• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Individu Bidan Dan Organisasi Terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di Rsud Rantauprapat Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Faktor Individu Bidan Dan Organisasi Terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di Rsud Rantauprapat Tahun 2015"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Laporan WHO/UNICEF menyatakan 60 % kematian balita berkaitan dengan

keadaan kurang gizi, 2/3 dari kematian tersebut berkaitan dengan praktik pemberian

makan yang kurang tepat pada bayi dan anak, maka penting penerapan optimal

feeding. Untuk mencapai tumbuh kembang optimal tersebut, di dalam Global

Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan

empat hal penting yang harus dilakukan yaitu Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam

satu jam pertama kelahiran, menyusui secara eksklusif selama 6 bulan, bayi mulai

diberi MP-ASI setelah usia 6 bulan dan ASI terus diberikan sampai anak berumur 24

bulan (Khasanah, 2013).

Protokol tentang asuhan bayi baru lahir satu jam pertama yang telah

diperbaharui oleh WHO (World Health Organization) dan UNICEF yaitu salah

satunya bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan ibunya segera setelah lahir

selama paling sedikit satu jam agar terlaksananya inisiasi menyusu dini yang

diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penurunan angka kematian bayi baru

lahir (JNPK-KR, 2008).

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) berperan dalam pencapaian tujuan Millenium

Development Goals (MDGs) yaitu membantu mengurangi kemiskinan dan kelaparan

(2)

dan membantu mengurangi angka kematian anak dengan target menurunkan angka

kematian sebanyak 2/3 dari tahun 1990 sampai tahun 2015 (Maryunani, 2012).

Kebijakan The World Alliance For Breastfeeding (WABA) tentang Inisiasi

Menyusu Dini dalam satu jam setelah kelahiran, merupakan tahap penting untuk

mengurangi kematian bayi dan mengurangi banyak kematian neonatal.

Masa-masa belajar menyusu dalam satu jam pertama hidup bayi diluar

kandungan disebut sebagai proses Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Inisiasi Menyusu

dini telah menjadi tema peringatan pekan ASI Sedunia 2007 yaitu “Menyusu Satu

Jam Pertama Kehidupan dilanjutkan dengan menyusu bayi eksklusif 6 bulan

menyelamatkan lebih dari 1 juta bayi”.(Maryunani, 2009)

Dengan Program IMD diharapkan bisa mengurangi angka kematian bayi,

motivasi ini berupa himbauan kepada ibu hamil agar satu jam pertama setelah proses

melahirkan bersedia melakukan IMD bagi bayi mereka, dan juga memberikan Air

Susu Ibu (ASI ) secara langsung selama 6 bulan tanpa susu formula. Program IMD

dengan ASI langsung dapat memberikan kesehatan yang lebih baik terhadap bayi dan

kebaikan terhadap kesehatan Ibu (Roesli, 2008)

IMD merupakan salah satu metode yang berbeda dengan sebelumnya. Metode

yang sebelumnya adalah begitu bayi dilahirkan (setelah dipotong tali pusatnya)

kemudian dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang dan dimandikan. IMD dilakukan

dengan meletakkan bayi di dada ibunya setelah tubuh bayi dilap dengan kain bersih

dan bagian punggung bayi ditutup dengan selimut, kemudian bayi dibiarkan mencari

(3)

Manfaat inisiasi menyusu dini pada bayi baru lahir adalah dapat

meningkatkan refleks menyusui bayi secara optimal, perkembangan indra (sensory

impuls), menurunkan kejadian hipotermi, menurunkan kejadian asfiksia, menurunkan

kejadian hipoglikemi, meningkatkan kekebalan tubuh bayi, menigkatkan pengeluaran

hormon oksitosin, memfasilitasi bonding attachment, dan yang paling utamanya

adalah dapat meningkatkan keberhasilan ASI Esklusif dan menurunkan angka

kematian bayi ( Aiyeyeh, 2012).

Inisiasi Menyusu dini akan sangat membantu dalam keberlangsungan

pemberian ASI eksklusif dan lama menyusui. Dengan demikian, bayi akan terpenuhi

kebutuhannya hingga usia 2 tahun dan mencegah anak kurang gizi karena usia 0-24

bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap

diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai

untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini

tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan

berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan

anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Khasanah, 2013)

Pemerintah gencar mengkampanyekan program IMD Sejak tahun 2006,

program ini diserukan karena tingkat kematian bayi maupun ibu saat melahirkan

masih tinggi. Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang

merekomendasikan IMD sebagai tindakan “penyelamatan kehidupan” dengan

(4)

pada setiap pertolongan persalinan karena IMD dapat menyelamatkan 22 persen dari

bayi yang meninggal sebelum usia satu bulan. Menyusu satu jam pertama kehidupan

yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator

global. Ini merupakan hal baru bagi Indonesia dan program pemerintah sehingga

diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan baik

swasta maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan mendukung suksesnya

program tersebut (Maryunani, 2012).

