• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMISKINAN DAN PERILAKU SOSIAL MASYARAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMISKINAN DAN PERILAKU SOSIAL MASYARAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KEMISKINAN DAN PERILAKU SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN Abd. Aziz Muslimin1

Abstrak

Kemiskinan yang melanda seseorang dapat menciptakan budaya kemiskinan, karena berkerja tidak berorientasi pada prestasi, indikator ini sangat jelas dalam kultur masyarakat kita yang senantiasa bekerja hanya berpikir pada upaya pemenuhan kebutuhan sesaat tapi tidak terpikir untuk prestasi. Fenomena kemiskinan ini menjadi sebuah “gaya hidup’ masyarakat perkotaan secara khusus karena senantiasa mengkhususkan diri mereka sebagai kelompok yang senantiasa mengharapkan bantuan dari pihak lain. Fakta sosial menunjukkan bahwa pada dasarnya kemiskinan merupakan kultur warga karena mereka tidak sadar lagi bahwa mereka itu miskin dan berpikir untuk bagaimana keluar dari lingkaran setan kemiskinannya dan sebagian menjadikan kemiskinan tersebut sebagai dasar profesi mereka seperti mengemis untuk mendapat belas kasih orang lain. Dalam analisis soisologis, kemiskinan berdampak kepada beberapa fungsi seperti ekonomi, sosial, kultural dan politik.

Kata Kunci: Miskin dan perilaku Sosial

Pendahuluan

Indonesia sebagai negara yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan “poverty mainstreaming” dalam semua kebijakan pembangunan, baik pembangunan nasional maupun pada tingkat daerah. Salah satu indikasinya adalah dibuatnya suatu dokumen khusus sebagai dasar kebijakan dalam penanggulangan kemiskinan., yang dalam perumusan dokumen dilakukan melalui tahapan-tahapan yang dilandasi oleh aturan atau kebijakan yang jelas (Kepres No. 124 tahun 2001, jo. Kepres No. 34 tahun 2002). Upaya tersebut dilakukan dengan mengupayakan untuk meletakkan perspektif yang benar tentang konsistensi antara proses perencanaan strategi, kebijakan, program, penentuan sasaran dan mekanismenya yang senantiasa memperhatikan pemenuhan, penguatan dan perlindungan hak-hak dasar (right base) masyarakat miskin.

Tingginya angka pengangguran semakin memperparah angka kemiskinan yang terjadi sebagai dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan dan cukup menyita perhatian para pengambil kebijakan di negeri ini. Langkah-langkah antisipasi mutlak dilakukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat yang semakin terpuruk. Program

1 Dosen DPK pada FAI dan Prodi Sosiologi FKIP Unismuh Makassar,

(2)

penanggulangan kemiskinan di perkotaan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan.

Selama ini penanggulangan kemiskinan lebih banyak diarahkan hanya untuk meningkatkan penghasilan masyarakat miskin melalui berbagai program ekonomi, namun kesemuanya tidaklah dapat menyelesaikan persoalan kemiskinan. Kesalahan mendasar yang saat ini terjadi adalah melihat kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang disebabkan oleh rendahnya penghasilan (ekonomi) mereka atau dengan kata lain bahwa kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana kehidupan masyarakat berada diposisi serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Kehadiran beberapa program pemberdayaan sesaat terhadap masyarakat miskin di perkotaan, ternyata menjadikan mereka bersikap apatis dan pragmatis atau senantiasa menunggu bantuan tanpa mau berusaha lebih jauh. Tentu saja program ini juga akan memberi kontribusi untuk mewujudkan ”helping the poor to help themselves” pada masyarakat miskin. Perubahan pola pikir terhadap masyarakat miskin menjadi persoalan dasar terhadap penanganan kemiskinan di perkotaan, khususnya Kota Makassar.

Semangat enterpreneurship menjadi faktor yang signifikan ditumbuhkan dalam diri masyarakat miskin secara umum. Dalam hal ini, struktur sosial masyarakat memerlukan lapisan baru yang memiliki wawasan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan berwirausaha, sehingga mereka mampu mengelola potensi sumberdaya yang ada di sekitarnya berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang benar, dan yang terpenting dapat mengelola modal bantuan sebagai kompensasi penanggulangan kemiskinan.

