• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETIKA KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ETIKA KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Dalam perspektif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Quran dan hadis (sunah Nabi).

Dalam Al-Qur’an dengan sangat mudah kita menemukan contoh kongkrit bagaimana Allah selalu berkomunikasi dengan hamba-Nya melalui wahyu. Untuk menghindari kesalahan dalam menerima pesan melalui ayat-ayat tersebut, Allah juga memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk meredaksi wahyu-Nya melalui matan hadits. Baik hadits itu bersifat Qouliyah (perkataan), Fi’iliyah (perbuatan), Taqrir (persetujuan) Rasul, kemudian ditambah lagi dengan lahirnya para ahli tafsir sehingga melalui tangan mereka terkumpul sekian banyak buku-buku tafsir.1 Penerapan komunikasi islam terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an seperti QS An-Nahl:

125, QS Al-Baqarah: 83, QS Ali Imran: 154, QS An-Naba’: 2-3, QS Al-Furqan: 63, QS Fussilat: 33, QS An-Nisaa: 154, QS Al-‘Ankabuut: 460 dan masih banyak lagi lainnya. Ayat-ayat diatas memberikan penegasan tentang esensi (hakikat) komunikasi islam sampai kepada tahap pelaksanaannya.

Selain itu, kita mendapati Rasulullah SAW dalam berkomunikasi dengan keluarga, sahabat dan umatnya. Komunikasi beliau sudah terkumpul dalam ratusan ribu hadits yang menjadi penguat, penjelas Al Qur’an sebagai petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Didalam hadits, ditemukan prinsip-prinsip etika komunikasi, bagaimana Rasulullah saw mengajarkan berkomunikasi kepada kita. Misalnya, pertama, qulil haqqa walaukana murran

(katakanlah apa yang benar walaupun pahit rasanya). Kedua, falyakul khairan au liyasmut (katakanlah bila benar kalau tidak bisa,diamlah). Ketiga, laa takul qabla tafakur (janganlah berbicara sebelum berpikir terlebih dahulu). Keempat, Nabi menganjurkan berbicara yang baik-baik saja, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya, “Sebutkanlah apa-apa yang baik mengenai sahabatmu yang tidak hadir dalam pertemuan, terutama hal-hal yang kamu sukai terhadap sahabatmu itu sebagaimana sahabatmu menyampaikan kebaikan dirimu pada saat kamu tidak hadir”. Kelima, selanjutnya Nabi saw berpesan, “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang…yaitu mereka yang menjungkirkan-balikkan fakta (fakta) dengan lidahnya seperti seekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput dengan lidahnya”. Pesan Nabi saw tersebut bermakna luas bahwa dalam berkomunikasi hendaklah sesuai dengan fakta yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami. 2

Kedua prinsip ini yang menjadi komunikasi dapat berjalan dengan baik dan efektif sesuai dengan kaedah islam. Ada 3 unsur yang terlibat dalam proses komunikasi yaitu komunikator, komunikan dan pesan. Komunikator sebagai pameran utama untuk menyampaikan setiap pesan kepada komunikan. Seorang komunikator dalam komunikasi Islam haruslah mengindahkan etika berkomunikasi yang digariskan dalam islam, yaitu: bersikap jujur, menjaga akurasi pesan-pesan (pesan akurat ), bebas dan tanggung jawab. Prinsip tersebut bukan hanya sekedar penyampaian pesan dan terjadinya perubahan perilaku komunikan, namun terjalinnya jaringan interaksi jaringan interaksi sosial yang harmoni dan berasas normatif. Prinsip inilah yang membedakan konsep etika komunikasi perspektif islam dengan komunikasi-komunikasi lainnya yang bernuansa non-islami. Tetapi perbedaan itu lebih pada pesan (content) komunikasi yang harus terikat pada perintah agama. Dengan sendirinya pula unsur content mengikat unsur komunikator. Artinya, komunikator harus menjunjung tinggi etika. Ia harus memiliki nilai-nilai yang tinggi dalam menyampaikan pesan-berbicara, berkhutbah, berceramah, menyiarkan berita, menulis berita, menulis artikel, mewawancarai, mengkritik, melukis, menyanyi, bermain film, bermain sandiwara dipanggung pertunjukan, menari, berolah raga dan sebagainya dimuka umum harus memiliki etika dan nilai-nilai dalam Islam. Pentingnya etika dalam proses komunikasi bertujuan agar komunikasi berhasil dengan baik (komunikatif) antara komunikator dan komunikan.

