• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KESESUAIAN TEORI RELATIVITAS UM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KESESUAIAN TEORI RELATIVITAS UM"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESESUAIAN TEORI RELATIVITAS UMUM EINSTEIN DALAM PERISTIWA ISRAK MIKRAJ DENGAN MELAKUKAN PENDEKATAN

KESESUAIAN ANTARA AL-QURAN DAN SAINS

Khaira Riska Ana

Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas KIP, Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh, Indonesia

Khairariskaana17@gmail.com

Abstrak

Peristiwa Israk Mikraj merupakan sebuah peristiwa bersejarah yang termaktub di dalam Al-Qur’an Surat al-Isra ayat 1 dan Surat an-Najm ayat 13-18. Peristiwa Israk Mikraj tidak dapat diuji dengan metode eksperimen. Metode yang tepat untuk menganalisis kebenaran peristiwa masa lampau adalah metode historis dengan pendekatan kesesuaian antara al-Qur’an dan Teori yang ada. Dari hasil analisa dua arah tersebut peneliti mendapatkan adanya kesesuaian antara peristiwa Israk Mikraj dengan Teori Relativitas Umum Einstein.

Kata kunci : Israk Mikraj, Teori relativitas Umum. Metode Historis.

Abstact

Isra' and Mi'raj event is a historic event which is enshrined in the Qur'an Surat al-Isra verse 1 and Surat an-Najm verses 13-18. Isra' and Mi'raj event can not be tested by experiment. The exact method for analyzing the truth of past events is the historical method with the approach of the fit between the Qur'an and the existing theory. From the analysis, the researchers get a two-way compatibility between the events of Isra' and Mi'raj with Einstein's Theory of General Relativity.

Keywords: Isra' and Mi'raj, Theory of General Relativity. Historical method.

PENDAHULUAN

Penelitian ilmiah adalah keajaiban di abad ke-20. Pasalnya metode ilmiah kini telah menjadi syarat terujinya sebuah kebenaran. Akibatnya seluruh ilmu pengetahuan harus teruji secara ilmiah untuk kemudian dapat diterima oleh khalayak. Menurut perspektif sains barat, segala yang tidak dapat teruji kebenarannya secara ilmiah maka ditolak karena dianggap tidak memenuhi unsur ilmu pengetahuan. Akan tetapi mereka juga tidak dapat memungkiri bahwa ada suatu kekuatan besar yang tidak dapat diuji dengan ilmu pengetahuan manapun kecuali dengan kitab-kitab ajaran agama yang teruji keotentikannya. Albert Einstein di akhir hidupnya pernah mengatakan, “Ilmu Pengetahuan tanpa agama pincang. Agama tanpa ilmu pengetahuan buta.” Hal ini menunjukkan bahwasanya di akhir hayatnya, ilmuan fisika moderen ini mulai menyadari bahwa ada suatu kekuatan besar yang mengatur alam semesta ini.

(2)

satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini beliau menuturkan bahwa :“Ibrahim ingin agar pengetahuannya yang berdasarkan keyakinan itu menjadi meningkat kepada pengetahuan yang bersifat 'ainul yaqin dan ingin menyaksikan hal tersebut dengan mata kepalanya sendiri.” Hal ini adalah salah satu bentuk penelitian ilmiah yang dilakukan oleh nabi Ibrahim untuk meningkatkan keimanannya. Jadi meneliti tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang islam adalah penting untuk memperkuat keimanannya.

Dalam debat yang berjudul “Debat Kristologi Al-Qur’an dan Injil; Mengupas Ilmu Pengetahuan” dr Zakir Naik memaparkan bahwa Dr William Campbell dalam tulisannya tentang jawaban atas buku Dr. Maurice Bucaille yang berjudul “The Qur’an and The Bible In The Light of History and Science” dia mengatakan bahwa terdapat dua jenis pendekatan yang bisa digunakan untuk menguji keotentikan sebuah kitab suci. Yang pertama adalah pendekatan kesesuaian atau Concordist Approach yang berarti seseorang mencoba mencari kesesuaian antara kitab suci dan ilmu pengetahuan, dan yang kedua adalah pendekatan konflik atau Conflict Approach yang artinya seseorang mencoba mempertentangkan antara kitab suci dan ilmu pengetahuan.

Concordist Approach atau pendekatan kesesuaian merupakan salah satu bentuk pendektan ilmiah yang dapat digunakan untuk menguji keotentikan sebuah kitab suci. Kisah nabi ibrahim diatas adalah salah satu bentuk penelitian ilmiah dengan pendekatan kesesuaian. Pendekatan kesesuaian biasanya digunakan oleh para peneliti yang memang pro dengan kitab suci yang ingin diteliti. Sedangkan pendekatan konflik biasanya digunakan oleh para peneliti yang masih kontra dengan kitab suci tersebut.

Banyak tanda-tanda yang terpendam di dalam Al-qur’an mengenai ilmu sains. Salah satu topik ilmu yang saat ini sedang ramai dibicarakan adalah mengenai peristiwa israk mikraj. Menurut Rachmat (1996:66), “Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dengan arah horizontal, yakni dari Masjid al-Haram di Mekkah sampai ke Mejid al Aqsa di Yerussalem yang dijalankan oleh Allah SWT pada malam hari. Perjalanan tersebut dilakukan dalam satu malam.” Sedangkan Mi’raj menurut Ibnu Manzur berarti “al-Tariq al Lazi tas’udu fihi al Syai” yang artinya jalan yang digunakan padanya oleh sesuatu untuk naik. Lebih jelasnya Al-Alusi al-Baghdadi menjelaskan “Israk adalah dinaikkannya Nabi Muhammad SAW dari Masjid al-Aqhsa menuju langit untuk melihat keajaiban besar.”

Ada banyak pendapat mengenai peristiwa Israk Mikraj. Menurut Dedi Heryana (2012), “Pendapat pertama mengatakan bahwa nabi Muhammad SAW melakukan Isra’ Mi’raj dalam mimpi dan mimpinya itu adalah mimpi yang benar nyata bukan hanya sekedar mimpi biasa. Pendapat kedua mengatakan bahwa Rasulullah Isra’ Mi’raj hanya ruhnya saja, sedangkan tubuhnya tidak ikut bersama beliau. Pendapat ketiga mengatakan perjalanan tersebut dengan tubuh dan ruhnya.”

