• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBAGA INFORMAL PENDIDIKAN ISLAM KLASIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LEMBAGA INFORMAL PENDIDIKAN ISLAM KLASIK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Adi Fadli1

Abstrak: Semua orang tahu tentang perpustakaan, minimal definisi

lahiriyahnya, akan tetapi apabila diajukan sebuah pertanyaan, apakah ia mengetahui tentang perpustakaan klasik? Hal tersebut menjadi soal dan bahkan para sarjana pun belum tentu dapat menjawabnya. Oleh karenanya tulisan ini akan berusaha mengungkap eksistensi Perpustakaan Islam Klasik. Tentunya kajian ini merupakan telaah pustaka dengan memakai kaca mata historis deskriptif, dengan harapan dapat menumbuhkembangkan al-wa’yu at -tarikhi (kesadaran sejarah) untuk dapat membangun peradaban masa depan

yang lebih gemilang.

Hasilnya, data sejarah membuktikan bahwa perpustakaan klasik bukan hanya sekedar kumpulan dan tumpukan kertas dan buku dalam sebuah ruangan dan bangunan besar, namun ia merupakan pusat dan bahkan jantung pendidikan Islam. Ia tidak saja merupakan ruang baca saja, namun adalah ruang kerja intelektual bagi para cendekiawan, ruang diskusi, ruang terjemah, ruang research dan bahkan menjadi ruang musik untuk mengurai ketegangan urat syaraf.

Perpustakaan Islam klasik terbuka bagi semua orang dan tidak membatasi jumlah koleksi yang dapat dipinjam, bahkan memberi makan dengan gratis dengan sumber dana dari wakaf dan pemerintah. Akan tetapi juga sebagai wahana penyebarluasan sebuah ideologi tertentu yang sebagain besar bertujuan untuk melegitimasi sebuah kekuasaan.

Kata Kunci: Pusat, Pendidikan, Islam, Pemerintah

(2)

Pendahuluan

Buku akan diam selama anda membutuhkan kesunyian dan keheningan; akan fasih berbicara kapan pun anda menginginkan wacana; ia tidak pernah menyela anda jika anda sedang berbicara, tetapi jika anda merasa kesepian maka ia akan menjadi teman yang baik. Ia adalah teman yang tidak pernah mencurangi atau memuji anda; dan ia adalah teman dan bahkan saudara yang tidak pernah membosankan anda. Begitulah ketika al-Ja>hiz (159

– 255 H) seorang penyair Arab masa ‘Abbashiah menggambarkan tentang pentingnya buku dalam goresan bait syairnya2.

Sebelum ditemukan kertas, orang Mesir telah menemukan bahan tulis berupa papyrus, terbuat dari sejenis rumput yang tumbuh di sepanjang sungai Nil. Selain itu, kulit kambing, biri-biri, sapi yang disebut parchment digunakan pula untuk menulis, sebagaimaan juga tanah liat. Keadaan ini mendorong orang-orang Islam membutuhkan teknologi pembuatan kertas yang ditemukan oleh orang Cina.3

Ketika kertas semakin populer di wilayah kekuasaan Islam, maka pencatatan-pencatatan pun mulai dilakukan pada kertas yang dijilid menjadi sebuah buku. Walaupun orang Islam telah mengenal pembuatan buku, namun buku masih merupakan barang mewah yang sangat mahal. Hanya orang-orang kaya sajalah yang dapat memilikinya.

Bagi umat Islam, buku memiliki nilai moril yang sangat tinggi. Mereka sangat mencintai buku dan memuliakannya. Perhargaan yang tinggi terhadap buku mendorong mereka mengumpulkan banyak buku dan mendirikan perpustakaan. Oleh karena itu, tulisan ini bermaksud mengungkap bagaimana

perkembangan perpustakaan masa klasik dalam kaitannya sebagai lembaga informal (pusat) pendidikan Islam, mencakup jenis-jenis beserta pengelolaannya dan faktor apa sajakah yang mempengaruhi kemajuan dan kemundurannya?