ETIKA KOMUNIKASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

1 http://follyakbar.blogspot.com/2012/11/ayat-dan-hadits-tentang-komunikasi.html diakses pada tanggal 5 Januari 2015.

(2)

A. Definisi Etika Komunikasi Islam

Pengertian etika (etimologi), berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos”. Yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik dan menghindari hal-hal yang buruk.3

Komunikasi berasal dari perkataan Yunani, yaitu communicare yang bermaksud menjadikan sesuatu itu milik bersama dimana penyampai menyampaikan sesuatu message kepada pendengar, pendengar pula bertindak dengan memberi maklum balas yang berkesesuaian. Bercakap, mendengar, menonton, membaca, menulis, berdo’a, menilai diri dan sebagainya juga adalah aktivitas komunikasi.

Perkataan komunikasi juga mempunyai persamaan maksud dengan perkataan bahasa arab. Dalam islam, perkataan dakwah, ittisal (menyampaikan) dan wasa’ili’lam ‘(kaedah penyampaian) digunakan menggambarkan maksud komunikasi dalam islam. Terdapat banyak perkataan-perkataan lain dalam Al-Qur’an yang menerangkan aktiviti komunikasi, antaranya:4

Perkataan yang Menerangkan Aktiviti Komunikasi

Maksud Nama Surah dalam Al-Qur’an

Qara’a Membaca Surah al-Nahl: 98

Baligh Sampaikan Surah al-Maaidah: 67

Bashir Khabarkan Surah al-Nisa: 138

Qul Katakan Surah al-Ikhas: 1

Dia’a Menyeru Surah al-Imran: 104

Tawassa Berpesan-pesan Surah al-Asr: 3

Sa’ala Bartanya Surah al-Maidah: 4

Sama’a Bertanya Surah al-Maidah 104

Komunikasi Islam adalah proses penyampaian pesan-pesan keislaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal ini tentang gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika). Pesan-pesan keislaman yang disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh ajaran Islam, meliputi akidah (iman), syariah (Islam), dan akhlak (ihsan). Pesan-pesan keislaman keislaman yang disampaikan tersebut disebut sebagai dakwah. Dakwah adalah pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi manusia mengikuti islam.5

Dalam konteks komunikasi di masyarakat, ada 2 kata yang dirasa perlu untuk dibicarakan disini yaitu etika dan komunikasi. Kata etika diartikan sebagai: (1) himpunan asas-asas nilai atau moral.6 (2) kumpulan

asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak, (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut golongan atau masyarakat, (4) norma, nilai, kaidah atau ukuran tingkah laku yang baik.7 etika menyangkut persoalan tata

susila, tetapi ia tidak membuat seseorang lebih baik. etika hanya menunjukkan baik buruknya perbuatan seseorang.

Ketika etika dikaitkan dengan komunikasi, maka etika itu menjadi dasar pijakan dalam berkomunikasi. Etika memberikan landasan moral dalam membangun tata susila terhadap semua sikap dan perilaku seseorang dalam komunikasi. Dengan demikian, tanpa etika komunikasi itu tidak etis. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan diatas, dapat saya simpulkan bahwa etika komunikasi islam adalah tata cara berkomunikasi yang sesuai dengan standar nilai moral atau akhlak dalam menilai benar atau salah perilaku

3 http://moabalhuzallba.blogspot.com/2013/04/etika-berbicara-dalam-islam.html diakses pada tanggal 5 Januari 2015.

4 Dikutip dari artikel bebas, pada Pegawai Kemajuan Negeri Malaka dan Pejabat Pembangunan Persekutuan Negeri Malaka, 7 Agustus 2012. Dalam Nor Saleha Mohd Saleh daripada Ismail Bin Hamad. Komunikasi Pendekatan Islam. 5 Ahmad Ghulusy,ad-Da’watul Islamiyah, Kairo : Darul Kijab,1987.,h. 9.

6 Onong uchjana effendi, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 64

(3)

seseorang disampaikan dengan mengandung unsur islami mengarahkan manusia kepada kemaslahatan dunia dan akhirat.

B. Urgensi Etika Komunikasi Perspektif Islam

Dalam etika-etika komunikasi islam ada 6 jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yaitu: 1. Qaulan Sadidan (perkataan benar, lurus, jujur)

Kata “qaulan sadidan” disebut dua kali dalam Al-Qur’an. Pertama, Allah menyuruh manusia menyampaikan qaulan sadidan dalam urusan anak yatim dan keturunan, terdapat dalam Firman Allah QS An-Nisa ayat 9 :

اُوففَاخخخخ َاففَاعخخخض

ض ةفخخييررذف ممخخهضفضلمخخ ن

م خخمض اُوخخك

ف رختخ ُومخخلخ نخيذضخخليا ش

خ

خ

م يخلموخ

ادفيدضس

خ ْلُومقخ اُولفُوقفيخلموخ هخليلا اُوقفتييخلمفخ ممهضيملخعخ

Artinya: “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraannya)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar (qaulan sadidan)”.