Kejadian israk mikraj hanya terjadi sekali saja sehingga tidak dapat lagi dicoba dan dipraktikkan oleh siapapun. Oleh karena itu, metode eksperimen tidak dapat digunakan untuk membuktikan peristiwa tersebut. Sehingga satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa kejadian tersebut benar adanya adalah dengan menyesuaikan peristiwa tersebut dengan hukum atau teori-teori sains yang sudah ada.

(3)

melengkung ini merupakan teori relativitas umum yang dipublikasikan oleh Albert Einstein pada tahun 1916.

Berdasarkan pertimbangan tersebut penulis tertarik untuk meneliti Apakah peristiwa Israk Mikraj sesuai dengan Teori Relativitas Umum Einstein jika ditinjau dengan menggunakan pendekatan kesesuaian antara Al-Qur’an dan Sains.

AlQur’an dan Sains

Menurut Ali ash-Shabuni dalam Syarbini (2012:3), “Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai khatamul anbiya (penutup para Nabi), melalui perantara Malaikat Jibril ‘alaihissalam dan ditulis pada mushaf (lembaran-lembaran). Kemudian disampaikan kepada kita secara mutawattir dan membaca serta mempelajarinya merupakan sebuah amal ibadah yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan an-Nas.” Adapun mengenai makna sains, Conant (dalam Usman, 2006:1) mendefinisikan makna sains sebagai “Suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain, dan tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut.”

Israk Mikraj

Di dalam buku yang berjudul Ensiklopesi Al-Qur’an Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya (2002:1) disebutkan bahwa, “Kata-kata Isra’ dan Mi’raj yakni dua kata dalam bahasa Arab yang masing-masing mempunyai arti sebagai berikut : Isra’ (ءارسا = berjalan malam) adalah bentuk masdar dari kata asraa yusrii (يرسي ىرسا – ) yang secara etimologis berarti ‘berjalan pada malam hari’, atau ‘membawa berjalan pada waktu malam’. Kata asraa sendiri adalah maziid bi harf (فرحب ديزم) kata kerja yang sudah mengalami penambahan satu huruf, yaitu alif. Dengan demikian, asraa berasal dari saraa yasrii saryan wa sirayatan ( و ايرس يرسي ىرس ةيارس ). Adapun pengertian Mi’raj adalah kata benda tunggal yang berarti Sullam wa al-Mas’ad (دعصملا و ملسلا = tangga dan alat untuk naik). Secara bahasa, menurut Ibnu Faris, kata yang terdiri dari huruf ‘ain (ع ), ra (ر ), dan jim ( ج ) menunjukkan tiga arti : pertama, mail (

ليم = condong dan miring), seperti kata al-A’raj (جرعلا) yang terdapat di dalam QS. Al-Nur (24): 61. Kedua, ia juga bisa menunjukkan kepada al-‘A’dad (ددعلا = bilangan). Dan ketiga, ia berarti al-Irtiqa’ wa al-Irtifa’ ilaa al-Sama’ yang berarti meningkat naik dan naik ke atas langit.”

Secara istilah Rachmat Taufik Hidayat (1996:66) menjelaskan bahwa, “Isra’ adalah perjalanan Nabi SAW dengan arah horizontal, yakni dari masjid al-Haram di Mekkah sampai ke Mesjid al-Aqsha di Yerussalem yang dijalankan oleh Allah SWT pada malam hari. Perjalanan tersebut dilakukan dalam satu malam”. Mengenai Mikraj, para ulama menjelaskan bahwa Mikraj adalah dinaikkannya Nabi Muhammad SAW dari masjid al-Aqsha menuju langit untuk melihat keajaiban besar dan bertemu dengan para Nabi dan kemudian berhenti di Sidratul Muntaha. Di sini Nabi menerima wahyu yang mengandung perintah mendirikan shalat lima waktu sehari semalam. Mayoritas ulama berpendapat bahwa peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Rajab, setahun sebelum Nabi SAW Hijrah ke Madinah. Di dalam Buku Ensiklopedia Islam Indonesia (1992:456) dijelaskan bahwa, “Berdasarkan keterangan hadis Nabi, dapat difahami bahwa perjalanan malam itu berlangsung secepat kilat, dengan ditemani oleh malaikat Jibril dan memakai kendaraan Buraq (akar katanya: barq, yang berarti kilat).

Ayat-ayat mengenai Israk Mikraj telah dijelaskan di dalam tafsir al-Misbah karangan M. Quraish Shihab sebagaimana diuraikan berikut:

1) Tafsir al-Qur’an Surat al-Isra ayat 1

(4)

            

    

Yang artinya : “Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Di dalam tafsir al-Misbah karangan M. Quraish Shihab (2002 :397 Vol 7) dikatakan bahwa “Ayat pertama ini menyatakan : Maha Suci dengan kesucian yang Maha Sempurna, Allah yang telah mengisra’kan, yaitu memperjalankan pada waktu malam hamba-Nya, yakni Nabi Muhammad SAW. Pada suatu malam dari al-Masjid al-Haram yang berada di Mekah ke al-Masjid al-Aqsha, yakni tempat sujud terjauh ketika itu di daerah Palestina yang telah Kami berkahi sekitarnya agar Kami perlihatkan kepadanya dalam perjalanan malam itu dengan mata kepala atau mata hatinya sebagian dari ayat-ayat Kami, yakni tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Kami. Sesungguhnya Dia, yakni Allah SWT. Yang mengisra’kan itu adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

Diagnosa perkata pada ayat 1 surah al-Isra diuraikan oleh Quraish Shihab (397-405) sebagai berikut:

Kata (ىرسأ ) asra serupa dengan kata (ىرس ) sara, yakni perjalanan malam. Kedua kata tersebut tidak membutuhkan objek atau dalam istilah tata bahasa ia adalah lazim/intransitive. Huruf (ب) ba’ pada kata(هدبعب) bi’ibadihi, yang bila diterjemahkan secara harfiah adalah dengan hamba-Nya, huruh ba’ itulah yang menjadikan kata tersebut transitive, yakni membutuhkan objek. Dengan demikian penggalan ayat tersebut mengandung makna bahwa perjalanan malam yang diimaksud dilakukan oleh satu pihak dalam hal ini subjek, yakni Allah SWT. Terhadap satu objek, yakni hamba-Nya dalam hal ini adalah Nabi Muhammad SAW.

