• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Optimisasi Kendala Peluang (Chance-Constrained) Untuk Masalah Jaringan Distribusi Air

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Optimisasi Kendala Peluang (Chance-Constrained) Untuk Masalah Jaringan Distribusi Air"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM DISTRIBUSI AIR

2.1 Sistem Distribusi Air ( Water Distribution Systems, WDS)

Sistem distribusi air ( Water Distribution Systems, WDS) berfungsi melayani masyarakat dan membantu daya ekonomi dengan mengalirkan air dari sumber-sumber air kepada konsumen (Hopkins, 2012). Suatu WDS terdiri dari tiga kom-ponen utama, yaitu Sumber air, Pengolahan, dan Jaringan Distribusi. Sumber air dapat berupa waduk, sungai, atau sumur air tanah. Fasilitas pengolahan dapat berupa air disinfeksi (pemusnah kuman), air minum standar, kualitas air sebelum didistribusikan ke konsumen. Jaringan distribusi bertanggung jawab untuk mem-berikan air dari sumber atau fasilitas pengolahan kepada konsumen pada tekanan yang mencukupi dan terutama terdiri dari pipa, pompa, simpul (persimpangan), katup, fitting, dan tangki penyimpanan.

WDS seperti disebutkan di atas berfungsi untuk memasok air ke badan-badan domestik, komersial, dan industri dengan tekanan ambang batas yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, bervariasi sepanjang hari, musim, dan tahun. Tekanan minimum yang harus diamati di persimpangan seluruh sistem bervariasi tergantung pada jenis sektor yang mengkonsumsi air dan ketentuan yang men-gatur sistem distribusi, tapi rentang operasi yang khas adalah antara 40-100 psi ( AWWA, 2005). Hal ini diperlukan untuk medapatkan tekanan air yang tinggi akibat terjadinya kebocoran, istirahat, yang menyebabkan pemborosan air.

(2)

Sebuah WDS bisa menggunakan pompa mekanik untuk memasok air ke konsumen, tapi dengan hanya menggunakan pompa saja akan bermasalah karena diperlukan pompa yang dapat berfluktuasi terus-menerus untuk memenuhi ke-butuhan konsumen yang sangat bervariasi. Karena berbagai pola keke-butuhan air, sebagian besar sistem distribusi perkotaan memanfaatkan pompa dengan mening-gikan tangki penyimpanan. Tangki ini membantu terpenuhinya kebutuhan kon-sumen yang berfluktuasi, menampung kebutuhan pemadam kebakaran selama kondisi darurat, dan menstabilkan tekanan operasi. Biasanya, tangki digunakan selama jam-jam puncak penggunaan air dan diisi ulang selama masa permintaan rendah.

Jaringan dapat dirancang dalam bentuk melingkar atau skema cabang. Jaringan bercabang ( Gambar 1 ) meliputi beberapa link bebas dengan banyak terminal yang mencegah sirkulasi air di seluruh sistem dan air dipasok ke konsumen akhir melalui satu pipa. Masalah yang terjadi dengan jaringan bercabang adalah jika satu pipa dinonaktifkan untuk keperluan perawatan rutin, akan mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan air kepada beberapa konsumen.

(3)

Kebanyakan sistem jaringan distribusi air yang dibangun merupakan kombinasi dari dua skematik layout di atas.

2.2 Komponen Sistem Distribusi Air

Haimes, et al. ( 1998) mengidentifikasi tujuh komponen kunci dari WDS, yaitu : (i) komponen fisik, (ii) struktur manajemen, (iii) aturan operasi dan prosedur, (iv) struktur kelembagaan, (v) pusat kontrol, (vi) laboratorium, dan (vii) Fasilitas penyimpanan dan perawatan. Ketujuh komponen ini perlu dilin-dungi terhadap ancaman tertentu pada sistem, dan kebutuhan perlindungan di-identifikasi melalui evaluasi kerentanan. Kerentanan suatu WDS mengacu pada kekurangan sistem yang memungkinkan terjadinya efek samping atau hambatan terjadinya kesuksesan suatu sistem. Contoh dari sistem yang rentan adalah sistem jaringan bercabang. Pada sistem jaringan bercabang, jika terjadi gangguan pada satu link, sisa sistem di hilirnya akan terpengaruh.

