• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Maloklusi pada Siswa SMAN 4 Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Maloklusi pada Siswa SMAN 4 Medan Tahun 2016"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Maloklusi

Maloklusi sebenarnya bukan suatu penyakit tetapi bila tidak dirawat dapat menimbulkan gangguan pada fungsi pengunyahan, penelanan, bicara, dan keserasian wajah yang berakibat pada gangguan fisik maupun mental.1,4,5 Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi antara rahang atas dan rahang bawah.7,9 Maloklusi memiliki dampak yang besar terhadap individu dan lingkungan sosial dalam hal kenyamanan, kualitas hidup, keterbatasan sosial dan fungsi.12

2.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi ini dibagi berdasarkan persamaan yang dimiliki berbagai macam maloklusi sehingga bisa digabungkan kedalam satu kelompok.13 Klasifikasi maloklusi ini memiliki beberapa keuntungan, diantaranya:14

a. Membantu dalam hal diagnosis dan rencana perawatan yang tepat.

b. Membantu dalam visualisasi dan pengertian masalah yang berhubungan dengan maloklusi.

c. Membantu dalam mengkomunikasikan masalah. d. Mudah membandingkan berbagai macam maloklusi.

Berbagai macam klasifikasi maloklusi diperoleh dari banyak penelti berdasarkan penelitian yang dilakukan dan penemuan yang relevan.13 Secara terminologi, maloklusi dibagi kedalam 3 macam, yaitu:13,14

a. Maloklusi intra-lengkung atau malposisi individual gigi yang satu dengan gigi yang lain dalam lengkung yang sama.

b. Maloklusi inter-lengkung malrelasi sekelompok gigi antara satu lengkung dengan lengkung lainnya.

(2)

Pada tahun 1899, Edward Angle (cit. Singh) mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan mesio-distal gigi, lengkung gigi dan rahang. Menurut Angle, molar satu permanen adalah kunci oklusi sehingga molar atas dan molar bawah memiliki relasi yang mana cusp mesiobukal molar atas kontak dengan groove bukal molar bawah.13,14,26 Angle membagi kedalam tiga kategori, yaitu:

1. Maloklusi Klas I

Rahang bawah terletak pada relasi mesiodistal yang normal terhadap rahang atas. Posisi cusp mesiobukal molar satu rahang atas beroklusi dengan groove bukal molar satu permanen rahang bawah dan cusp mesiolingual molar satu permanen rahang atas beroklusi dengan fossa oklusal molar satu permanen rahang bawah ketika rahang dalam posisi istirahat dan gigi dalam keadaan oklusi sentrik (Gambar 1).10,13,14,27-29 Maloklusi Klas I menggambarkan hubungan skeletal yang normal dan fungsi otot yang normal.14 Walaupun maloklusi Klas I Angle memiliki hubungan molar yang normal tetapi garis oklusinya kurang tepat dikarenakan malposisi gigi, rotasi gigi, proklinasi, gigitan terbuka anterior, crowding, spacing dan lain sebagainya.8,9,14,26,28,29

Gambar 1. Maloklusi Klas I Angle26

2. Maloklusi Klas II

(3)

Gambar 2. Maloklusi Klas IIAngle26

Angle membagi maloklusi Klas II menjadi dua divisi berdasarkan sudut labiolingual gigi insisivus rahang atas. Pembagiannya yaitu sebagai berikut:10,13,14,27-29

a. Klas II divisi 1

Hubungan molar Klas II tetapi gigi insisivus rahang atas labioversi.10,13,27 Maloklusi ini memiliki karakteristik proklinasi insisivus rahang atas yang proklinasi sehingga memperbesar overjet (Gambar 3).27,29 Pada maloklusi ini juga menunjukkan adanya aktivitas otot yang abnormal.9,14,28 Bibir atas biasanya hipotonik, pendek dan inkompeten dan bibir bawah berkontak dengan bagian palatal gigi rahang atas merupakan salah satu gambaran Klas II divisi 1 yang disebut sebagai “lip trap”.9,14

Gambar 3. Maloklusi Klas II divisi 1 Angle13

b. Klas II divisi 2

(4)

daripada normal (high lip line), bibir bawah menutupi insisivus atas lebih dari setengah insisivus atas.9

