BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. 1. Modal Sosial
Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan.
Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar
terjalin terus, setiap individu dapat bekerjasama untuk memperoleh hal-hal yang
tercapai sebelumnya serta meminimalisasikan kesulitan yang besar. Modal sosial
menentukan bagaimana orang dapat bekerja sama dengan mudah.
Hakikat modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam
kehidupan sehari-hari warga masyarakat. Hubungan sosial mencerminkan hasil
interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan,
pola kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya, termasuk nilai dan norma yang
mendasari hubungan sosial tersebut (Ibrahim, 2006:110).
Modal sosial tidak hanya terbatas pada kajian kehidupan sosial semata. Ide
sentral dari modal sosial adalah bahwa jaringan-jaringan sosial merupakan suatu
asset yang bernilai. Jaringan-jaringan menyediakan suatu basis bagi kohesi sosial
karena menyanggupkan orang untuk bekerjasama satu sama lain dan bukan hanya
dengan orang yang mereka kenal secara langsung agar saling menguntungkan.
Keanggotaan jaringan-jaringan dan seperangkat nilai-nilai yang dibagi bersama
merupakan inti dari konsep modal sosial (Field, 2005:16).
Pierre Bourdieu (Dalam Field, 2005:16) menjelaskan bahwa pusat
Menurutnya bahwa modal sosial berhubungan dengan modal-modal lainnya,
seperti modal ekonomi dan modal budaya. Ketiga modal tersebut akan berfungsi
efektif jika kesemuanya memiliki hubungan. Modal sosial dapat digunakan untuk
segala kepentingan dengan dukungan sumberdaya fisik dan pengetahuan budaya
yang dimiliki, begitu pula sebaliknya.dalam konteks hubungan sosial, eksistensi
dari ketiga modal (modal sosial, modal ekonomi dan budaya) tersebut merupakan
garansi dari kuatnya suatu ikatan hubungan sosial.
Modal sosial atau Social Capital merupakan sumber daya yang dipandang
sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru. Sumber daya yang
digunakan untuk investasi, disebut dengan modal. Modal sosial cukup luas dan
kompleks. Modal sosial disini tidak diartikan dengan materi, tetapi merupakan
modal sosial yang terdapat pada seseorang. Misalnya pada kelompok institusi
keluarga, organisasi, dan semua hal yang dapat mengarah pada kerjasama. Modal
sosial lebih menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan antar
individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok, dengan ruang perhatian pada
kepercayaan, jaringan, norma dan nilai yang lahir dari anggota kelompok dan
menjadi norma kelompok.
Pemanfaatan modal sosial yang saling menguntungkan antar sesama suku
Jawa melalui rantangan merupakan tali pengikat antara satu sama lain. Artinya,
terpenuhinya kepentingan-kepentingan setiap individu-individu dalam
memeperoleh keuntungan ekonomi melalui tradisi rantangan tersebut.
Hubungan-hubungan yang terjalin atas dasar kepercayaan akan
menghasilkan suatu ikatan yang memiliki nilai-nilai yang disepakati bersama.
yang semakin solid. Keterkaitan dan konsintensi elemen-elemen modal sosial
pada suatu interaksi sosial akan berpengaruh positif terhadap penciptaan
koordinasi-koordinasi dan kerjasama yang akan menguntungkan satu sama
lainnya.
Nilai-nilai sosial yang positif dapat dilihat dari besarnya tingkat
kepercayaan dalam masyarakat dan organisasi sosial yang bertahan. Nilai-nilai
sosial yang positif tersebut antara lain adalah kepercayaan (trust), jaringa n soaial
(social network), dan pranata sosial (institutionts) yang merupakan elemen-elemen
pokok dalam modal sosial. Modal sosial dapat dilihat dan ditemukan dalam
masyarakat yang antar individunya terjalin interaksi dan komunikasi.
Lubis, dalam (Badaruddin, 2005:31) menjelaskan bahwa modal sosial
adalah sumber daya yang berintikan elemen-elemen pokok yang mencakup : (1)
Saling percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran
(fairness), sikap egaliter (egaliterianisme), toleransi (tolerance) dan kemurahan
hati (generosity), (2) Jaringan sosial (network), yang meliputi adanya partisipasi
(participation), pertukaran timbal balik (resiprocity), solidaritas (solidarity), kerja
sama (cooperation), keadilan (equity), (3) Pranata (institution), yang meliputi
nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared value), norma-norma dan sanksi-sanksi
(norms and sanctions) dan aturan-aturan (rules).
Rudi Syahra, dkk. dalam (Kristina, 2003:60) menyebutkan bahwa modal
sosial dapat dilihat dari :
1. Kepercayaan (trust) adalah kecenderungan untuk menepati sesuatu yang telah
dikatakan baik secara lisan maupun tulisan. Adanya sifat kepercayaan ini
orang lain, dengan keyakinan bahwa yang bersangkut an akan menepati janji atau
memenuhi kewajibannya.
