• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pasien Pada Kinerja Pelayanan Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respons Pasien Pada Kinerja Pelayanan Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2015"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

Tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat. Perkembangan perumahsakitan di Indonesia sejak kemerdekaan

berlangsung sangat cepat dan dinamis, sejalan dengan pesatnya peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Saat ini, perkembangan pelayanan RS sejalan dengan

tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu,

mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, kefarmasian, termasuk

penggunaan teknologi komunikasi mutakhir dengan komputer dan internet.

2.1.1 Jenis Rumah Sakit di Indonesia

Jenis RS di Indonesia dikelompokkan menurut beberapa aspek seperti

berdasarkan kepemilikan, jenis pelayanan yang diberikan, dan berdasarkan

kelasnya. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/PER/I/2010 tentang

perizinan rumah sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan kepemilikan,

yaitu rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik ialah rumah

sakit yang dikelola pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat

nirlaba. Contohnya RS Pusat, RS Provinsi, dan RS Umum Daerah) Sedangkan

(2)

tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero. Contohnya RS yang

yang dikelola oleh yayasan tertentu.

Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit

mengelompokkan rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan

menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum ialah

rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis

penyakit. Adapun rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan

pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan

disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Misalnya RS Khusus Mata, RS Khusus Stroke dan lain-lain.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi

Rumah Sakit menetapkan RS khusus dibedakan atas RS Khusus kelas A, RS

Khusus kelas B dan RS Khusus kelas C, hal ini didasarkan atas fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik spesialis dan subspesialis kekhususannya. RS

Khusus kelas A memiliki fasilitas dan kemampuan kekhususan yang lengkap, RS

Khusus kelas B punya fasilitas dan kemampuan kekhususan yang terbatas,

sedangkan RS Khusus kelas C punya fasilitas dan kemampuan kekhususan yang

minimal.

2.1.2 Rumah Sakit sebagai Industri Jasa

Konsep dan dan teori pemasaran pada awalnya dikembangkan dalam

bentuk penjualan produk barang yang bersifat fisik. Sejalan dengan

perkembangan pemasaran produk barang, industri jasa juga berkembang dan

(3)

disebuah negara sangat memengaruhi struktur perekonomian negara tersebut.

Orientasi perekonomian sebuah negara yang semula terfokus pda sektor primer,

semakin bergeser ke sektor sekunder, dan tersier, termasuk jasa.

Di Indonesia perkembangan sektor jasa juga terjadi dengan cepat.

Kemajuan ekonmoi global juga mendorong pesatnya pertumbuhan sektor jasa di

dalam negeri. Sektor ini membuka lapangan kerja dan peluang bisnis termasuk

bisnis di bidang kesehatan.

Menurut Muninjaya (2011), yang mengutip pendapat Kotler, jasa adalah

sebuah tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak

lainnya, bersifat tidak berwujud (intangible) dan tidak mengubah status

kepemilikan bagi yang membelinya.

Untuk pengembangan strategi pemasaran jasa pelayanan rumah sakit (RS),

staf RS sebaiknya memerhatikan batasan jasa. Strategi dan kiat-kiat pemasaran

jasa pelayanan RS sangat berbeda dengan pemasaran produk barang. Pemasaran

jasa pelayanan kesehatan RS tidak saja harus selalu berorientasi pada kepuasan

pengguna jasa pelayanan (customer satisfaction), akan tetapi juga tidak boleh melanggar standar prosedur pelayanan kesehatan yang baku (Standard operating procedure – SOP), dan kode etik profesi. Secara umum jasa memiliki empat ciri khas, dan setiap cirri punya kiat-kiat khusus untuk memasarkannya.

Menurut Muninjaya (2011), ada tiga kategori produk yang dihasilkan oleh

lembaga/organisasi. Ketiganya dibedakan berdasarkan daya tahan atau wujudnya.

(4)

pemakaian satu sampai dua kali. Jenis barang ini umur

ekonomisnya sangat terbatas, biasanya kurang dari setahun.

Contoh produknya: makanan dan obat, vaksin, garam beryodium.

