BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Publik (Public Space) 2.1.1 Pengertian Ruang Publik
Ruang publik adalah ruang dalam suatu kawasan yang dipakai masyarakat
penghuninya untuk melakukan kegiatan kontak publik (Whyte dalam Carmona dkk.
2003). Ruang publik dapat berbentuk cluster maupun linier dalam ruang terbuka
maupun tertutup. Beberapa contoh ruang publik antara lain: piazza, square, atrium,
pedestrian (Gambar 1)
Gambar 1 Piazza del Campo di Sienna, Sebuah Ruang Publik Sumber:http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/12167 / budiyono.pdf
Menurut Ir. M. Fausal sebagai Kepala Sub Dinas Tata Kota DKI Jakarta
(dalam kajian pengembangan ruang terbuka hijau oleh Budiyono), ruang terbuka
adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam
tertentu. Ruang publik itu sendiri dapat berbentuk trotoar, ruang terbuka hijau,
taman kota, hutan dan sebagainya. Apabila dilihat dari sifatnya ruang terbuka
publik bisa dibedakan menjadi ruang terbuka publik privat (memiliki batas waktu
tertentu untuk mengaksesnya dan kepemilikannya sangat pribadi, semisal Ancol),
semi privat (ruang publik yang kepemilikannya pribadi namun bisa diakses
langsung oleh masyarakat, semisal Senayan) dan umum (kepemilikannya oleh
pemerintah dan bisa diakses langsung oleh masyarakat tanpa batas waktu tertentu,
semisal Monas). Ruang terbuka publik bisa juga diartikan sebagai ruang interaksi.
Menurut Carr et al. dalam Carmona dkk. (2003), ruang publik dalam suatu
permukiman akan berperan secara baik jika mengandung unsur antara lain:
a. Comfort, merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan ruang publik.
Lama tinggal seseorang berada di ruang publik dapat dijadikan tolok ukur
comfortable tidaknya suatu ruang publik. Dalam hal ini kenyamanan ruang
publik antara lain dipengaruhi oleh environmental comfort yang berupa
perlindungan dari pengaruh alam seperti sinar matahari, angin; physical
comfort yang berupa ketersediannya fasilitas penunjang yang cukup seperti
tempat duduk; social and psychological comfort.
b. Relaxation, merupakan aktifitas yang erat hubungannya dengan
psychological comfort. Suasana rileks mudah dicapai jika badan dan
pikiran dalam kondisi sehat dan senang. Kondisi ini dapat dibentuk dengan
yang terpisah atau terhindar dari kebisingan dan hiruk pikuk kendaraan di
sekelilingnya.
c. Passive engagement, aktifitas ini sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungannya. Kegiatan pasif dapat dilakukan dengan cara duduk-duduk
atau berdiri sambil melihat aktifitas yang terjadi di sekelilingnya atau
melihat pemandangan yang berupa taman, air mancur, patung atau karya
seni lainnya.
d. Active engagement, suatu ruang publik dikatakan berhasil jika dapat
mewadahi aktifitas kontak/interaksi antar anggota masyarakat (teman,
famili atau orang asing) dengan baik.
e. Discovery, merupakan suatu proses mengelola ruang publik agar di
dalamnya terjadi suatu aktifitas yang tidak monoton. Aktifitas dapat berupa
acara yang diselenggarakan secara terjadwal (rutin) maupun tidak terjadwal
diantaranya berupa konser, pameran seni, pertunjukan teater, festival, pasar
rakyat (bazaar), promosi dagang.
2.1.3 Klasifikasi ruang publik
Marcus (1992) membagi publick space dalam 7 (tujuh) kategori, yaitu:
1. Neigborhood Park, didominasi oleh lapangan rumput hijau, tanaman dan
pohon peneduh, biasanya berada pada lokasi permukiman dengan aktifitas
beragam seperti kegiatan olah raga, bermain-main, berjalan-jalan, dan
duduk-duduk untuk istirahat dan mandi matahari (sun bathing). Kegiatan
pada taman ini sangat tergantung pada kepadatan disekitarnya dan
lokasinya di lingkungan tersebut.
2. Mini Park, atau yang dikenal dengan sebuatan vest-pocket park, digunakan
untuk kegiatan dengan skala local, luasnya hampir sama dengan luas satu
sampai tiga rumah disekitarnya, pemakai taman ini biasanya anak-anak dan
remaja (Gambar 2).
Gambar 2.2 Kegiatan Olahraga Masyarakat pada Ruang Terbuka Sumber: Data Primer (Dokumentasi pribadi)
3. Urban Plaza, biasanya didominasi oleh perkerasan, berada dipusat kota dan
umumnya dikembangkan seiring dengan pertumbuhan bangunan tinggi
disekitarnya. Beberapa plaza dimiliki oleh perorangan atau kelompok
tertentu tetapi biasanya dapat diakses oleh umum.