Kata (هدبع) ‘abdihi, biasanya diterjemahkan hamba-Nya. Ketika menjelaskan ayat ke lima surah al-Fatihah, penulis antara lain menyatakan bahwa dalam kamus-kamus bahasa, kata (دبع) ‘abd mempunyai sekian banyak arti. Ia dapat menggambarkan “kekokohan” tapi juga “kelemahlembutan”. ‘Abd dapat berarti “hamba sahaya”, “anak panah yang pendek dan lebar” (makna ini menggambarkan kekokohan). Juga dapat berarti “tumbuhan yang memiliki aroma harum”(ini menggambarkan kelemah lembutan). Apabila seseorang menjadi ‘abd/abdi sesuatu maka ketiga arti diatas merupakan sifat dan sikapnya yang menonjol.

Dalam ayat diatas, terdapat beberapa kali pengalihan redaksi dari persona ketiga pada kata-kata ( يذلا ن احبس ) Subhana alladzi/ Maha Suci Dia dan pada kata ( هدبع ) ‘abdihi/ hamba-Nya, selanjutnya ke persona pertama yaitu ( انك ر اب يذلا ) alladzi barakna/ yang telah Kami berkahi dan (هيرنل ) linuriyahu/ agar Kami perlihatkan kepadanya, yang apbila tanpa pengalihan akan dikatakan yang telah Dia berkahi dan agar Dia perlihatkan kepadanya. Setelah pengalihan itu redaksi ayat diatas beralih lagi ke persona ketiga yaitu (هننا ) innahu/ sesungguhnya Dia. Pengalihan-pengalihan tersebut bertujuan menekankan bahwa peristiwa isra’ benar-benar bersumber dari Allah yang Maha Agung dan terjadi di hadirat Ilahi serta diliputi oleh kesucian dan keagungannya.

2) Tafsir al-Qur’an Surat an-Najm ayat 13-18

Di dalam al-Qur’an Surah an-Najm ayat 13-18 disebutkan:



















(5)



















































Yang artinya : “(13) Dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain; (14) (yaitu) di Sidratil Muntaha; (15) di dekatnya ada syurga tempat tinggal; (16) (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya; (17) penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya; (18) Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”

Di dalam tafsir al-Misbah (2002 : 414 Vol 13) Quraish Shihab mengungkapkan bahwa “Dan Allah bersumpah bahwa sesungguhnya dia yakni Nabi Muhammad SAW telah melihatnya yakni malaikat Jibril itu dalam keadaan yang lebih hebat dari apa yang dilihatnya pertama kali, dia melihat Jibril dalam rupanya yang asli pada waktu yang lain, dan di alam yang jauh lebih hebat dari alam semula yaitu di sidrat al-Muntaha”.

Dijelaskan di dalamnya bahwa makna kata (ىري ) yara/ lihat berbentuk kata kerja masa kini dan datang, padahal yang dilihat Nabi SAW itu adalah sesuatu yang berlalu pada masa turunya ayat ini. Hal tersebut sengaja demikian, guna menghadirkan peristiwa dan keindahan apa yang beliau lihat itu ke benak mitra bicara, seakan-akan ia sedang terjadi.

Sidrat al-Muntaha merupakan kata majemuk. Dari segi bahasa kata (ةردس ) sidrah adalah sejenis pohon yang rindang. Pohon ini memiliki tiga keistimewaan utama, yaitu rindang, lezat dan beraroma harum. Sementara ulama menerjemahkannya –secara harfiah-dengan pohon bidara, sedang kata ( ىهتنملا ) al-muntaha berarti tempat terakhir. Tidak jelas apa yang dimaksud dengan tempat itu. Beberapa riwayat menyatakan bahwa ia berada di langit ketujuh. Disanalah terdapat surga al-Ma’wa yang tentunya tidak dapat terjangkau oleh nalar manusia, dan di sana juga berakhir pengetahuan makhluk. Al-Biqa’i menukil satu riwayat yang menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda : “Sungguh aku tidak mengetahui apakah ia (Sidrat al-Muntaha itu). Tidak satu hamba Allah pun yang mampu melukiskannya.”

Di dalam penelitian yang berjudul “Curtural Paradigms and Muslim Behavior: a Critical analyses of non-Islamic Festival in Pakistan” Dr Raja Irfan Sabir, dkk menyatakan bahwa “Our finding shows some festivals that are not synchronize of Islam but still celebrate in Pakistan.” Yang artinya masih banyak acara yang tidak sesuai dengan Islam namun masih tetap dirayakan di Pakistan. Lebih lanjut si peneliti menyarankan untuk peneliti selanjutnya agar dapat menyelidiki apa faktor yang menyebabkan perayaan non-Islamic lebih banyak dirayakan dibandingkan perayaan yang islami.

Berkaitan dengan saran tersebut, Ramadhanita Mustika sari dalam Artikel yang berjudul “Ambivalensi Integrasi Ilmu Agama dan Sains: Studi Transformasi Konflik dan Konsesus Pengaruh Ilmu Agama terhadap Perkembangan IPTEK di Zaman Modern” menyimpulkan bahwa, “Dari penjelasan dalam makalah ini, bisa diambil kesimpulan bahwa “usaha mengintegrasikan ilmu agama dan sains dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain sejauh mana peran dan kerjasama antara ulama dan ilmuwan, dalam mengarahkan ilmu agama agar berpengaruh positif dalam perkembangan IPTEK.”

Di dalam penelitian lain yang berjudul ”Peristiwa Isra Mi’raj Mempengaruhi Lahirnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi” Arsyad Said menyimpulkan bahwa, “Oleh karena ia adalah peristiwa ilahi maka pendekatan imanilah yang paling cocok digunakan terhadapnya dengan menggunakan fakta-fakta Al-Qur’an dan Hadist sebagai dasarnya. Peristiwa Isra Mi’raj boleh dikatakan mengilhami para ahli fikir Islam, sehingga lahirlah ahli pengetahuan dan teknologi”.

(6)

yang berjudul “Teori Kecepatan Cahaya dan Terapi Kejiwaan” mengatakan, “Kalau seumpama mi’raj Nabi dari Palestina menuju langit dan kembali ke bumi dilakukan mulai jam delapan malam sampai dengan jam empat pagi, tutur pakar fisika teori dari ITS Surabaya ini, itu berarti hanya berdurasi delapan jam. Sehingga kalau dikalikan dengan kecepatan cahaya 300.000 km per detik, akan dihasilkan jarak tempuh sejauh 4.320.000.000 (empat milyar tiga ratus dua puluh juta) kilometer dari bumi. “Berarti perjalanan ini baru mencapai planet Neptunus, planet terluar dari sistem tata surya kita,” terangnya.” Lebih lanjut Agus purwanto mengatakan “Diperlukan pendekatan dengan teori lain yang lebih memadai. Hal ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa peristiwa tersebut hanya bisa didekati dengan konsep ruang dan waktu ekstra sebagaimana teori ruang-waktu melengkung Albert Einstein.”