2. Barang tahan lama, (durable goods). Jenis barang ini memiliki umur ekonomis lebih dari setahun. Contoh produknya: alat

rontgen, komputer, stetoskop, jarum suntik.

3. Jasa (Service). Merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan (dijual). Contoh produknya: pelayanan rumah sakit,

pelayanan puskesmas, pelayanan apotek dan asuransi kesehatan.

Dalam proses pemasarannya, ketiganya saling berinteraksi dan saling

melengkapi, atau saling membutuhkan. Misalnya institusi kesehatan menawarkan

jasa pelayanan kesehatan. Komponen jasa pelayanan kesehatan hanya sebagian

kecil saja dari apa yang ditawarkan kepada pengguna (pasien). Komponen jasa

bisa menjadi bagian utama (pokok) dari seluruh pelayanan RS, tetapi jasa

pelayanan kesehatan yang ditawarkan pasti memrlukan produk lainnya seperti

peralatan kedokteran, makanan, laundry, obat-obatan, AC, telpon dan computer.

Bentuk barang yang menunjang jasa pelayanan kesehatan adalah bagian dari

durable dan non durable goods.

Jika dibandingkan dengan produk barang, jasa dibedakan berdasarkan ciri

khasnya yaitu (Muninjaya, 2011):

1. Intangibility. Jasa pelayanan kesehatan punya cirri khas tidak berbentuk, tidak bisa diraba, tidak bisa dicium, tidak bisa disentuh

(5)

sebelum pasien menerimanya (membeli jasa pelayanan tersebut).

Untuk mengurangi ketidakpastian mutunya, pasien harus

memerhatikan ada tidaknya bukti atau tanda bahwa jasa yang

ditawarkan memang benar-benar berkualitas. Mutu jasa bisa dikaji

dari aspek lokasi (tempat) jasa pelayanan kesehatan diberikan,

orang yang menjualnya (kualifikasi, kompetensi, dan pengalaman

kerja tenaga kesehatan), peralatan yang digunakan (medical dan non medical equipment) , materi komunikasi, termasuk simbol, dan harga (biaya pelayanan kesehatan). ciri-ciri ini bisa diamati

oleh pasien (sebagai pengguna) sebelum membeli jasa pelayanan.

2. Inseparability. Produk barang harus diproduksi lebih dahulu sebelum dijual, tetapi jasa pelayanan kesehatan, produknya harus

diproduksi bersamaan pada saat pasien meminta jasa pelayanan

kesehatan tersebut. Artinya jasa pelayanan kesehatan akan

diproduksi bersamaan pada saat jasa tersebut akan dikonsumsi

oleh pasien.

3. Variability. Jasa juga banyak variasinya. Bentuk, mutu dan jenisnya sangat tergantung dari siapa, kapan dan di mana jasa

tersebut diproduksi. Variasi jasa juga ditentukan oleh tingkat

partisipasi penggunanya selama proses penyampaian jasa,

termasuk moral atau motivasi petugas kesehatan pada saat

(6)

4. Perishability. Jasa merupakan sesuatu yang tidak bisa disimpan dan tidak tahan lama. Tempat tidur rumah sakit yang kosong,

waktu dokter yang tidak dimanfaatkan oleh pasien akan hilang

begitu saja karena jasa tidak dapat disimpan. Kondisi ini akan

bermasalah jika permintaan terhadap jasa tetap. Khusus untuk

pelayanan kesehatan, penawaran dan permintaan jasa sangat sulit

diprediksi, karena sangat tergantung dari gangguan kesehatan

seseorang atau masyarakat.

Paket jasa pelayanan kesehatan yang dijual kepada pelanggan terdiri dari

fasilitas penunjang (seperti kenyamanan ruang periksa, dekorasi, keamanan,

lampu penerang, kebersihan, kejelasan petunjuk, tempat parkir dan sebagainya);

alat-alat pendukung (pengguna disediakan minuman pada saat menunggu,

makanan yang sehat dan enak dikonsumsi oleh pasien selama masa perawatan,

obat-obat penunjang tersedia lengkap dan sebagainya); jasa eksplisit (kecepatan

pelayanan, kesesuaian kegiatan pelayanan dengan dengan jadwal); jasa implisit

(manfaat psikologis yang bisa dirasakan langsung oleh panca indera pasien seperti

privacy, jaminan rasa aman, senyuman petugas, sikap empati dan keramahan perawat).