Keberhasilan IMD telah dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan terhadap

10.947 bayi baru lahir di Ghana, ternyata bila bayi dapat menyusu 1 jam pertama

dapat menyelamatkan 22 persen bayi dari kematian saat bayi baru lahir (Maryunani,

2009).

Berdasarkan hasil penelitian Righard dalam Roesli (2008) diketahui bahwa

bayi yang lahir secara normal yang diletakkan di perut ibunya dan tidak dipisahkan

selama setidaknya satu jam, maka dalam 30 menit bayi akan mulai merangkak ke

arah payudara ibunya dan dalam 50 menit akan menyusu. Sedangkan bayi yang

dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang dan dimandikan, ternyata 50% tidak dapat

menyusu sendiri. Jika bayi langsung diambil untuk ditimbang dan diberi pakaian, ia

tidak akan menunjukkan ketertarikan untuk menyusu dan tidak tahu caranya

mengisap. Sedangkan pada bayi yang dilakukan inisiasi menyusu dini, kemudian

dipisahkan 10 jam setelah dilahirkan, ternyata ia tetap pandai menyusu.

Penelitian Sose, dkk dalam Roesli tentang pengaruh kontak kulit ibu dan bayi

(5)

kesempatan menyusu dini dengan melakukan kontak kulit ke kulit ibu setidaknya satu

jam, hasilnya dau kali lebih lama disusui. Sekitar 59 % bayi yang diberi kesempatan

untuk menyusu dini masih menyusu setelah berumur 6 bulan dan 38 % masih

menyusu setelah berumur satu tahun, sedangkan bayi yang tidak diberi kesempatan

menyusu dini tinggal 29 % saja yang masih menyusu saat berumur 6 bulan dan 8 %

saat berumur satu tahun.

Penelitian mengenai hubungan Inisiasi Menyusu Dini dengan keberhasilan ASI

Eksklusif yang dilakukan oleh Fika dan Syafiq (2003) menunjukkan, bayi yang diberi

kesempatan menyusu dini delapan kali lebih berhasil ASI Eksklusif daripada yang

tidak diberi kesempatan menyusu dini.

Hasil penelitian Edmond, dkk dalam Roesli 2008 menyimpulkan bahwa

menunda permulaan/inisiasi menyusu meningkatkan kematian bayi. Edmond

menjelaskan bahwa dengan memberi kesempatan menyusu dalam satu jam pertama

dengan dibiarkan kontak kulit ke kulit ibu (setidaknya selama satu jam) dapat

menyelamaatkan 22 % bayi dibawah 28 hari. Dan jika menyusu pertama dilakukan

setelah bayi berusia di atas 2 jam dan dibawah 24 jam pertama, hanya 16 % bayi di

bawah 28 hari yang bisa diselamatkan.

Berdasarkan penelitian WHO (2000) risiko kematian bayi antara usia 9-12

bulan meningkat 40 % jika bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi berusia dibawah 2

bulan, angka kematian ini meningkat menjadi 48 % dimana sekitar 40 % kematian

balita tersebut terjadi pada usia satu bulan. IMD dapat mengurangi 22 % kematian

(6)

hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa selain menyukseskan pemberian ASI

Eksklusif, inisiasi menyusu dini juga dapat menyelamatkan nyawa bayi.

Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini di Amerika Serikat tahun 2009 mencapai

86,5 % dan di Belanda mencapai 78 % tahun 2010, di Indonesia periode 2011-2012,

sekitar 95,9 % balita sudah mendapat ASI, tetapi hanya 38,7 % balita mendapat ASI

pertama satu jam setelah lahir (SDKI 2012).

Data Riskesdas tahun 2013 mencatat bahwa persentase pelaksanaan inisiasi

menyusu dini di Indonesia sebesar 34,5 %, persentase tertinggi di propinsi Nusa

Tenggara Barat sebesar 52,9 % sedangkan terendah di propinsi Papua Barat sebesar

21,7 % , pelaksanaan inisiasi menyusu dini di Sumatera Utara sebesar 22 %. Terdapat

18 propinsi yang cakupan IMD nya berada dibawah angka nasional dan Sumatera

Utara termasuk diantaranya.

