• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepmenhub KM No 84 Tahun 1999

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kepmenhub KM No 84 Tahun 1999"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN

NOMOR : KM 84 TAHUN 1999

T E N T A N G

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM

MENTERI PERHUBUNGAN,

Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan telah diatur ketentuan mengenai penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum yang telah diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 68 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum;

b. bahwa dengan adanya perkembangan kebutuhan angkutan di jalan dengan kendaraan umum perlu ditata kembali ketentuan mengenai penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum;

c. bahwa sehubungan dengan huruf b, perlu ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

(2)

4. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3529);

6. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen;

7. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1999;

8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.91/OT.002/Phb-80 dan KM.164/OT.002/ Phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.80 Tahun 1998;

M E M U T U S K A N :

Dengan mencabut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 68 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 15 Tahun 1996 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 68 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum;

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN UMUM.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

(3)

2. Angkutan Lintas Batas Negara adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur;

3. Angkutan Antar Kota adalah angkutan dari satu kota ke kota lain dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur;

4. Angkutan Kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam wilayah kota dengan mempergunakan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur;

5. Angkutan Perkotaan adalah angkutan dari suatu kawasan ke kawasan lain yang terletak dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kota dan kabupaten yang berdekatan dan merupakan satu kesatuan ekonomi dan sosial dengan menggunakan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur yang mempunyai sifat perjalanan ulang alik (komuter);

6. Angkutan Pedesaan adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum dan mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur;

7. Angkutan Perbatasan adalah angkutan pedesaan yang melayani dua kawasan pedesaan yang berbatasan pada dua daerah kabupaten atau propinsi;

8. Angkutan Taksi adalah angkutan yang merupakan pelayanan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer;

9. Angkutan Sewa adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu, dengan atau tanpa pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas;

10.Angkutan Pariwisata adalah angkutan dengan menggunakan mobil bus umum yang dilengkapi dengan tanda-tanda khusus, untuk mengangkut wisatawan ke dan dari daerah tujuan wisata;

(4)

12.Angkutan Perintis adalah angkutan yang berfungsi melayani daerah yang terisolir dan terbelakang yang berfungsi menggerakkan perkembangan ekonomi daerah tersebut, yang tidak bersifat komersial dengan menggunakan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum;

13.Angkutan Penumpang Musiman adalah angkutan yang diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat yang berkaitan dengan hari besar keagamaan, hari libur sekolah, maupun hari-hari pada acara kenegaraan yang menggunakan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum;

14.Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang, mengadakan pengecekan pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi;

15.Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Darat.

BAB II

ANGKUTAN DALAM TRAYEK TETAP DAN TERATUR

Bagian Pertama

Wilayah Pengoperasian

Pasal 2

(1) Untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan teratur, dilaksanakan dalam jaringan trayek.

(2) Jaringan trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari :

a. trayek lintas batas negara, yaitu trayek yang melalui batas negara;

b. trayek antar kota antar propinsi, yaitu trayek yang melalui lebih dari satu daerah propinsi;

(5)

d. trayek kota, yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu daerah kota atau trayek dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta; e. trayek perkotaan adalah trayek kota yang melalui perbatasan

daerah kota / kabupaten dalam satu daerah propinsi atau melalui perbatasan daerah propinsi yang berdekatan;

f. trayek pedesaan, yaitu trayek yang seluruhnya berada dalam satu daerah kabupaten;

g. trayek perbatasan, yaitu trayek antar pedesaan yang berbatasan yang seluruhnya berada di daerah propinsi atau antar daerah propinsi.

Pasal 3

Jaringan trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ditetapkan oleh :

a. Menteri Perhubungan atau pejabat yang ditunjuk untuk jaringan trayek lintas batas negara sesuai dengan perjanjian antar negara;

b. Direktur Jenderal, untuk jaringan trayek yang melalui lebih dari satu daerah propinsi;

c. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi untuk jaringan trayek yang melalui antar daerah kota / kabupaten dalam satu daerah propinsi;

d. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi untuk jaringan trayek yang seluruhnya berada dalam daerah kabupaten, atas usul Bupati / Kepala Daerah Kabupaten;

e. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi, untuk jaringan trayek yang seluruhnya berada dalam daerah kota, atas usul Kepala Daerah Kota;

f. Gubernur / Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, untuk jaringan trayek yang seluruhnya berada dalam wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Bagian Kedua

Ciri-ciri Pelayanan

(6)

(1) Pelayanan angkutan lintas batas negara diselenggarakan dengan memenuhi ciri-ciri sebagai berikut :

a. mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan mobil bus umum yang dioperasikan;

b. pelayanan angkutan yang dilakukan bersifat pelayanan cepat, yaitu pelayanan angkutan dengan pembatasan jumlah terminal yang wajib disinggahi selama perjalanan;

c. dilayani hanya oleh mobil bus umum dengan pelayanan non ekonomi, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian antar negara;

d. terminal yang merupakan terminal asal pemberangkatan, persinggahan dan tujuan angkutan orang adalah terminal tipe A;

e. prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan lintas batas negara sebagaimana tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan.

(2) Pelayanan angkutan antar kota antar propinsi diselenggarakan dengan memenuhi ciri-ciri sebagai berikut :

a. mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan mobil bus umum yang dioperasikan;

b. pelayanan angkutan yang dilakukan bersifat pelayanan cepat, yaitu pelayanan angkutan dengan pembatasan jumlah terminal yang wajib disinggahi selama perjalanannya;

c. dilayani hanya oleh mobil bus, baik untuk angkutan pelayanan ekonomi dan angkutan pelayanan non ekonomi;

d. terminal yang merupakan terminal asal pemberangkatan, persinggahan dan tujuan angkutan orang adalah terminal tipe A;

e. prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota antar propinsi sebagaimana tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan.

(3) Pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi diselenggarakan dengan memenuhi ciri-ciri sebagai berikut :

(7)

a. mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan mobil bus yang dioperasikan;

b. pelayanan yang dilakukan dapat bersifat pelayanan cepat dan/atau lambat;

c. dilayani hanya oleh mobil bus, baik untuk angkutan pelayanan ekonomi dan angkutan pelayanan non ekonomi;

d. terminal sebagai tempat awal pemberangkatan, persinggahan maupun terminal tujuan angkutan orang adalah terminal tipe A dan tipe B;

e. prasarana jalan yang dilalui dalam pelayanan angkutan antar kota dalam propinsi sebagaimana tercantum dalam izin trayek yang telah ditetapkan.

(4) Pelayanan angkutan kota diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. trayek utama :

1) mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan;

2) melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara tetap;

3) dilayani hanya oleh mobil bus umum;

4) pelayanan angkutan secara terus menerus, berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan orang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota.

b. trayek cabang :

1) berfungsi sebagai trayek penunjang terhadap trayek utama;

2) mempunyai jadwal tetap sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan;

(8)

4) dilayani hanya oleh mobil bus umum;

5) pelayanan angkutan secara terus menerus, berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan orang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota.

c. trayek ranting :

1) tidak mempunyai jadwal tetap;

2) pelayanan angkutan secara terus menerus, berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan orang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota;

3) melayani angkutan dalam kawasan pemukiman;

4) dilayani oleh mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum.

d. trayek langsung :

1) mempunyai jadwal tetap sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan;

2) pelayanan angkutan secara terus menerus, berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang yang telah ditetapkan untuk angkutan kota;

3) melayani angkutan antara kawasan utama dengan kawasan pendukung dan kawasan pemukiman;

4) dilayani hanya oleh mobil bus umum.