Suatu sistem dapat dipertahankan operasionalnya dengan meningkatkan keamanan, redundansi, keandalan, dan ketahanan dari sistem tersebut. Kea-manan sistem mencakup semua upaya untuk mencegah masuknya sesuatu ke dalam sistem, seperti pagar, penjaga, dan video. Keberadaan suatu WDS hanya dengan mengandalkan keamanan saja akan menjadi sulit dan tidak efisien karena memerlukan sejumlah tenaga kerja praktis yang ringan dan biaya untuk memper-tahankan kesiagaan tinggi untuk mencegah peristiwa langka dan unik.

(4)

cepat karena waktu pemulihan cepat, setelah terjadi gangguan kinerja. Gangguan pasti akan terjadi, dan sistem yang tangguh akan memastikan waktu pemulihan yang minimal. Ketangguhan lebih dipengaruhi oleh standar dan operasi dari fasil-itas distribusi dari pada tata letak sistem.

2.3 Keandalan Sistem Distribusi Air

Keandalan merupakan salah satu komponen yang harus ditingkatkan agar keberadaan suatu sistem dapat dipertahankan. Keandalan (robustness) mengacu pada tingkat sensitivitas sistem. Sebuah sistem yang andal akan mampu menahan beberapa bencana alam dan serangan yang disengaja tanpa efek samping yang dirasakan konsumen. Sejumlah penelitian telah fokus pada pengukuran keandalan sistem. Suatu sistem Distribusi Air ditandai dengan spesifikasi yang eksplisit. Spesifikasi ini mendefinisikan bahwa sistem beroperasi di daerah tertentu dan harus menjamin terkirimnya air kepada konsumen dalam jumlah yang ditetapkan, kualitas, dan tekanan. Kwietniewski (1999) mendefinisikan Keandalan Sistem Distribusi Air sebagai kemampuan untuk memberikan air ke titik-titik konsumen dalam jumlah yang diperlukan, kualitas dan tekanan, dan bila diperlukan oleh konsumen pada setiap saat selama operasi sistem. Sesuai dengan definisi ini, kegagalan Sistem Distribusi Air pada konsumen air akan menjadi sebagai berikut:

- Kekurangan air,

- Kekurangan kuantitas dan tekanan air, dengan kualitas yang dibutuhkan, - Dan / atau kualitas yang tidak memadai pada kuantitas dan tekanan air

yang dibutuhkan.

(5)

fungsional dalam hal kualitas dan tekanan air.

2.4 Tinjauan Pustaka

Tinjauan teoritis ini membahas tentang metode-metode yang berbeda dalam berbagai aspek kerentanan dari desain dan pemodelan sistem distribusi air. Meskipun setiap metode pembahasan tentang kerentanan berbeda-beda, namun masing-masing pembahasan akan berkisar pada salah satu dari tujuh komponen sistem distribusi air sebagaimana yang diidentifikasi Haimes, et al. (1998) dan/atau mengukur sistem kerentanan yang didasarkan pada keandalan, ketangguhan, dan redundansi.

Jacobs & Goulter, (1991) melakukan penelitian untuk menilai keandalan WDS dengan menggunakan metode prosedur cut set dan reachability. Prose-dur ini merupakan metode tradisional dalam menilai keandalan WDS dimana pelaksanaannya tidak mengevaluasi semua kemungkinan terjadinya kegagalan pi-pa secara mekanik. Metode ini tidak praktis untuk jaringan perkotaan. Jacobs & Goulter ( 1991 ) hanya menyelesaikan kemungkinan dari sejumlah pipa yang ga-gal tertentu secara bersamaan dengan menggunakan data empiris sebagai dasar estimasi mereka. Selanjutnya, kemungkinan bahwa penghapusan dari sejumlah pipa yang akan gagal yang diberikan sistem ini diselesaikan dengan menggunakan simulasi skenario kegagalan. Hal ini mengasumsikan bahwa setiap pipa memiliki kemungkinan kegagalan yang sama dan bahwa kegagalan dibagikan seragam oleh sistem. Metode ini memberikan sarana untuk menilai keandalan distribusi, tetapi gagal untuk menggabungkan keandalan untuk bencana alam dan pengrusakan oleh manusia.

