ANALISA REGULASI DAMPAK SOSIAL ANAK TERHADAP
TINDAKKAN PENYALAHGUNAAN INFORMASI
BERMUATAN PORNOGRAFI
Nanda IryaniProgram Pascasarjana, Program Magister Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana Jakarta, Indonesia
E-mail : nenzyaurum@gmail.com / 55416120032@student.mercubuana.ac.id
Dosen : DR.Iwan Krisnadi, MBA
Abstark - Penyebarluasan pornografi di internet dan media sosial sudah berkembang tanpa batas yang sangat mengkhawatirkan apabila dikomsumsi oleh seorang anak, mudahnya anak remaja untuk mengakses situs-situs pornografi di internet dan spam pornografi yang ada dalam beranda media sosial, terutama facebook dan twitter yang akan sangat berpengaruh buruk terhadap perilaku sehari-hari.
Upaya untuk mencegah dan atau menanggulangi berbagai perilaku kekerasan yang dialami anak sudah mesti mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Oleh sebab itu, pendekatan dalam penanganan masalah ini mesti bersifat terpadu (integrated),di mana selain pendekatan hukum juga harus mempertimbangkan pendekatan non hukum yang justru merupakan penyebab terjadinya kekerasan Disamping itu bantuan media massa dan elektronik untuk lebih memperhatikan masalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam pemberitaannya, termasuk memberi pendidikan publik tentang hak-hak asasi perempuan dan anak- anak.
Keyword : Intergrated , Pendidikan
Abstark - The spread of pornography on the internet and social media has grown indefinitely which is very worrying if dikomsumsi by a child, easy teenagers to access pornographic sites on the internet and spam pornography on the social media homepage, especially facebook and twitter that will be very bad influence against everyday behavior.
Efforts to prevent and / or overcome various violent behaviors experienced by children should receive serious attention and handling. Therefore, the approach in dealing with this issue must be integrated, in addition to legal approaches must also take into account non-legal approach that is the cause of violence In addition, the mass media and electronic assistance to pay more attention to the problem of violence against women and children in its publications, including providing public education on the rights of women and children.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan terus berkembang pesat teknologi informasi di era digital saat ini media informasi komunikasi dan data semakin agresif menginvasi sektor kehidupan seiring dengan kemajuan teknologi informasi. Media sudah menjadi sarana untuk menjawab sebagian besar kebutuhan komunikasi, pendidikan, pekerjaan, dan hiburan masyarakat.. Ada banyak masalah kecil dan besar yang terpengaruh oleh transformasi media sosial, mulai dari hal pribadi, identitas individu, dan gaya hidup mereka sampai dengan masalah-masalah besar sosial. Pemanfaatan Internet sebagai penyebaran informasi dengan begitu cepat tak hanya berdampak positif akan tetapi berdampak negatif. Salah satu dampak negatif dari pemanfaatan internet adalah penyebaran informasi bermuatan pornografi yang menjadi perhatian serius dari Pemerintah.
Pengertian pornografi menurut Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi adalah : Gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,animasi, kartun,percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau
pertunjukan di muka umum, yang memuat eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.[1]
Proses penyebaran pornografi menjadi sangat mudah dengan adanya internet dan media sosial. Dalam hal ini tersebar melalui situs, blog, jejaring sosial dan mailing-list. Dan sangat disayangkanan semua itu memiliki penggemar yang cukup banyak terutama generasi muda dalam hal remaja dan anak-anak.
Anak sebagai tunas, potensi,dan generasi muda penerus cita – cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan untuk itu anak harus selalu dilindungi dan dijaga dari segala ancaman yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangannya, salah satu penghambat yang signifikan pertumbuhan dan perkembannya adalah pengaruh negatif yang masuk melalui internet dan media sosial yang mudah di akses oleh anak-anak seperti pornografi.
Tahun 2008 tentang Pornografi adalah : “Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.” Kewajiban dan tanggung jawab penyelenggara perlindungan anak tertuang dalam Pasal 67A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentag Perlindungan Anak adalah : ”Setiap orang wajib melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi yang mengandung unsur pornografi.” Dan tertuang Undang-Undang No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tertuang UU ITE. Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur larangan
mendistribusikan, mentransmisikan,
dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan.