2. Solidaritas, kesediaan untuk secara sukarela ikut menanggung suatu konsekuensi
sebagai wujud adanya rasa kebersamaan dalam menghadapi suatu masalah.
3. Toleransi, kesediaan untuk memberikan konsesi atau kelonggaran, baik dalam
bentuk materi maupun non-materi sepanjang tidak berkenaan dengan hal-hal yang
bersifat prinsipil.
Modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam
suatu entitas atau kelompok untuk bekerjasama membangun suatu jaringan untuk
mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interelasi
timbal balik dan Saling menguntungkan dan dibangun atas kepercayaan yang
ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan
tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat membuat jalinan hubungan
diatas prinsip-prinsip yang telah disepakati bersama.
2.2.1. Jaringan Sosial (social networks)
Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak
individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok
lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun
informal. Hubungan sosial adalah cerminan dari kerjasama dan koordinasi
antarwarga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprosikal
(Ibrahim, 2002:67)
Hubungan manusia sangat berarti baginya sebagai individu. Dapat
kenal. Secara lebih luas, ikatan-ikatan di antara manusia juga berperan sebagai
dinding pembatas bagi struktur-struktur sosial yang lebih luas.
Jaringan lebih mobel dari pada hirarki. Dalam alokasi sumber daya ala
jaringan, transaksi terjadi tidak melalui pertukaran yang terpisah atau restu
administratif, tetapi melalui jaringan-jaringan individu yang terlibat dalam
aksi-aksi timbal balik, saling mengutamakan, dan saling mendukung. Jaringan dapat
bersifat kompleks; mereka tidak menerapkan kriteria pasar yang ekplisit, juga
tidak memakai paternalisme yang biasanya terdapat dalam hirarki. Sebuah asumsi
dasar dari hubungan jaringan adalah bahwa satu pihak tergantung pada
sumber-sumber yang dikontrol oleh pihak lain, dan bahwa ada keuntungan yang bisa
diperoleh dari penggabungan sumber daya. Intinya, pihak-pihak dalam jaringan
setuju untuk tidak mengejar kepentingan diri sendiri dengan jalan merugikan yang
lainnya. Powell ( dalam Hamilton, 1996:270)
Keterkaitan jaringan dan kelompok merupakan aspek vital dari modal
sosial. Jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan antara individu dalam
komunitas. Keterkaitan terwujud di dalam beragam tipe kelompok pada tingkat
lokal maupun tingkat lebih tinggi. Jaringan hubungan sosial biasanya akan
diwarnai oleh suatu tipologi khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi
kelompok. Pada kelompok sosial yang biasanya terbentuk secara tradisional atas
dasar kesamaan garis keturunan (liniage), pengalaman-pengalaman sosial turun
temurun (repeated social experiences), dan kesamaan kepercayaan pada dimensi
Ketuhanan (religious belief) cenderung memiliki kohesifitas yang tinggi, tetapi
rentang jaringan maupun trust yang terbangun sangat sempit. Sebaliknya, pada
pengelolaan organisasi yang lebih modern akan memiliki tingkat partisipasi
anggota yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan yang lebih luas.
Pada dasarnya modal sosial merupakan kerjasama yang dibangun dengan
untuk mencapai tujuan. Kerjasama yang terjalin tercipta ketika telah terjadinya
hubungan interaksi sosial sehingga menghasilkan jaringan kerjasama, pertukaran
sosial, saling percaya dan terbentuknya nilai dan norma dalam hubungan interaksi
tersebut.
2.2.2. Kepercayaan (Trust)
Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa trust itu berasal dari sebuah
jaringan sebagai sumber penting tumbuh dan hilangnya trust. Dalam pandangan
Francis Fukuyama, trust adalah sikap saling mempercayai di masyarakat yang
memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan
memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. Fukuyama berpendapat
bahwa kepercayaan adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas
yang berperilaku normal, jujur dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang
dimiliki bersama. Adanya jaminan tentang kejujuran dalam komunitas dapat
memperkuat rasa solidaritas dan sifat kooperatif dalam komunitas.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30469/3/Chapter%20II.pdf/diaks
es pada tanggal 28 Januari 2013)
Qianhong Fu, (Hasbullah, 2006:12 dikutip dari skripsi: modal sosial pada
pasar tradisional oleh Dedy Kurnia Putra) membagi tiga tingkatan trust yaitu pada tingkatan individual, relasi sosial dan pada tingkatan personal dan sekaligus
atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok. Sedangkan pada
tingkatan sistem sosial trust merupakan nilai yang berkembang menurut sistem
sosial yang ada. Trust juga dipandang sebagai komponen ekonomi yang relevan
pada kultur yang ada pada masyarakat dan membentuk kekayaan modal sosial.