(6)

masuknya di setiap simpul. Selain itu, diasumsikan bahwa arus masuk pada seti-ap simpul benar-benar bercampur secara sempurna dalam aliran untuk memenuhi permintaan dari pasokan simpul adalah persentase dari aliran setiap pipa yang terhubung. Analisis ini dilakukan pada jaringan yang sederhana dan mengiden-tifikasi pipa kritis. Keakuratan metode ini diuji dengan menganalisis skenario kegagalan hidrolik yang menampilkan salah satu pipa dalam sistem dinonaktifkan untuk membandingkan hasil aktual dengan prediksi Distribusi microflow. Penggu-naan Distribusi microflow benar memprediksi simpul kritis dengan akurasi 60 %. Akurasi bisa ditingkatkan dengan mengkalibrasi tekanan tergantung persamaan permintaan yang digunakan. Metode ini memberikan pendekatan dasar untuk mengidentifikasi skenario kegagalan kritis tanpa menganalisis setiap skenario kega-galan yang mungkin.

(7)

Bahadur et al. ( 2003 ) mengembangkan metode rangking untuk men-goptimalkan lokasi sensor kimia dalam sistem distribusi dengan menggunakan PipelineNet dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Optimalisasi lokasi untuk peralatan pemantauan ditemukan dengan menerapkan matriks skor untuk vari-abel simpul, kepadatan penduduk, dan kedekatan dengan infrastruktur kritis (rumah sakit dan sekolah). Matriks variabel simpul adalah aliran, kecepatan, dan tekanan. Setiap komponen dari skor matriks dirangking dari satu sampai sepuluh. PipelineNet memberikan panduan dalam menentukan nilai, tetapi juga memungkinkan pengguna untuk menginput nilai yang diperlukan. Dalam model ini penentuan alokasi skor oleh pengguna dilakukan dengan menggunakan Natu-ral Breaks, Interval Equal, atau Kuantil. Simpul dengan skor tertinggi dianggap kandidat yang cocok untuk peralatan lokasi sensor kimia. Metode ini diterapkan pada sistem hipotetis dengan pendekatan beberapa parameter dan sembilan jam waktu 24 digunakan untuk analisis. Metode ini menunjukkan bahwa penduduk dan infrastruktur penting dapat diimplementasikan dalam kriteria untuk lokasi pemantauan yang sesuai. Penelitian ini tidak memberikan informasi apapun pa-da keakuratan strategi yang digunakan.

(8)

kemungkinan kombinasi komponen jaringan yang tidak aktif.

Little, (2004) menjelaskan strategi holistik untuk mengidentifikasi dan mengkuan-tifikasi jumlah risiko dalam infrastruktur perkotaan. Langkah pertama adalah mengidentifikasi risiko yang mungkin. Risiko didefinisikan sebagai ’probabilitas suatu peristiwa yang merugikan dikalikan dengan konsekuensi dari peristiwa’. Se-buah matriks keputusan dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko mana yang dapat diterima dan yang membutuhkan penanggulangan. Untuk penilaian ini, matriks keputusan merangking kemungkinan dan konsekuensi untuk mengiden-tifikasi resiko mana yang memerlukan perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses dan konsep yang harus dilaksanakan untuk mengeraskan semua sistem instruktur. Tidak ada bukti ilmiah di balik pendekatan heuristik ini, tapi ini masih bisa efektif jika digunakan oleh pengambil keputusan berpenge-tahuan dan berpengalaman.

Lippai & Wright, (2005) melakukan analisis kritis pada sistem distribusi air. Analisis pertama kali dilakukan di bawah kondisi operasi normal untuk merekam permintaan, head, tekanan pada setiap simpul. Kemudian menganalisis skenario kegagalan, yang terdiri dari satu penutupan pipa. Persentase perbedaan tekanan antara kondisi normal dan kegagalan kemudian dikalikan dengan permintaan pada setiap simpul untuk menemukan pengurangan tekanan pada persimpangan per-mintaan dikarenakan terdapat komponen yang gagal. Skenario kegagalan yang berjalan selama delapan puluh persen dari pipa dan pipa yang berkurang tekanan-nya dijumlahkan dengan pipa tertinggi yang dianggap paling penting. Masalah utama dengan metode ini adalah membutuhkan analisis hidraulik pada setiap skenario kegagalan, yang tidak praktis untuk sistem distribusi perkotaan.