Kedua, Allah memerintahkan qaulan sadidan sesudah taqwa: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah qaulan sadidan. Nanti Allah akan membaikkan amal-amal kamu, mengampuni dosa kamu. Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nyaia akan mendapat keuntungan yang besar.

Apa arti qaulan sadidan? Qaulan sadidan artinya pembicaraan yang benar, jujur, (Picthall menerjemahkannya “straight to the point”), lurus, tidak bohong, tidak berbelit-belit. Prinsip komunikasi yang pertama menurut Al-Quran adalah berkata yang benar. Ada beberapa makna dari pengertian yang benar : - Sesuai dengan kriteria kebenaran

Arti pertama benar adalah sesuai dengan kebenaran. Dalam segi substansi mencakup faktual, tidak direkayasa atau dimanipulasi. Sedangkan dari segi redaksi, harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku dan sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.

Buat kita orang islam, ucapan yang benar tentu ucapan yang sesuai dengan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ilmu. Jadi, kalau kita sedang berdiskusi dalam perkuliahan maupun organisasi harus merujuk pada Al-Qur’an, petunjuk dan ilmu. Al-Qur’an mentindir keras orang-orang yang berdiskusi tanpa merujuk kepada ketiganya, ini ada dalam QS Luqman ayat 20.

- Tidak bohong

Arti kedua dari qaulan sadidan adalah ucapan yang jujur, tidak bohong. Nabi Muhammad saw bersabda: “Jauhi dusta karena dusta membawa kamu pada dosa, dan dosa membawa kamu pada neraka. Lazimlah berkata jujur, karena jujur membawa kamu kepada kebajikan, membawa kamu pada surga.” Meskipun kepada anak-anak kita tidak dianjurkan berbohong kepada mereka, bahkan seharusnya kita mengajarkan kejujuran kepada mereka sejak dini.

2. Qaulan Balighan (perkataan yang membekas pada jiwa, tepat sasaran, komunikatif, mudah mengerti) Ungkapan ini terdapat dalam QS An-Nisa ayat 63 yang berbunyi:

م

م خخهفنمع

خ ض

م

رضعمأ

خ خخفخ ممهضبضُوخخلفقف ِيخخفض َاخخمخ هفخخليلا مفخخلخعميخ نخيذضخخليا كخخخئضلخوأف

َاغفيلضبخ ْلُومقخ ممهضس

ض ففنمأخ ِيفض م

م هفلخ ل

م قفوخ ممهفظ

م عضوخ

Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.

(4)

menggunakan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu prinsip qoulan balighan dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi yang efektif.

Jalaluddin Rahmat memerinci pengertian qaulan baligha menjadi dua,qaulan baligha terjadi bila da’i (komunikator) menyesuaian pembicaraannya dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya sesuai dengan

frame of reference and field of experience. Kedua, qaulan baligha terjadi bila komunikator menyentuh khalayaknya pada hati dan otaknya sekaligus.8 Jika dicermati pengertian qaulan baligha yang diungkapkan

oleh jalaluddin rahmat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kata Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

Sebagai orang yang bijak bila berdakwah kita harus melihat stuasi dan kondisi yang tepat dan menyampaikan dengan kata-kata yang tepat. Bila bicara dengan anak-anak kita harus berkata sesuai dengan pikiran mereka, bila dengan remaja kita harus mengerti dunia mereka. Jangan sampai kita berdakwah tentang teknologi nuklir dihadapan jamaah yang berusia lanjut yang tentu sangat tidak tepat sasaran, malah membuat mereka semakin bingung..Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa.

Rasulullah sendiri membericontoh dengan khotbah-khotbahnya. Umumnya khotbah Rasulullah pendek, tapi dengan kata-kata yang padat makna. Nabi Muhammad menyebutnya “jawami al-qalam”. Ia berbicara dengan wajah yang serius dan memilih kata-kata yang sedapat mungkin menyentuh hati para pendengarnya. Irbadh bin Sariyah, salah seorang sahabatnya bercerita; “Suatu hari Nabi menyampaikan nasihat kepada kami. Bergetarlah hati kami dan berlinang air mata kami. Seorang diantara kami berkata Ya Rasulullah, seakan-akan baru kami dengar khotbah perpisahan. Tambahlah kami wasiat”. Tidak jarang disela-sela khotbahnya, Nabi berhenti untuk bertanya kepada yang hadir atau memberi kesempatan kepada yang hadir untuk bertanya. Dengan segala otoritasnya, Nabi adalah orang yang senang membuka dialog.

