarakat. Jadi keberadaan suatu lembaga itu sebenarnya tidak untuk

memenuhi kepentingan dari lembaga itu sendiri atau kelompok orang

tertentu dan apalagi untuk kepentingan perorangan.

Karena pada hakekatnya lembaga itu bukan merupakan tugas akhir,

melainkan hanyalah suatu sarana belaka untuk suatu tujuan tertentu yang

ingin dicapai. Dengan demikian perbedaan antara lembaga yang satu

(25)

fungsifungsi yang khas yang melekat pada lembaga itu sendiri masing

-masing.

Perusahaan, sebagai suatu lembaga ekonomi mempunyai ciri yang

lebih khusus, yaitu membuat karya ekonomi sebagai tugas dan

tujuannya.35Sebagai lembaga ekonomi, maka perusahaan mempunyai tugas

dan tanggung jawab ekonomi yang bersumber pada dan harus dimulai dari

tujuan perusahaan itu sendiri.

Karena tujuan perusahaan itu selalu berada di l uar perusahaan,

maka sebenarnya tujuan perusahaan itu tidak lain adalah menciptakan

pelanggan. Dan pelanggan merupakan dasar dari perusahaan dan ialah

yang melestarikan adanya keberadaan suatu perusahaan, karena ia pulalah

yang memberikan pekerjaan bagi perusahaan. Sedangkan pelanggan selalu

membutuhkan adanya keputusan tertentu guna memenuhi kebutuhannya.

Dengan demikian dapatlah dimengerti pendapat P.F.Drucker,36 yang

menyatakan bahwa pada hakekatnya perusahaan itu mempunyai 2 (dua)

fungsi pokok saja, yaitu:

1. Pemasaran pada suatu perusahaan menghasilkan pemasukan, sedangkan

kegiatan lainnya hanya menghasilkan pengeluaran sebagai pembiayaan.

Pemasaran yang mempunyai fungsi unik dari suatu perusahaan,

merupakan ciri yang dapat membedakannya dengan lembaga yan g lain

dalam masyarakat. Perusahaan itu selalu memasarkan sesuatu, baik

35

Peter F.Drucker, 1981, Tugas dan Tanggung Jawab Praktek, PT. Gramedia, Jakarta, hal. 40.

36Ibid

(26)

produk tertentu atau jasa tertentu, sedangkan lembaga dan organisasi

lain sama sekali tidak mengenal pemasaran. Jadi perusahaan sebagai

organ pertumbuhan dan perkembangan ekonomi harus mampu

mengadakan pembaharuan yang merupakan fungsi pokok perusahaan.

2. Pembaharuan harus dapat terwujud sampai pada suatu taraf bagi

pencapaian kepuasan ekonomi tertentu. Lebih lanjut lagi perusahaan

harus lebih dapat menghasilkan produk dan jasa yang berbe da, yang

dapat menciptakan kepuasan baru. Misalnya dalam suatu perusahaan

asuransi, perlu ada suatu departemen khusus yang diberi tugas dan

tanggung jawab untuk mengembangkan pelayanan jenis risiko baru

yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau pelangga n.

Pembaharuan organisasi penjualan, administrasi polis dan pengurusan

tuntutan klaim. Di samping itu harus ada departemen lain yang

bertanggung jawab untuk memperbaharui kebijaksanaan penanaman

perusahaan, sehingga tujuan akhir perusahaan asuransi dapat d icapai

dengan seksama.

Dalam tata pergaulan masyarakat khususnya masyarakat modern

seperti sekarang ini, membutuhkan suatu institusi atau lembaga yang

bersedia mengambil alih risiko-risiko masyarakat baik risiko individual

ataupun risiko kelompok.Masyarakat modern sampai saat in i mempunyai

kandungan risiko yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan waktu

(27)

teknologi yang sudah sedemikian rupa mempengaruhi kehidupan manusia,

dapat menimbulkan risiko yang semakin luas.

Lembaga atau institusi yang mempunyai kemampuan untuk

mengambil alih risiko pihak lain ialah lembaga asuransi, dalam hal ini

adalah perusahaan-perusahaan asuransi. Dalam masyarakat modern seperti

sekarang ini, perusahaan asuransi mempunyai peranan dan jangkauan yang

sangat luas, baik risiko individu maupun risiko-risiko kolektif.

Pada dasarnya perusahaan asuransi dalam kegiatannya, secara terbuka

mengadakan penawaran atau menawarkan suatu perlindungan atau proteksi

serta harapan pada masa yang akan datang kepada individu atau

kelompok-kelompok dalam masyarakat atau institusi-institusi lain, atau

kemungkinan menderita kerugian lebih lanjut karena terjadinya suatu

peristiwa yang tidak tertentu atau belum pasti.

Jadi jelaslah bahwa usaha-usaha dalam kegiatan asuransi yang

dilakukan oleh perusahaan asuransi memberikan suatu dampak positif

yang luas baik secara terbatas pada antar individu usaha anggota

masyarakat, juga pada masyarakat luas.Secara lebih luas lagi, perusahaan

asuransi sesungguhnya juga memberikan lapangan pekerjaan dan sumber

pekerjaan bagi anggota masyarakat.Di samping itu perusahaan asuransi

dapat pula memberikan jaminan atas kelangsungan kehidupan perusahaan

-perusahaan dari kerugian ekonomi.Di samping itu -perusahaan asuransi

juga memberikan jaminan atas terpenuhinya pendapatan seseorang, karena

tempat dimana yang bersangkutan bekerja tetap terjamin kelangsungan

(28)

memberikan rasa aman dan pasti atas suatu pendapatan yang pasti dan

tetap bagi anggota masyarakat.Dengan demikian dapat dikatakan

kehadiran perusahaan asuransi dalam masyarakat itu jauh lebih bermanfaat

bagi semua pihak dibandingkan dengan ketidakhadirannya.

Hal ini sejalan dengan pendapat dari JWH. Van Oostveen,37 yang

menyatakan bahwa sesungguhnya perusahaan asuransi itu secara langsung

atau tidak langsung mempunyai peranan yang penting dan besar dalam

bidang sosial maupun ekonomi.

37

(29)

Referensi

Dokumen terkait

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,

Asuransi atau pertanggungan adalah Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima pembayaran premi

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,