Perilaku sosial masyarakat miskin di perkotaan cukup variatif dalam interaksi socialnya dengan masyaralat sekitarnya, walau mereka merasakan formasi kebijakan kesejahteraan dan pembangunan secara substansial tidak berpihak dan terasing dari deru pembangunan. Kemiskinan, kesenjangan sosial antar kelompok masyarakat, keterbelakangan sosial, dan masalah-masalah sosial lainnya merupakan akibat yang berjalan seiring dengan kegiatan pembangunan bangsa. Kondisi demikian harus segera dibenahi demi kelangsungan jalannya pembangunan, karena di dalam sistem pembangunan tidak secara integral disediakan perangkat program untuk mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkannya, makanya penanganan masalah-masalah sosial baru berjalan setelah kegiatan pembangunan berjalan.

(3)

mengharapkan bantuan dari pihak lain. Berbagai cara yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menekan jumlah kemiskinan di negara kita ini akan tetapi, angka kemiskinan tetap saja tinggi, ini disebabkan berbagai macam faktor diantaranya adalah adanya beberapa pihak yang menyalahgunakan penggunaan bantuan yang dibagikan oleh pemerintah dan banyaknya masyarakat yang sebenarnya mampu dari segi finansial yang menganggap dirinya masih kekurangan dalam memenuhi segala kebutuhannya sehingga menganggap dirinya sebagai orang miskin.

Peneliti mencoba mendalami masalah ini, karena selama ini program pemerintah yaitu pemberdayaan dan penanggulangan kemiskinan dengan beberapa pola bantuan telah berjalan. Namun, pola hidup masyarakat tidak berubah padahal mereka sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Hal tersebut memberi kesan bahwa selama ini, penyaluran bantuan dan pembangunan dari pemerintah tanpa melalui pengkajian terhadap kebutuhan vital masyarakat. Ataupun ada sekelompok orang yang memahami kemiskinan sebagai bentuk “pilihan” yang maha kuasa pada ummatnya untuk lebih mengingat-Nya.

Kajian Kemiskinan

Saat tertentu, ada orang-orang tertentu yang membagikan zakat hartanya sebagai bentuk menyucikan harta yang dimiliki. Namun yang ironis adalah sering kali dijumpai membludaknya warga yang tiba-tiba mengaku “miskin” bahkan yang lebih ironi lagi adalah adanya warga yang meninggal akibat terinjak-injak saat antri saat pembagian sedeqah.

Fenomena tersebut menunjukkan hipotesis bahwa orang-orang miskin merupakan “ladang” orang-orang kaya untuk beramal. Membagi-bagikan uang kepada orang miskin dianggap lebih punya prestise dibandingkan mentransformasikan orang-orang miskin di sekitar mereka agar punya pijakan finansial. Konsepsi berderma atupun berzakat tidaklah salah, tapi bila bertindak seperti Sinterklas tentunya mereka berperan besar dalam menambah jumlah orang-orang miskin. Pemikiran bahwa kemiskinan adalah bagian dari rencana Tuhan harus didekonstruksi untuk melawan teologi Fatalistik yang sering kali menjadi justifikasi kemalasan.

Kenyataan menunjukkan bahwa standar kemiskinan didasarkan pada asumsi bahwa yang dikatakan miskin adalah orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (absolut) serta ketidakmampuan seseorang memenuhi secara penuh kebutuhannya. Fakta kemiskinan di masyarakat Indonesia menunjukkan gambaran kemiskinan yang begitu kompleks, karena begitu beragamnya gambaran kemiskinan.

(4)

kumuh dan jauh dari nilai bersih, pola hidup yang kurang sehat dan sulitnya pemenuhan kebutuhan secara ekonomi. Hal lain juga kemiskinan menggerogoti seseorang pula pada areal kebudayaan, sebagaimana uraian Oscar Lewis dalam Suparlan (1995:xviii) bahwa kemiskinan yang melanda seseorang dapat menciptakan budaya kemiskinan.