2.1.3 Kualitas dan Kepuasan Pelanggan di Rumah Sakit

Kualitas jasa merupakan bagian penting yang perlu mendapat perhatian

RS. Pengemasan paket jasa yang diproduksi merupakan salah satu strategi

pemasaran institusi pelayanan kesehatan kepada para penggunanya, yaitu pasien

(7)

kesehatan yang ditawarkan mampu bertahan dan berkesinambungan sehingga

segmen pasar tertentu bisa dipertahankan atau munculnya pelanggan baru karena

cerita dari mulut ke mulut oleh pengguna jasa sebelumnya.

Melakukan analisis terhadap kualitas jasa pelayanan kesehatan yang

dikaitkan dengan kepuasan pelanggan harus jelas tujuannya, jenis lembaga

pelayannya, dan situasi pasarnya. Untuk itu, beberapa faktor yang mempengaruhi

kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan perlu dipahami, seperti:

1. Jenis paket jasa pelayanan kesehatan yang diterima. Dalam hal ini

aspek komunikasi antara penjual dan pengguna memegang

peranan sangat penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact

2. Emphaty (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini berpengaruh

besar pada tingkat kepatuhan pasien yang akhirnya berdampak

positif pada kesembuhannya.

3. Biaya (cost). Penjelasan tentang harga (tarif pelayanan) harus diberikan sebelum pasien dan keluarganya menerima pelayanan.

Informasi mengenai rincian biaya ini harus disampaikan pada

pengguna sebab biaya perawatan tidak bisa ditaksir oleh

penggunanya. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pasien

ataupun keluarganya mengenai perawatan yang diterima dan biaya

perawatannya bisa berkembang menjadi sumber keluhan pasien

(8)

4. Penampilan fisik (kerapian) petugas kesehatan, kondisi

kebersihan, dan kenyamanan ruangan.

5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.

Misalnya, ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter.

6. Keandalan dan keterampilan petugas kesehatan merawat pasien.

Faktor ini sangat tergantung dari pengalaman dan kompetensinya.

Faktor ini bisa dirasakan oleh pengguna pelayanan kesehatan,

terutama yang sedang dirawat di RS

7. Kecepatan petugas menanggapi keluhan pasien. Kecepatan

memenuhi panggilan pasien pada saat diperlukan sangat

ditentukan oleh kesigapan petugas jaga (dokter dan paramedis)

yang tertuang dalam sistem kontrak antar dokter/paramedis

dengan pihak manajemen RS.

Tujuan utama melakukan analisis kepuasan pasien di RS adalah untuk

mengetahui tingkat kepuasan para pengguna jasa pelayanan kesehatan, dan dapat

digunakan oleh pihak manajemen RS sebagai alat untuk:

1. Merumuskan kebijakan atau keputusan guna meningkatkan

kinerja RS yang dipimpinnya.

2. Penyusunan strategi pemasaran produk pelayanan. Unit unit

pelayanan yang paling sering menerima keluhan pasien harus

mendapat perhatian utama dari pihak manajemen RS dan segera

dicarikan solusinya untuk memperbaiki mutu pelayanan sebelum

(9)

3. Memonitor dan mengendalikan aktivitas sehari-hari staf terutama

pada saat memberikan pelayanan kepada pasien.

4. Menerapkan misi RS yang sudah dirumuskan untuk memperoleh

kepercayaan masyarakat penggunanya.

2.2 Pelayanan Publik

2.2.1 Pengertian Pelayanan Publik

Berdasarkan Permenpan-Reformasi dan Birokrasi Nomor 38 Tahun 2012

Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik, pelayanan publik

adalah kegiatan atau rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan

peduduk atas atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan

oleh penyelenggara pelayanan publik.