(9)

be-rada di atas ambang batas tekanan . Dasar dari metode ini terdiri dari utama pemecahan empat persamaan. Solusi ini menyediakan ketahanan minimum di se-mua jaringan subset, kendala bagi ketahanan minimum, kendala untuk membatasi anggaran untuk keamanan investasi dan memecahkan untuk biaya serangan. Al-goritma Genetika digunakan untuk menghasilkan kendala baru, yang kemudian dievaluasi dalam simulator hidrolik, dan jika kendala itu dilanggar maka proses itu diulang. Hasil Algoritma Genetika dapat membantu menentukan alokasi dana keamanan untuk menciptakan sistem yang lebih tangguh.

Chastain (2006) mengembangkan metode untuk mengoptimalkan sensor pe-mantauan lokasi stasiun untuk meminimalkan kekentalan kontaminan kepada kon-sumen. Prosedur ini dimodelkan dalam WaterCAD menggunakan sebuah kota generik disebut Anytown, USA (Walski, et al., 1987), yang telah digunakan untuk menguji beberapa metode lain. Langkah pertama membuat skenario kontaminasi berdasarkan desain dasar ancaman dengan mengidentifikasi kontaminan dan sifat-sifatnya, massa kontaminan, durasi injeksi, dan ketika kontaminan terkena sistem. Selanjutnya, simulasi dijalankan di WaterCAD dengan titik suntikan sumber di se-tiap persimpangan. Simpul yang mendeteksi konsentrasi kontaminan lebih besar dari ambang batas dicatat dalam matriks evaluasi. Ambang batas konsentrasi di-tentukan berdasarkan simulasi polutan dan batas-batas teknologi pendeteksi yang tersedia. Matriks evaluasi mengidentifikasi seberapa banyak simpul mendeteksi konsentrasi yang lebih besar dari ambang batas untuk setiap langkah. Sebuah algoritma rangking digunakan untuk mengidentifikasi simpul yang meminimal-kan waktu deteksi dan membatasi kekentalan kepada pelanggan. Penelitian ini memberikan metode yang tampaknya layak untuk kota dan masyarakat mudah mengadopsinya, tetapi kepadatan penduduk dan kekritisan infrastruktur akan menjadi pertimbangan ketika mencari lokasi sensor optimal.

(10)

un-tuk mengisolasi pipa yang rusak. Semakin banyak pipa yang perlu ditutup unun-tuk mengisolasi pipa cacat, semakin banyak konsumen yang tidak mendapatkan air. Algoritma ini juga memperhitungkan infrastruktur vital (rumah sakit, sekolah, pusat-pusat komunitas, dll) yang terpengaruh oleh rusaknya pipa dengan mene-tapkan masing-masing fasilitas vitas setara dengan jumlah pelanggan (yaitu satu sekolah bisa sama dengan seribu rumah tangga). Penelitian ini mengutamakan pertimbangan pipa rusak yang rutin dan bukan skenario bencana yang bisa men-gakibatkan beberapa pipa dinonaktifkan pada satu waktu, tapi bisa dengan mudah digunakan sebagai bagian dari penilaian kerentanan.

Wang & Au, (2008) mengukur keandalan WDS terhadap konsumen setelah peristiwa gempa dan mengidentifikasi pipa kritis dalam sistem. Keandalan su-atu sistem untuk memasok air ke konsumen ditekankan bervariasi secara spasial dan tergantung pada konfigurasi sistem. Pipa-pipa kritis didefinisikan sebagai orang yang secara signifikan mempengaruhi pasokan air untuk infrastruktur vi-tal. Link-link kritis ditemukan dengan menggunakan dua persamaan probabilitas, Indeks Konsekuensi Kerusakan (Damage Consequence Index, DCI) dan Indeks Upgrade Manfaat (Upgrade Benefit Index, UBI). DCI mencerminkan konsekuen-si dari kerusakan pipa dan UBI adalah ukuran dari pipa-pipa yang berdampak pada konsumen tertentu. Kedua persamaan ini diimplementasikan untuk men-simulasikan sistem hipotetis. Untuk mengevaluasi seismik kinerja sistem hipotetis digunakan simulasi Monte Carlo dengan GIRAFFE (Graphical Iterative Response Analysis of Flow Following Earthquakes) dan Matlab. Analisis cost-benefit di-lakukan dengan menggunakan efficient frontier, yang mana diagramnya paling efisien dan efektif dalam upgrade optio. Metode ini hanya akan berguna jika efek dari aktivitas seismik pada WDS, khususnya pada infrastruktur vital menjadi perhatian utama.