Mengenai Teori Relativitas Umum Einstein yang dikeluarkn pada tahun 1916 ini Urai Astri Lidya Ningsih, dkk menggunakannya untuk meneliti tentang “Analisis Lintasan Foton dalam Ruang-Waktu Schwarzschild” dan menyimpulkan bahwa “Berdasarkan solusi persamaan lintasan foton tersebut ditunjukkan bahwa cahaya bintang yang lewat dekat matahari mengalami pembelokan dengan sudut sebesar 1,75". Pembelokan ini bergantung pada massa bintang dan jarak, semakin besar massa bintang maka semakin besar pula sudut deviasi yang terbentuk sebaliknya semakin besar nilai jarak maka semakin kecil sudut deviasi yang terbentuk”.

Teori Relativitas Umum Einstein

Telah diketahui bahwa Teori relativitas adalah sumbangan terbesar albert einstein dalam dunia Fisika. Sebagai mana dijelaskan oleh Rinto (2011:1), “Teori relativitas merupakan salah satu tulang punggung fisika modern. Sumbangannya terutama dalam bentuk penataan dan pelurusan konsep-konsep dasar dalam fisika, khususnya yang berkaitan dengan ruang-waktu, momentum energi sebagai aspek kinematika semua gejala alam, yang selanjutnya mengangkat cahaya sebagai pembawa isyarat berkelajuan maksimum”.

Mengenai kelajuan cahaya, Arthur (1987 : 26 ) mengatakan bahwa, “Kelajuan cahaya c dalam relativitas selalu menyatakan harga besaran itu dalam ruang hampa yaitu 3,00 x 108

m/detik. Dalam semua media material, seperti udara, air, atau gelas, cahaya merambat lebih perlahan dari itu, dan partikel atomik dapat lebih cepat dalam media semacam itu daripada cahaya. Bila partikel bermuatan bergerak melalui bahan dengan kelajuan melebihi cahaya dalam bahan itu, sekerucut gelombang cahaya dipancarkannya yang serupa dengan busur gelombang yang ditimbulkan oleh kapal yang melintasi air dengan kelajuan lebih cepat dari gelombang air. Gelombang cahaya serupa itu dikenal sebagai radiasi Cerenkov dan dapat dipakai sebagai dasar dari suatu metode untuk menentukan kelajuan partikel seperti itu.”

a. Partikel tak bermasa

Partikel akan memiliki massa diam nol hanya bila partiel itu bergerak dengan kelajuan cahaya. Adakah partikel tak bermassa? Tepatnya, adakah partikel yang massa-diamnya tidak ada, namun menunjukkan sifat seperti partikel misalya energi dan momentum? Dalam mekanika klasik, suatu partikel harus mempunyai massa-diam supaya bisa memiliki energi dan momentum, tetapi dalam mekanika relativistik persyaratan seperti itu tak berlaku.

Marilah kita periksa apa yang bisa kita pelajari dari rumusan relativistik untuk energi total dan momentum linear.

Energi total E= m0c

2

1−v2/c2

Momentum relativistik P= m0v

1−v

2

(7)

Jika m0 = 0, dan v<c , jelaslah bahwa E = P = 0. Sebuah partikel tak bermassa dengan kelajuan cahaya tak dapat memiliki energi atau momentum. Namun, jika m0 = 0, dan

v=c , E=0/0 dan P=0

0, hailnya taktentu : E dan P dapat memiliki harga berapa saja. Jadi pesamaan 25 dan persamaan 11 konsisten dengan eksistensi partikel tak bermassa yang memiliki energi dan momentum asal saja partikel itu bergerak dengan kelajuan cahaya. Masih ada pembatasan lain pada partikel tak bermassa. Dari persamaan:

E2= m0

Menurut rumusan itu, bila ada partikel dengan m0=0 , maka huubungan antar energi dan momentumnya harus diberikan dengan

E=Pc [8]

Semua rumusan itu tidak berarti bahwa partikel tak bermssa harus ada, tetapi rumusan itu tidak melarang kemungkinan adanya partikel seperti itu, asal saja v=c dan E=Pc . Nyatanya, ada dua jenis partikel takbermassa yang telah ditemukan -foton dan neutron- dan perilaku itu tidak menyimpang dari yang diharapkan.

b. Konsep dasar teori Relativitas umum

Menurut Krane (1992 : 639), Perbedaan utama antara relativitas khusus dan umum adalah bahwa relativitas khusus hanyalah berurusan dengan ruang-waktu “datar”, sedangkan relativitas umum dengan ruang-waktu “lengkung” (Karena itu dinamakan demikian-relativitas khusus adalah kasus khusus demikian-relativitas umum). Untuk menggambarkan sebuah sistem koordinat lengkung kita memerlukan lagi tambahan satu dimensi. Jadi untuk menggambarkan suatu ruang-waktu lengkung berdimensi empat, kita memerlukan ruang berdimensi lima ! karena “Penggambaran” ini berada di luar visualisasi kita, haruslah kita merasa puas dengan beberapa contoh dari dimensi rendah yang dapat kita gambarkan dengan mudah.

(8)

Gambar 1. (a) Bila roketnya diam, bekas cahaya melintas secara horisontal. (b) Bila dilihat dari roket, gerak dengan laju tetap menyebabkan berkas menyimpang dari arah horisontal. (c)

berkas tampak melintasi suatu kurva parabola apabila roket mengalami percepatan.

c. Ruang waktu melengkung

Rinto (2011 : 65-66) menjelaskan, ruang tiga dimensi dimana bentuk ds2 dapat dikembalikan ke bentuk dx2

+dy2

+dz2 dinamakan ruang datar atau ruang Euclid. Jika tidak

dapat dicari suatu sistem koordinat (x,y,z) yang memenuhi persamaan ds2=dx2+dy2+dz2 maka ruang tersebut dinamakan ruang Reimann.

Bentuk ds2 untuk ruang datar satu dimensi dan dua dimensi berturut-turut adalah dx2 dan dx2

+dy2 . Contoh ruang datar untuk dimensi tersebut masing-masing adalah

garis lurus dan bidang datar. Sedangkan contoh ruang lengkung dua dimensi adalah permukaan parabola, ellipsoida, paraboloida, permukaan sadel kuda dan lain-lain.