(5) Pelayanan angkutan perkotaan diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. trayek utama :

1) mempunyai jadwal tetap, sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan;

2) melayani angkutan antar kawasan utama, antara kawasan utama dan pendukung dengan ciri melakukan perjalanan ulang-alik secara tetap;

(9)

4) pelayanan angkutan secara terus menerus, berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan orang yang telah ditetapkan untuk angkutan perkotaan.

b. trayek cabang :

1) berfungsi sebagai trayek penunjang terhadap trayek utama;

2) mempunyai jadwal tetap sebagaimana tercantum dalam jam perjalanan pada kartu pengawasan kendaraan yang dioperasikan;

3) melayani angkutan pada kawasan pendukung, antara kawasan pendukung dan pemukiman;

4) dilayani oleh mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum;

5) pelayanan angkutan secara terus menerus, berhenti pada tempat-tempat untuk menaikkan dan menurunkan orang yang telah ditetapkan untuk angkutan perkotaan.

(6) Pelayanan angkutan pedesaan diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. mempunyai jadwal tetap dan/atau tidak berjadwal;

b. jadwal tetap diberlakukan apabila permintaan angkutan cukup tinggi;

c. pelayanan angkutan bersifat lambat, berhenti pada setiap terminal yang harus disinggahi, dengan waktu menunggu relatif cukup lama;

d. terminal yang merupakan terminal asal pemberangkatan, persinggahan dan tujuan angkutan orang adalah terminal tipe C;

e. dilayani oleh mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum.

(10)

(1) Pelayanan angkutan perbatasan adalah angkutan pedesaan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (6), yang melampaui lebih dari satu daerah kabupaten atau daerah propinsi.

(2) Pelayanan angkutan perbatasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilayani dengan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. mempunyai jadwal tetap dan/atau tidak berjadwal;

b. jadwal tetap diberlakukan apabila permintaan angkutan cukup tinggi;

c. pelayanan angkutan bersifat lambat;

d. dilayani oleh mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum.

(3) Izin trayek angkutan perbatasan diberikan sesuai dengan domisili perusahaan oleh :

a. Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan setempat untuk trayek antar propinsi;

b. Bupati / Kepala Daerah Kabupaten untuk trayek dalam propinsi.

(4) Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), didasarkan pada pertimbangan keseimbangan penyediaan armada antara kedua daerah yang dilayani.

(5) Keseimbangan penyediaan armada sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), dihitung berdasarkan kebutuhan angkutan yang ditetapkan oleh :

a. Direktur Jenderal untuk trayek perbatasan antar propinsi;

b. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi untuk trayek perbatasan dalam propinsi.

Bagian Ketiga

Persyaratan

(11)

(1) Setiap kendaraan untuk angkutan orang dalam trayek tetap dan teratur harus memenuhi persyaratan :

a. nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dicantumkan pada sisi kiri, kanan, dan belakang kendaraan;

b. papan trayek yang memuat asal dan tujuan serta kota yang dilalui dengan dasar putih tulisan hitam yang ditempatkan di bagian depan dan belakang kendaraan;

c. jenis trayek yang dilayani ditulis secara jelas dengan huruf balok, melekat pada badan kendaraan sebelah kiri dan kanan untuk membedakan trayek yang dilayani sebagai berikut :

1) tulisan "LINTAS BATAS NEGARA" bagi mobil bus yang melayani trayek lintas batas negara;

2) tulisan "ANTAR KOTA ANTAR PROPINSI" bagi mobil bus yang melayani trayek antar kota antar propinsi;

3) tulisan "ANTAR KOTA DALAM PROPINSI" bagi mobil bus yang melayani trayek antar kota dalam propinsi;

4) tulisan "BUS KOTA" bagi mobil bus dan tulisan "ANGKUTAN KOTA" bagi mobil penumpang, yang melayani trayek dalam kota;

5) tulisan "BUS PERKOTAAN" bagi mobil bus dan tulisan "ANGKUTAN PERKOTAAN" bagi mobil penumpang yang melayani trayek perkotaan;

6) tulisan "BUS PEDESAAN" bagi mobil bus dan tulisan "ANGKUTAN PEDESAAN" bagi mobil penumpang, yang melayani trayek pedesaan;

7) tulisan "ANGKUTAN PERBATASAN" bagi mobil bus dan mobil penumpang yang melayani trayek perbatasan;

8) tulisan "ANGKUTAN PERINTIS" bagi mobil bus dan mobil penumpang yang melayani trayek perintis.

d. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard, yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan angkutan;

(12)

(2) Papan reklame hanya dapat dipasang pada mobil bus yang melayani trayek kota dan perkotaan.

(3) Ukuran, bentuk tulisan, dan identitas kendaraan angkutan Antar Kota Antar Propinsi dan Antar Kota Dalam Propinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sebagaimana tercantum dalam contoh Gambar 1 dan 2 Lampiran I Keputusan ini.

Pasal 7

Pemasangan reklame pada mobil bus yang melayani trayek dalam kota dan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), tidak boleh mengganggu identitas kendaraan dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8

Dalam pengoperasian kendaraan untuk pelayanan angkutan dalam trayek tetap dan teratur, pengemudi yang bertugas wajib :

a. memakai pakaian seragam perusahaan;

b. memakai kartu pengenal pegawai yang dikeluarkan oleh perusahaan;

c. bertingkah laku sopan dan ramah;

d. tidak merokok selama mengemudikan kendaraan;

e. tidak minum minuman yang mengandung alkohol, obat bius, narkotika maupun obat lain yang dapat mempengaruhi konsentrasi pengemudi;

f. wajib mematuhi waktu kerja, waktu istirahat dan pergantian pengemudi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagian Keempat

Kondisi Tertentu Pelayanan Angkutan

(13)

(1) Untuk melayani angkutan pada daerah yang terisolir dan terbelakang diselenggarakan angkutan perintis.

(2) Angkutan perintis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus berfungsi mendorong perkembangan ekonomi daerah yang dilayani, dengan kriteria :

a. belum ada pelayanan angkutan secara komersial pada trayek yang bersangkutan;

b. faktor muat kendaraan (Load Factor) rendah.

(3) Angkutan perintis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :

a. mempunyai jadwal tetap dan/atau tidak berjadwal;

b. jadwal tetap diberlakukan apabila permintaan angkutan tinggi;

c. pelayanan angkutan bersifat lambat, berhenti pada setiap terminal yang harus disinggahi;

d. dilayani oleh mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum;

e. dilayani oleh perusahaan angkutan yang memiliki izin trayek.

(4) Izin trayek angkutan perintis diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan setempat.