Gambar 4. Maloklusi Klas II divisi 2 Angle13

3. Maloklusi Klas III

Cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas beroklusi lebih ke distal terhadap groove mesiobukal molar satu permanen rahang bawah atau sebaliknya groove bukal molar satu permanen rahang bawah beroklusi lebih ke mesial terhadap cusp mesiobukal molar satu permanen rahang atas (Gambar 5).10,13,26,28,30 Selain itu, jika molar satu permanen rahang bawah memiliki posisi lebih ke anterior daripada molar satu permanen rahang atas juga disebut sebagai maloklusi Klas III.29 Maloklusi ini dapat disebabkan adanya maksila yang kecil dan sempit sedangkan mandibula dalam batas normal.9

(5)

Maloklusi Klas III dapat diklasifikasikan dalam true Class III dan pseudo Class III13 a. True Class III

Maloklusi Klas III skeletal yang berasal dari genetik dapat terjadi akibat beberapa hal berikut:14

1. Ukuran mandibula yang berlebih.

2. Maksila yang lebih kecil dari ukuran normal. 3. Kombinasi penyebab-penyebab di atas.

Insisivus rahang bawah memiliki inklinasi lebih ke lingual. Pasien dengan maloklusi ini dapat menunjukkan overjet normal, relasi insisivus edge to edge ataupun crossbite anterior.14

b. Pseudo Class III

Maloklusi ini dihasilkan dari pergerakan ke depan mandibula ketika penutupan rahang sehingga disebut juga maloklusi Klas III ‘postural’ atau ‘habitual’.14 Mandibula pada maloklusi ini bergerak pada anterior fossa glenoid akibat kontak prematur dari gigi.13 Maloklusi ini merupakan maloklusi Klas III tetapi dengan relasi skeletal Klas I dan bukan merupakan maloklusi Klas III sesungguhnya. Kelainan gigitan silang anterior yang ada merupakan kelainan dental.9

Pada tahun 1915, Dewey memodifikasi klasifikasi Angle. Dewey memodifikasi Klas I klasifikasi Angle ke dalam 5 tipe dan Klas III klasifikasi Angle kedalam 3 tipe. Modifikasinya adalah sebagai berikut:13,14,28

a. Modifikasi Klas I oleh Dewey

Tipe 1: Maloklusi Klas I dengan gigi anterior rahang atas berjejal (crowded). Tipe 2: Klas I dengan insisivus maksila yang protrusi (labioversi).

Tipe 3: Maloklusi Klas I dengan crossbite anterior. Tipe 4: Relasi molar Klas I dengan crossbite posterior.

(6)

b. Modifikasi Klas III oleh Dewey

Tipe 1: Ketika rahang atas dan bawah dilihat secara terpisah menunjukkan susunan yang normal, tetapi ketika rahang dioklusikan, pasien menunjukkan adanya gigitan edge to edge pada insisivus.

Tipe 2: Insisivus rahang bawah berjejal dan menunjukkan relasi lingual terhadap insisivus rahang atas.

Tipe 3: Insisivus rahang atas berjejal dan menunjukkan crossbite dengan anterior rahang bawah.

Pada 1933, Lischer melakukan modifikasi terhadap klasifikasi Angle dengan mengganti nama Klas I, II dan III Angle dengan neutro-oklusi, disto-oklusi dan mesio-oklusi. Selain itu, Lischer juga mengklasifikasikan maloklusi gigi individual.13,14

1. Neutro-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas I Angle 2. Disto-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas II Angle 3. Mesio-oklusi : istilah sinonim maloklusi Klas III Angle

Nomenklatur Lischer pada malposisi individual gigi adalah dengan akhiran ‘versi’ pada kata yang diindikasikan penyimpangan dari posisi normal.

1. Mesioversi : lebih ke mesial dari posisi normal 2. Distoversi : lebih ke distal dari posisi normal 3. Linguoversi : lebih ke lingual dari posisi normal 4. Labioversi : lebih ke labial dari posisi normal

5. Infraversi : lebih ke inferior atau menjauh dari garis oklusi 6. Supraversi : lebih ke superior atau melewati garis oklusi 7. Aksiversi : inklinasi aksial abnormal, tipping

8. Torsiversi : rotasi gigi pada aksis panjangnya

9. Transversi : perubahan pada urutan posisi atau transposisi dua gigi

2.1.2 Etiologi

(7)

etiologi maloklusi ini. Menurut Moyer banyak macam faktor yang bisa menyebabkan maloklusi, tetapi hal-hal dibawah ini adalah faktor-faktor yang sering terjadi pada sekelompok orang daripada individual, yaitu:13,14

1. Herediter.

Anak pasti memiliki materi gen yang sama dengan orang tuanya. Faktor herediter ini memiliki pengaruh terhadap sistem neuromuskular, tulang, gigi dan jaringan lunak.14 Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu:9

a. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema multiple meskipun yang terakhir ini jarang dijumpai.

b. Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis.