Pelayanan publik merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur,

sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam

pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang meliputi empat aspek pelayanan

pokok aparatur terhadap masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

2.2.2 Jenis Pelayanan Publik

Menurut Kepmen PAN Nomor 58 Tahun 2002 mengelompokkan tiga jenis

pelayanan dari instansi pemerintah serta BUMD/BUMN. Pengelompokan jenis

(10)

pelayanan yang dihasilkan, yaitu 1) pelayanan administratif, 2) pelayanan barang,

3) pelayanan jasa.

Jenis pelayanan administratif adalah jenis pelayanan yang diberi-kan oleh

unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan,

dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan

menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, ijin-ijin,

rekomendasi, keterangan dan lain-lain. Misalnya jenis pelayanan sertifikat tanah,

pelayanan, IMB, Pelayanan administrasi kependudukan (KTP, KK, akte

kelahiran, dan akte kematian), semuanya memerlukan pelayanan yang optimal.

Jenis pelayanan Barang adalah pelayanan yang diberikan oleh unit

pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pegolahan bahan berwujud fisik

termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit

atau individual) dalam suatu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut

menghasilkan produk akhir berwujud benda, atau yang dianggap benda yang

memberikan nilai tambah secara langsung bagi penggunanya. Misalnya jenis-jenis

pelayanan pembayaran iuran listrik, air minum dan telepon.

Jenis pelayanan jasa adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit

pelayanan berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya

berdasarkan suatu sistem penoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa

jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis

terpakai dalam jangka waktu tertentu. Misalnya pelayanan perbankan, pelayanan

(11)

2.2.3 Unit Pelayanan Publik

Untuk melaksanakan/menyelenggarakan pelayanan publik dibutuhkan

sebuah lembaga atau badan yang bertugas memberikan pelayanan kepada

publik/masyarakat. Misalnya pelayanan di bidang kesehatan, dibutuhkan

puskesmas dan rumah sakit. Puskesmas dan rumah sakit tersebut selanjutnya

disebut dengan unit pelayanan publik.

Permenpan-RB Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja

Unit Pelayanan Publik mendefinisikan unit pelayanan publik adalah satuan kerja

di lingkungan instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada publik.

Instansi pemerintah yang dimaksud adalah kementerian, lembaga dan pemerintah

daerah.

Berdasarkan pengertian di atas maka unit pelayanan publik adalah

badan/lembaga di bawah koordinasi negara yang menjadi penyelenggara

pelayanan kepada publik sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang

berlaku. Penyelenggara pelayanan publik berarti setiap institusi penyelenggara

negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan

undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk

semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

2.3 Kinerja Unit Pelayanan Publik

2.3.1 Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang.

(12)

pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya.

Menurut Riadi (2014) yang mengutip pendapat Rivai dan Basri, kinerja

adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama

periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang

telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Menurut

Mangkunegara (2002), kinerja berarti hasil kerja baik secara kualitas ataupun

kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung

jawab yang diberikan.

Menurut Mangkunegara (2002), karakteristik orang yang mempunyai

kinerja yang tinggi adalah sebagai berikut:

1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi

2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi

3. Memiliki tujuan yang realistis

4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk

merealisasikan tujuannya

5. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam seluruh kegiatan

kerja yang dilakukannya

6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah

(13)

2.3.2 Manajemen Kinerja

Menurut Dharma (2005), manajemen kinerja adalah suatu cara untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu

dengan memahami dan mengelola kinerja sesuai target yang telah direncanakan,

standar, dan persyaratan kompetensi yang telah ditentukan. Manajemen kinerja

juga berarti sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai, dan

pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara

yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam

suatu jangka waktu tertentu baik pendek maupun panjang.