Kajian ini tentunya merupakan telaah pustaka dengan menggunakan kaca mata historis deskriptif. Diharapkan dari tulisan ini akan menumbuhkembangkan al-wa’yu al-ta>ri>khi>(kesadaran sejarah) bahwa kita

mempunyai sejarah masa lalu sebagai cermin menatap/merencanakan masa depan yang lebih baik. (QS. al-Hashr: 18)

2Muhammad ibn Abdurrahma>n, al-Adabu al-‘Arabi wa Ta>rikhuhu (Saudi Arabia.: Maktabah al-Ma>lik Fahd al-Wathaniyah, 1994), 118-119.

3

(3)

Perpustakaan sebagai Pusat Pendidikan

Perpustakaan adalah kumpulan buku atau bangunan fisik tempat dikumpulkannya buku dan disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan pemakai dan bukan untuk dijual. Berbeda dengan toko buku (sekarang) yang bertujuan mencari untung, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa fungsi perpustakaan sebagai tempat muzakarah pun sama dengan toko buku pada zaman klasik. Selain sebagai tempat penyimpanan, muza>karah, perpustakaan

juga digunakan untuk penelitian, pendidikan, informasi dan kultural.4

Sebagaimana perpustakaan moderen, perpustakaan klasik pun menyimpan ribuan bahkan jutaan buku dari berbagai disiplin. Perpustakaan Kordova pada masa Khalifah al-Hakam II (961-976 M) memiliki koleksi 400.000 volume yang terdiri dari 44 jilid.5 Perpustakaan al-Aziz (976-990) Khalifah Dinasti Fa>timiyah, terdiri dari 100.000 volume.6 Perpustakaan Madrasah al-Mustanshiriyyah yang didirikan pada tahun 1234 M, terdiri dari 8000 jilid.7

Laporan-laporan di atas menunjukkan betapa besarnya perhatian umat Islam terhadap buku. Mereka menyadari betapa pentingnya peran buku dan kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban. Di samping menyediakan banyak buku, perpustakaan juga menyediakan fasilitas-fasilitas lain yang mendukung fungsi dari perpustakaan tersebut. Olga Planto seorang sarjana Portugis mengilustrasikan bahwa pada perpustakan Syi>ra>z, Kordova dan Kairo didirikan bangunan-bangunan yang khusus dengan bentuk khusus pula. Bangunan-bangunan ini dilengkapi dengan kamar-kamar dan ruang-ruang yang banyak untuk berbagai macam keperluan, seperti ruang baca, ruang untuk menyalin buku, ruang untuk meneliti, bahkan ada disediakan ruang musik yang digunakan sebagai tempat melepas kepenatan.8

4 Ibid, 12 5

Robert Hillenbrond, The Ornament of the World Medieval Cordova as a Cultural Cetre dalam The Legacy of Muslim Spain I. edited by Salma Khadra jayyu>si. Leiden (New York: Koln, EJ Brill, 1994),120.

6

Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat; Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam. terj. Joko S. Kahar dan Supriyono Abdullah (Surabaya.: Risalah Gusti, 1996), 95.

7

Johannes Pedersen, The Arabic Book, terj. Alwiyah Abdurrahman (Bandung: Mizan, 1996), 152.

8

(4)

Buku-buku pada perpustakaan disusun menurut subyeknya dan diletakkan dengan cara ditidurkan, yang satu diletakkan di atas yang lainnya. Buku-buku yang berharga mahal atau belum dijilid diletakkan dalam kopor kecil seberat buku itu pula. Untuk memudahkan pemakaian buku-buku, maka tiap-tiap perpustakaan menyediakan daftar-daftar buku yang tersusun rapi. Setiap lemari buku terdapat kertas yang dituliskan nama dan nomor buku yang berada dalam masing-masing lemari. Daftar-daftar ini juga berisi keterangan tentang halaman-halaman yang telah hilang atau bagian buku yang sudah tidak ada lagi.9

Perpustakaan sebagai pusat pendidikan biasanya terbuka bagi semua orang. Di perpustakaan ini para cendekiawan belajar, berdiskusi, melakukan riset dan menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab.