4. Campus Outdoor Space, merupakan ruang terbuka dengan kombinasi
digunakan untuk duduk-duduk, belajar, relaksasi, sosialisasi, atau sekedar
lewat.
5. Elderly Housing Outdoor Space, merupakan ruang terbuka untuk
berjalan-jalan, duduk-duduk, berkebun, terutama diperuntukkan bagi orang-orang
lanjut usia yang bertempat tinggal disekitar ruang terbuka tersebut.
6. Day Care Open Space, adalah ruang terbuka untuk bermain bagi anak-anak
pra sekolah (umur 3 samapai 5 tahun) tetapi tidak tertutup kemungkinan
digunakan oleh kelompok umur lain. Lokasinya berada dalam pusat
perawatan atau rehabilitasi kesehatan.
7. Hospital Outdoor Space, merupakan halaman, kebun, patio atau taman dari
rumah sakit yang digunakan oleh pasien, staf rumah sakit, keluarga pasien
dan juga pengunjung umum lainnya. Ruang terbuka ini mengandung unsur
pengobatan terapi.
Ruang terbuka merupakan bagian dari penataan ruang suatu kawasan yang
berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kawasan terdiri atas pertamanan,
kawasan hijau kota, kawasan hijau rekreasi, kawasan hijau kegiatan olahraga,
kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka diklasifikasi berdasarkan status kawasan,
bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004).
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang
Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalah
ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk
penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang
terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau
tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian,
pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
Maksud diselenggarakannya ruang terbuka menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 2002 adalah untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan
ekosistem suatu kawasan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya dengan
luasan yang harus direncanakan sebesar lebih kurang 25 % dari luas wilayah. Ruang
terbuka (Open Space) memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi bio-ekologis dan
fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial dan ekonomi.
Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perumahan secara seimbang
dan lestari akan membentuk lingkungan yang sehat dan manusiawi (Purnomohadi,
2006).
Ruang Terbuka (Open Space), baik ruang terbuka publik maupun ruang
terbuka privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi
tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam
suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan
kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota.
Ruang terbuka berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu
wilayah kawasan secara fisik, harus merupakan satu bentuk ruang terbuka yang
ruang terbuka untuk perlindungan sumber daya penyangga kehidupan manusia dan
untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar.
Ruang terbuka untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural)
merupakan ruang terbuka pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan
budaya kawasan tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung
arsitektur kawasan.
Manfaat ruang terbuka (Open Space) berdasarkan fungsinya dibagi atas
manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan
bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar),
keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible)
seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
Manfaat lain ruang terbuka selain sebagai wahana penyerap air, masih
banyak manfaat ruang terbuka yang membuatnya berharga untuk dilestarikan. Ruang
terbuka mampu mengendalikan iklim mikro suatu lingkungan khususnya yang
berkaitan dengan suhu. Suka atau tidak, kita harus mengakui bahwa suhu rata-rata
kota-kota di Indonesia dalam 15 tahun terakhir ini telah meningkat. Selain
diakibatkan adanya pemanasan global, juga makin rendahnya persentase luas ruang
terbuka kota dibandingkan daerah terbangun ditengarai sebagai salah satu
penyebabnya. Menurut pakar tata lingkungan Eko Budihardjo (1997) keberadaan
ruang seluas kurang lebih 30 ha. yang dipenuhi pepohonan dapat menurunkan suhu
pepohonan rindang memberi efek kanopi yang menahan radiasi panas matahari
sebelum mencapai objek yang diteduhinya. Dedaunan yang berwarna hijau gelap
menyerap panas radiasi matahari yang biasanya terpantulkan oleh objek lain (Todd,
1995).
Penelitian yang dilakukan oleh Lipsmeiter menunjukkan bahwa suhu diatas
permukaan rumput bisa mencapai 5oC lebih rendah dibandingkan suhu permukaan
yang diperkeras beton, sementara Todd (1995) menyebutkan perbedaan suhu 8oC
antara permukaan tanah terbuka dengan permukaan berumput. Diketahui pula
bersama bahwa manusia hidup nyaman dalam suhu yang sangat tertentu, Berkisar
antara 10oC hingga 27oC, dengan kelembaban antara 40% – 75% (Laurie, 1994).
Untuk suhu kerja, lebih terbatas lagi antara 18oC hingga 25o
Untuk mencapai taraf keberhasilan yang diinginkan, penting pula ditetapkan
suatu rasio perbandingan antara jumlah penduduk dengan kebutuhan ruang terbuka.