Fakta sosial menunjukkan bahwa kemiskinan menjadi bagian dari kehidupan seseorang karena mereka secara tidak sadar terus berkutat dengan kehidupannya sehari-hari. Pada dasarnya kemiskinan merupakan kultur warga karena mereka tidak sadar lagi bahwa mereka itu miskin dan berpikir untuk bagaimana keluar dari lingkaran setan kemiskinannya.

Oscar lewis telah menguraikan secara tajam bahwa kemiskinan terjadi karena berkerja tidak berorientasi pada prestasi, indikator ini sangat jelas dalam kultur masyarakat kita yang senantiasa bekerja hanya berpikir pada upaya pemenuhan kebutuhan sesaat tapi tidak terpikir untuk prestasi. Adapun yang dimaksudkan dengan prestasi di sini adalah bagaimana mereka memaksimalkan upaya untuk keluar dari kultur kemiskinan mereka, misalnya dengan pendidikan sebagi investasi jangka panjang.

Malah dikalangan kaum miskin justru yang terjadi adalah eksploitasi kerja pada anak-anaknya karena dijadikan sebagai mesin pengumpul duit dengan bekerja serabutan, misalnya di kawasan tempat pelelangan ikan pada pagi hari, anak-anak bekerja sebagai penjual kantongan plastik ataupun jadi buruh pikul. Ironis memang fakta sosial dalam kehidupan masyaraklat kita bahwa kemiskinan yang terjadi penyebabnya semakin bergeser dari struktural ke kultural karena anak-anak dijadikan obyek eksploitasi orangtua untuk membantu perekonomian mereka.

Dalam struktur sosial diakui memang bahwa peran struktur akan sangat mempengaruhi pola perkembangan masyarakat, bilamana struktur menerapkan sistem kapitalis Barat, maka struktur dibawahnya akan mengalami eksploitasi yang tertindas sehingga upaya untuk keluar dari kemiskinannya akan semakin sulit karena akan terpola dengan rule

of the game dari struktur. Hal tersebut menunjukkan bahwa paradigma

fakta sosial yang memang memandang tingkah laku manusia di tentukan oleh norma dan nilai sosial.

(5)

yang mengendalikan tingkah laku individu, bagi paradigma perilaku sosial persoalannya selalu bergeser.

Kemiskinan merupakan permasalahan dasar dalam pembangunan yang dihadapi oleh setiap negara, khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi proses kemiskinan itu sendiri, paling tidak hal-hal seperti pendapatan, kesejahteraan, pendidikan, akses terhadap berbagai pelayanan masyarakat (barang dan jasa), lokasi, geografis, gender dan kondisi lingkungan menjadi pertimbangan atau faktor yang dapat mempengaruhi.

Soekanto (1996) mengemukakan bahwa persoalan kemiskinan dalam perspektif ekonomi dipahami sebagai ketidakmampuan seseorang memenuhi kebutuhan primernya sehingga berdampak pada timbunya tuna karya, tuna susila dan lain sebagainya. Dengan demikian perlu ada strategi pengentasan kemiskinan dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan, sebab kemiskinan merupakan bagian dari patologi sosial atau penyakit masyarakat yang perlu mendapatkan terapi khusus.

Untuk itu dibutuhkan pengetahuan berbagai faktor penyebab lahirnya kemiskinan, mengingat persoalan kemiskinan merupakan suatu hal yang amat kompleks sehingga butuh langkah strategi yang nyata para perencana dalam pengentasan kemiskinan dan pengelolaan pembangunan khususnya untuk kepentingan analisis kebijakan. Berbagai penelitian mengenai kemiskinan menimbulkan bahwa warga miskin tidak dapat keluar dari lingkaran setan kemiskinannya karena hambatan struktural, dan pada saat yang sama subsidi yang mereka terima dari negara seperti subsidi pendidikan, BOS, BLT, PNPM yang merupakan konpensasi naiknya bahan bakar minyak hanya bersifat karitatif dan bukan bersifat membantu meningkatkan produktivitasnya.