Pasal 10

(1) Untuk melayani permintaan angkutan musiman dilakukan oleh perusahaan angkutan yang telah memiliki izin trayek atau izin operasi.

(2) Angkutan musiman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:

a. angkutan pada hari-hari besar keagamaan seperti Lebaran, Natal dan Tahun Baru;

b. angkutan Haji;

c. angkutan liburan sekolah;

(14)

e. angkutan tenaga kerja Indonesia;

f. angkutan acara kenegaraan dan olah raga;

g. dan lain-lain.

(3) Pelayanan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diselenggarakan dengan menggunakan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum.

Pasal 11

(1) Kendaraan yang digunakan dalam pelayanan angkutan musiman harus diberikan tanda khusus berupa stiker yang bertuliskan tanda sesuai dengan angkutan yang dilayani.

(2) Sticker sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dilekatkan secara permanen pada kaca depan kiri dan belakang kanan mobil bus atau mobil penumpang umum dengan tulisan/label :

a. "ANGKUTAN LEBARAN", untuk angkutan lebaran;

b. "ANGKUTAN NATAL DAN TAHUN BARU", untuk angkutan natal dan tahun baru;

c. "ANGKUTAN HAJI", untuk angkutan haji;

d. "ANGKUTAN TRANSMIGRASI", untuk angkutan transmigrasi;

e. "ANGKUTAN TKI", untuk angkutan tenaga kerja Indonesia;

f. "ANGKUTAN LIBURAN SEKOLAH", untuk angkutan liburan sekolah;

g. "ANGKUTAN ACARA KENEGARAAN", untuk angkutan acara kenegaraan;

h. "ANGKUTAN ACARA OLAH RAGA", untuk angkutan acara olah raga.

(15)

a. angkutan Lebaran, Natal dan Tahun Baru diselenggarakan pada periode yang ditentukan, melayani penumpang dari terminal asal ke terminal tujuan atau tempat yang ditentukan;

b. angkutan Haji, khusus mengangkut penumpang dari daerah asal ke embarkasi dan pemulangan ke daerah asal dari embarkasi/debarkasi;

c. angkutan transmigrasi, khusus mengangkut penumpang transmigrasi dari daerah asal ke tempat tujuan transmigrasi;

d. angkutan Tenaga Kerja Indonesia, khusus mengangkut penumpang Tenaga Kerja Indonesia dari daerah asal ke embarkasi bandar udara dan pemulangan ke daerah asal dari embarkasi/debarkasi;

e. angkutan acara kenegaraan dan/atau olah raga, khusus mengangkut penumpang dari tempat-tempat yang ditentukan.

Pasal 12

(1) Untuk memberikan pelayanan tambahan angkutan antar kota antar propinsi atau antar kota dalam propinsi, dapat diberikan pelayanan angkutan terusan.

(2) Pelayanan angkutan terusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan bagian dari angkutan yang diperjanjikan antara penumpang dan perusahaan angkutan, yang dapat diberikan perusahaan sebagai peningkatan pelayanan kepada penumpang.

(3) Pelayanan angkutan terusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :

a. khusus mengangkut penumpang dari pool perusahaan ke tujuan akhir sebagai pelayanan angkutan dari pintu ke pintu;

b. dilayani dengan mobil penumpang;

c. tidak masuk terminal;

d. tidak dikenakan biaya tambahan.

Pasal 13

(16)

angkutan terusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12, diatur oleh Direktur Jenderal.

BAB III

ANGKUTAN TIDAK DALAM TRAYEK

Bagian Pertama

Jenis Angkutan

Pasal 14

Angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek, terdiri dari :

a. angkutan dengan menggunakan taksi;

b. angkutan dengan cara sewa;

c. angkutan untuk keperluan pariwisata;

d. angkutan penumpang khusus.

Bagian Kedua

Angkutan Taksi

Pasal 15

Penyelenggaraan angkutan taksi dilakukan dengan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus serta dilengkapi dengan argometer dan beroperasi dalam wilayah operasi terbatas.

Pasal 16

(1) Wilayah operasi angkutan taksi meliputi daerah kota atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

(2) Pengembangan wilayah operasi angkutan taksi dapat melampaui daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), baik melampaui propinsi maupun daerah kota, dalam hal :

(17)

b. perkembangan daerah kota;

c. tersedianya prasarana jalan yang memadai.

(3) Wilayah operasi angkutan taksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan oleh :

a. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi, untuk wilayah operasi yang melampaui lebih dari 1 (satu) daerah kota dalam propinsi;

b. Direktur Jenderal, untuk wilayah operasi yang melampaui daerah kota di luar propinsi.

Pasal 17

Angkutan taksi diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :

a. tidak berjadwal;

b. dilayani dengan mobil penumpang umum yang dilengkapi dengan argometer;

c. pelayanan dari pintu ke pintu.

Pasal 18

Mobil penumpang umum yang dioperasikan untuk angkutan taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, harus memenuhi persyaratan :

a. memasang tanda "TAKSI" yang ditempatkan di atas atap bagian luar kendaraan dan harus menyala dengan warna putih atau kuning apabila dalam keadaan kosong dan padam apabila argometer dihidupkan;

b. tulisan "AC" pada kaca depan di sebelah kiri atas dan kaca belakang di sebelah kiri atas, untuk angkutan taksi yang dilengkapi dengan alat pendingin udara;

c. logo dan nama perusahaan yang ditempatkan pada pintu depan bagian tengah, dengan susunan sebelah atas adalah logo perusahaan dan sebelah bawah adalah nama perusahaan;

(18)

e. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan angkutan taksi;

f. radio komunikasi yang berfungsi sebagai alat berkomunikasi antara pengemudi dengan pusat pengendali operasi dan/atau sebaliknya;

g. kotak obat lengkap dengan isinya;

h. keterangan tentang biaya awal, kilometer, waktu dan biaya tambahan yang ditempatkan pada sisi bagian dalam pintu belakang;

i. nomor urut kendaraan dari setiap perusahaan angkutan yang dilekatkan pada kaca depan, belakang dan dashboard;

j. membawa daftar penyesuaian tarif, apabila terjadi perubahan tarif dan argometer belum disesuaikan.

Pasal 19

Tanda taksi, tulisan AC, logo, nama perusahaan dan lampu bahaya, sebagaimana tercantum dalam contoh Gambar 3 Lampiran I Keputusan ini.

Bagian Ketiga

Angkutan Sewa

Pasal 20

Penyelenggaraan angkutan dengan cara sewa, dilakukan dengan mobil penumpang umum yang pengoperasiannya berdasarkan perjanjian sewa atau borongan.

Pasal 21

Wilayah operasi angkutan sewa tidak dibatasi oleh wilayah administratif.

(19)

Angkutan sewa diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :

a. pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi yang tidak terbatas;

b. dilayani dengan mobil penumpang umum yang dilengkapi dengan tanda khusus;

c. penyewaan dilaksanakan baik dengan maupun tanpa pengemudi;

d. tidak berjadwal.

Pasal 23

(1) Dalam hal pengoperasian angkutan sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan secara tetap dan terus-menerus dalam wilayah operasi yang sama, pelayanannya disebut angkutan sewa khusus.