Di samping menyediankan buku-buku, perpustakaan juga memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti makan bagi para pelajar yang masuk ke dalamnya. Jika ada yang datang dari negeri lain sedang ia miskin, akan diberi sejumlah buku dan uang serta disediakan tempat tinggal, sebagaimana terjadi pada perpustakaan Da>r al-‘Ilmi>yang didirikan oleh ‘Abd al-Qa>sim Ja’far ibn

Muhammad ibn Hamda>n al-Mausu>li>di Mausu>l.10

Berbeda dengan perpustakaan pada masa moderen yang membatasi jumlah buku yang dipinjam, perpustakaan masa klasik bebas meminjamkan bukunya kepada para pembaca sebanyak buku yang mereka inginkan, bahkan terkadang mecapai ratusan buku untuk satu pelajar. Walaupun begitu ada kode etik tertentu dalam meminjamkan buku, antara lain harus hati-hati menggunakan buku, dilarang menulis catatan pada pinggir halaman buku, dilarang meminjamkan buku-buku tersebut untuk jaminan bagi urusan pribadi dan semua buku yang dipinjamkan harus dikembalikan dalam waktu tertentu.11

Walaupun demikian harus diakui bahwa pendirian perpustakaan tidak terlepas dari interes politik. Perpustakaan Bait al-Hikmah yang giat melakukan penerjemahan literatur-literatur Yunani dan Persia menandai adanya pengambilalihan sebuah warisan kultural yang dapat melegitimasi kekuasan khalifah. Disamping fungsi yang semestinya dijalani oleh sebuah

9Ibid, 145. 10

Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat; Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam., 89.

(5)

perpustakaan, juga membawa pesan-pesan atau menyebarluaskan pemikiran-pemikiran filsafat yunani guna mengokohkan ideologi penguasa.12

Demikian juga perpustakaan Da>r Hikmah yang didirikan oleh

al-Ha>kim, seorang Kalifah Dinasti Fa>timiyyah di Kairo, dibangun dengan tujuan menandingi Bait al-Hikmah di Baghdad. Pepustakaan yang dikunjungi oleh banyak cendekiawan dari berbagai negeri dimanfaatkan oleh khalifah untuk menyebarluaskan faham Syi’ah yang dianutnya kepada rakyat.13

Jadi perpustakaan klasik mempunyai fungsi yang sangat kompleks, disamping sebagai tempat penyimpanan buku-buku atau khazanah keilmuan, tempat riset, diskusi, sebagai pusat pendidikan, penerjemahan, juga sebagai wahana penyebarluasan sebuah ideologi tertentu yang sebagian besar bertujuan untuk melegimitasi sebuah kekuasan.

Pengelolaan Perpustakaan

Sebagaimana perpustakaan masa moderen, perpustakaan Islam masa klasik pun telah terorganisir dengan baik. Untuk mendukung fungsi-fungsinya, perpustakaan memiliki beberapa petugas yang bekerja di dalamnya, yaitu:14

1. Pemimpin Perpustakaan

Pemimpin perpustakaan bertugas memimpin perpustakaan, baik secara administratif maupun secara ilmiah. Oleh karena itu seorang pemimpin perpustakaan tidak hanya dituntut mampu memimpin perpustakaan secara manajerial saja, namun juga harus memiliki kemampuan intelektual.

2. Penerjemah

Penerjemah bertugas menerjemah buku berbahasa Yunani, Suryani, Qibti, Persia dan India ke dalam bahasa Arab. Para penerjemah ini memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan perpustakaan. 3. Penyalin

Penyalin bertugas menyalin naskah-naskah dan buku-buku dengan tujuan untuk memperbanyak jumlah buku. Kegiatan ini dilakukan karena belum ditemukannya mesin cetak pada saat itu. Mereka harus hati-hati dalam menyalin sebuah buku, agar tidak terjadi distorsi makna pada buku.

4. Penjilid

12Ira Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufron A. Masadi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), 89.