3. Qaulan Masyura (perkataan yang ringan)

Dalam komunikasi, baik lisan maupun tulisan, mempergunakan bahasa yang mudah, ringkas dan tepat sehingga mudah dicerna dan dimengerti. Dalam Al-Qur’an ditemukan istilah qaulan maisura yang merupakan salah satu tuntunan untuk melakukan komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah dimengertidan melegakan perasaan.9

Dalam Firman Allah dijelaskan:

ل

م خخقففخ َاخخهخُوجفرمتخ ك

خ خخبررخ نممض ةةمخحمرخ ءخَاغختضبما مفهفنمعخ نيض

خ رضعمتف َاميإضوخ

ارفُوس

ف يممخ ْلُومقخ ممهفلخ

Artinya: “Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas”. (QS. Al-Israa’: 28)

Maisura seperti yang terlihat pada ayat diatas sebenarnya berakar pada kata yasara, yang secara etimologi berarti mudah atau pantas. Sedangkan qaulan maisura menurut Jalaluddin Rakhmat, sebenarnya lebih tepat diartikan “ucapan yang menyenangkan,” lawannya adalah ucapan yang menyulitkan. Bila qaulan ma’rufa berisi petunjuk via perkataan yang baik, qaulan maisura berisi hal-hal yang menggembirakan via perkataan yang mudah dan pantas.10

Dakwah dengan qaulan maisura yang artinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat dipahami secara spontan tanpa harus berpikir dua kali. Pesan dakwah model ini tidak

8 Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual, (Jakarta: Mizan,1996), hlm. 83.

9 Djamarah, Syaiful Bahri., Pola Komunikasi Keluarga Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm. 110

(5)

memerlukan dalil naqli maupun argument-argumen logika. Dakwah dengan pendekatan ini harus menjadi pertimbangan mad’u misalnya yang dihadapi itu terdiri dari orang yang tergolong didzalimi haknya oleh orang-orang yang lebih kuat dan masyarakat yang secara sosial berada dibawah garis kemiskinan, lapisan masyarakat tersebut sangat peka dengan nasihat yang panjang, karenanya da’i harus memberikan solusi dengan membantu mereka dalam dakwah bil hal.

4. Qaulan Layyina (perkataan yang lemah lembut)

Perintah menggunakan perkataan yang lemah lembut ini terdapat dalam AlQur’an:

َىش

خ خ

م يخ ومأخ رفكيذختخيخ هفليعخلخ َانفيرلخ ْلُومقخ هفلخ ْلُوقففخ

Artinya: ”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Thaahaa:44).

Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.

Dari ayat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapapun tidak suka bila berbicara dengan orang-orang yang kasar. Rasullulah selalu bertutur kata dengan lemah lembut, hingga setiap kata yang beliau ucapkan sangat menyentuh hati siapapun yang mendengarnya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.

Komunikasi yang tidak mendapat sambutan yang baik dari orang lain adalah komunikasi yang dibarengi dengan sikap dan perilaku yang menakutkan dan dengan nada bicara yang tinggi dan emosional. Cara berkomunikasi seperti ini selain kurang menghargai orang lain, juga tidak etis dalam pandangan agama. Dalam perspektif komunikasi, komunikasi yang demikian, selain tidak komunikatif, juga membuat komunikan mengambil jarak disebabkan adanya perasaan takut di dalam dirinya.

Islam mengajarkan agar menggunakan komunikasi yang lemah lembut kepada siapa pun. Dalam lingkungan apapun, komunikator sebaiknya berkomunikasi pada komunikan dengan cara lemah lembut, jauh dari pemaksaan dan permusuhan. Dengan menggunakan komunikasi yang lemah lembut, selain ada perasaan bersahabat yang menyusup ke dalam hati komunikan, ia juga berusaha menjadi pendengar yang baik.

Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. Allah melarang bersikap keras dan kasar dalam berdakwah, karena kekerasan akan mengakibatkan dakwah tidak akan berhasil malah ummat akan menjauh.