Manajemen kinerja didasarkan pada suatu asumsi bahwa bilamana orang

tahu dan mengerti apa yang diharapkan dari mereka, dan diikutsertakan dalam

penentuan sasaran yang akan dicapai maka mereka akan menunjukkan kinerja

untuk mencapai sasaran tersebut. Tujuan umum manajemen kinerja adalah untuk

menciptakan budaya para individu dan kelompok memikul tanggung jawab bagi

usaha peningkatan proses kerja dan kemampuan yang berkesinambungan.

Proses manajemen kinerja dapat digunakan untuk mengkomunikasikan

dan memperkuat strategi, nilai dan norma organisasi dan mengintegtrasikan

sasaran individu dan organisasi. Manajemen kinerja memungkinkan individu

untuk mengekspresikan pandangan mereka tentang apa yang seharusnya mereka

kerjakan, arah yang akan dituju dan bagaimana seharusnya mereka dikelola.

Dengan demikian, proses ini memberikan suatu cara bagaimana sasaran kerja

(14)

manajemen kinerja merupakan kemitraan antara manajer dan individu yang

merupakan anggota kelompok kerjanya.

Supaya manajemen kinerja dapat berlangsung efektif maka ada 4 prinsip

mendasar, yaitu:

1. Manajemen kinerja dimiliki dan dimotori oleh manajemen lini dan

bukan oleh bagian Sumber Daya Manusia

2. Penekanan terhadap nilai dan target organisasi

3. Manajemen kinerja bukanlah merupakan sekumpulan pemecahan

masalah, tetapi sesuatu yang harus dikembangkan secara khusus untuk

suatu organisasi tertentu

4. Manajemen kinerja harus berlaku bagi semua staf, bukan hanya

sebagian dari kelompok manajerial saja.

Kemudian untuk memudahkan proses manajemen kinerja maka disusunlah

kerangka kerja. Kerangka kerja akan menuntun organisasi untuk menuju

perkembangan. Kerangka kinerja menjadi panduan untuk manajer, karyawan dan

kelompok, sehingga jelas kegiatan manajemen kinerja apa yang diharapkan dari

pegawainya. Aktifitas dalam kerangka kerja tersebut adalah:

1. Strategi serta sasaran organisasi

 Persiapan pernyataan nilai serta misi yang dikaitkan dengan

strategi organisasi.

(15)

2. Penetapan rencana dan kinerja

 Kesepakatan mengenai akuntabilitas, tugas, sasaran, tuntutan

pengetahuan, keahlian dan kompetensi serta ukuran kinerja.

 Kesepakatan mengenai rencana kerja dan action plan untuk

pengembangan SDM dan peningkatan kinerja.

3. Pengelolaan secara berkesinambungan sepanjang tahun

 Pemberian umpan balik secara teratur

 Evaluasi perkembangan secara berkala

4. Evaluasi kinerja secara formal

 Persiapan oleh manajer dan karyawan secara individu untuk

suatu evaluasi formal.

 Evaluasi kinerja tahunan, yang kemudian mengarah pada

kesepakatan kinerja baru.

5. Pengembangan dan pelatihan

 Program pengembangan dan pelatihan yang didasarkan atas

hasil evaluasi kinerja.

 Pengembangan yang lebih informal akan berlangsung

disepanjang tahun dalam bentuk bimbingan, konseling, on the job training dan aktifitas pengembangan diri.

2.3.3 Penilaian Kinerja

Manfaat utama dari penilaian/pengukuran kinerja adalah tersedianya

umpan balik yang segera, berarti dan objektif bagi otganisasi yang bersangkutan.

(16)

“apabila tak dapat mengukurnya maka tak akan mampu juga untuk meningkatkannya”. Ukuran kinerja seharusnya dapat memberikan bukti tentang

apakah hasil yang dikehendaki telah tercapai atau tidak dan sudah sejauh mana

pekerjaan tersebut dikerjakan.

Penilaian/pengukuran kinerja akan menjadi dasar untuk memberikan

informasi umpan balik yang akan digunakan tidak hanya oleh para manajer tetapi

juga oleh para karyawan untuk memantau kinerja mereka sendiri. fokus dan isi

ukuran kinerja tentu saja akan sangat bervariasi di antara berbagai pekerjaan serta

tingkatan manajemen yang berbeda.