13Bayard Dodge, Muslim Education ini medieval Times, 17 14

(6)

Penjilid bertugas melakukan penjilidan atas naskah-naskah ataupun salinan-salinan untuk dijadikan buku-buku baru yang tertata rapi. 5. Pembantu (munawil)

Pembantu bertugas pada unit pelayanan perpustakaan, misalnya membantu para pengunjung untuk menemukan buku yang dibutuhkan oleh mereka.

Adapun sumber keuangan perpustakaan yang digunakan untuk merenovasi bangunan, mendatangkan buku-buku baru, membayar gaji pegawai dan lainnya disamping berasal dari wakaf, juga dari subsidi pemerintah.Ibn Abbad tidak saja

mengizinkan penggunaan secara bebas perpustakaannya, tetapi juga memberi 1000 dirham (1 dirham seharga 5 gram perak dan 1 dinar seharga 4 gram emas murni sekarang) dan seperangkat pakaian kepada setiap cendekiawan untuk menggiatkan aktivitas keilmuan. Perpustakaan milik penyair Ibn Hamdan telah dibuka untuk semua mahasiswa dan kertas diberikan secara gratis kepada para cendekiawan miskin. Orang-orang yang belajar di tempat ini menerima beasiswa Qa>di>di Nishapur, Ibn Hibba>n (w. 965) menghibahkan rumah dan perpustakaanya untuk mahasiswa asing dan menyediakan upah untuk perawatannya.15

Khalifah al-Ma’mu>n (813-833) membayar 500 dinar perbulannya untuk sekelompok penerjemah. Dia juga memberikan emas kepada Hunain ibn Isha>q seberat buku-buku yang telah ia terjemahkan ke dalam bahasa Arab.16

Khalifah al-Ha>kim (996-1021M) mendirikan perpustakaan Da>r al-Hikmah pada tahun 1005 M. yang dibuka untuk umum. Perpustakaan ini

dihiasi dengan karpet pada dinding dan lantainya. Selain buku, disediakan pula kertas, pena dan tinta untuk umum. Lembaga ini didatangi oleh berbagai kelas dalam masyarakat yang ingin membaca, menulis dan mendapat pelajaran. Para petugas diberi gaji dan para ilmuan pun diberi gaji untuk melakukan studi di lembaga tersebut. Menurut al-Maqrizi>anggaran belanja perpustakaan tersebut mencapai 257 dinar pertahun.17 Khalifah al-Hakam II (961-976) mendirikan perpustakaan besar di Kordova yang terbuka untuk semua orang. Para pelajar dan cendekiawan yang menuntut ilmu menerima bantuan finansial dari khalifah Umayyah di Spayol terutama pada masa Abd Rahman II dan

al-15Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, 90-91.

16Manzoor Ahmad Hanafi, A Survey of Muslim Institutions and Culture (New Delhi:. Kitab Bhayan, 1992), 179.

17

(7)

Hakim II mengirimkan utusan ke wilayah kekuasaan Islam di Timur untuk membeli dan mengumpulkan buku-buku.18

Penghargaan orang Islam terhadap ilmu pengetahuan dan kecintaan yang besar terhadap buku, serta kedermawanan mereka dalam pengelolaan perpustakaan mengalami perkembangan pesat, sehingga perpustakaan benar-benar menjadi jantung pendidikan.

Jenis-Jenis Perpustakaan

Shalabi> membagi perpustakaan Islam klasik menjadi 3, yaitu perpustakaan umum, semi umum dan pribadi (khusus).19

Perpustakaan umum biasanya didirikan di masjid, madrasah, dan

perguruan tinggi. Perpustakaan ini didirikan untuk membantu orang-orang yang ingin mempelajari bebagai macam ilmu pengetahuan. Bait al-Hikmah di Bagdad, perpustakaan Dar al-Hikmah di Kairo, perpustakaan Da>r al-‘Imi atau