5. Qaulan Karima (perkataan yang mulia)

Islam mengajarkan agar mempergunakan perkataan yang mulia dalam berkomunikasi kepada siapapun. Perkataan yang mulia ini seperti terdapat dalam ayat AlQur’an (QS. Al Isra’ ayat 23) yaitu:

ن

ي خخغخلفبميخ َاميإض َانفَاس

خ حمإض ن

ض يمدخلضاُوخلمَابضوخ هفَاييإض ْلإض اودفبفعمتخ ْلأ

خ كخببرخ َىضخقخوخ

ْلوخ ف

ف أف َاخخمخهفلخ ل

م خخقفتخ َلفخ َاخخمخهفَلكض ومأخ َامخهفدفخخحخأخ رخخخبخكضلما ك

خ دخخخنمعض

(6)

Dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa qaulan karimah adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis.

Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qaulan karima diperlakukan jika dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut. Seseorang da’i dalam perhubungan dengan lapisan mad’u yang sudah masuk kategori usia lanjut, haruslah bersikap seperti terhadap orang tua sendiri, yakni hormat dan tidak kasar kepadanya, karena manusia meskipun telah mencapai usia lanjut, bisa saja berbuat salah atau melakukan hal-hal yang sesat menurut ukuran agama.

Komunikasi yang baik tidak dinilai dari tinggi rendahnya jabatan atau pangkat seseorang, tetapi ia dinilai dari perkataan seseorang. Cukup banyak orang yang gagal berkomunikasi dengan baik kepada orang lain disebabkan mempergunakan perkataan yang keliru dan berpotensi merendahkan orang lain. Permasahan perkataan tidak bisa dianggap ringan dalam komunikasi. Karena salah perkataan berimplikasi terhadap kualitas komunikasi dan pada gilirannya mempengaruhi kualitas hubungan sosial. Bahkan karena salah perkataan hubungan sosial itu putus sama sekali.

6. Qaulan Ma’rufa (perkataan yang baik)

Qawlan ma’rufa dapat diterjemahkan dengan ungkapan yang pantas. Kata ma’rufa berbentuk isim maf’ul yang berasal dari madhinya, ’arafa. Salah satu pengertian mar’ufa secara etimologis adalah al-khair atau al-ihsan, yang berarti yang baik-baik. Jadi qawlan ma’rufa mengandung pengertian perkataan atau ungkapan yang baik dan pantas.11

Jalaluddin rahmat menjelaskan bahwa qaulan ma’rufan adalah perkataan yang baik. Allah menggunakan frase ini ketika berbicara tentang kewajiban orang kaya atau kuat terhadap orang-orang miskin atau lemah. Qaulan ma’rufan berarti pembicaraan yang bermamfaat memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukan pemecahan terhadap kesulitan kepada orang lemah, jika kita tidak dapat membantu secara material, kita harus dapat membantu psikologi.12 Qaulan Ma’rufa

juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Sebagai muslim yang beriman, perkataan kita harus terjaga dari perkataan yang sia-sia, apapun yang kita ucapkan harus selalu mengandung nasehat, menyejukkan hati bagi orang yang mendengarnya. Jangan sampai kita hanya mencari-cari kejelekan orang lain, yang hanya bisa mengkritik atau mencari kesalahan orang lain, memfitnah dan menghasut.

Kata Qaulan Ma`rufa disebutkan Allah dalam QS An-Nissa ayat 5 dan 8, QS Al-Baqarah ayat 235 dan 263, serta Al-Ahzab ayat 32. Berikut ini Sabda Allah QS Al-Ahzab ayat 32 ialah:

ن

خ عمض

خ خ

م تخ َلفخ ن

ي تفيمقختيا ن

ض إض ءضَاس

خ نرلا ن

خ مض دةحخأ

خ كخ نيتفسملخ ِيربضنيلا ءخَاسخنض َايخ

َاففورفعممخ ْلُومقخ ن

خ لمقفوخ ض

ض

رخمخ هضبضلمقخ ِيفض ِيذضليا عخمخط

م يخفخ لضُومقخلمَابض

Artinya: “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik.”

C. Aplikasi Etika Komunikasi Islam Dikehidupan Sehari-hari

Komunikasi merupakan unsur penting dalam hubungan sesama manusia, nilai suatu komunikasi akan mempengaruhi suasana dan kelanjutan dari suatu hubungan. Dalam menciptakan suatu percakapan yang menyenangkan diperlukan seni tersendiri dan hal inipun memerlukan etika tersendiri.

Communication field terdiri dari :

-Facial Expression.

11 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 85

(7)

-Body Position. -Good ( Clear ) Voice.