Pelaksanaan IMD dapat dilihat dari beberapa penelitian, penelitian Fitria

(2010) yang dilakukan di klinik Mariani, Sumatera Utara mencatat bahwa dari 14

responden terdapat 7 responden (50%) yang melaksanakan inisiasi menyusu dini.

Hasil penelitian yang dilakukan Arifah (2009) terhadap 24 pasien di RS Sultan

Agung, Semarang menunjukkan bahwa sebesar 38,42% ibu yang melaksanakan IMD.

Penelitian Rahmaningtyas, Ribut & Koekoeh (2009) di RSIA Swasta Kota Kediri

menerangkan bahwa terdapat 34 ibu yang menjalankan persalinan normal dan

terdapat 31 ibu atau sekitar 91,2% yang melaksanakan inisiasi menyusu dini.

Selama ini, masih banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan untuk menyusui

(7)

sehingga secara keseluruhan proses menyusui terganggu. Keadaan ini ternyata

disebabkan terganggunya proses alami dari bayi untuk menyusu sejak dilahirkan,

Selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya segera setelah

lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, ditandai dan diberi pakaian. Ternyata, proses ini

sangat menganggu proses alami bayi untuk menyusu. (Roesli, 2008).

Keberhasilan persalinan dengan IMD juga ditentukan dengan adanya fasilitas

sebagai pendukung. Kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari

petugas, disebabkan masih banyaknya sikap para petugas persalinan dari berbagai

tingkat yang tidak bergairah mengikuti perkembangan ilmu kesehatan seperti konsep

baru tentang pemberian ASI dan hal-hal yang berhubungan dengan ibu hamil, ibu

bersalin dan ibu menyusui dan bayi baru lahir. Bahkan ada juga sikap petugas

kesehatan yang langsung memberikan susu botol pada bayi baru lahir ataupun tidak

mau mengusahakan agar ibu mampu memberikan ASI kepada bayinya (Baskoro,

2008).

Berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat pelayanan ibu bersalin, rumah

sakit sangat tergantung pada petugas kesehatan yaitu perawat, bidan atau dokter.

Merekalah yang pertama-tama akan membantu ibu bersalin melakukan penyusuan

dini. Petugas kesehatan di kamar bersalin harus memahami tatalaksana laktasi yang

baik dan benar, petugas kesehatan tersebut diharapkan selalu mempunyai sikap yang

positif terhadap penyusuan dini. Mereka diharapkan dapat memahami, menghayati

dan mau melaksanakannya. Betapapun sempitnya waktu yang dipunyai oleh petugas

(8)

membantu ibu habis bersalin untuk penyusuan dini. Pada seorang primipara, ASI

sering keluar pada hari ke 3 dan jumlah ASI selama 3 hari pertama hanya 50 ml

(kira-kira 3 sendok makan), bila hal ini tidak diketahui baik oleh ibu maupun oleh petugas

kesehatan, maka akan banyak ibu yang merasa ASI nya kurang, hal ini akan

mendorong ibu tersebut untuk memberikan susu formula yang mengakibatkan produk

ASI berkurang. Pengisapan ASI 30 menit pertama setelah lahir dengan adanya refleks

mengisap akan mempercepat keluarnya ASI, juga merupakan stimulan dini terhadap

tumbuh kembang anak, tidak dianjurkan memberikan prelacteal feeding yaitu

minum, makan sebelum ASI keluar karena akan menimbulkan masalah, lebih-lebih

kalau prelacteal feeding tersebut diberikan dengan menggunakan botol dot, hal ini

akan menyebabkan bayi bingung (nipple confuse) yang disebabkan perbedaan

mekanisme menyusui pada payudara ibu (Nuchsan, 2000).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 33 tahun 2012 menyatakan bahwa

tenaga kesehatan termasuk bidan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan

wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap bayi baru lahir kepada ibunya paling

singkat selama 1 (satu) jam. Inisiasi dini dilakukan dengan cara meletakkan bayi

secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu.

Inisiasi menyusu dini dilakukan dalam keadaan ibu dan bayi stabil dan tidak

membutuhkan tindakan medis selama palimg singkat satu jam.