Khiza>nah al-Kutb di Naisabur, yang didirikan oleh Abu>Nas}r ibn ad-Dashi>r yang merupakan hasil wakafnya sendiri.20 Perpustakaan Ibn Sawwa>r di Bashrah yang didirikan oleh Abu Ali ibn Sawwar, perpustakaan kitab-kitab wakaf di masjid al-Zaidi di Bagdad, dan perpustkaan sekolah di Irak, Khurasan, Suriah dan Mesir.21

Perpustakaan semi umum, didirikan oleh khalifah-khalifah dan

raja-raja untuk mendekatkan diri pada pengetahuan atau untuk memperlihatkan bahwa mereka adalah ahli ilmu pengetahuan, tidak semua orang dapat masuk di perpustakaan ini, kecuali mereka yang memiliki kedudukan tinggi dalam masyarakat dan memperoleh izin masuk, yang termasuk dalam kategori ini antara lain perpustakaan al-Na>s}ir li Di>nilla>h dan perpustakaan al-Mu’tas}im Billah.22

Perpustakaan pribadi (khusus), didirikan oleh para ulama’ dan

sastrawan khusus untuk kepentingan mereka, dan yang termasuk dalam kategori perpustakaan ini antara lain: perpustakaan al-Fath ibn Khaqqa>n wazi>r dari khalifah al-Mutawakkil, perpustakaan Hunain ibn Isha>q dan lain sebagainya.23

18Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, 93 19

Shalabi>, Sejarah Pendidikan Islam, 169. 20

Abdurrahma>n al-Bagda>di>, Sistem Pendidikan di Masa Khalifah Islam (Bangil: al-Izzah, 1996), 110

21Shalabi>, Sejarah Pendidikan Islam, 180 22

(8)

Kemunduran Perpustakaan Klasik

Setelah mengalami puncak kejayaannya, perpustakaan Islam pun akhirnya mengalami kemunduran. Kondisi-kondisi yang mengenai kemunduran perpustakaan Islam masa klasik bermacam-macam. Perpustakaan Islam di Tripoli (1109) telah dihancurkan oleh tentara perang Salib atas komando seorang rahib yang tidak senang saat menemukan sedemikian banyak al-Qur’an di dalamnya. Perpustakaan Sultan Nu>h ibn Mans}u>r terbakar seluruhnya setelah Ibn Sina menyelesaikan penelitiannya di perpustakaan tersebut. Ketika kelompok bangsa Mongol menjarah Bagdad (1258), mereka membakar perpustakaan yang ada di kota tersebut.24

Perdana menteri Abu>al-Farra>j membawa dari perpustakaan al-Ha>kim di Kairo tahun 1068 M buku yang diangkut sebanyak 25 ekor onta beban dan menjualnya 1.000.000 dinar untuk menggaji tentaranya. Beberapa bulan kemudian, buku-buku tersebut jatuh ke tangan tentara-tentara Turki yang telah menaklukkan khalifah dan menjarah istananya. Mereka merobek sampul buku dari kulit yang mahal itu untuk dibuat sepatu, kertas-kertasnya dibakar, sedangkan beberapa yang lain dilemparkan ke dalam air atau dibuang. Jumlah buku yang dikumpulkan dalam tumpukan besar, lalu angin sedikit demi sedikit menerbangkan pasir sehingga gundukan buku itu berubah menjadi bukit dan terkenal dengan sebutan bukit buku.25

Ketika kerajaan Fa>timiyah ditaklukkan Sala>huddi>n al-Ayu>bi>, maka kitab-kitab yang tidak sealiran dengan madhab Ahl al-Sunnah dimusnahkannya, sebagian lagi diberikan kepada al-Qad}i>al-Fa>dil Imaduddin al-Isfahani, sedangkan sisanya diperintahkan kepada Shu>rah, pegawai perpustakaan itu untuk menjualnya, setelah beberapa tahun lamanya barulah semua buku itu habis terjual.26

Kegemerlapan perpustakaan Kordova menjadi suram di bawah putra dan penerus al-hakam II, Hisha>m II, karena pemimpin nasional yang berkuasa penuh yakni Haji>b al-Mansu>r yang ingin menarik hati para ilmuan ortodok, memperbolehkan mereka mengeluarkan dan membakar buku-buku di perpustakaan yang tidak mereka sukai, seperti karya-karya filsafat, astronomi dan lainnya yang termasuk peninggalan Hellenistik yang selalu merupakan duri dalam daging bagi orang-orang Sunni Ortodok.27