Contoh ruang datar empat dimensi (tiga dimensi ruang berkoordinat x,y,z dan satu dimensi waktu berkoordinat t) dengan invarian kuadrat elemen garis adalah ruang-waktu melengkung empat dimensi adalah apa yang dinamakan dengan ruang bermetrik Schwarzschild untuk mana kuadrat elemen garisnya berbentuk

ds2

=−

(

1−rs

r

)

dt

2

+

(

1−rs

r

)

−1

dr2+r2(dθ+sin2θ dϕ2

) [9]

Ilustrasi antara ruang datar dan ruang lengkung dua dimensi dapat dilihaat pada gambar berikut:

Gambar 3. Lintasan Lengkung dalam ruang lengkung

Gambar 2. Ruang datar (kiri) dan ruang legkung dua dimensi (kanan)

(9)

Pendekatan Kesesuaian (Concordist Approach)

Concordist Approach atau Pendekatan kesesuaian merupakan salah satu dari dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam menguji keotentikan sebuah kitab suci. Hal ini dijelaskan oleh Dr William Campbell di dalam tulisannya tentang jawaban atas buku Maurice Bucaille yang berjudul “The Qur’an and The Bible In The Light of History and Science” Beliau menuturkan “Terdapat dua jenis pendekatan yang bisa digunakan untuk menguji keotentikan sebuah kitab suci. Yang pertama adalah pendekatan kesesuaian atau Concordist Approach yang berarti seseorang mencoba mencari kesesuaian antara kitab suci dan ilmu pengetahuan, dan yang kedua adalah pendekatan konflik atau Conflict Approach yang artinya seseorang mencoba mempertentangkan antara kitab suci dan ilmu pengetahuan”

Pendekatan kesesuaian ini dilakukan dengan menyesuaikan ayat-ayat Al-Qur’an dengan fenomena-fenomena Sains atau teori-teori dan hukum yang telah berlaku secara umum. Salah satu Metode penelitian yang sesuai dengan pendekatan kesesuaian adalah Metode penelitian Historis. Menurut Gilbert J.Carraghan dalam Nur (2001:174), “Metode penelitian sejarah, atau yang lazim disebut dengan metode sejarah adalah seperangkat aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilai secara kritis, dan menyajikan sintesa dan hasil-hasil yang dipakai dalam bentuk tertulis.” Selain itu Gottchalk (1986:2) menjelaskan bahwa, “Metode historis adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman peninggalan masa lampau. Termasuk didalamnya metode dalam menggali, memberi penilaian, mengartikan serta menafsirkan fakta-fakta masa lampau untuk kemudian dianalisis kesimpulan dari peristiwa tersebut.” Langkah atau sintak metode penelitian historis dijelaskan oleh Ismaun (2005:34) sebagai berikut:

1. Heuristik, yaitu pencarian dan pengumpulan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan masalah yang akan diangkat oleh peneliti

2. Kritik, yaitu suatu usaha menilai sumber-sumber sejarah

3. Interpretasi, yaitu seagai suatu usaha untuk memahami dan mencari keterhubungan antara fakta-fakta sejarah sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh dan rasional.

4. Historiografi, yaitu proses penyusunan hasil penelitian yang telah diperolah sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.

METODE PENELITIAN

Di dalam penelitian mengenai Analisis Kesesuaian Teori Relativitas Umum Einstein dalam Peristiwa Israk Mikraj, peneliti menggunakan Metode Penelitian Historis dengan pendekatan kesesuaian antara kitab suci Al-Qur’an dan sains dan teknik studi literatur sebagai teknik pengumpulan datanya. Peneliti memilih Metode tersebut karena terdapat kecocokan antara metode yang dipilih dengan topik “Peristiwa Israk Mikraj” yang merupakan sebuah kejadian masa lampau dan tidak dapat diulang kembali.

Langkah-langkah penelitian dibagi ke dalam tiga tahap yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pelaporan penelitian. Ketiganya dijabarkan sebagai berikut:

Persiapan Penelitian

(10)

Penelitian Sejarah/Historis, sedangkan pengumpulan datanya adalah teknik studi literatur. Adapun persiapan yang dilakukan dalam studi literatur ini adalah sebagai berikut:

1) Penentuan dan pengajuan tema penelitian

Tema yang dipilih oleh peneliti adalah mengenai Keotentikan Peristiwa Israk Mikraj dengan judul “Kesesuaian Teori Relativitas Umum Einstein dalam Peristiwa Israk Mikraj dengan Melaukan Pendekatan Kesesuaian Antara al-Qur’an dan Sains”. Topik tersebut diperoleh peneliti setelah membaca literatur berupa jurnal-jurnal yang meneliti topik yang sama.

2) Penyusunan rancangan penelitian

Langkah selanjutnya peneliti mengajukan judul beserta bukti-bukti empiris mengenai topik yang diteliti kepada dosen pembimbing yang berwenang mengasuh mata kuliah Seminar Fisika demi mendapat arahan penulisan makalah penelitian. Adapun hal-hal yang diserahkan kepada dosen pada saat pengajuan rancangan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Masalah berupa sumber literatur b. Judul penelitian

c. Latar Belakang berupa penulisan isi bab I d. Perumusan dan pembatasan Masalah e. Tujuan Penelitian

f. Jenis Metode yang hendak digunakan

3) Konsultasi

Konsultasi dilakukan dalam seminggu sebanyak satu kali yakni pada setiap hari Selasa selama 4 minggu. Kegiatan yang dilakukan pada saat Konsultasi berupa pengajuan masalah dan judul yang hendak diteliti, pengkoreksian sistematika penulisan, perbaikan kesalahan-kesalahan dalam penulisan dan pengarahan langkah lanjut yang harus dilakukan.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan sesuai dengan sintak atau langkah dari metode peneilitian historis. Yaitu heuristik atau pengumpulan sumber, kritik atau analisis sumber sejarah, interpretasi atau penafsiran sejarah dan historiografi atau penyusunan/penulisan hasil penelitian. Empat kegiatan tersebut diuraikan sebagai berikut

1) Heuristik (pengumpulan sumber)

Pada tahap ini peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang memuat informasi dan berhubungan dengan topik yang dikaji. Sumber sejarah yang didapat oleh peneliti berbentuk bahan bacaan (literatur). Karena menurut Sjamsudin (1996:73), “Sumber sejarah adalah segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung yang memberitahukan kepada kita tentang suatu kenyataan kepada manusia masa lalu”. Artinya, sumber bacaan juga merupakan sumber sejarah yang boleh dikaji. Bahan bacaan tersebut berupa buku-buku, artikel (jurnal) baik yang terdapat di internet maupun yang ada di perpustakaan terdekat. Sumber bacaan yang diperoleh berupa sumber primer yakni penelitian terdahulu dan sumber sekunder yakni kutipan-kutipan para pakar dan buku-buku.