Prof. Michael Laurie, guru besar arsitektur lansekap dari University of
California-Berkeley mengemukakan rasio minimal penyediaan 0,4 ha. ruang terbuka bagi setiap
800 jiwa penduduk. Ruang terbuka tersebut sebaiknya dapat dicapai dari setiap rumah
dengan berjalan kaki, jadi jaraknya tidak melebihi 300 m. (Frick & Setiawan, 2002).
Suatu hal yang cukup berat untuk dipenuhi dalam keadaan perekonomian yang sulit C . (Mangunwijaya,
1980). Sehingga dapat disimpulkan bahwa akumulasi ruang terbuka hijau yang tinggi
dapat berperan secara signifikan dalam pengontrolan suhu lingkungan yang nyaman
seperti sekarang ini. Namun demikian, sekedar sebagai perbandingan, angka tersebut
dapat dijadikan patokan ideal bagi perwujudan suatu lingkungan binaan nyaman yang
kita cita-citakan bersama.
2.3 Pemanfaatan Ruang Terbuka pada Lingkungan/Perumahan
Ruang Terbuka (Open Space) pada lingkungan/permukiman dapat
dioptimalkan fungsinya (Makalah Lokakarya “Pengembangan Sistem RTH Di
Perkotaan” Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60. Direktorat
Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum):
a. Sebagai tempat melakukan berbagai kegiatan sosial di lingkungan tersebut,
untuk mendukung aktivitas penduduk di lingkungan tersebut, fasilitas yang
harus disediakan minimal bangku taman dan fasilitas mainan anak-anak.
Selain sebagai tempat untuk melakukan aktivitas sosial, ruang terbuka
dapat pula dimanfaatkan sebagai suatu community garden dengan
menanam tanaman obat keluarga/apotik hidup, sayur, dan buah-buahan
yang dapat dimanfaatkan oleh warga.
b. Dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan remaja, kegiatan olahraga
masyarakat, serta kegiatan sosial lainnya di lingkungan tersebut. Fasilitas
yang disediakan berupa lapangan untuk berbagai kegiatan, baik olahraga
maupun aktivitas lainnya, beberapa unit bangku taman yang dipasang
warga, dan beberapa jenis bangunan permainan anak yang tahan dan aman
untuk dipakai pula oleh anak remaja.
c. Ruang terbuka juga dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan penduduk
dalam satu kompleks perumahan. Ruang ini dapat berupa taman aktif,
dengan fasilitas utama lapangan olahraga (serbaguna), dengan jalur trek lari
di seputarnya, atau dapat berupa taman pasif, dimana aktivitas utamanya
adalah kegiatan yang lebih bersifat pasif, misalnya duduk atau bersantai,
sehingga lebih didominasi oleh ruang hijau dengan pohon-pohon tahunan
(Tabel 2.1)
Tabel 2.1Fungsi Ruang Terbuka (Open Space)
FUNGSI
MANFAAT
Langsung Tolak ukur Tidak langsung Tolak ukur
1. Ekologis 1.Menurunkan tingkat
pencemaran udara 2. Meningkatkan
kandungan air tanah
a. Kadar pencemaran (CO, Pb, debu, dll) b. Jumlah dan kualitas
air tanah
2. Sosial 1. Menurunkan tingkat
stress masyarakat
3. Ekonomi 1. Meningkatkan
2.4
Dasar dari peran serta masyarakat terhadap penataan ruang adalah Peran Serta Masyarakat Terhadap Keberadaan Ruang Terbuka
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia nomor 39 tahun 1996 tentang Hak dan Kewajiban
serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. Dampak
dari peran serta masyarakat perumahan terhadap penataan ruang terbuka dapat
ditinjau dari sisi internal dan Sisi eksternal baik secara mikro (penataan pekarangan
rumah tinggal berupa penghijauan pertamanan) maupun secara makro (usaha
penghijauan lingkungan kawasan), berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi dan
aspek sosial budaya.
2.4.1 Sisi internal
Pemberdayaan masyarakat perumahan tentang pentingnya ruang terbuka
dalam menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik, membawa dampak sosial
budaya yaitu mengembangkan kesadaran masyarakat untuk mencintai tanaman serta
melestarikan lingkungan. Kegiatan dalam pembangunan ruang terbuka hijau secara
swadaya memberikan nilai kebersamaan sebagai suatu kegiatan gotong royong antar
warga yang akan mempererat rasa kesatuan dan persatuan. Dengan demikian, rasa
memiliki lingkungan kawasan akan menjadi dasar dalam pengembangan lingkungan
2.4.2 Sisi eksternal
Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan peruntukan pembangunan ruang
terbuka hijau akan meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan dari
hasil tanaman penghijauan tanaman hias dan tanaman produktif, seperti:
1. Munculnya penjual tanaman penghijauan.
2. Menciptakan kesempatan kerja bagi petani tanaman dan buah-buahan.
3. Memberikan kesempatan tenaga kerja sebagai pengumpul bibit tanaman.
4. Munculnya petani tanaman produktif yang dapat memetik hasil setelah
pohon yang ditanam berbuah.