(2) Angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dilaksanakan sepanjang tidak mengganggu dan/atau tidak menjadi pesaing pelayanan angkutan dalam trayek tetap dan teratur.

(3) Wilayah operasi angkutan sewa khusus dibatasi oleh wilayah pelayanan yang ditetapkan.

(4) Wilayah operasi angkutan sewa khusus ditetapkan oleh :

a. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi, untuk wilayah dalam propinsi;

b. Direktur Jenderal, untuk wilayah antar propinsi.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan sewa khusus, diatur oleh Direktur Jenderal.

Pasal 24

Angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :

(20)

b. dilayani dengan mobil penumpang umum yang dilengkapi dengan tanda khusus;

c. didasarkan pada perjanjian dengan cara sewa atau borongan;

d. penyewaan dilaksanakan dengan pengemudi;

e. tidak berjadwal;

f. menggunakan AC;

g. umur kendaraan maksimum 7 (tujuh) tahun.

Pasal 25

Mobil penumpang yang dioperasikan untuk angkutan sewa harus memenuhi persyaratan :

a. menggunakan tanda nomor kendaraan, khusus untuk kendaraan sewa;

b. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada bagian kiri dashboard kendaraan, apabila penyewaan dengan pengemudi.

Pasal 26

Angkutan sewa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, harus memenuhi persyaratan :

a. menggunakan mobil penumpang umum dengan pelat dasar kuning dan tulisan hitam;

b. jati diri pengemudi yang ditempatkan pada bagian kiri dashboard kendaraan.

Bagian Keempat

Angkutan Pariwisata

Pasal 27

(21)

Pasal 28

Wilayah operasi angkutan pariwisata adalah dari dan ke tempat tujuan wisata dan tidak dibatasi oleh wilayah administratif.

Pasal 29

(1) Angkutan pariwisata diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :

a. mengangkut wisatawan;

b. pelayanan angkutan ke dan dari daerah tujuan wisata;

c. dilayani dengan mobil bus umum;

d. tidak masuk terminal.

(2) Angkutan pariwisata dapat digunakan untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, dengan ketentuan tidak mengangkut penumpang umum dalam trayek tetap dan teratur.

Pasal 30

(1) Mobil bus yang dioperasikan untuk angkutan pariwisata harus memenuhi persyaratan :

a. label dan sticker yang bertuliskan "PARIWISATA" yang dilekatkan secara permanen pada kaca depan kiri dan kaca belakang kanan mobil bus;

b. logo perusahaan, nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus;

c. tulisan "BUS PARIWISATA" yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus.

(2) Bentuk dan ukuran tanda khusus angkutan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sebagaimana tercantum dalam contoh Gambar 4 Lampiran I Keputusan ini.

(22)

Pengemudi kendaraan angkutan pariwisata harus dilengkapi dengan :

a. tanda jati diri pengemudi yang ditempatkan pada dashboard, yang dikeluarkan oleh masing-masing perusahaan angkutan pariwisata;

b. pakaian seragam yang dilengkapi dengan identitas perusahaan, yang harus dipakai pada waktu bertugas.

Pasal 32

(1) Angkutan pariwisata diberikan kemudahan untuk mengantar dan/atau menjemput wisatawan ke dan dari daerah tujuan wisata.

(2) Kemudahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dinyatakan dengan rambu-rambu lalu lintas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagian Kelima

Angkutan Penumpang Khusus

Pasal 33

(1) Angkutan penumpang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, dilayani dengan mobil bus umum dan/atau mobil penumpang umum serta harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang dibuktikan dengan buku uji.

(2) Angkutan penumpang khusus sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi angkutan antar jemput karyawan, antar jemput tamu hotel dan antar jemput penghuni kawasan pemukiman.

Pasal 34

Wilayah operasi angkutan penumpang khusus tidak dibatasi oleh wilayah administratif.

(23)

(1) Angkutan antar jemput karyawan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :

a. khusus mengangkut karyawan dengan dipungut bayaran;

b. pelayanan angkutan ke dan dari daerah tempat bekerja (area perusahaan);

c. dilayani dengan mobil bus umum;

d. tidak masuk terminal.

(2) Angkutan antar jemput tamu hotel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), diselenggarakan dengan ciri-ciri pelayanan sebagai berikut :

a. khusus mengangkut tamu hotel;

b. pelayanan angkutan ke dan dari hotel;

c. dilayani dengan mobil bus umum;

d. tidak masuk terminal.

(3) Angkutan antar jemput kawasan pemukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2), diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. khusus mengangkut penumpang kawasan pemukiman dan/atau dari dan ke daerah sentra kegiatan bekerja;

b. dilayani dengan mobil bus umum;

c. tidak masuk terminal.

Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan angkutan penumpang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, diatur oleh Direktur Jenderal.

Pasal 37

(24)

a. label dan stiker yang bertuliskan "ANTAR JEMPUT KARYAWAN" yang dilekatkan secara permanen pada kaca depan kiri dan belakang kanan mobil bus;

b. logo perusahaan, nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus;

c. tulisan "ANTAR JEMPUT KARYAWAN" yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus.

(2) Kendaraan khusus antar jemput penghuni kawasan pemukiman harus memenuhi persyaratan :

a. label dan stiker yang bertuliskan "ANTAR JEMPUT PEMUKIMAN" yang dilekatkan secara permanen pada kaca depan kiri dan belakang kanan mobil bus;

b. logo perusahaan, nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus;

c. tulisan "ANTAR JEMPUT PERMUKIMAN" yang diletakkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus.

(3) Kendaraan khusus antar jemput tamu hotel harus memenuhi persyaratan :

a. label dan stiker yang bertuliskan "ANTAR JEMPUT HOTEL" yang dilekatkan secara permanen pada kaca depan kiri dan belakang kanan mobil bus;

b. logo perusahaan, nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus;

c. tulisan "ANTAR JEMPUT HOTEL" yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus.

BAB IV

PERIZINAN ANGKUTAN

(25)

Izin Usaha Angkutan

Pasal 38

Pengusahaan angkutan orang dengan kendaraan umum dapat dilakukan oleh :

a. Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah;

b. badan usaha milik swasta nasional;

c. koperasi;

d. perorangan warga negara Indonesia.

Pasal 39

(1) Untuk melakukan usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, wajib memiliki izin usaha angkutan.

(2) Izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat digunakan untuk mengusahakan :

a. angkutan orang dalam trayek tetap dan teratur;

b. angkutan orang tidak dalam trayek.

(3) Untuk memperoleh izin usaha angkutan, wajib memenuhi persyaratan :

a. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

b. memiliki akte pendirian perusahaan bagi pemohon yang berbentuk badan usaha, akte pendirian koperasi bagi pemohon yang berbentuk koperasi, tanda jati diri bagi pemohon perorangan;

c. memiliki surat keterangan domisili perusahaan;

d. memiliki surat izin tempat usaha (SITU);

(26)

f. pernyataan kesanggupan untuk menyediakan fasilitas penyimpanan kendaraan.

Pasal 40

(1) Permohonan izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), diajukan kepada :

a. Bupati atau Walikota sesuai domisili perusahaan;

b. Gubernur / Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk pemohon yang berdomisili di Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

c. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi Riau untuk pemohon yang berdomisili di kota Batam.