Pada 1011 M ketika Kordova terperangkap dalam peperangan dengan bangsa Barbar, menteri Wad}ih menjual bagian utama dari perpustakaan

24Nakosteen, Kontribusi Islam, 97 25Johanes Pedersen, The Arabic Book, 153 26

(9)

dengan tujuan mendapatkan uang untuk membiayai perang, sedangkan sisanya dirusak oleh musuh.28 Unsur-unsur politik tampaknya banyak berpengaruh dalam kemunduran perpustakaan Islam masa Klasik. Walaupun telah terjadi penghancuran terhadap perpustakaan, namun semangat untuk mendirikan perpustakaan masih tetap ada sampai sekarang, meskipun tidak semegah dan segemerlap pada masa lalu.

Penutup

Perpustakaan Islam masa klasik mengalami kemajuan bersamaan dengan kemajuan peradaban Islam itu sendiri. Kemajuan ini terlihat dengan banyak didirikannya perpustakaan Islam masa klasik yang mempunyai koleksi ribuan dan bahkan jutaan buku, juga perpustakaan ini, baik yang bersifat umum, semi umum atau pribadi(khusus) telah menjadi pusat pendidikan yang mendukung terwujudnya zaman keemasan Islam.

Kemajuan perpustakaan Islam masa klasik juga dipengaruhi oleh kepedulian yang besar umat Islam terhadap ilmu pengetahuan yang didukung sepenuhnya oleh pemimpin/negara mereka. Adapun kemunduran perpustakaan dalam masa klasik lebib banyak dipengaruhi oleh faktor pertikaian politik dan ideologi yang terjadi pada saat itu.

Kebanggaan terhadap masa lalu yang gemilang dengan peradaban emas yang ditinggalkan (termasuk perpustakaan) tidaklah cukup untuk memuaskan nafsu intelektual kita sekarang apabila hanya disikapi dengan berdiam diri, berpangku tangan dan tidak menjadikan seluruh potensi fikir dan fisik ini menjadi kreatif. Sepertinya bijak menyikapi sejarah dan segala masalah merupakan solusi alternatif, disamping kerja dan usaha maksimal dengan menggunakan semua potensi yang ada untuk membangun peradaban masa depan yang lebih gemilang. Bukankah perpustakaan itu mencerdaskan?! Apabila tidak, maka layak untuk dipersoalkan kembali.

Referensi

Dokumen terkait

Dilakukan perbandingan antara hasil kualitas air di hulu, tengah dan hilir sungai sehingga dapat dilihat kualitas air sungai Martapura akibat perilaku masyarakat dalam membuang

Melalui pembekalan literasi media ini diharapkan muncul kesadaran kritis ketika mengakses media sehingga dapat bersikap tepat serta proporsional dihadapan media televisi dengan

Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa skor rata-rata yang dicapai oleh siswa kelas IX.G yang diajarkan dengan menggunakan metode Sense of humor pada siklus II

Upaya dalam mempertinggi jeulamee wilayah Pasee Utara dijadikan sebagai salah satu adat yang telah diwariskan turun temurun dalam menjaga ikatan dan solidaritas yang kuat di

akan mematuhi Subseksyen 15 (1) Akta Universiti dan Kolej Universiti 1971 [Akta 30]: Untuk tidak menjadi ahli, atau apa-apa cara bersekutu dengan, mana-mana persatuan, parti

Desain pembelajaran dalam penelitian ini mengadopsi model Dick and Carey. Langkah desain pembelajaran diawali dengan analisis karakteristik peserta didik, diperoleh data

Prekursor yang terlempar pada wadah membentuk jaring yang merata pada wadah tanpa ada tetesan lelehan prekursor seperti diberikan dalam Gb Jaringnya lebih halus tetapi ukuran serat

(1) Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan karantina dilakukan penahanan apabila