(11)

beradaptasi dengan sistem yang berbeda dan tujuan-tujuan pemodelan. Proses pemodelan meliputi memasukkan sensor karakteristik, pendefinisian desain dasar ancaman, pemilihan langkah-langkah dampak bagi sistem peringatan kontami-nan, perencanaan respon utilitas untuk mendeteksi, mengidentifikasi lokasi sen-sor praktis, dan mengevaluasi lokasi sensen-sor. TEVA-SPOT menggunakan simulasi Monte Carlo untuk membantu menciptakan skenario bencana dengan mulus dan cepat dala memecahkan perhitungan-perhitungan trial and error. TEVA-SPOT adalah suatu program yang tangguh dan efektif yang dapat mengoptimalkan sen-sor kimia, tetapi tidak mempertimbangkan gangguan fisik dalam penilaian.

Nazif & Karamouz, (2009) mengevaluasi kesiapan WDS untuk satu atau lebih kerusakan pipa air utama dengan menghitung keandalan, ketahanan, dan kerentanan melalui penggunaan System Readiness Index (SRI). Indeks ini di-dasarkan pada perhitungan keandalan, ketahanan, dan kerentanan dengan meng-gunakan probabilitas dan data sistem gagal. Kemudian dipilih Simpul yang kritis (simpul dengan permintaan tinggi dan / atau variasi tekanan). Simpul dengan permintaan air pada persentil kedua puluh dan simpul dengan head-loass tertinggi dianggap sebagai simpul kritis. Simpul kritis direvisi selama simulasi jika hidrolik tetap tidak berubah. Skenario kegagalan yang dihasilkan dan menggunakan Prob-abilistic Neural Network (PNN), struktur SRI dapat dihitung. Hasil perhitungan SRI adalah skor rate kelas mulai dari satu sampai lima, dan kelas ini berkore-spondensi dengan probabilitas kegagalan. Hasil antara situasi bencana dan nor-mal dibandingkan dengan menggunakan demand pressure relationship (Pressure Dependent Demands) pada simpul kritis.

(12)

mengukur aspek kualitas hidrolik dan air WDS dihitung. Faktor-faktor ini adalah bobot aliran persimpangan, bobot tingkat persediaan, bobot residu klorin, dan bobot usia air. Faktor-faktor ini digunakan untuk menghitung indeks kerentanan dari setiap simpul pada jumlah koefisien bobot-bobot yang ditetapkan untuk se-tiap WDS. Nilai indeks kerentanan menunjukkan tingkat risiko dari sistem.

Dalam rangka mendapatkan desain murah pada suatu rancangan WDS, awalnya praktisi berpengalaman secara tradisional menggunakan metode trial-and-error yang didasarkan pada intuitif ’rekayasa akal’. Namun, ternyata pen-dekatan ini tidak menjamin desain yang ’optimal’ atau ’mendekati - optimal’. It-ulah sebabnya mengapa para peneliti telah tertarik pada metode optimasi (Walski, 19855; Goulter, 1992). Alperovits & Shamir (1977) mengusulkan pendekatan ma-tematika ( yaitu Metode Linear Programming Gradient, LPG ) yang mengurangi kompleksitas masalah non-linier asli dengan memecah serangkaian sub - masalah linear. Perumusan model optimasi dilakukan dengan prosedur dua tahap ( yaitu luar dan dalam ). Prosedur luar memecahkan status aliran pada jaringan terten-tu, sedangkan prosedur dalam menentukan solusi optimum dari variabel jaringan ( diameter pipa ) untuk aliran distribusi yang diberikan. Pendekatan inovatif ini diadopsi dan dikembangkan lebih lanjut oleh banyak peneliti, seperti Quindry, et al. (1981), Goulter, et al. (1986), Kessler & Shamir (1989), dan Fujiwara & Kang (1990). Schaake & Lai (1969) mengembangkan pendekatan LPG ini dengan menggunakan pemrograman dinamis untuk mencari optimum global, sedangkan Su, et al. (1987) dan Lansey & Mays (1989) memadukan teknik berbasis gradient dengan simulator hidrolik KYPIPE, dan Loganathan, et al. (1995) dan Sher-ali, et al. (1998) memperkenalkan batas bawah (lower bound). Namun, karena metode ini hanya didasarkan pada pendekatan diameter yang kontinu, maka so-lusi optimal yang diperoleh dengan metode ini mungkin hanya berisi satu atau dua segmen pipa ukuran diskrit yang berbeda di antara setiap pasangan simpul. Selain itu, konversi nilai yang diperoleh ke dalam diameter pipa komersial dapat memperburuk kualitas solusi dan bahkan mungkin tidak menjamin solusi yang layak (Cunha & Sousa, 2001).