(2) Izin usaha angkutan diberikan oleh pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 41

(1) Pemberian atau penolakan izin usaha, diberikan oleh pejabat pemberi izin selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

(2) Penolakan atas permohonan izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan.

Pasal 42

Pengusaha angkutan umum yang telah mendapatkan izin usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), diwajibkan :

a. memiliki dan/atau menguasai sekurang-kurangnya 5 (lima) kendaraan sesuai dengan peruntukan, yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;

b. memiliki dan/atau menguasai tempat penyimpanan kendaraan (pool kendaraan);

(27)

d. melaporkan kegiatan usaha setiap tahun kepada pejabat pemberi izin usaha angkutan;

e. mentaati ketentuan wajib angkut kiriman pos sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos, ketentuan mengenai dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 beserta peraturan pelaksanaannya dan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya yang berkaitan dengan bidang usaha angkutan;

f. melaporkan apabila terjadi perubahan pemilikan perusahaan atau domisili perusahaan.

Pasal 43

Bentuk permohonan izin usaha angkutan, bentuk izin usaha angkutan, pembekuan izin usaha angkutan, pencabutan izin usaha angkutan, formulir laporan usaha angkutan dan penolakan izin usaha angkutan, sebagaimana tercantum dalam Contoh 1 sampai dengan Contoh 6 Lampiran II Keputusan ini.

Pasal 44

Perusahaan angkutan umum dapat mengembangkan usaha dan/atau membuka cabang di propinsi lain dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. menggunakan nomor kendaraan sesuai domisili cabang tersebut;

b. melaporkan dan terdaftar di Pemerintah Daerah Kota / Kabupaten sesuai domisili cabang / perusahaan yang bersangkutan;

c. menunjuk penanggung jawab cabang perusahaan yang mewakili perusahaan.

Bagian Kedua

Izin Trayek

(28)

(1) Untuk melakukan kegiatan angkutan dalam trayek tetap dan teratur wajib memiliki izin trayek.

(2) Izin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan oleh :

a. Direktur Jenderal, untuk trayek antar kota antar propinsi dan trayek yang melewati lintas batas negara serta trayek perkotaan yang melalui perbatasan daerah propinsi;

b. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi, untuk trayek angkutan antar kota dalam propinsi dan trayek perkotaan yang melalui perbatasan administratif daerah kota / kabupaten dalam satu propinsi;

c. Gubernur / Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, untuk trayek dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

d. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi Riau, untuk trayek dalam daerah kota Batam;

e. Bupati / Kepala Daerah Kabupaten, untuk trayek pedesaan;

f. Walikota / Kepala Daerah Kota, untuk trayek dalam daerah kota.

(3) Permohonan izin trayek diajukan kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(4) Jenis-jenis permohonan izin trayek untuk angkutan orang dalam trayek tetap dan teratur terdiri dari :

a. permohonan izin trayek baru;

b. permohonan perubahan dan / atau perpanjangan masa berlakunya;

c. permohonan perubahan izin trayek.

(5) Izin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memuat :

a. nomor surat keputusan;

b. nomor induk perusahaan;

c. kode trayek;

(29)

e. sifat perjalanan;

f. jenis pelayanan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), diatur oleh Direktur Jenderal.

(7) Perubahan izin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf b dan huruf c, dilakukan dalam hal :

a. pembaruan masa berlaku izin;

b. penambahan jumlah kendaraan bermotor;

c. pengalihan pemilikan perusahaan dan/atau pengalihan sebagian izin trayek;

d. penambahan frekuensi;

e. perubahan trayek, meliputi penerusan trayek, perpendekan trayek, dan pengalihan trayek;

f. penggantian kendaraan, meliputi peremajaan kendaraan, perubahan nomor kendaraan, dan tukar posisi kendaraan.

Pasal 46

(1) Untuk trayek perkotaan yang melalui perbatasan daerah propinsi, Direktur Jenderal dapat mendelegasikan wewenang pemberian izin trayek kepada Gubernur / Kepala Daerah Propinsi sesuai kondisi lapangan dan domisili perusahaan angkutan.

(2) Penetapan jumlah kendaraan yang akan beroperasi pada trayek perkotaan yang melalui perbatasan daerah propinsi, dilakukan oleh Direktur Jenderal.

(3) Penetapan jumlah kendaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilaksanakan berdasarkan hasil survei lapangan dan masukan dari Kantor Wilayah Departemen Perhubungan serta Dinas LLAJ Daerah Propinsi dan Daerah Kotamadya / Kabupaten terkait.

Pasal 47

(30)

a. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi dalam hal ini Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Propinsi masing-masing menurut asal dan tujuan trayek yang diminta, bagi trayek antar kota antar propinsi dan trayek perkotaan yang melalui perbatasan daerah propinsi;

b. Bupati / Walikota dalam hal ini Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Kotamadya/Kabupaten masing-masing menurut asal dan tujuan trayek yang diminta, bagi trayek antar kota dalam propinsi dan trayek perkotaan yang melalui perbatasan daerah kota / kabupaten dalam satu daerah propinsi.

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. pendapat tentang diterima atau ditolaknya terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);

b. data faktor muatan pada trayek yang bersangkutan;

c. rencana penunjukan terminal dan pengaturan waktu pemberangkatan dan kedatangan, sepanjang permohonan tersebut masih memungkinkan.

Pasal 48

(1) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 diterima oleh pejabat pemberi izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.

(2) Permohonan izin trayek dapat diterima atau ditolak setelah memperhatikan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja.

Bagian Ketiga

Persyaratan Untuk Memperoleh Izin Trayek

Pasal 49

(31)

a. persyaratan administratif; b. persyaratan teknis.

(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :

a. memiliki surat izin usaha angkutan;

b. memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan yang dibuktikan dengan surat tanda nomor kendaraan bermotor dan buku uji atau foto kopinya;

c. memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan / pool kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan gambar lokasi dan bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan;

d. memiliki atau bekerjasama dengan pihak lain yang mampu menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan bermotor sehingga dapat merawat kendaraannya untuk tetap dalam kondisi laik jalan.

(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :

a. pada trayek yang dimohon masih memungkinkan untuk penambahan jumlah kendaraan;

b. prioritas diberikan bagi perusahaan angkutan yang mampu memberikan pelayanan angkutan yang terbaik.

Pasal 50

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3), didasarkan atas :

a. survey faktor muatan pada trayek-trayek dimaksud; dan/atau

b. laporan realisasi angkutan dari pengusaha yang melayani trayek dimaksud.

Pasal 51

(32)

yang dioperasikan sebagaimana diatur dalam Pasal 49, instansi pemberi izin dapat menerbitkan surat persetujuan permohonan.

(2) Surat persetujuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama 6 (enam) bulan sejak diterbitkan, dan dalam kurun waktu tersebut pihak pemohon berkewajiban melengkapi persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang ditentukan.

(3) Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan pihak pemohon tidak dapat merealisasikan persetujuan permohonan yang diberikan, maka persetujuan permohonan secara otomatis dinyatakan gugur.