Sikap pokok yang harus dimiliki pada saat berkomunikasi 1. Mutual Respect (saling menghargai)

2. Speak Up (berkomunikasi dengan terang dan jelas) 3. Careful Listening (mendengar dengan sungguh-Sungguh) 4. Communication Ability (kemampuan berkomunikasi) 5. Positive Thinking (berpikir positif)

Apabila berkomunikasi dengan orang lain, yang harus diperhatikan ialah: volume suara (keras atau lembut disesuaikan dengan situasi), kecepatan berbicara, tinggi rendahnya nada suara (jangan cempreng atau melengking), nada suara hendaknya mengandung keramahan, dan memilih kata yang sopan dan pantas.

Dalam melakukan komunikasi (conversation):

1. Jika baru berkenalan jangan membicarakan agama, politik atau hal-hal yang sifatnya sangat pribadi. 2. Jangan memonopoli pembicaraan

3. Bila ingin mengundurkan diri, carilah alasan yang dapat diterima

4. Jangan terlalu memperhatikan apa yang dikenakan oleh lawan bicara kita

5. Ucapkanlah kata-kata dengan jelas dan terang, bila kita kurang menangkap apa yang dikatakan oleh lawan bicara kita jangan menggunakan hata “ha” atau “apa” melainkan gunakan maaf…..bisa diulang atau dibantu.

Cara dan gaya bahasa berkomunikasi dengan baik antara lain: berkomunikasi cukup perlahan tidak terlalu keras dan tidak terlalu lemah, berkomunikasi bersemangat, berkomunikasi ada tekanan tertentu (ada selingan antara tinggi rendah suara, ada tekanan-tekanan tinggi bagi pesan yang penting, menggunakan efek untuk berhenti sebentar), berkomunikasi tidak hanya satu arah tetapi keberbagai arah kelompok khalayak sesuai dengan situasi dan kondisi, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

Seseorang menjadi komunikan yang efektif: berhentilah bicara karena seseorang tidak akan dapat mendengarkan dengan baik pada waktu ia bicara, timbulkan suasana yang memungkinkan orang yang berbicara melakukannya dalam suasana bebas tanpa diliputi oleh rasa takut, tunjukkan kepada orang yang sedang bicara bahwa anda ingin mendengarkan hal-hal yang ingin disampaikannya, tumbuhnya rasa empati, bersikap sabar-jangan melakukan interupsi dalam bentuk apapun, pendengar hendaknya jangan emosional, pendengar sebaiknya mengajukan pertanyaan, misalnya untuk kejelasan yang sekaligus berarti dia adalah seorang pendengar yang betul-betul menaruh berminat pada hal yang sedang dibicarakan.

D. Konsekuensi Pribadi

Lidah seseorang atau disebut juga lisan sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Namun ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan etika komunikasi akan mendatangkan konsekuensi bagi komunikator tanpa ia sadari. Komunikasi akan berubah menjadi bencana atau bahaya yang dapat merusak hubungan. Berikut ini konsekuensi yang ditimbulkan oleh komunikator yang tidak baik adalah sebagai berikut:

1. Berkata yang tidak berguna

Rasulullah saw bersabda: “Sebagian dari keindahan Islam seseorang, ialah meninggalkan yang tidak berguna baginya.” (H.R. At Turmudzi)

Maksudnya keindahan seseorang yang beragama islam diantaranya tidak melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak berguna. Misalnya menggunakan waktu untuk mengobrol, mendongeng, atau berbicara kosong. Sebaiknya sikap ini hendaknya dihindari karena akan memperlambat kedewasaan seseorang untuk bertanggung jawab dalam berbagai urusan terutama menyangkut urusan yang berhubungan dengan agama.

2. Bicara berlebihan

Nafsu bicara berlebihan (syarah al-kalam) sangat merugikan dan termasuk suatu bahaya. Rasulullah saw bersabda: “Berbahagialah seseorang yang menahan kelebihan dari lisannya, dan membelanjakan apa-apa yang kelebihan dari hartanya.” (H.R. Baihaqi)

(8)

mengenai hal yang bukan urusan sendiri dan omongan mubazir.13 Dari pada membuang-buang waktu

untuk mengulas sesuatu pembicaraan yang bertele-tele berdampak menimbulkan kebosanan bagi pendengarnya. Seharusny sesuatu yang dapat disampaikan dengan uraian singkat sudah cukup memberikan pengertian. Sering dalam rapat-rapat yang tidak teratur banyak pembicaraan plus banyak pula waktu terbuang, sedangkan keputusan yang diambil tidak jelas.