Secara lebih spesifik, menurut Semil (2005) yang mengutip pendapat

Gerson manfaat penilaian/pengukuran kinerja adalah:

1. Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan

berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang

prima kepada pelanggan.

2. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan

standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka

menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang

meningkat.

3. Memberikan umpan balik pada pelaksana, terutam bila pelanggan

sendiri yang melakukan pengukuran kinerja pelaksana atau

(17)

4. Pengukuran memberitahukan apa yang harus dilakukan untuk

memperbaiki mutu kepuasan pelanggan serta bagaimana harus

melakukannya. Informasi ini juga bisa datang langsung dari pelanggan.

5. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat

produktivitas yang lebih tinggi.

Selanjutnya, apabila kinerja dikaitkan dengan harapan dan kepuasan maka

gambarannya adalah sebagai berikut:

1. Kinerja < Harapan

Apabila kinerja pelayanan menunjukkan keadaan di bawah harapan

pelanggan, maka pelayanan kepada pelanggan dianggap tidak

memuaskan dan pelanggan akan merasa kecewa.

2. Kinerja = Harapan

Apabila kinerja pelayanan menunjukkan keadaan sama atau sesuai

dengan harapan pelanggan, maka pelayanan dianggap memuaskan atau

tingkat kepuasannya minimal.

3. Kinerja > Harapan

Apabila kinerja pelayanan menunjukkan lebih dari yang diharapkan

pelanggan, maka pelayanan dianggap istimewa atau sangat

memuaskan dan pelanggan akan merasa senang, dan gembira.

2.3.4 Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja unit pelayanan publik

dituangkan melalui beberapa peraturan perundang-undangan. Pemerintah melalui

(18)

beberapa Keputusan dan Peraturan Menteri yang bisa menjadi dasar dalam

melakukan penilaian kinerja instansi publik. Peraturan – peraturan tersebut antara

lain Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Kepmen PAN Nomor 25 Tahun 2004 tentang

Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan

Instansi Pemerintah dan Permenpan-RB Nomor 38 tahun 2012 tentang Pedoman

Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik..

Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003 menyebutkan hakekat pelayanan

publik ialah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan

perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Dalam

peraturan tersebut disebutkan aparatur negara hendaknya memberikan pelayanan

dengan berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan penerima pelayanan, sehingga

dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian pelayanan barang dan jasa.

Tujuan dari Kepmen PAN ini sendiri adalah untuk mendorong

terwujudnya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam arti memenuhi

harapan dan kebutuhan baik bagi pemberi maupun penerima pelayanan.

Ringkasnya Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003 berisi tentang

penyelenggaraan pelayanan publik yang harus memperhatikan dan menerapkan

prinsip, standar, pola penyelenggaraan biaya, pelayanan bagi penyandang cacat,

lanjut usia, wanita hamil dan balita, pelayanan khusus , biro jasa pelayanan,

tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyelesaian

pengaduan dan sengketa, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan

(19)

Berikut 10 prinsip pelayanan publik yang termuat dalam Kepmen PAN

Nomor 63 Tahun 2003:

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan

mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan

a. Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik,

b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/

persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik,

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.

3. Kepastian waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu

yang telah ditentukan

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah

5. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan

kepastian hukum.

6. Tanggung jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian

(20)

7. Kelengkapan sarana dan prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung

lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi

telekomunikasi dan informatika (telematika).

8. Kemudahan akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah

dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi

telematika

9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah,

serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

10.Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu

yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta

dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir,, toilet,

tempat ibadah dan lain-lain.

Sedangkan menurut Kepmen PAN Nomor 25 Tahun 2004 diatur pedoman

mengenai penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). IKM dinilai penting

untuk menjadi salah satu indikator dalam penilaian kinerja pelayanan publik sebab

melalui IKM bisa dilihat sejauh mana tingkat kepuasan masyarakat terhadap

pelayanan yang diberikan instansi publik serta untuk mengetahui sejauh mana

(21)

Tujuan penyusunan IKM sendiri ialah untuk mengetahui tingkat kinerja

pelayanan instansi publik secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan

kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik selanjutnya. Bagi

masyarakat, IKM dapat digunakan sebagai gambaran tentang kinerja pelayanan

instansi publik.