2. Gangguan pada masa perkembangan yang tidak diketahui penyebabnya. 3. Trauma (prenatal trauma dan postnatal trauma).

4. Agen fisis (ekstraksi dini pada gigi desidui dan sumber makanan).13,14 Gigi desidui yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi desidui semakin besar akibatnya pada gigi permanen.9

5. Kebiasaan buruk. Banyak kebiasaan buruk yang bisa mempengaruhi, diantaranya adalah menghisap ibu jari, menjulurkan lidah, menghisap atau mengigit bibir, mengigit-gigit kuku, dan lain sebagainya.13,14 Suatu kebiasaan buruk yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Durasi atau lama kebiasaan buruk berlangsung merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menyebabkan maloklusi.9

6. Penyakit (penyakit sistemik, kelainan hormon endokrin ataupun penyakit lokal lainnya, misalnya: tumor, periodontitis, gingivitis, karies).

7. Malnutrisi.

(8)

2.1.3 Prevalensi

Penelitian tentang prevalensi maloklusi memiliki hasil yang sangat beragam. Hal ini juga disebabkan karena perbedaan sampel, tahun dan negara dilaksanakannya penelitian. Oktavia dalam penelitiannya mengatakan bahwa prevalensi maloklusi pada remaja SMA di Kota Medan tahun 2007 sebesar 60,5%.2 Hasil penelitian Baral tahun 2013 menunjukkan 61,3% ras Arya dan 64% ras Mongoloid memiliki maloklusi Klas I. Untuk maloklusi Klas II divisi 1 yaitu 25,2% pada ras Arya dan 17,9% pada ras Mongoloid sedangkan maloklusi Klas II divisi 2 memiliki prevalensi yang lebih rendah yaitu 5,3% pada ras Arya dan 2,5% pada ras Mongoloid. Maloklusi Klas III terdapat pada 8,2% ras Arya dan 15,6% ras Mongoloid.25 Durgesh melakukan penelitian terhadap pasien yang memakai pesawat ortodonti di Mauritian tahun 2012 melaporkan maloklusi pada perempuan 65,7% dan laki-laki 34,3%. Laki-laki dan perempuan Asia memiliki angka terbesar dalam penyebaran maloklusi Klas I yaitu 87,9%. Untuk penyebaran maloklusi Klas I dan II lebih banyak pada usia 11-15 tahun sedangkan untuk Klas III lebih banyak pada usia 16-20 tahun.31

2.1.4 Bentuk Umum Maloklusi 2.1.4.1 Crowding

Crowding atau gigi berjejal dapat didefinisikan sebagai ketidakseimbangan antara ukuran gigi dan panjang lengkung (Gambar 6).10,14

Etiologi terjadinya crowding diantaranya adalah:14

a. Diskrepansi panjang lengkung dan ukuran gigi akibat kurang panjangnya lengkung atau ukuran gigi yang berlebih.

b. Adanya gigi supernumerary sehingga susunan gigi menjadi berjejal.

c. Retensi gigi desidui yang berkepanjangan menyebabkan erupsi gigi pengganti tidak di tempat yang seharusnya.

d. Abnormalitas ukuran dan bentuk gigi.

(9)

Gambar 6. Crowding26

2.1.4.2 Spacing

Spacing atau sering disebut diastema adalah celah atau ruangan yang terdapat antara gigi geligi yang dapat terjadi pada gigi geligi atas dan bawah (Gambar 7).10,26

Beberapa etiologi dari spacing adalah sebagai berikut:14

a. Spacing yang terjadi secara umum (generalized spacing) biasanya terjadi karena ketidakseimbangan panjang lengkung dan ukuran gigi. Kondisi oligodonsia dan mikrodonsia dapat menyebabkan spacing.

b. Morfologi gigi yang tidak normal, seperti gigi insisivus lateral yang peg shaped.

c. Kebiasaan buruk seperti menghisap ibu jari (thumb-sucking) dan tongue thrusting dapat menyebabkan spacing pada regio anterior.

d. Ukuran lidah yang tidak normal yaitu makroglosia dapat menunjang terjadinya spacing.

e. Gigi supernumerary yang tidak erupsi ataupun adanya patologi seperti lesi kistik diantara gigi.