B. Permasalahan
Perlindungan hukum bagi anak akibat penyebarluasan pornografi di internet dan media sosial merupakan masalah yang perlu diperhatikan. Berkaitan dengan moral, pada saat ini kita telah memasuki era baru yaitu era digital dan modernisasi, dengan berjalannya era baru ini sebenarnya
terjadi perubahan-perubahan dalam masyarakat baik dalam ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan- perubahan tersebut disebabkan oleh proses globalisasi sebagai efek perkembangan teknologi informasi yang tidak terelakkan, sehingga dapat merusak moral seseorang apalagi anak yang belum bisa menyaring informasi yang benar. Meningkatnya jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak menjadi fenomena tersendiri dan menyedot perhatian banyak kalangan.
Figure.1 Data ECPAT Indonesia korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) di Indonesia 2016-2017
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
a) Apa faktor yang
menyebabkan anak menjadi korban penyebarluasan pornografi di internet dan media sosial ?
b) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak akibat penyebarluasan pornografi di internet dan media sosial ?
C. Peran Pemerintah
Pemerintah Indonesia dilakukan pencegahan yang tercantum di dalam Protokol Opsional tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012.
Pada dasarnya, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the Sale of Children, Child Prostitution and Child Pornography (Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak) .[3]
Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.Kemudian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Undang-undang terkait
a) UU NO. 44 Tahun 2008 Tentang PORNOGRAFI
tengah masyarakat juga mengakibatkan meningkatnya tindak asusila dan pencabulan[4]
Pengaturan pornografi yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang ada, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak kurang memadai dan belum memenuhi kebutuhan hukum serta perkembangan masyarakat sehingga perlu dibuat undang-undang baru yang secara khusus mengatur pornografi.
b) Undang-Undang No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 27 ayat (1) UU ITE mengatur:
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan.”
B. Cyber Pornografi
Untuk efektivitas pembelajaran, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyamakan atau paling tidak
menjelaskan definisi. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan dari berbagai aspek (Crime dan Logos). Ini pertama Kali dikemukan oleh P. Topinard pada tahun 1830-1911.
Sebagai penyebaran muatan
pornografi melalui internet.
Penyebarluasan muatan pornografi
melalui internet tidak diatur secara
khusus dalam KUHP. Dalam KUHP
juga tidak dikenal istilah/kejahatan
pornografi. Namun, ada pasal KUHP
yang bisa dikenakan untuk perbuatan
ini, yaitu pasal 282 KUHP mengenai
kejahatan terhadap kesusilaan.
“Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di
muka umum tulisan, gambaran atau
benda yang telah diketahui isinya
melanggar kesusilaan, atau barangsiapa
dengan maksud untuk disiarkan,
dipertunjukkan atau ditempelkan di
muka umum, membikin tulisan,
gambaran atau benda tersebut,
memasukkannya ke dalam negeri,
meneruskannya, mengeluarkannya dari
negeri, atau memiliki persediaan,
ataupun barangsiapa secara
terang-terangan atau dengan mengedarkan
surat tanpa diminta, menawarkannya
atau menunjukkannya sebagai bisa
diperoleh, diancam dengan pidana
bulan atau pidana denda paling tinggi
empat ribu lima ratus rupiah”
Ancaman pidana terhadap
pelanggar diatur dalam Pasal 45 ayat
(1) UU ITE, yaitu ancaman pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak 1 (satu)
milliar rupiah. [5]
III.PEMBAHASAN
A. Faktor faktor yang menyebabkan
anak menjadi korban
penyebarluasan pornografi di internet dan media sosial
Internet merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya globalisasi karena telah menghilangkan batas-batas dunia. Internet telah membuat orang dari belahan bumi yang berbeda dapat berkomunikasi tanpa dibatasi oleh batas-batas negara, waktu, jarak, dan hukum atau biokrasi suatu negara.
Figure.2 Data APJII 2016 penetrasi penggunaan internet berdasarkan usia [6]
Karenakan adanya kesenjangan Pendidikan selain tindakan menutup secara paksa medianya sendiri yang
jelas salah, pornografi sebetulnya hanya salah satu sebagian kecil dari dunia konten Internet keseluruhan membuka situs pornografi yang tidak dibatasi dapat menimbulkan generasi muda terutama anak terkontaminasi oleh konten pornografi yang tersebar dan merajalela.
Masalah pornografi selain merusak sikap sosial dan akhlak seseorang juga merupakan salah satu sumber timbulnya kemaksiatan. Perbuatan pornografi sangat jelas merupakan perbuatan haram dan dilarang oleh agama karena perbuatan pornografi merupakan perbuatan yang tidak memelihara kehormatan diri pelaku, keluarga maupun masyarakat dan merupakan perbuatan yang mencemarkan, menodai, menjerumuskan diri sendiri maupun orang lain.