Pasal 52

(1) Perusahaan yang telah mendapatkan izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, diberikan kartu pengawasan untuk setiap kendaraan yang dioperasikan.

(2) Pemberian kartu pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan secara bersamaan dengan pemberian keputusan izin trayek yang bersangkutan.

Pasal 53

(1) Kartu pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 merupakan turunan dari izin trayek untuk kendaraan yang bersangkutan.

(2) Kartu pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh pejabat pemberi izin trayek sesuai kewenangan masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f, kecuali untuk trayek perkotaan yang telah didelegasikan wewenang pemberian izin trayek.

(3) Kartu pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.

Bagian Keempat

Evaluasi Trayek

(33)

(1) Dalam rangka pengembangan trayek dan perluasan trayek yang membutuhkan penambahan jumlah armada, dilakukan penetapan trayek yang terbuka atau tertutup.

(2) Dasar pertimbangan penetapan trayek yang terbuka atau tertutup untuk penambahan jumlah kendaraan bermotor, dilakukan dengan :

a. dasar pertimbangan untuk trayek lama :

1) jumlah perjalanan pulang pergi per hari, mobil bus yang telah diizinkan melayani trayek yang ditetapkan;

2) jumlah rata-rata tempat duduk kendaraan;

3) prosentase penggunaan tempat duduk kenyataan;

4) jumlah perjalanan pulang pergi per hari tertinggi;

5) faktor muatan 70 % atau lebih;

6) tersedianya fasilitas terminal yang sesuai;

7) tingkat pelayanan jalan.

b. dasar pertimbangan untuk trayek baru :

1) tersedia prasarana jalan yang memadai;

2) potensi bangkitan penumpang;

3) potensi ekonomi wilayah;

4) jumlah penduduk;

5) rencana umum tata ruang;

6) tersedianya fasilitas terminal yang sesuai;

7) keterpaduan intra dan antar moda.

(3) Penetapan keputusan hasil evaluasi kebutuhan penambahan jumlah kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan oleh :

(34)

b. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi, untuk trayek Antar Kota Dalam Propinsi, trayek Perbatasan Antar Kota Dalam Propinsi dan Angkutan Perkotaan Dalam Propinsi;

c. Walikota atau Bupati, untuk trayek Angkutan Kota dan Angkutan Pedesaan.

(4) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), diumumkan secara luas dan berkala agar dapat diketahui oleh masyarakat.

Pasal 55

Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dijadikan dasar pertimbangan pemberian izin trayek baru oleh pejabat pemberi izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2).

Pasal 56

(1) Untuk mengetahui perkembangan pelayanan angkutan jalan secara periodik, dilakukan pemantauan dan pengawasan angkutan serta pendaftaran ulang perusahaan angkutan.

(2) Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam pemantauan dan pengawasan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :

a. perkembangan sosial dan ekonomi;

b. kecenderungan pergeseran distribusi pergerakan orang dan pemilihan moda angkutan;

c. hasil pengamatan dan peninjauan lapangan oleh aparat;

d. laporan dan masukan pengguna jasa angkutan;

e. laporan dan masukan pengusaha angkutan.

(3) Pemantauan dan pengawasan angkutan serta pendaftaran ulang perusahaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan secara berkala.

(35)

angkutan sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur oleh Direktur Jenderal.

Pasal 57

(1) Hasil pemantauan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 digunakan sebagai bahan evaluasi.

(2) Berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila ditemukan adanya pelanggaran, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi :

a. pelanggaran administratif, yaitu :

1) dokumen perjalanan yang digunakan;

2) keabsahan kartu pengawasan (KPS);

3) penerbit dokumen perjalanan;

4) masa berlaku dokumen perjalanan;

5) dokumen perjalanan kendaraan cadangan;

6) pembayaran asuransi kecelakaan;

7) pemeriksaan buku uji.

b. pelanggaran operasional, yaitu :

1) penyimpangan trayek;

2) penyimpangan jadwal perjalanan (time table);

3) penyimpangan pemberhentian / terminal (asal-lintasan-tujuan);

4) penggunaan kendaraan cadangan;

5) jumlah penumpang yang diangkut;

6) penggunaan izin insidentil;

(36)

8) fasilitas pelayanan;

9) penyimpangan identitas kendaraan.

Pasal 58

(1) Untuk menjaga kualitas pelayanan dan kesinambungan pengawasan terhadap perusahaan angkutan bus pada trayek antar kota antar propinsi, dilakukan penilaian kinerja secara berkala setiap 1 (satu) tahun.

(2) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor;

b. jumlah kecelakaan yang terjadi;

c. pemenuhan pelayanan angkutan sesuai dengan izin trayek yang telah diberikan;

d. ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan jam perjalanan yang diberikan;

e. ketaatan terhadap peraturan tata cara berlalu lintas;

f. pemenuhan ketentuan hubungan kerja antara pengemudi dengan perusahaan.

(3) Pelaksanaan penilaian kinerja perusahaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan sesuai domisili perusahaan setempat.

(4) Hasil penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), wajib dilaporkan kepada pejabat pemberi izin trayek.

(5) Bentuk laporan penilaian kinerja, sebagaimana tercantum dalam Contoh 1 sampai dengan Contoh 3 Lampiran III Keputusan ini.

Pasal 59

(37)

Bagian Kelima

Kewajiban Pemegang Izin Trayek

Pasal 60

Pengusaha angkutan yang telah memperoleh izin trayek diwajibkan untuk :

a. mengoperasikan kendaraan sesuai dengan jenis pelayanan berdasarkan izin trayek yang dimiliki;

b. mengoperasikan kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;

c. mempekerjakan awak kendaraan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan merupakan pengemudi serta pegawai tetap perusahaan;

d. mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi;

e. memiliki tanda bukti pembayaran iuran wajib asuransi pertanggungan kecelakaan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 beserta peraturan pelaksanaannya;

f. melaporkan apabila terjadi perubahan pemilikan perusahaan atau domisili perusahaan;

g. meminta pengesahan dari pejabat pemberi izin trayek apabila akan mengalihkan izin trayek;

h. mentaati ketentuan wajib angkut kiriman pos sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos dan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya yang berkaitan dengan bidang usaha angkutan;

i. melaporkan setiap bulan kegiatan operasional angkutan;

j. melaporkan secara tertulis kepada pejabat pemberi izin trayek, apabila terjadi perubahan alamat selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah terjadi perubahan;

k. melayani trayek sesuai izin yang diberikan, dengan cara :

(38)

2) memelihara kebersihan dan kenyamanan kendaraan yang dioperasikan;

3) memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada penumpang;

4) mengusahakan awak kendaraan yang dilengkapi dengan pakaian seragam yang menggunakan tanda pengenal perusahaan;

5) membawa kartu pengawasan dalam operasinya.

Pasal 61

(1) Setiap perusahaan angkutan umum yang telah mendapat izin trayek diwajibkan menyediakan kendaraan cadangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari jumlah seluruh kendaraan bermotor yang diberi izin trayek.