Dalam Kepmen PAN tersebut terdapat 14 unsur minimal yang harus ada

untuk menjadi dasar dalam pengukuran IKM. Empat belas unsur itu antara lain:

1. Prosedur pelayanan

Kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan pada masyarakat dilihat

dari sisi kesederhanaan alur pelayanan

2. Persyaratan pelayanan

Persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk

mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya

3. Kejelasan petugas pelayanan

Keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama,

jabatan, serta kewenangan dan tanggung jawab)

4. Kedisiplinan petugas pelayanan

Kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap

konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku

5. Tanggung jawab petugas pelayanan

Kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam

(22)

6. Kemampuan petugas pelayanan

Tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam

memberikan/meyelesaikan pelayanan kepada masyarakat

7. Kecepatan Pelayanan

Target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah

ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan

8. Keadilan mendapatkan pelayanan

Pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status

masyarakat yang dilayani

9. Kesopanan dan keramahan petugas

Sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat secara spontan dan ramah serta saling menghargai dan

menghormat

10.Kewajaran biaya pelayanan

Keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan

oleh unit pelayanan

11.Kepastian biaya pelayanan

Kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah

ditetapkan

12.Kepastian jadwal pelayanan

Pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah

(23)

13.Kenyamanan lingkungan

Kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur

sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan

14.Keamanan pelayanan

Terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara

pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat

merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko

yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan

Selanjutnya pada tahun 2012 Kemenpan yang telah berubah nama menjadi

Kemenpan-RB mengeluarkan peraturan mengenai pedoman penilaian kinerja unit

pelayanan publik lewat Permenpan-RB Nomor 38 Tahun 2012. Permen ini

merupakan penyempurnaan dari permen sebelumnya yang juga berisi pedoman

penilaian kinerja unit pelayanan publik yaitu Permenpan-RB Nomor 7 Tahun

2010. Pedoman ini diperlukan supaya evaluasi kinerja dapat dilaksanakan dengan

obyektif, transparan dan akuntabel.

Berdasarkan permen tersebut terdapat 9 komponen dan indikator dalam

melakukan penilaian kinerja, antara lain:

1. Visi, Misi, dan Motto Pelayanan

Komponen ini berkaitan dengan visi, misi, dan motto pelayanan yang

memotivasi pegawai untuk memberikan pelayanan publik

2. Standar pelayanan dan Maklumat pelayanan

Dalam rangka memberikan kepastian, meningkatkan kualitas dan

(24)

dengan kemampuan penyelenggara sehingga mendapatkan

kepercayaan masyarakat, maka penyelenggara pelayanan perlu

menyusun, menetapkan dan menerapkan standar pelayanan.

3. Sistem, mekanisme, dan prosedur

Komponen ini berkaitan dengan sistem dan prosedur baku dalam

mendukung pengelolaan pelayanan yang efektif dan efisien untuk

memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna pelayanan. Sistem

dan prosedur baku meliputi standar operasional prosedur.

4. Sumber daya manusia

Komponen ini berkaitan dengan profesionalitas pegawai, yang

meliputi sikap dan perilaku, keterampilan, kepekaan, dan kedisiplinan

5. Sarana dan prasarana pelayanan

Komponen ini berkaitan dengan daya guna sarana dan prasarana

pelayanan yang dimilki

6. Penanganan pengaduan

Komponen ini berkaitan dengan sistem dan pola penanganan

pengaduan serta bagaimana penyelesaian terhadap pengaduan tersebut

sesuai aturan yang berlaku.