(11)

peneliti juga menggunakan akses internet yang valid sehingga dapat mengumpulkan jurnal lebih banyak.

2) Kritik (analisis sumber sejarah)

Peneliti menganalisis sumber sejarah (berupa bahan bacaan) dilakukan secara internal dan eksternal keduanya diuraikan sebagai berikut:

1. Kritik internal

Pengkritikan internal ini dimulai ketika peneliti membaca sebuah jurnal hasil penelitian Misbakhudin yang berjudul “Isra’ Mi’raj Sebagai Mukzizat Akal”. Misbakhudin menyatakan bahwa, “Peristiwa isra’ mi’raj memunculkan banyak teka-teki dari para ulama dan ilmuan, banyak pula menimbulkan keraguan di kalangan umat islam sendiri mengenai kevalidannya. Pertanyaan yang muncul berkisar apakah fisiknya dan ruh (Kesadaran) Muhammad SAW sebagai sebuah Kesatuan ataukah hanya ruhnya saja yang diperjalankan oleh Allah SWT”.

Peneliti kemudian mencari sumber yang berkaitan dengan Pernyataan Misbakhun tersebut dan menemukan sebuah pernyataan monumental yang dicetuskan oleh Dr Agus Purwanto, D.Sc dalam artikel yang berjudul “Isra’ Mi’raj Teori Kecepatan Cahaya dan Terapi Kejiwaan” yang mengatakan bahwa, “Jika kembali pada Surat al-Isra ayat 1, Tutur anggota majelis Tarjih PW Muhammadiyah Jawa Timur ini, di sana terdapat kata asraa (memperjalankan) yang berarti mewakili elemen ruang. Kemudian kata bi’ibadihi (hamba-Nya) yang berarti elemen materi, serta kata lailan (Pada malam hari) yang mempresentasikan waktu. Jadi di sini jelas, bahwa perjalanan Nabi itu secara keseluruhan yang melibatkan ruh dan jasad”.

Peneliti kemudian membandingkan kedua pernyataan tersebut dan menyimpulkan bahwa: “Jika Rasulullah Muhammad SAW melakukan israk mikraj tidak hanya dengan ruh tapi juga dengan zasad keseluruhannya maka kejadian tersebut memerlukan sentuhan logika yang cukup dan perlu didasari dengan teori-teori pendukung untuk dapat diterima oleh semua kalangan. Bagi umat islam mungkin peristiwa tersebut dapat diterima hanya dengan modal keimanan yang kuat dan persepsi bahwa semua keajaiban yang terjadi dalam peristiwa tersebut merupakan kuasa Allah SWT. Namun tidak sama halnya dengan mereka yang non muslim. Terlebih pada abad ke-20 ini sebuah argumen baru bisa diterima jika sudah terbukti secara ilmiah terutama sesuatu yang menyentuh nilai-nilai keagamaan.”

Lebih lanjut peneliti membaca sebuah artikel yang ditulis oleh Lelya Hilda dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Peristiwa Israk Mikraj dengan Teori Relativitas Einstein” menyatakan bahwa, “Teori Relativitas dapat membuktikan kebenaran kejadian Israk Mikraj”. Mengenai teori relativitas ini Agus Purwanto mengatakan “Diperlukan pendekatan dengan teori lain yang lebih memadai. Hal ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa peristiwa tersebut hanya bisa didekati dengan konsep ruang dan waktu ekstra sebagaimana teori ruang-waktu melengkung Albert Einstein.” Teori ruang ruang-waktu melengkung terssebut tidak lain merupakan Teori Relativitas Umum Einstein yang dipublikasikan oleh Einstein pada tahun 1916.

Peneliti juga membaca beberapa tafsir dari ayat-ayat Al-Qur’an yang bercerita tentang peristiwa Isra’ Mi’raj. Diantaranya adalah tafsir QS. Isra:1, QS. an-Najm :13-18, QS. al-Isra:93 dan QS. al-Rahman 33. Ketika ditinjau dari sisi penafsiran klasik maupun penafsiran kontemporer peneliti tidak menemukan kontradiksi dan malah menemukan kesesuaian pada tiap-tiap penafsiran. Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa kejadian israk mikraj adalah kejadian yang dapat disesuaikan dengan hukum-hukum dan teori sains yang berlaku. Selain itu, banyaknya penelitian mengenai peristiwa israk mikraj menambah kepercayaan peneliti bahwa peristiwa israk mikraj dapat dibuktikan secara ilmiah.

2. Kritik eksternal

(12)

penulisan sumber yang original. Hal itu guna mengetahui tulisan tersbut ditulis berdasarkan kejaian fakta atau hanya argumen belaka.

Misalnya untuk penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan peristiwa israk mikraj. Peneliti lebih memperhatikan penafsiran klasik karena penafsirannya lebih dekat dengan Rasulullah dibandingkan dengan penafsiran kontemporer. Akan tetapi untuk menghubungkan ayat dengan perspektif sains, peneliti juga akan meninjau penafsiran kontemporer karena penafsirannya lebih menghubungkan dengan akal rasional.

Selain memperhatikan asal-usul penerbitannya, peneliti memperhatikan siapakah yang menulis sumber tersebut. Apakah integrasinya dalam bidang yang ia tulis? Hal itu dilakukan untuk mengetahui hubungan penulis dengan tulisannya. Apakah penulis ahli dalam bidang yang tengah dikajinya atau tidak. Misalnya Dr Agus Purwanto, D.Sc yang pernyataannya dikutip dalam artikel yang berjudul “Isra’ Mi’raj Teori Kecepatan Cahaya dan Terapi Kejiwaan”. Ia merupakan salah satu alumnus ITB Bandung dan UGM dengan gelar Doktor serta menjabat sebagai kepala Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTIFA) di ITS (Institut Teknologi Semarang). Posisinya tersebut tentu menunjukkan bahwa beliau berdedikasi di bidang Fisika. Selain itu, beliau juga merupakan Tarjih PW Muhammadiyah Jawa timur yang tentu memiliki ilmu di bidang keagamaan.

Dengan adanya hubungan antara sumber dengan topik yang hendak diteliti sehingga dapat ditarik suatu rekontruksi imajinatif yang memuat penjelasan terhadap pokok-pokok permasalahan penelitian.