Menurut Weber seperti yang disunting parson (dalam soekanto:1985), bahwa perilaku manusia yang merupakan perilaku sosial harus mempunyai tujuan tertentu, yang terwujud dengan jelas. Hal ini bermakna bahwa perilaku tersebut harus memiliki makna bagi pihak-pihak yang terlibat yang kemudian berorientasi terhadap perilaku yang sama pada pihak lain. Tidak setiap jenis perilaku, walaupun nyata dan bersifat formal merupakan perilaku sosial. Sikap subyektif hanya merupakan perilaku sosial apabila berorientasi ke perilaku pihak-pihak lain. Perilaku keagamaan tidak bersifat sosial apabila perilaku tersebut hanya merupakan doa semata.

(6)

Memberi sedekah itu baik, tapi lebih baik kalau uangnya digunakan dalam program-program pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin walau dalam kelompok kecil sekalipun. Hal senada yang diungkapkan oleh seorang teolog perancis, John Calvin yang mengguncang Eropa dengan doktrin “Etika Protestan” yang menegaskan bahwa semua orang harus bekerja keras karena itu adalah kehendak Tuhan”, dan bukannya pasrah menjalani kehidupannya apa adanya.

Dengan demikian Kemiskinan pada dasarnya di diakibatkan oleh dua faktor, yaitu:

1. Struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi sebagai akibat dari kebijakan pemerintah dalam pengelolaan ekonomi seperti terjadinya kelangkaan barang kebutuhan, ataupun karena kebijakan menaikkan harga barang-barang sehingga daya beli/ jangkau masyarakat menurun.

2. Kultural, yaitu kemiskinan yang terjadi sebagai pola dalam kehidupan keluarganya, sehingga mereka senantiasa hanya berpikiran sesaat untuk bagaimana memenuhi kebutuhannya. Terkait hal tersebut Selo Soemarjan mengemukakan bahwa penyebab kemiskinan karena dua faktor yaitu akibat susunan masyarakat yang dikonstruksi oleh masyarakat sendiri dalam bentuk kelas-kelas sosial atau stratifikasi sosial dan hal yang kedua yaitu faktor kelembagaan, berupa penciptaan rule of the game dimana masyarakat miskin tidak memiliki kemampuan untuk keluar dari kemiskinan karena ketidakmampuan memainkan peran lebih besar dalam memberdayakan dirinya sehingga cenderung pasrah dan menerima sistem yang membelenggu kehidupan mereka.

Alfian dalam Koentjaraningrat (1986), mengemukakan bahwa ada tiga tipe sikap mental orang Indonesia, yang secara langsung berpotensi menciptakan kimiskinan yaitu:

1. Sikap mental dikalangan petani yang bersumber pada sistem nilai budaya yang mengandung ciri-ciri bahwa hidup ini memang buruk, penuh dosa dan kesengsaraan sehingga kemiskinannya membuat mereka tidak lagi memikirkan masa depan, oleh karena orientasi masa depan yang lebih baik boleh dikatakan tidak ada, si petani lebih memilih sikap “nrimo” saja alias pasrah akan nasib.

2. Sikap mental dikalangan Priyayi-Bangsawan dan pegawai. Sikap mental yang dimilikinya mengandung falsafah bahwa hidup ini buruk sehinga perlu diperbaiki, bekerja untuk mendapatkan kekayaan dan kedudukan, maka mereka suka bersikap membebek pada atasan, bila mengalami kesulitan kebanyakan lari ke alam kebatinan dan khayalan berupa angan-angan. 3. Sikap mental ketiga adalah sikap mental yang dimiliki oleh

(7)

nilai-nilai lama tapi belum sempat diganti oleh norma-norma baru sehingga mudah berada dalam keraguan, cirinya biasa meremehkan arti kualitas, ingin cepat kaya tanpa kerja keras, kurang bertanggung jawab, tidak memiliki rasa percaya diri dan cenderung apatis, ingin cepat kaya tapi malas berusaha. Sikap mental ini mudah tergoda untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, berani melanggar hukum dan sering menyalahgunakan kekuasaan.