(13)

& Sousa (1999), dan Lippai, et al. (1999) menerapkan algoritma meta-heuristik berbasis simulasi, seperti Genetika Algoritma ( GA ) untuk desain jaringan air. Algoritma ini berevolusi menjadi model optimasi lebih kuat karena bisa menda-patkan split yang bebas dari diameter. Model ini menggunakan GA sederhana yang terdiri dari string biner dan tiga operator ( reproduksi, crossover, dan mu-tasi ). Hasilnya menunjukkan bahwa teknik GA efektif dalam menemukan solusi yang mendekati - optimal atau optimal. Dandy, et al. (1996) mengembangkan algoritma genetika dengan menggunakan skala kekuatan variabel fungsi fitness. Eksponen diperkenalkan ke dalam fungsi fitness besarnya meningkat seperti keti-ka GA mulai dijalanketi-kan. Selain itu, diperkenalketi-kan operator mutasi adjacency. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa peningkatan kinerja GA lebih baik dari GA sederhana. Peningkatan GA memperoleh biaya terendah yang sama di gen-erasi lebih sedikit dari pada GA sebelumnya.

Model Simulated Annealing ( SA ) dikembangkan untuk mendapatkan so-lusi - biaya setidaknya untuk desain jaringan distribusi air. Costa, et al. (2000) mengembangkan model SA untuk optimasi desain jaringan yang mencakup pom-pa. Ukuran pompa dianggap sebagai variabel keputusan diskrit.

Lippai, et al., (1999) memperkenalkan model Tabu Search ( TS ) untuk mendapatkan desain yang optimal dari suatu jaringan distribusi air dengan meng-gunakan software komersial OptQuest. Fitur penting dari TS adalah penggunaan memori adaptif yang efektif. Memori dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang. Prinsip dasar dari TS adalah mencegah putaran air dengan memper-tahankan daftar pergerakan yang baru. Daftar ini disebut sebagai daftar tabu. Daftar tabu digunakan untuk mencegah putaran air sebagai langkah yang di-larang, yaitu, ”Tabu”. Setiap kali pindah terjadi, ia ditempatkan pada daftar. Ketika akan berpindah, menjadi tidak ada pilihan, jika pada tabu-list.

(14)

design struktur gugus distribusi air (Geem, et al., 2001; Geem et al., 2002; Kim, et al., 2001; Lee, 2004). HS meniru perilaku improvisasi musisi jazz, yang berhasil diterjemahkan ke dalam proses optimasi. HS terdiri dari tiga perilaku pencarian : pertimbangan memori, penyesuaian lapangan, dan pilihan acak. Parameter HM-CR menetapkan tingkat pertimbangan memori dan parameter PAR menetapkan tingkat penyesuaian lapangan. Dalam mencari solusi lapangan, HS menggunakan ’probabilistik-gradien’, yang merupakan tingkat kecenderungan. Algoritma HS adalah sangat cocok untuk masalah jenis kombinatorial seperti desain jaringan distribusi air (Geem, et al., 2002).

Dalam mendesain suatu jaringan pipa yang optimal, perumusannya secara matematika dilakukan dengan meminimalkan salah satu constraint (kendala) seper-ti persyaratan hidrolik. Berbagai peneliseper-ti telah menangani masalah ini dengan se-jumlah cara berbeda. Teknik Pencacahan, meskipun dapat diandalkan akan tetapi mengalami keterbatasan aplikasi praktis bila diterapkan pada jaringan dunia ny-ata dimana optimasi sebagian besar diperlukan. Keterbny-atasan tersebut berkaitan dengan ruang pencarian yang sangat luas sehingga mengakibatkan waktu kom-putasi yang dibutuhkan cukup besar (Yates, et al. 1984). Algoritma minimasi Ke-las kendala, seperti metode dekomposisi, merupakan alternatif dalam mengatasi keterbatasan teknik pencacahan. Algoritma ini dapat dibagi menjadi dua kelom-pok utama, yaitu metode pemrograman linear dan non-linear. Metode dekompo-sisi pertama disebut Linear Programming Gradient (LPG) yang diusulkan Alper-ovits & Shamir (1977). Metode ini disempurnakan oleh Kessler & Shamir (1989), dengan mengasumsikan panjang pipa di setiap busur menjadi variabel keputusan pada distribusi aliran tertentu sehingga masalah pemrograman linier dapat dipec-ahkan. Modifikasi dan komentar terhadap Metode LPG yang pertama diberikan oleh Quindry, et al. (1979), Saphir (1983), dan Fujiwara, et al. (1987). Quindry, et al. (1981) mempresentasikan metode LPG dengan pendekatan yang analog, dimana masalah terpecahkan untuk himpunan head-hidrolik.