2.5 Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow
Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang
membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting
hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau
didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu
dipenuhi. Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu
kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat
suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat
di bawahnya (Goble, Frank G.,1987)
Lima kebutuhan dasar Maslow disusun berdasarkan kebutuhan yang paling
Belogical and Physiological Needs Safety Needs
Belongingness and Love Needs Esteem Needs
Self Actualisation
Gambar 2.3 Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow
1. Kebutuhan Fisiologis (Belogical and Physiological Needs)
Contohnya adalah: Sandang/pakaian, pangan/makanan, papan/rumah,dan
kebutuhan biologis seperti bernafas, buang air dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan (Safety Needs)
Contoh seperti: Bebas dari penjajahan, ancaman, rasa sakit, bebas dari teror, dan
lain sebagainya.
3. Kebutuhan Sosial (Belongingness and Love Needs)
Misalnya adalah: memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari
lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan Penghargaan (Esteem Needs)
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualisation)
Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat
dan minatnya.
2 . 6 Te o r i M o t iv a si M a slo w
Mot ivasi adalah dorongan unt uk m encapai t uj uan t ert ent u.
Dorongan it u bisa saj a berbent uk ant usiasm e, har apan dan sem angat .
Sem ua yang kit a lakukan set iap hari senant iasa dibayangi oleh adany a
m ot ivasi. Misalnya, seorang k aryaw an y ang bek erj a t ent u saj a m em ilik i
m ot ivasi bekerj a, begit u pula seorang at let m em ilik i m ot ivasi bert anding,
seorang pelaj ar dengan m ot ivasi belaj ar, dan lain sebagainya.
Salah sat u cara m em aham i hakekat m anusia adalah dengan
pendekat an yang lebih m engarah kepada t eor i t ent ang k epribadian
m anusia. Dew asa ini t elah banyak hasil yang dicapai oleh para ahli
psikologi dalam usaha unt uk m enyusun t eori kepribadian. Pem bahasan
t ent ang k epribadian ini ber kait an erat dengan per ilaku m anusia yang
salah sat u det erm inannya adalah m ot ivasi.
Berdasar k an penggolongan det erm inan perilaku m anusia it ulah para
ahli psik ologi m engem ukak an t eori- t eor inya t ent ang m ot ivasi. Di ant ara
t eori m ot ivasi yang dikem uk akan adalah t eori akt ualisasi diri yang
pert am a kali dikem ukakan oleh Carl Roger s dan kem udian
dianggap sebagai t okoh m adzhab k et iga dari aliran psik ologi yang
m elakukan penelit an dengan cara m enelit i orang- orang yang sehat
1. Hakikat Manusia
Tent ang hakekat m anusia Maslow berpendapat bahw a m anusia
m em ilik i sat u kesat uan j iw a dan raga yang bernilai baik, dan
m em ilik i pot ensi- pot ensi. Yang dim ak sud baik it u adalah y ang
m engak ibat kan perk em bangan kearah akt ualisasi dir i.
2. Kebut uhan Pokok Manusia
Manusia m em ilik i kebut uhan dasar yang akan selalu m enj adi
m ot ivasi perilakunya, yait u kebut uhan fisiologis, k ebut uhan akan
keselam at an, kebut uhan akan m em ilik i dan rasa cint a, kebut uhan
akan harga diri, dan akt ualisasi dir i. Unt uk dapat sam pai pada
t ingkat akt ualisasi diri sem ua kebut uhan- kebut uhan pokok
m anusia pada t ingkat sebelum nya harus t er penuhi. Selain
kebut uhan pokok t er sebut yang disebut basic needs m anusia j uga
m em ilik i m et aneeds sebagai kebut uhan pert um buhan sepert i
keadilan, k eindahan, ket erat uran, dan k esat uan.
3. Kebut uhan Pokok sebagai Unsur Mot ivasi
Teori Mot ivasi Maslow dibent uk at as dasar t eori hir arki kebut uhan
pokok. Dengan kat a lain pem enuhan kebut uhan- kebut uhan pokok
inilah yang m em ot iv asi m anusia berbuat sesuat u. Teori ini t idak
sekedar bersifat hom eost at is t et api j uga hom eost at is psikologis.
Bahkan pada t ingk at puncak kebut uhan yang disusun Maslow