Dari hasil penelitian faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi korban penyebarluasan pornografi di internet dan media sosial diantaranya :
a)Kebebasan yang diberikan orang tua kepada anak terhadap game online, sosmed dan smartphone tanpa didampingi dan dikontrol penggunaanya secara terus m
erus.
Figure.3 Data APJII 2016 tempat yang sering diakses internet dimana saja menggunakan smartphone
b)Kurangnya memberikan ilmu agama sopan santun yang diberikan kepada anak sehingga anak merasa tidak bersalah dan keinginan untuk mengulangi kembali mengakses informasi terkait pornografi.
c)Orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaan diluar tanpa memperhatikan perkembangan dan tumbuh kembang anak. Saat ini anak bingung untuk menyampaikan kepada siapa dikarenakan orang tua fokus dengan pekerjaan.akhirnya anak berkonsultasi dengan teman yang memiliki efek buruk terhadapnya. d)Kurangnya pengawasan anak
dilingkungan luar
B. Perlindungan hukum terhadap anak akibat penyebarluasan pornografi
Peraturan Perundang-undangan di antaranya dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Internet dan Transaksi Elektronik.
Kewajiban ini menjadi tugas Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat
memberikan pembinaan,
pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
pornografi. Pornografi adalah suatu
problem
yang yang sangat komplek dan memprihatikan, oleh karena itu diperlukan upaya dan dukungan dari pemerintah dan lembaga-lembaga lain yang terkait untuk menanggulangi pornografi dan melawan pornogarfi secara efisien
Figure.4 Data APJII 2016 perilaku pengguna Pemblokiran situs tertentu .
C. Upaya yang harus dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak akibat penyebarluasan pornografi
yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan semaksimal mungkin sehingga penyebarluasan pornografi bisa diminimalisir karena untuk memblog situs pornografi tidak mudah. Disarankan kepada aparat hukum khususnya hakim pemberian sanksi terhadap pelaku tindak pidana pornografi dilihat apa yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yaitu dengan menerapkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pornografi semaksimal mungkin, untuk menimbulkan efek jera dengan ancaman hukuman yang berat. Disarankan kepada masyarakat terutama orang tua melakukan pengawasan terhadap anak dalam penggunaan teknologi. Dan setiap orang berkewajiban melindungi anak-anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi teknologi dan masyarakat untuk berperan dalam mewujudkan upaya pencegahan terhadap akses- akses situs pornografi agar tidak berkembang dimasa yang akan datang yang akan menghambat kehidupan.[7]
II.
KESIMPULAN & SARANA. Kesimpulan
Upaya untuk mencegah dan atau menanggulangi berbagai perilaku kekerasan yang dialami anak sudah mesti mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Oleh sebab itu, pendekatan dalam penanganan masalah ini mesti bersifat terpadu (integrated),di mana selain pendekatan hukum juga harus mempertimbangkan pendekatan non hukum yang justru merupakan penyebab terjadinya kekerasan Disamping itu bantuan media massa dan elektronik untuk lebih memperhatikan masalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam pemberitaannya, termasuk memberi pendidikan publik tentang hak-hak asasi perempuan dan anak- anak.
.
B. Saran
Di era digitalisasi seperti saat
sekarang ini, pemanfaatan teknologi dan
informasi sebaiknya digunakan untuk
berbagai kegiatan hal yang positif dan
bermanfaat. Pengawasan dan batasan perlu
diberikan kepada anak-anak atau remaja
yang akan memasuki dunia maya oleh
siapapun khususnya orang tua dan guru
dan tetap memberikan pendidikan agama
yang terpenting supaya mengetahui
Daftar Pustaka
[1] S. Di, K. Langsa, and P. Aceh, “Jurnal Ilmiah ‘DUNIA ILMU’ Vol.2 No.3 Oktober 2016,” vol. 2, no. 3, pp. 130–146, 2016.
[2] T. Anak, “Pedofilia dan kekerasan seksual: masalah dan perlindungan terhadap anak,” pp. 29–40, 2015.
[3] K. Sekolah and D. Islam, “Persepsi pornografi pada anak (studi
pendahuluan pada siswa kelas 5 sekolah dasar islam ‘x’).”
[4] A. Lembaran, N. Republik, I. Tahun, U. R. Indonesia, and I. Umum, “Tambahan lembaran negara ri,” no. 4928, 2008.
[5] “No Title,” 2015.
[6] “No Title,” 2016.
[7] http://m.tribunnews.com/nasional /2017