Kepercayaan akan menimbulkan kewajiban sosial dengan mempercayai
seseorang akan menimbulkan kepercayaan kembali dari orang tersebut
(resiprositas). Menurut Homans dalam Munandir Soelaeman (2001:56-57) dikenal
dengan teori pertukaran (exchange theory) antar pribadi. Antar-pribadi terjadi
pertukaran karena keadaan internal (tidak mampu mengatasi keinginan atau
kondisi), dan keadaan eksternal (ada konsensus nilai, pelembagaan). Dasar
psikologis pertukaran, karena dukungan sosial dan faktor penguat, sehingga
terjadi transaksi atau saling memberi, timbal balik, memperoleh keseimbangan
emosional atas dasar pribadi. Dan dalam kaitannya dengan resiprositas dan
pertukaran, Pretty dan Ward, dalam (Badaruddin, 2005:32) mengemukakan bahwa
adanya hubungan-hubungan yang dilandasi oleh prinsip resiprositas dan
pertukaran akan menumbuhkan kepercayaan karena setiap pertukaran akan
dibayar kembali (repaid an balanced). Hal ini merupakan pelicin dari suatu
hubungan kerjasama yang telah dibangun agar tetap konsisten dan
berkesinambungan.
Kepercayaan sosial hanya efektif dikembangkan melalui jalinan pola
hubungan sosial resiprosikal atau timbal balik antar pihak yang terlibat dan
berkelanjutan. Adanya trust menyebabkan mudah dibinanya kerjasama yang
melekat kuat dan bertahan lama. Karena diantara orang-orang yang melakukan
hubungan tersebut mendapat keuntungan timbal balik dan tidak ada salah satu
pihak yang dirugikan. Disini hubungan telah memenuhi unsur keadilan (fairness)
diantara sesama individu (Wafa, 2006:46).
Coleman, dalam (Wafa, 2006:60) menegaskan bahwa kelangsungan setiap
transaksi sosial ditentukan adanya dan terjaganya trust (amanah atau kepercayaan)
dari pihak-pihak yang terlibat. Artinya hubungan transaksi antara manusia sebagai
individu maupun kelompok baik yang bersifat ekonomi maupun non-ekonomi
hanya mungkin terjadi apabila ada kelanjutan trust atau rasa saling percaya dari
pihak-pihak yang melakukan interaksi. Individu-individu yang memiliki tingkat
kepercayaan yang tinggi memungkinkan terciptanya organisasi-organisasi bisnis
yang fleksibel yang mampu bersaing dalam ekonomi global.
2.2.3. Nilai dan Norma Sosial
Nilai sosial (Social Value) adalah suatu ide yang telah turun-temurun
dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat (Hasbullah,
2006). Setiap kehidupan sosial senantiasa ditandai dengan adanya aturan-aturan
pokok yang mengatur prilaku anggota-anggota masyarakat yang terdapat di dalam
lingkungan sosial tersebut. Dalam kehidupan manusia terdapat seperangkat pola
hubungan tertata yang tidak disamai dengan mahluk lain. Pola-pola tersebut
meliputi (a) segala sesuatu yang menjadi dasar-dasar tujuan kehidupan sosial ideal
atas dasar pola-pola yang terbentuk di dalam realitas sosial tersebut. Sesuatu yang
menjadi dasar tujuan kehidupan sosial tersebut merupakan awal lahirnya sistem
menjadi tujuan kehidupan bersama, (b) Sesuatu yang menjadi pola-pola pedoman
untuk mencapai tujuan dari kehidupan sosial, yang didalamnya terdapat
seperangkat perintah dan larangan berikut sanksinya yang dinamakan sistem
norma.
Norma-norma sosial (Social Norms) akan sangat berperan dalam
mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Menurut
Hasbullah (2006), pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang
diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas
(kelompok) tertentu. Norma-norma ini terinstusionalisasi dan mengandung sanksi
sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari
kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Aturan-aturan tersebut biasanya tidak
tertulis, akan tetapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan
pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.
Aturan-aturan kolektif itu misalnya menghormati orang lain, tidak
mencurangi orang lain, kebersamaan dan lainnya. Apabila di dalam suatu
komunitas masyarakat, asosiasi, group, atau kelompok, norma-norma tersebut
tumbuh, dipertahankan dan kuat, maka akan memperkuat masyarakat itu sendiri.
Inilah alasan mengapa norma-norma sosial merupakan salah satu unsur modal
sosial yang akan merangsang keberlangsungan kohesifitas sosial yang hidup dan
kuat.