Demikianlah profil kemiskinan di Indonesia karena pada dasarnya mereka juga berupaya tampil maksimal untuk menunjukkan personal diri, namun di sisi lain, Alfian (1984) menyelami kemiskinan dengan mengkategorikan dua hal, yaitu kemiskinan alamiah sebagai kemiskinan yang timbul akibat faktor sumber daya yang langkah jumlahnya atau faktor tingkat perkembangan teknologi yang sedemikian rendah, sedangkan kemiskinan buatan yaitu lebih diakibatkan pada faktor kelembagaan yang berakibat dimana anggota masyarakat tidak mampu mengakses dan menguasai sarana dan fasilitas sosial ekonomi secara merata dan berkeadilan sosial.

Abustam (1995) menekankan bahwa upaya mengurangi angka kemiskinan yaitu dengan perubahan pola pikir. Adapun pola pikir yang diharapkan yaitu merupakan hasil usaha-usaha pengembangan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan. Masyarakat perlu dididik dan dipelihara agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Terlepas dari takdir, bahwa rendahnya pendidikan dan struktur berpikir seseorang akan melahirkan budaya pragmatis dan permissive yang dapat melahirkan kemiskinan.

Perilaku Sosial dan Kajian Teologis Kemiskinan dalam Pandangan Beberapa Aliran

Perilaku Sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia Perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi.

(8)

Dalam kajian teologis, kemiskinan merupakan sebuah fakta social dalam kehidupan ini sehingga memberikan beragam respon, khususnya dalam pandangan kaum teologis :

1. Pandangan Pengkultus Kemiskinan

Kemiskinan bukanlah sesuatu yang jelek dan perlu dihindari serta bukan pula termasuk masalah yang perlu diributkan untuk dicarikan solusinya. Kemiskinan justru merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada hamba-hambaNya yang dicintai, agar hatinya hanya bisa mengingat kehidupan akhirat, benci kehidupan duniawi, berhubungan langsung dengan Allah dan penuh kasih sayang terhadap sesama manusia.

2. Pandangan Jabariyah

Kelompok ini menganggap kemiskinan bukan merupakan bencana dan keburukan, tetapi sebagai “ketentuan dari langit” yang tidak bisa ditolak dan dientaskan.

3. Pandangan Penyeru Kesalehan Individual

Memandang bahwa dalam kemiskinan ada bencana dan kejahatan, dan kemiskinan merupakan suatu problem kehidupan yang perlu dicarikan solusinya.

4. Pandangan Kapitalisme

Pandangan ini menegaskan bahwa kemiskinan merupakan problem dan kesengsaraan hidup dan yang bertanggung jawab atas keadaan tersebut adalah si miskin itu sendiri, bukan nasib, takdir atau apa saja.

5. Pandangan Sosialisme-Marxis

Kelompok ini memiliki pandangan bahwa upaya untuk menghapus kemiskinan dan menyadarkan orang-orang miskin tidak akan menjadi kenyataan kecuali dengan menghancurkan kelas-kelas borjuis, merampas harta mereka dan membatasi kepemilikan harta, dari manapun sumber penghasilannya.

Kemiskinan dan Fungsi Sistem Sosial Masyarakat

(9)

Dengan mengutip pendapat Herbert Gans dalam Ritzer (2007) dimana ia menilai kemiskinan fungsional dalam suatu sistem sosial. Misalnya pada sistem ekonomi, sosial, kultur dan politik.

1. Fungsi ekonomi meliputi

a. Menyediakan tenaga untuk pekerjaan kotor dalam masyarakat; b. Menimbulkan/menghasilkan dana-dana sosial (funds);

c. Membuka lapangan kerja baru karena di kehendaki orang miskin; d. Pemanfaatan barang bekas yang tidak dimanfaatkan oleh orang

kaya.

2. Fungsi sosial dari kemiskinan meliputi :

a. Kemiskinan menguatkan norma-norma sosial utama dalam masyarakat;

b. Menimbulkan altruisme terutama terhadap orang-orang miskin yang memerlukan santunan;

c. Si kaya dapat merasakan kesusahan hidup miskin tanpa perlu mengalaminya sendiri dengan membayangkan kehidupan simiskin; d. Orang miskin menyediakan ukuran kemajuan (rod) bagi kelas lain; e. Membantu kelompok lain yang sedang berusaha sebagai anak

tangganya;

f. Kemiskinan menyediakan alasan untuk munculnya kalangan orang kaya yang membantu orang miskin dengan berbagai badan amal.