3. Membicarakan kebatilan

Hal-hal yang termasuk kedalamnya adalah membicarakan berbagai kemaksiatan seperti hal-ihwal wanita, seks duduk-duduk ditempat peminum khamar, tempat-tempat kefasikan, kecongkakan orang-orang durhaka dan curang serta pertemuan-pertemuan mereka yang tercela dan tingkah laku mereka yang dibenci oleh islam dan masyarakat.

Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dan Thabari disebutkan: “Sebesar-besar kesalahan seseorang pada hari Kiamat yang terbanyak omong kosongnya berkenaan kebatilan.”

4. Berbantah dan bertengkar

Berbantah dan bertengkar yaitu semua sanggahan kepada pembicara orang lain dengan tujuan hendak memperlihatkan kesalahan, kekurangan atau ketidaktahuan orang itu, menganggapnya seolah-olah bodoh dan ia lebih tahu atau lebih pandai.Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Janganlah engkau berbantahan dengan saudaramu, janganlah kau berjanji dengannya tentang sesuatu kemudian kau ingkari dia;” (H.R. At Turmudzi)

Hadis At Turmudzi ini martabatnya lemah, tetapi ini dapat dipakai karena ada beberapa hadist lain yang isinya sejiwa dengan hadist ini. Misalnya dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim menerangkan bahwa Allah sangat benci kapada orang yang berlaku kasar kepada lawan bicaranya (berbantahan). Berbantahan adalah adu omong untuk memperoleh kemenangan. Tujuan pokoknya untuk mengalahkan lawan bicaranya agar dia memperoleh kemenangan. Yang dicari disini ialah kemenangan untuk diri sendiri dan kekalahan pihak lain, maka akibatnya timbul permusuhan. Permusuhan mengakibatkan putusnya tali persaudaraan dan tidak akan lepas dari sikap menyakiti orang lain.

5. Berkata kotor dan memaki-maki

Sumber dari pada kata-kata kotor ialah karena memang watak yang rendah dan jiwa yang hina. Perkataan kotor diucapkan karena adanya niat buruk pada seseorang, untuk menyakiti hati orang yang, membuat dia malu ditengah orang banyak. Ini biasanya terjadi dikalangan orang yang berbudi rendah. Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Jauhilah semua kata-kata kotor, sebab Allah Ta’ala tidak menyukai kata kotor yang menyebabkan timbul pula kata-kata kotor dari orang lain.” (H.R. Nasai, Hakim dan Ibnu Hibban)

Memaki berarti seseorang dengan perkataan yang tidak baik, seperti memenggil orang dengan panggilan tidak patut. Hal ini adalah perbuatan dosa. Contohnya : Wahai bajingan! Wahai beruang! Dan sebagainya. Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Memaki orang islam adalah perbuatan durhaka, dan membunuhnya adalah perbuatan kafir.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

6. Melaknat atau mengutuk

Yang dimaksud dengan melaknat atau mengutuk ialah mengatakan bahwa orang yang dituju itu benar-benar diusir, dienyahkan dan dijauhkan dari Rahmat Allah SWT. Sesuatu perbuatan yang nyata-nyata dapat menjauhkan diri dari Allah ‘Azza wa Jalla yaitu melakukan kekafiran dan kedzaliman.

7. Senda gurau yang berlebihan

Berbicara yang mengandung senda gurau tidaklah terlarang dalam ajaran islam. Yang dilarang adalah unsur dusta dan berlebih-lebihan, sehingga melalaikan dari hal-hal yang benar dan berguna. Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Sesungguhnya aku bersenda gurau dan aku tidak pernah mengatakan kecuali yang hak.” (diriwayatkan Al’Aqdul Farid oleh Ibnu ‘Abdi Rabih)

8. Menghina kehormatan orang lain

Menjaga kehormatan orang lain adalah yang terpenting untuk menjaga kesatuan dalam tubuh masyarakat. Dan sebaliknya menghina kehormatan atau martabat orang lain akan bisa menimbulkan rasa saling membenci, perpecahan dan hilangnya rasa gotong royong. Diantara hala-hal yang termasuk

(9)

dalam kategori martabat orang lain adalah:emghina orang lain, mengolok-olok, mencela oranag lain, menuduh dan memberi julukan yang dibenci orang lain, jelek sangkaan, mengintai, dan membicarakan perihal orang lain dikala orang tersebut tidak ada. Islam melarang seseorang melukai kehormatan saudaranya baik secara langsung maupun tidak. Allah SWT telah berfirman dalam surah QS. Al-Hujurat ayat 10-11. Al-quran menjelaskan mengolok-olok ini prinsipnya ialah meghina kehormatan orang lain padahal yang dihina itu kadang-kadang lebih utama disisi Allah dibanding orang yang menghina itu sendiri.