(2) Kendaraan cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dioperasikan apabila kendaraan yang melayani angkutan pada trayek sesuai dengan izin yang diberikan mengalami kerusakan atau tidak dapat melanjutkan perjalanan.

Pasal 62

(1) Setiap awak kendaraan umum yang mengoperasikan mobil bus umum dan mobil penumpang umum harus mematuhi tata cara menaikkan dan menurunkan penumpang.

(2) Tata cara menaikkan dan menurunkan penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur sebagai berikut :

a. di terminal, sejak awal pemberangkatan, persinggahan, sampai tujuan dan tempat-tempat lain yang ditentukan;

b. menaikkan penumpang dari pintu depan dan menurunkan penumpang dari pintu belakang secara tertib dan teratur, kecuali yang tidak berpintu ganda.

(39)

Pasal 63

(1) Penumpang kendaraan umum wajib diberi karcis sebagai tanda bukti atas pembayaran biaya angkutan yang telah disepakati.

(2) Bagi penumpang yang telah diberikan karcis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan perjanjian yang tercantum dalam karcisnya.

(3) Pemberlakuan penggunaan karcis angkutan penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi kendaraan umum yang belum menggunakan karcis, dilakukan secara bertahap.

(4) Bentuk karcis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sebagaimana tercantum dalam contoh Lampiran IV Keputusan ini.

Pasal 64

(1) Penumpang yang telah melunasi pembayaran biaya angkutan berhak memperoleh karcis sebagai bukti pembayaran.

(2) Penumpang yang tidak melunasi pembayaran biaya angkutan dapat diturunkan oleh awak kendaraan pada tempat pemberhentian terdekat.

(3) Bagi penumpang yang telah memiliki karcis dan/atau telah membayar biaya angkutan, tidak dibenarkan dibebani biaya tambahan atau kewajiban lainnya di luar kesepakatan.

(4) Pembayaran biaya angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan di atas kendaraan.

(5) Penjualan karcis dapat dilakukan oleh agen / perwakilan perusahaan yang ditunjuk oleh perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 65

(1) Setiap penumpang berhak mendapatkan 1 (satu) tempat duduk.

(2) Tempat duduk dalam mobil bus umum dan mobil penumpang umum bagi orang dewasa, dapat ditempati oleh 2 (dua) orang anak yang berusia tidak lebih dari 5 (lima) tahun, kecuali tempat duduk penumpang di samping pengemudi.

(40)

(1) Mobil bus umum dan mobil penumpang umum harus dilengkapi dengan ruang bagasi untuk penyimpanan barang milik penumpang.

(2) Selain ruang bagasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), barang milik penumpang dapat disimpan di bawah tempat duduk atau di tempat yang khusus disediakan untuk barang dengan ketentuan tidak mengganggu kenyamanan penumpang.

Bagian Keenam

Pool dan Agen

Pasal 67

(1) Kriteria lokasi pool sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, meliputi :

a. memiliki kapasitas parkir yang memadai sekurang-kurangnya 5 (lima) bus;

b. jarak pool ke terminal terdekat cukup jauh;

c. lokasi pool harus memenuhi persyaratan tidak menimbulkan kemacetan lalu lintas, yaitu :

1) mempunyai jalan masuk-keluar (akses) pool, sekurang-kurangnya 50 meter;

2) mempunyai jalan masuk-keluar (akses) pool dengan lebar sekurang-kurangnya 5 meter, sehingga manuver kendaraan dapat dilakukan dengan mudah;

3) dilengkapi dengan fasilitas celukan masuk-keluar kendaraan, sehingga kendaraan yang akan masuk-keluar pool mempunyai ruang dan waktu yang cukup untuk melakukan perlambatan / percepatan;

4) apabila volume kendaraan masuk-keluar pool cukup padat, pada lokasi sebelum masuk dan setelah keluar pool harus dipasang lampu kelap-kelip (flashing light) warna kuning.

(41)

e. tidak mengganggu jadwal perjalanan bus dari terminal sesuai kartu pengawasan;

f. pool harus terdaftar di instansi pemberi izin.

(2) Fungsi dan manfaat pool, antara lain :

a. sebagai tempat istirahat kendaraan, pemeliharaan dan perbaikan kendaraan;

b. dapat menjadi tempat menaikkan dan menurunkan penumpang tanpa meninggalkan kewajiban masuk terminal sebagaimana yang tercantum dalam kartu pengawasan.

Pasal 68

(1) Agen berfungsi sebagai tempat pemesanan dan/atau penjualan karcis.

(2) Agen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan bagian dan menjadi tanggung jawab perusahaan.

(3) Lokasi agen dapat di terminal, pool, atau di tempat lain yang memungkinkan.

Bagian Ketujuh

Pencabutan Izin Trayek

Pasal 69

(1) Izin trayek dicabut apabila perusahaan angkutan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60.

(2) Pencabutan izin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.

(42)

(4) Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan izin trayek untuk jangka waktu 1 (satu) bulan.

(5) Jika pembekuan izin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) habis jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan, izin trayek dicabut.

Pasal 70

Izin trayek dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan izin, dalam hal perusahaan yang bersangkutan :

a. melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara;

b. memperoleh izin trayek dengan cara tidak sah.

Pasal 71

(1) Izin trayek yang diberikan kepada perusahaan angkutan berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

(2) Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak berakhirnya masa berlaku izin trayek tidak diperpanjang, maka izin trayek akan dicabut setelah diberikan surat peringatan.

Pasal 72

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratif, diatur oleh Direktur Jenderal.

Bagian Kedelapan

Komposisi Pelayanan Angkutan

Pasal 73

(43)

ekonomi dan pelayanan non-ekonomi oleh pejabat pemberi izin trayek, setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal.

(2) Penetapan komposisi pelayanan ekonomi dan pelayanan non-ekonomi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan survei lapangan dan masukan dari Kantor Wilayah Departemen Perhubungan, Dinas LLAJ Tingkat I / Tingkat II serta organisasi pengusaha / pengemudi angkutan yang akan/sudah melayani trayek yang ada.

Bagian Kesembilan

Izin Insidentil

Pasal 74

(1) Izin insidentil merupakan izin yang dapat diberikan kepada perusahaan angkutan yang telah memiliki izin trayek untuk menggunakan kendaraan bermotor cadangannya menyimpang dari izin trayek yang dimiliki.

(2) Izin insidentil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan untuk kepentingan :

a. menambah kekurangan angkutan pada waktu keadaan tertentu untuk angkutan musiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;

b. keadaan darurat tertentu seperti bencana alam dan lain-lain.

(3) Izin insidentil hanya diberikan untuk satu kali perjalanan pulang pergi dan berlaku paling lama 14 (empat belas) hari serta tidak dapat diperpanjang.

(4) Khusus untuk pengangkutan rombongan pengantar jenazah tidak diperlukan izin insidentil, akan tetapi harus melaporkan kepada Dinas LLAJ Daerah Kotamadya / Kabupaten setempat.

Pasal 75

(44)

(2) Bagi angkutan umum yang memiliki izin insidentil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) huruf b, dalam operasinya tidak diwajibkan menaikkan dan menurunkan penumpang di terminal.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), harus dinyatakan dalam izin insidentil yang diberikan.