Bidan sebagai petugas kesehatan yang langsung berinteraksi dengan ibu

bersalin berperan sangat penting dalam menyukseskan pelaksanaan IMD apalagi

(9)

Asuhan Persalinan Normal (APN) yang diterbitkan oleh Depkes tahun 2008. Bidan

sangat berperan dalam memberikan dukungan pada ibu bersalin untuk melaksanakan

IMD dan seharusnya dapat menerapkan IMD pada setiap pertolongan persalinan,

karena pengetahuan ibu dan masyarakat mengenai IMD sendiri masih rendah, hal ini

dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan Dian di Klinik Sally Medan tahun 2013

mengenai pengetahuan ibu tentang IMD bahwa dari 40 responden 30 % memiliki

pengetahuan yang kurang. Penelitian Fita di Klinik Bersalin Hj. Nani Rantauprapat

tahun 2013 menunujukkan dari wawancara yang dilakukan pada 10 ibu hamil hanya 4

orang ibu hamil yang mengetahui mengenai IMD.

Selain itu peran rumah sakit bersalin, rumah sakit umum dan puskesmas

sangat menentukan pelaksanaan penyusuan dini. Pemerintah mendukung pelaksanaan

penyusuan dini dengan membuat ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Peraturan

Pemerintah (PP) No 33 tahun tentang ASI Eksklusif antara lain yaitu melarang setiap

tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan menerima dan/atau

mempromosikan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya yang dapat

menghambat program pemberian ASI. Melaksanakan rawat gabung di tempat

persalinan baik unit persalinan milik pemerintah maupun swasta. Meningkatkan

kemampuan petugas kesehatan dalam hal pemberian ASI sehingga petugas tersebut

terampil dalam memberikan informasi dan edukasi tentang pemberian ASI kepada

masyarakat dan memberikan sanksi administratif terhadap setiap penyelenggara

fasilitas kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut. Namun, masih

(10)

persalinan. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Hamidah, Ayun,

Lucia (2014) mengenai evaluasi program Inisiasi Menyusu dini oleh bidan di Rumah

Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang menunjukkan bahwa pelaksanaan IMD belum

cukup baik, disebabkan oleh bidan tidak melaksanakan IMD sesuai dengan

kompetensi yang dimiliki dan bidan tidak melaksanakan IMD sesuai dengan protap.

Faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan inisiasi menyusu dini di rumah

sakit dapat dikaji dari beberapa penelitian yang diperoleh dari jurnal internasional.

Penelitian Escamilla et al. (1996) yang dilakukan di Meksiko menunjukkan bahwa

ada hubungan bermakna antara metode persalinan dengan IMD, di mana seksio

sesarea merupakan faktor risiko untuk tidak IMD dan untuk menyusu kurang dari 1 bulan. Seksio sesarea elektif biasanya menggunakan anastesi regional, hal tersebut

tidak memungkinkan ibu untuk tetap terjaga saat operasi dan sesudah operasi,

sehingga tidak memungkinkan untuk terjadinya kontak awal antara ibu dan bayi

segera setelah kelahiran. Jika kontak awal antara ibu dan bayi bisa dilakukan maka

IMD akan dapat terlaksana dengan baik (Afolabi et al., 2006).

Penelitian Merten et al. (2005) di Switzerland menemukan bahwa bayi yang

lahir di rumah sakit dengan dukungan tenaga kesehatan yang tinggi akan lebih besar

kemungkinannya untuk IMD dibandingkan dengan yang lahir di rumah sakit dengan

dukungan tenaga kesehatan yang rendah. Begitu pula dengan penelitian Braun et al,

(2003) yang dilakukan di Brazil menyimpulkan didukung tenaga kesehatan yang

tinggi yang dimiliki oleh rumah sakit yang menerapkan program Baby Friendly

(11)

Middlesex Hospital, Middletown, Connecticut Amerika Serikat, yang mengatakan

bahwa kunci utama dari kesuksesan program IMD dan ASI eksklusif adalah

dukungan tenaga kesehatan (Sinusas dan Gagliardi, 2001).

Demikian pula halnya dengan penelitian yang dilakukan di Jakarta pada tahun

2003 menyimpulkan bahwa keberhasilan IMD terletak pada penolong persalinan,

karena pada 30 menit pertama setelah lahir peran penolong persalinan sangat

dominan. Bila ibu difasilitasi oleh penolong persalinan untuk memeluk bayinya,

maka interaksi antara ibu dan bayi segera terjadi sehingga IMD dapat terlaksana

dengan baik (Fikawati dan Syafiq, 2003).