9. Menyiarkan rahasia orang lain

Jika seseorang menyiarkan rahasia orang lain timbul akibatnya berbagai hubungan akan semakin tegang, keretakan akan segera timbul dalam hubungan persahabatan, dan interes akan terancam jika informasi atau rahasia dibocorkan oleh seseorang, baik secara benar ataupun keliru dalam mengutip sumbernya. Misalnya dalam hubungan suami isteri yang sifatnya pribadi ataupun tidak, hendaknya dijaga kerahasiaanya.

10. Ingkar janji

Hendaknya seseorang berhati-hati dalam berjanji. Kata-kata harus dinilai dan dipatuhi sehingga mereka tak bearti jika tidak bisa dipenuhi, jika yang tidak ditepati akan melukai maka tidak sesuailah orang yang ingkar janji. Seperti yang tertera dalam al-quran surah Maryam ayat 54-55. Yang isinya tingkat kualitas manusia yang baik diperlihatkan dengan kualitas menepati janji, dan iman seseorang akan kelihatan jika ia benar-benar menepati kata-katanya. Seperti Nabi Ibrahim mempertanyakan bagaimana pendapat anaknya akan mimpinya, sang anak menganggap benar kata-katanya kemudian menjawab, ”Atas kehendak Allah aku berserahdiri dan bertakwa.

11. Berbohong

Berbohong adalah segala penyakit yang menghinggapi masyarakat disegala zaman. Penyebab utamanya timbul segala macam tindak kejelekan dan kerendahan seperti menimbulkan rasa benci sesama teman, hilangnya kepercayaan dan hilangnya rasa senang atau keakraban angota-anggotanya. Rasulullah SAW pernah bersabda pula yang artinya: pertanda orang munafik ada 2: apabila berbicara bohong; apabila berjanji mengingkari janjinya, dan apabila dipercaya berbuat khianat. (HR Bukhari Muslim)

12. Ghibah (mengumpat)

Mengumpat adalah seseorang menuturkan sesuatu yang kurang disenangi yang berkaitan dengan pribadi temanya. Penuturanya bisa berarti blak-blekan atau sindiran, baik yang dituturkannya itu bertalian dengan masalah agamanya ataupun kepribadiannya.

13. Namimah (mengadu domba)

Namimah adalah mengadukan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba antara keduanya. Al-quran telah mensifati isteri Abu Lahab dengan julukan Hamalah al-Hat hab. Menurut istilah bahasa, namimah juga bisa dikatakan sebagai hat-hat yang artinya adalah kayu. Sebai ulasannya adalah: namimah bisa dikatakan hat hab (kayu) karena namimah ialah pekerjaaan menyebarkan permusuhan diantara orang banyak. Sedangkan hat hab adalah kayu yang bisa menyalakan api. Jadi, menyebarkan kerusakan (namimah) diserupakan dengan kayu (hat-hab): kayu akan cepat dimakan api sebagimana kerusakan yang dihembuskan namimah cepat menimbulkan kerusakan diantara orang banyak.

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan kelas lingkungan bahasa Arab adalah suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik dalam segala sikapnya guna mempelajari... Peranan guru di

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika dipengauhi oleh beberapa faktor, menurut Kartika (2017) dalam penelitiannya tentang analisis faktor-faktor yang

1) Siklus permintaan bahan baku industri asing yang terkait dengan siklus produksi barang jadi industri lokal. Sebagian besar keterkaitan antara industri asing dan

Merupakan suatu proses untuk mengawasi pergerakan stok, secara umum stock opname dilakukan sebulan sekali oleh Manajer gudang, Pengelola Gudang, Petugas Administrasi dan Juru

dalam organisasi akan menentukan siapa yang dapat bicara dengan siapa; jika perbedaan status dan wewenang antara dua pihak cukup besar, komunikasi cenderung tidak akan

Sementara, di Kabupaten Indramayu (mewakili agroekosistem dataran rendah), persentase RT pada daerah dataran rendah beririgasi (lahan sawah) relatif berimbang yaitu pada

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Potensi Hasil Tanaman Padi Gogo yang Berasosiasi dengan Bakteri Fotosintetik Synechococcus sp..

Keefektivan kredit yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua aspek, yaitu pengaruh pinjaman kredit kepada nasabah terhadap perkembangan usaha dan kesejahteraan rumah