Pasal 76

Izin insidentil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 diterbitkan oleh :

a. Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan sesuai domisili perusahaan angkutan, untuk izin insidentil yang melayani trayek antar kota antar propinsi;

b. Kepala Dinas LLAJ Daerah Kotamadya / Kabupaten sesuai domisili perusahaan angkutan, untuk izin insidentil yang melayani trayek antar kota dalam propinsi.

Pasal 77

Bentuk permohonan izin trayek, formulir pertimbangan dari daerah, keputusan izin trayek, izin insidentil, permohonan pengalihan pemilikan perusahaan, kartu pengawasan, formulir penolakan izin, pencabutan dan pembekuan izin trayek serta formulir laporan realisasi angkutan, sebagaimana tercantum dalam Contoh 1 sampai dengan Contoh 9 Lampiran V Keputusan ini.

Bagian Kesepuluh

Izin Operasi Angkutan

Pasal 78

(1) Pengangkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, wajib memiliki izin operasi.

(2) Izin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan oleh :

(45)

1) angkutan taksi yang melayani lebih dari satu daerah propinsi;

2) angkutan dengan cara sewa dan angkutan pariwisata.

b. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi bagi angkutan taksi yang melayani lebih dari satu daerah kota/daerah kabupaten dalam satu propinsi;

c. Gubernur / Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, bagi angkutan taksi yang melayani angkutan pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

d. Gubernur / Kepala Daerah Propinsi Riau, bagi angkutan taksi yang melayani angkutan pada daerah kota Batam;

e. Walikotamadya bagi angkutan taksi yang melayani wilayah kota.

(3) Permohonan izin operasi diajukan kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(4) Permohonan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk angkutan taksi yang melayani lebih dari satu daerah propinsi, angkutan sewa dan pariwisata, harus dilengkapi pertimbangan dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan menurut domisili perusahaan.

(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), meliputi :

a. pendapat tentang diterima atau ditolaknya terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4);

b. data faktor penggunaan kendaraan.

Pasal 79

(1) Untuk angkutan sewa dan angkutan pariwisata yang karena beberapa faktor hanya dapat beroperasi pada suatu wilayah tertentu, Direktur Jenderal dapat mendelegasikan wewenang pemberian izin operasi kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan sesuai domisili perusahaan angkutan.

(46)

a. kondisi dan kendala geografis; b. permintaan angkutan;

c. jasa pelayanan yang tersedia.

(3) Permintaan angkutan dan jasa pelayanan yang tersedia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b dan huruf c, harus didasarkan atas hasil survei lapangan.

(4) Penentuan wilayah pelayanan yang didelegasikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 80

(1) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) disampaikan kepada pejabat yang berwenang memberi izin, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima oleh Direktur Jenderal.

(2) Permohonan izin operasi dapat diterima atau ditolak setelah memperhatikan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja.

Pasal 81

(1) Untuk menjaga kualitas pelayanan dan kesinambungan pengawasan terhadap perusahaan angkutan pariwisata, sewa, dan taksi, dilakukan penilaian kinerja secara berkala setiap 1 (satu) tahun.

(2) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor;

b. jumlah kecelakaan yang terjadi;

c. pemenuhan pelayanan angkutan sesuai dengan izin operasi yang telah diberikan;

d. ketaatan terhadap peraturan tata cara berlalu lintas;

(47)

(3) Pelaksanaan penilaian kinerja perusahaan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan setempat sesuai domisili perusahaan.

(4) Hasil penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), wajib dilaporkan kepada pejabat pemberi izin operasi.

(5) Bentuk laporan penilaian kinerja, sebagaimana tercantum dalam Contoh 1 sampai dengan Contoh 3 Lampiran VI Keputusan ini.

Bagian Kesebelas

Kewajiban Pemegang Izin Operasi Angkutan

Pasal 82

(1) Perusahaan angkutan taksi, sewa dan pariwisata yang telah mendapatkan izin operasi diwajibkan untuk :

a. mengoperasikan kendaraan sesuai dengan jenis pelayanan berdasarkan izin operasi yang dimiliki;

b. mengoperasikan kendaraan yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan;

c. awak kendaraan yang beroperasi harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan merupakan pengemudi serta pegawai tetap perusahaan serta mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi, kecuali kendaraan sewa tanpa pengemudi;

d. membawa kartu pengawasan dalam operasinya;

e. memiliki tanda bukti pembayaran iuran wajib asuransi pertanggungan kecelakaan penumpang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 beserta peraturan pelaksanaannya;

f. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada penumpang yang diangkut;

(48)

h. menaikkan dan menurunkan penumpang di tempat-tempat yang telah ditentukan;

i. melaporkan apabila terjadi perubahan pemilikan perusahaan atau domisili perusahaan;

j. meminta pengesahan dari pejabat pemberi izin operasi, apabila akan mengalihkan izin operasi;

k. melaporkan secara tertulis kepada pejabat pemberi izin operasi apabila terjadi perubahan alamat selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah perubahan;

l. awak kendaraan dilengkapi dengan pakaian seragam yang menggunakan tanda pengenal perusahaan, kecuali kendaraan sewa tanpa pengemudi;

m. mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan bidang usaha angkutan.

(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk angkutan taksi diwajibkan pula :

a. argometer taksi disegel oleh instansi yang berwenang dan dapat berfungsi dengan baik;

b. melakukan tera ulang argometer taksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Keduabelas

Persyaratan dan Masa Berlaku Izin Operasi Angkutan

Pasal 83

(1) Untuk memperoleh izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, pemohon wajib memenuhi :

a. persyaratan administratif; b. persyaratan teknis.

(2) Persyaratan administratif sebagaim

Gambar

Gambar lokasi dan bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan    tempat

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem kereta api yang ada di Indonesia terdapat 5 kelas kecepatan menurut keputusan menteri perhubungan nomor 52 tahun 2000, Dari kelima kelas tersebut ijin

Merupakan kegiatan untuk memenuhi perencanaan pembangunan melalui musyawarah perencanaan pembangunan nagari dan kecamatan untuk 1 tahun dengan jumlah pagu anggaran

Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria yang lain seperti sindrom a lport , IgA-IgG nefropati, atau Benign Recurrent Haematuria (BRH) juga dapat disingkirkan

Karyawiyosa Abadi dengan mengambil judul: “Analisis Penerapan Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Kegiatan Pengiriman Barang Dalam Rangka Meningkatkan Efektivitas

bahwa salah satu fatwa yang diperlukan adalah fatwa tentang Wakalah bil Ujrah untuk asuransi, yaitu salah satu bentuk akad Wakalah di mana peserta memberikan

Bank memberikan kepada eksportir sebagian dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir;e. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen

Tempat peristirahatan nelayan yang ada di PPN Pekalongan selalu di gunakan untuk beristirahat oleh nelayan yang ada di PPN Pekalongan, baik itu untuk tidur, ataupun yang

Konsentrasi GA3, kinetin dan interaksi keduanya memperlihatkan pengaruh nyata terhadap waktu muncul kecambah dan berat basah akar dengan perlakuan terbaik berturut-turut