Dengan jalan ini, maka antara kaya dan yang miskin tidak ada kecemburuan sosial dan menciptakan hubungan kasih sayang, Yng dapat menghilangkan rasa benci-membenci diantara kaya dan si-miskin.

3. Fungsi kultural dari kemiskinan yaitu:

a. Kemiskinan menyediakan tenaga fisik yang diperlukan untuk pembangunan monumen-monumen kebudayaan;

b. Kultur orang miskin sering diterima pula oelh strata sosial yang berada diatas mereka;

4. Fungsi politik dari kemiskinan yaitu :

a. Orang miskin berjasa sebagai “kelompok gelisah” atau menjadi musuh bagi kelompok politik tertentu

b. Pokok isu mengenai perubahan dan pertumbuhan dalam masyarakat selalu diletakkan diatas masalah bagaimana membantu orang miskin

c. Kemiskinan menyebabkan sistem politik menjadi lebih sentris dan lebih stabil.

(10)

merasakannya, karena hidup dalam kesulitan dan kesusahan untuk memenuhi kebutuhannya. Yang harus mengerjakan pekerjaan berat, kasar, menjadi kuli, pembantu rumah tangga dan pekerjaan lainnya yang membutuhkan tenaga dan cucuran keringat untuk mendapatkan sesuap nasi, bekerja siang malam untuk memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi dalam perspektif sosiologi kemiskinan fungsional bagi sistem sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Abustam, M. Idrus. 1995. Konsep Kemiskinan di Indonesia. Ujungpandang: Pusat Studi kependudukan , Universitas Hasanuddin.

Bogdan dan Taylor. 1993. Kualitatif dasar-dasar Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional.

Soekamto, Soejono. 1985. Max Weber: Konsep-konsep Dasar dalam Sosiologi. Jakarta: Rajawali.

Soesanto, Phil Astrid S. 1995. Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Bina Cipta.

Sztomka. Piotr. 2005, The Sociology of Social Change, dialihbahasakan oleh Alimandan dengan judul Sosiologi Perubahan Sosial, Cet. II; Jakarta; Prenada Media.

Gans, Herbert J. Kebudayaan dan Kelas dalam Studi Mengenai Kemiskinan. Sebuah Pendekatan terhadap Penelitian Anti Kemiskinan; dalam Kemiskinan di Perkotaan di edit oleh Parsudi

Suparlan, Jakarta-Sinar Harapan-yayasan obor.

Lewis, Oscar, 1983, Kebudayaan Kemiskinan; dalam Kemiskinan di

Perkotaan, di edit oleh Parsudi Suparlan, Jakarta-Sinar

Harapan-Yayasan Obor

Alfian, 1984, Kemiskinan Struktural suatu Bunga rampai, Jakarta: Sangkala.

Garna, Judistira, (1992), Teori-teori Perubahan sosial, Bandung; PPs Univ. Padjajaran.

Referensi

Dokumen terkait

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.. Menguak Tabir

Android 5.0 Lollipop for Samsung Galaxy S5 is currently available for users in However, Samsung has released the Note 4 user manual for the updated rich (3),cara update get rich

Kawasan Siap Bangun, selanjutnya disebut Kasiba, adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi

desa setempat, ritual ini merupakan simbolis penderitaan atau ujian yang harus dilalui oleh sapi sebab sapi tersebut akan disakralkan oleh masyarakat, melalui proses ritual

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis secara empiris tentang dampak perubahan pada Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,

Mereka menerima apa yang disampaikan guru dan melakukan apa yang diminta oleh guru, (4) kegiatan pembelajaran yang dirancang oleh guru belum menekankan keterampilan siswa

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan terhadap pekerja radiasi dengan alat cacah WBC dan pengukuran contoh urin dengan spektrometer-γ, diperoleh hasil bahwa radionuklida

Banyak lagi contohnya, sehingga di dalam membuat kajian literature yang hebat, perlu sekali radius akses terhadap keragaman literature menjadi sebuah keniscayaan (sudahkan