Menurut hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret 2015,

jumlah persalinan normal tahun 2014 di RSUD Rantauprapat sebanyak 495 orang dan

hanya 38 % yang melakukan IMD. Jumlah bayi lahir di ruang VK RSUD

Rantauprapat rata-rata 3 orang setiap harinya yang ditolong oleh bidan. Berdasarkan

hasil pengamatan dan laporan buku kegiatan mahasiswa yang praktek di ruang VK

menunjukan bahwa terlaksana atau tidaknya pelaksanaan IMD sangat dipengaruhi

oleh kemampuan bidan dalam melaksanakan IMD. Selain itu, dukungan rumah sakit

memiliki peranan penting terhadap kinerja bidan, karena kurangnya pengawasan dari

manajemen RSUD Rantauprapat dan belum ada kebijakan peningkatan pemberian

ASI (PP-ASI) tertulis diasumsikan memengaruhi pekerjaan bidan dalam

melaksanakan IMD pada persalinan sehingga rendahnya persentase pelaksanaan IMD

(12)

Berdasarkan fenomena yang ditemukan pada RSUD Rantauprapat tentang

pelaksanaan IMD menunjukkan banyak faktor yang terkait dengan rendahnya jumlah

ibu bersalin yang melakukan IMD kepada bayinya. Faktor-faktor yang memengaruhi

pelaksanaan pekerjaan sebagaimana fenomena pada pelaksanaan IMD di RSUD

Rantauprapat diasumsikan adalah faktor kinerja meliputi faktor individu bidan dan

organisasi.

Teori Gibson et al. (1987) menyatakan bahwa kinerja seseorang dipengaruhi

oleh tiga variabel yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis

dalam hal ini variabel individu yaitu bidan sebagai penolong persalinan yang

berperan secara langsung dalam pertolongan persalinan dan berhasil atau tidaknya

pelaksanaan IMD. Variabel psikologis juga dapat memengaruhi kinerja bidan itu

sendiri dalam setiap pekerjaannya, dan variabel organisasi dalam hal ini rumah sakit

sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tempat terlaksananya pertolongan persalinan

dan tempat bidan bekerja yang juga memiliki pengaruh penting dalam setiap

pelaksanaan IMD.

Telaah secara teoritis berdasarkan teori Gibson et al. (1987), maka

permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan IMD di RSUD Rantauprapat terkait

dengan : 1) faktor individu bidan, dimana kurangnya kemampuan bidan dalam

melaksanakan kegiatan IMD, 2) dukungan organisasi yang masih lemah karena

(13)

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti melakukan penelitian tentang

pengaruh individu bidan dan organisasi terhadap pelaksanaan IMD di RSUD

Rantauprapat.

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dari penelitian ini yaitu rendahnya persentase

pelaksanaan IMD di RSUD Rantauprapat yang diduga terkait dengan faktor individu

bidan dan faktor organisasi.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor individu bidan dan organisasi terhadap

pelaksanaan IMD di RSUD Rantauprapat.

1.4. Hipotesis

Faktor individu bidan dan organisasi berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD

di RSUD Rantauprapat.

1.5. Manfaat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi RSUD Rantauprapat dalam penyusunan

perencanaan kegiatan maupun penyusunan kebijakan tentang upaya peningkatan

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan gerakan Islam di Indonesia berkembang dengan pesat tidak terlepas dari keadaan situasi politik dunia yang memanas, pada awalnya gerakan pembaharuan Islam ini timbul

 Pada boiler yang berbahan bakar minyak atau gas, sebaiknya dibuat kotak sekering untuk kabel sistim sambungan yang dapat mematikan jika terjadi kebakaran atau panas yang

Pada gambar 3.5 dijelaskan bahwa user dapat memasukkan nilai gaya ke bawah (F1) yang kemudian akan diproses oleh aplikasi dengan menggunakan rumus-rumus yang

Bidang penelitian bahan ajar cetak dimaksudkan untuk memperkaya dan/atau mendukung secara substantif revisi bahan ajar cetak UT. Oleh karena itu, pemilihan materi penelitian

Jenis pelayanan yang diselenggarakan oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Surabaya Kota Surabaya, sesuai dengan

Karena konsumen akan mengumpulkan segala informasi dari pengalaman yang mereka dapatkan dengan suatu produk atau merek yang dapat mengubah mereka, lalu dalam

Pada kamus Inggris pencarian dapat dilakukan dengan relatif mudah, sedangkan pada kamus Mandarin pencarian kata dari Mandarin ke bahasa lain lebih kompleks1. Pencarian arti

Puji dan syukur tak lupa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan dan penyertaan selama menulis skripsi ini, sehingga skripsi dengan judul