(15)

ke-mudian diperoleh menjadi tetap dan biaya aliran link dapat diminimalkan. Selu-ruh Prosedur ini diulang sampai tidak ada lagi perbaikan tercapai. Perbaikan terhadap metode ini diusulkan Fujiwara & Khang (1990) dengan menggunakan Lagrange multiple dari solusi optimal yang diperoleh pada tahap pertama un-tuk memodifikasi distribusi aliran sehingga mencapai pengurangan biaya sistem sebelum tahap kedua dimulai.

Algoritma Genetika (Genetic Algorithms, GA) telah diterapkan pada desain jaringan pipa (Simpson & Goldberg 1993; Simpson, et al. 1994, Savic & Waters 1997, Wu & Simpson 2002). Beberapa masalah yang terkait dengan GA adalah ketidakpastian penghentian dan pencarian, seperti pada semua metode pencarian acak, tidak adanya jaminan untuk optimum global.

Abebe & Solomatine (1999) mengusulkan metode alternatif untuk ketidak-pastian penghentian dan pencarian dalam desain jaringan pipa yang disebut de-ngan Metode Optimasi Global (tak terbatas). Metode ini mengkonversi masalah kendala yang asli pada masalah tak terbatas melalui penggunaan fungsi Penal-ty atau Metode Lagrange Multiple. Solusi dari masalah yang dihasilkan men-jadi lebih mudah karenanya, tapi solusi akhir lebih sulit dengan metode yang dijabarkan. Namun, formulasi optimasi global dari masalah desain jaringan pi-pa memiliki keuntungan kesederhanaan dan kepraktisan untuk digunakan secara teknik. Selain itu, semua metode pencarian acak dan metode evolusi seperti peker-jaan GA dalam formulasi optimasi global dari optimasi jaringan pipa. Abebe & Solomatine (1999) menggunakan metode penalty untuk menentukan masalah sain pipa sebagai masalah optimasi tak terbatas, yang kemudian diselesaikan de-ngan paket optimasi global, GLOBE (Solomatine, 1998), menggabungkan empat algoritma yang berbeda.

(16)

penen-tuan diameter optimal pipa untuk jaringan yang tata letaknya telah ditentukan, dalam rangka memberikan tekanan dan kuantitas air yang dibutuhkan pada seti-ap simpul permintaan. Metode ini diselesaikan oleh paket optimasi umum yang disebut DOT.

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Subyek penelitian ini menganalisis komunitas ganggang hijau, Chlorophyceae yang terdapat pada kolam pemeliharaan ikan gurame berumur satu tahun dalam kolam

ini memiliki tiga babag yakni, rodat; mondholan dan siluman (2) pesan dakwah yang terkandung dalam kesenian Topeng Ireng dapat ditinjau dari tiga aspek

Social capital strength is examined according to length of relationship, interaction intensity, in- terdependence and closure between individuals (Nahapiet and Ghoshal, 1998), and

Setelah mengikuti pembelajaran, siswa dapat Menulis karangan sederhana berdasarkan gambaran seri menggunakan pilihan kata dan kalimat yang tepat dengan

The objective of this research is to find out the effect of using small group discussion on students’ reading comprehension at VIII B class in SMP Negeri 22 Kota Jambi2. The

Penelitian mengenai kariotipe dengan perbedaan lokasi pada satu spesies juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain oleh Sugiri yang melaporkan bahwa

Bilangan riil atau sering disebut juga bilangan real dalam matematika menyatakan suatu bilangan yang dapat dibentuk menjadi desimal seperti 3.2678.. Bilangan riil

Penelitian ini difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan pesan-pesan dakwah dalam syair lagu yang dinyanyikan dan juga gerakan tari kesenian Topeng Ireng.. Data