3) Interpretasi (penafsiran sumber sejarah)

Dalam tahapan interpretasi ini, peneliti melakukan dua hal, yaitu dengan anelisis dan sintesis. Tahapan analisis dan sintesis ini diuraikan sebagai berikut:

1. Tahapan Anelisis

Pada tahapan anelisis peneliti menguraikan bahasan yang dikaji di dalam penelitian ini. Tahapan Anelisis ini disajikan oleh peneliti di dalam bab II. Mulai dari menjelaskan pengertian-pengertian yang terdapat di dalam kata kunci hingga menguraikan bahasan tiap-tiap topiknya.

2. Tahapan Sintesis

Pada tahapan ini peneliti mencoba menyatukan uraian-uraian informasi yang didapat menjadi suatu kesimpulan. Tahapan Sintesis ini disajikan oleh peneliti di dalam bab IV. Yakni pada bab Hasil Penelitian.

4) Historiografi (Penyusunan/penulisan Sejarah)

Tahap Historiografi merupakan tahap akhir dari penelitian historis. Pada tahapan ini peneliti menyajikan penelitiannya dalam bentuk penulisan karya ilmiah. Dalam proses penulisan, peneliti dituntut untuk menyajikan penelitiannya dengan bahasa yang menarik dan komunikatif. Teknik penulisaanya didasari atas pendeskripsian, narasi dan analisis.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan Historis

(13)

Berbeda dengan perjalanan israk, perjalanan mikraj adalah perjalanan dengan arah Vertikal. Vertikal artinya tegak lurus dari bawah ke atas atau sebaliknya. Dalam hal ini terdapat banyak kekeliruan umum mengenai makna jalur vertikal yang dilalui Oleh Rasulullah SAW. Seperti hal nya Agus Purwanto di dalam artikel yang berjudul “Teori Kecepatan Cahaya dan Terapi Kejiwaan” mengatakan “Kalau seumpama mi’raj Nabi dari Palestina menuju langit dan kembali ke bumi dilakukan mulai jam delapan malam sampai dengan jam empat pagi, tutur pakar fisika teori dari ITS Surabaya ini, itu berarti hanya berdurasi delapan jam. Sehingga kalau dikalikan dengan kecepatan cahaya 300.000 km per detik, akan dihasilkan jarak tempuh sejauh 4.320.000.000 (empat milyar tiga ratus dua puluh juta) kilometer dari bumi.”

Sekilas kita perhatikan perjalanan menuju planet-planet yang ada di dalam tata surya, seperti misalnya perjalanan menuju planet Mars adalah perjalanan dengan arah vertikal atau mendaki. Karena untuk menempuh perjalanan tersebut, sebuah pesawat harus naik untuk mampu keluar dari atmosfer bumi. Akan tetapi jika kita perhatikan susunannya, planet-planet tersebut tidaklah vertikal dengan bumi melainkan horizontal. Di dalam sistem tata surya bima sakti misalnya, planet-planet berotasi terhadap matahari dengan lintasan yang elips dan horizontal.

Gambar 5. Susunan tata surya : Planet tersusun secara Horizontal

Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “Sidrat al-Muntaha” merupakan tempat tertinggi (batas akhir sesuatu dinaikkan dari bumi). Jika tempat tertinggi yang dimaksud berada di belakang Planet Neptunus, maka hal tersebut tidak wajar karena Neptunus sejajar dengan bumi dan planet lainnya. Sedangkan tempat tertinggi adalah diatas seluruh alam semesta. Allah menyebutkan di dalam Surat al-Mulk ayat 5 bahwa : “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan bintang-bintang..” artinya, bintang-bintang yang tampak dari bumi dan dikabarkan berjarak sekitar lima ribu tahun cahaya dari bumi terletak di langit terdekat dari bumi. Maka langit ke tujuh berada di atas semua ketinggian itu.

Arah vertikal yang dimaksud adalah arah yang menembus semua objek-objek horizontal sampai ke tempat tertinggi dan tidak ada lagi yang sejajar dengannya. Dengan kata lain perrjalanan mikraj adalah perjalanan terjauh dan tertinggi yang pernah dilakukan oleh manusia sejauh ini.

Hasil pembahasan berdasarkan tafsir

(14)

awalnya tanpa mengurangi materinya. Partikel cahaya dinamakan foton. Selama ini foton dikenal sebagai salah satu partikel dengan massa terkecil setelah Neutron.

Sebagaimana manusia telah diciptakan dari tanah namun tidak berwujud tanah, seperti itu pula lah Malaikat Jibril yang diciptakan dari cahaya, namun wujudnya boleh jadi bukan seperti cahaya sebagaimana adanya. Sehingga ketika Muhammad SAW Dibawa oleh Malaikat Jibril, kecepatannya boleh jadi lebih cepat dari pada kecepatan cahaya. Wujud cahaya malaikat jibril dapat mengartikan bahwa materi Malaikat Jibril adalah materi yang ringan bahkan mungkin tak bermassa. Sehingga ia memiliki kemampuan terbang yang jauh lebih cepat dari pada cahaya.

Di dalam surat al-Ma’arij ayat 4 dikatakan bahwa : “Malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” Yang artinya, perjalanan tersebut dapat dilakukan oleh Malaikat dalam waktu sehari. Namun kita baru bisa menempuhnya dalam waktu lima puluh ribu tahun sekalipun dengan kemampuan terbaik yang telah kita punya.

Hasil Pembahasan Berdasarkan Teori Relativitas Umum

Teori relativitas telah menyatakan bahwa partikel bisa saja bermassa diam nol dan memiliki energi sebesar E = Pc asalkan partikel tersebut memiliki v = c. Sejauh ini ada dua partikel tak bermassa yang telah ditemukan yakni foton dan Neutron. Foton adalah partikel-partikel cahaya. Katakanlah bahwa Malaikat Jibril tercipta dari partikel-partikel-partikel-partikel cahaya itu maka ia termasuk dalam salah satu materi yang massa diamnya nol.

Terlebih jika malaikat Jibril melaju lebih cepat daripada kecepatan cahaya, maka seperti yang dikatakan oleh Arthur (1987 : 26 ), “Bila partikel bermuatan bergerak melalui bahan dengan kelajuan melebihi cahaya dalam bahan itu, sekerucut gelombang cahaya dipancarkannya yang serupa dengan busur gelombang yang ditimbulkan oleh kapal yang melintasi air dengan kelajuan lebih cepat dari gelombang air.” Bayangkan saja jika sebuah kapal melaju dengan kecepatan melebihi kecepatan aliran sungai, maka ia akan menimbulkan efek gelombang yang sangat besar berupa lengkungan-lengkungan partikel air yang ditabraknya. Lengkungan partikel-partikel itu mengakibatkan laju kapal semakin cepat. Begitu pula Ketika suatu partikel bermassa diam nol melaju dengan kecepatan yang lebih cepat dari pada kecepatan cahaya, maka ia menabrak partikel-partikel cahaya dan menyebabkan partikel yang ditabraknya menjadi bergelombang berbentuk lengkungan-lengkungan seperti air yang bergelombang itu.