(10)

Gambar 7. Spacing28

2.1.4.3 Crossbite

Graber mendefinisikan crossbite sebagai suatu kondisi dimana satu atau lebih gigi berada pada posisi abnormal yaitu lebih ke bukal atau palatal maupun labial dari gigi antagonisnya. Istilah ini juga digunakan pada overjet terbalik pada satu atau lebih gigi anterior.14

Berdasarkan lokasinya, crossbite dibagi atas anterior crossbite dan posterior crossbite. Anterior crossbite adalah keadaan gigi insisivus atas terdapat sebelah palatal gigi insisivus bawah (Gambar 8A)13,26 sedangkan posterior crossbite adalah relasi transversal abnormal antara gigi posterior atas dan bawah dengan keadaan gigi posterior atas terletak sebelah palatal dari gigi posterior bawah (Gambar 8B).14

Gambar 8. A. Anterior crossbite, B. Posterior crossbite13

2.1.4.4 Deep bite

Deep bite adalah jarak vertikal yang berlebih dari normal antara tepi insisal insisivus sentralis atas ke tepi insisal insisivus sentralis bawah ketika rahang dalam

(11)

hubungan sentrik (Gambar 9).13,26 Dalam keadaan normal, insisal gigi insisivus bawah berkontak dengan permukaan palatal dan insisivus atas tepat pada singulum atau di atas singulum. Ukuran normal over bite adalah 1-2 mm.26

Gambar 9. Deep bite13

2.1.4.5 Open Bite

Open bite adalah tidak adanya jarak overlap vertikal antara gigi pada rahang atas dan bawah ketika rahang dalam hubungan sentrik (Gambar 10).13,26 Open bite bisa terdapat pada bagian anterior atau posterior.10,13

Gambar 10. Open bite13

2.1.4.6 Protrusi

(12)

insisivus sentralis bawah.10,26 Dalam keadaan normal, insisivus sentralis atas terletak di depan insisivus sentralis bawah dengan jarak sekitar 2-3 mm. 26

(13)

2.2 Kerangka Teori

Maloklusi

Definisi Klasifikasi Bentuk umum

maloklusi

Angle Dewey Lischer

Klas II

Klas I Klas III

Divisi 1 Divisi 2

Etiologi

Prevalensi

Crowding

Spacing

Crossbite

Deep bite

Open bite

(14)

2.3 Kerangka Konsep

Siswa SMAN 4 Medan

1. Distribusi maloklusi berdasarkan Klas I Angle 2. Distribusi maloklusi

berdasarkan Klas II Angle 3. Distribusi maloklusi

berdasarkan Klas III Angle

Gambar

Gambar 1. Maloklusi Klas I Angle26
Gambar 3. Maloklusi Klas II divisi 1 Angle13
Gambar 4. Maloklusi Klas II divisi 2 Angle13
Gambar 6. Crowding26
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan penugasan guru, siswa dapat membuat karya kreatif sebagai penghias benda dengan menggunakan bahan alam di lingkungan sekitar melalui kegiatan

Berdasarkan hasil olahan data menunjukan nilai koefisien korelasi variabel kepercayaan sebesar 0.554 dan menunjukan angka signifikan sebesar (0,000) , variabel

[r]

Hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung dapat dilihat pada Tabel 4.3 dengan parameter pengamatan meliputi: (1)berdiskusi kelompok pada

We propose a new battery of dynamic specification tests for the joint hypothesis of iid-ness and density function based on the fundamental properties of independent random

Program aplikasi pembayaran rawat inap rumah sakit ini menggunakan Oracle 9i Server untuk database dan Oracle Developer 9i untuk membuat form dan report. Dipilihnya kedua program

Penanganan krisis kesehat an akibat bencana m eru pakan t ugas dan t anggung j awab Depart em en Kesehat an yang harus dilakukan dengan baik secara t erpadu ber

Nilai Kesukaan Konsumen Terhadap Teh Daun Gaharu ( Aquilaria malaccensis Lamk.) Berdasarkan Letak Daun pada Batang.. Skripsi