Gambar 6. Peristiwa pembelokan cahaya

Setelah ditinjau dari dua sudut pandang diatas maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa israk mikraj relevan dengan teori relativitas umum.

(15)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan maka dapat diambil kesimpulan bahwa perjalanan israk merupakan perjalanan dengan arah horizontal sedangkan perjalanan Mikraj merupakan perjalanan dengan arah vertikal. Perjalanan israk dan mikraj tidaklah bertentangan dengan ilmu pengetahuan karena prinsipnya relevan dengan teori relativitas umum Einstein. Dikatakan relevan karena Malaikat Jibril tercipta dari partikel cahaya yang massa diamnya nol (foton). Jika Jibril melaju dengan kecepatan yang lebih cepat dari pada kecepatan cahaya maka ia akan menabrak partikel-partikel cahaya di sekitarnya dan menyebabkan partikel-partikel tersebut bergelombang. Gelombang tersebut kemudian akan mempercepat laju malaikat Jibril tersebut.

Saran

Untuk Pengembangan lebih lanjut, peneliti menyarankan kepada pembaca untuk menganalisa kesesuaian Peristiwa Israk Mikraj dengan meninjau penafsiran kendaraan yang disebut “Buraq”.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur. 2001. Ilmu Pendidikan. PT Rineka Cipta : Jakarta.

Anugraha, Rinto. 2011. Pengantar Teori Relativitas dan Kosmologi. Gajah Mada University Press : Yogyakarta.

Asri, Nurul. 2013. Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Pelanet. Jurnal Prisma Fisika. Vol.1, No.1.

Beiser, Arthur. 1987. Concepts of Modern Physics, Fourth Editon. Diterjemahkan oleh Liong, The How dalam judul Konsep Fisika Modern Edisi Keempat. Erlangga : Jakarta. Departemen Agama RI. Al-Qur’anul dan Terjemahnya. Syamil Qur’an.

Gottchalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. UI-Press : Jakarta.

Hilda, Lelya. 2014. Hubungan Peristiwa Israk Mikraj dengan Teori Relativitas Einstein. Jurnal Logaritma Vol. 11, No 01. Edisi Khusus Desember.

Ismaun. 2005.Pengantar Ilmu Sejarah. Jurusan Pendidikan Sejarah : Bandung. Krane, Kenneth. 1992. Fisika Modern. UI-Press. Jakarta.

Majid, Abdul Dkk. 2002. Mukzizat Al-Qur’an dan As-Sunnah Tentang Iptek. Gema Insani Press : Jakarta.

Misbakhudin. 2012. Isra’ Mi’raj Sebagai Mukzizat Akal. Jurnal Religia Vol. 15, No.1, Edisi Khusus April.

Muhammad bin Mukarram bin Manzur. Lisan al-‘Arab Juz 14. Beirut : Daar Shair.

Muhammad Quraysihab. 1996. Membumikan Al-Qur’an Cetakan ke-13. Mizan : Bandung. Ningsih, Urai Astri Lidya Dkk. 2013. Analisis Lintasan Foton dalam Ruang-Waktu

Scwarzschild. Jurnal Prisma Fisika. Vol.1. No.1.

Purwanto, Agus. 2010. Isra’ Mi’raj Teori Kecepatan Cahaya dan Terapi Kejiwaan. Lensa Utama : Surabaya.

Rachmat Taufik Hidayat. 1996. Khazanah Istilah al-Qur’an Cetakan ke-4. Mizan : Bandung Sabir, Raja Irfan Dkk. 2014. Curtural Paradigms and Muslim Behavior: a Critical analyses

of non-Islamic Festival in Pakistan. Journal of Islamic Studies and Culture. Vol.2, No.2.

(16)

Sari, Ramadhanita Mustika. Ambivalensi Integrasi Ilmu Agama dan Sains: Studi Transformasi Konflik dan Konsesus Pengaruh Ilmu Agama terhadap Perkembangan IPTEK di Zaman Modern.

Sjamsudin, Helius. 1996. Metodologi Sejarah. Ombak : Yogyakarta.

Syarbini, Amirulloh dan Jamhari. 2012. Kedahsyatan Membaca Al-Qur’an. Ruang Kata : Bandung.

Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an Vol 7, Vol 13. Lentera Hati : Jakarta

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. 1992. Ensiklopedia Tematis Dunia Islam. Djambatan : Jakarta.

Tim Penyusun. 2012. Pedoman Penulisan Skripsi. Banda Aceh.

Gambar

Gambar 1. (a) Bila roketnya diam, bekas cahaya melintas secara horisontal. (b) Bila dilihat dariroket, gerak dengan laju tetap menyebabkan berkas menyimpang dari arah horisontal
Gambar 5. Susunan tata surya : Planet tersusun secara Horizontal
Gambar 6. Peristiwa pembelokan cahaya

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memfasilitasi pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama ini, PARA PIHAK membuat program atau rencana tindak sebagai satu kesatuan Perjanjian Kerja Sama ini yang meiiputi bidang

Kementerian Pertanian melalui BB Padi melepas varietas unggul baru padi gogo yang tahan naungan sekaligus kekeringan sehingga cocok untuk ditanam sebagai tanaman

5.2 Uji F-Statistik Simultan Uji F adalah pengujian terhadap kesesuaian model goodness of fitpada koefisien regresi secara simultan.Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui

Tension Type headache atau nyeri kepala tipe tegang didefinisikan sebagai rasa berat atau tertekan yang menetap, pada kedua sisi kepala yang timbul episodik dan

Untuk itu penulis tertarik membahas hal ini dalam bentuk skripsi yang berjudul : “pengaruh kualitas produk, perilaku konsumen dan media sosial instagram terhadapMinat

Dalam PP no 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat disebutkan bahwa Rehabilitasi Sosial dilakukan dengan pemberian pelayanan

Ibu Erma Wahyu Mashfufa., S.Kep., Ns., M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi saya yang telah memberikan dukungan, bersedia meluangkan waktunya, memberikan motivasi,