7. Indeks Kepuasan Masyarakat

Komponen ini berkaitan dengan pelaksanaan survei IKM, metode yang

digunakan, skor yang diperoleh, serta tindak lanjut dari hasil

(25)

8. Sistem informasi pelayanan publik

Komponen ini berkaitan dengan sistem pengelolaan informasi

pelayanan, wujud/bentuk penyampaian infomasi, serta tingkat

keterbukaan informasi pada pengguna.

9. Produktivitas dalam pencapaian target pelayanan

Komponen ini berkaitan dengan penentuan target pelayanan serta

tingkat pencapaian target tersebut.

Berpedoman pada Kepmenpan dan Permenpan-RB tersebut, maka penulis

menyusun komponen yang digunakan dalam penilaian kinerja untuk penelitian

ini. komponen yang penulis susun berusaha menggabungkan semua aspek ataupun

semua indikator yang dimiliki oleh masing-masing peraturan yang telah dijelaskan

di atas. Ada 5 komponen dan masing-masing komponen tersebut memiliki

beberapa indikator antara lain:

1. Kemudahan Pelayanan

Komponen kemudahan terdapat pada ketiga peraturan

perundang-undangan. Komponen kemudahan dibagi dalam 2 indikator yaitu:

a. Kemudahan alur atau proses pelayanan

b. Kemudahan memenuhi persyaratan yang diminta

2. Kepastian Pelayanan

Komponen ini terdapat pada ketiga peraturan perundang-undangan,

memuat 3 indikator, yaitu:

a. Kepastian jadwal pelayanan

(26)

c. Kepastian petugas yang akan memberi pelayanan

3. Keterbukaan/transparansi

Komponen ini terdapat pada Permenpan-RB Nomor 38 Tahunn 2012

dan Kepmenpan Nomor 25 Tahun 2004. Komponen keterbukaan

terbagi atas 3 indikator, yaitu:

a. Keterbukaan informasi yang diberikan pada masyarakat

b. Transparansi mengenai biaya pelayanan (ada rincian biaya jika

pasien meminta)

c. Kewajaran biaya pelayanan

4. Sumber daya manusia

Komponen sumber daya manusia selalu disebutkan pada ketiga

peraturan perundang-undangan di atas, baik itu tanggung jawab

petugas, keterampilan petugas ataupun kedisiplinan petugas. Penulis

menggabungkan semua yang berhubungan dengan perilaku tenaga

kesehatan tersebut menjadi komponen sumber daya manusia, dengan 5

indikator, yaitu:

a. Tanggung jawab petugas pelayanan

b. Keramahan dan kesopanan petugas pelayanan

c. Kedisiplinan petugas pelayanan

d. Kemampuan/kompetensi petugas pelayanan

(27)

5. Keamanan dan kenyamanan lingkungan

Termuat dalam dua Kepmenpan, Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003

dan Kepmenpan Nomor 25 Tahun 2004. Memuat dua indikator:

a. Tingkat keamanan lingkungan pelayanan

b. Tingkat kenyamanan lingkungan pelayanan

2.4 Teori Respons

Menurut (Lumbantobing, 2010) respons pada prosesnya didahului sikap

seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang

untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi rangsangan tertentu. Respons juga

diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman

yang mendetail, penilaian, pengaruh, penolakan, suka atau tidak serta

pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.

Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka

akan diketahui bagaimana respons mereka terhadap kondisi tersebut. Menurut

Lumbantobing (2010) yang mengutip pendapat Louis Thursone, respons

merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan, dan prasangka, pra

pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman, dan keyakinan tentang

suatu hal yang khusus. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara

pengungkapan sikap dapat melalui:

1. Pengaruh atau penolakan

2. Penilaian

3. Suka atau tidak suka

(28)

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respons seseorang atau

sekelompok orang tentang objek-objek tertentu seperti pelayanan kesehatan atau

situasi lain. Sikap muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati,

atau mengharapkan suatu objek, seseorang disebut punya respons positif dilihat

dari tahap pengetahuan (kognisi), sikap (afeksi), dan tindakan (psikomotorik).

Sebaliknya seseorang mempunyai respons negatif apabila informasi yang

didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah

menghindar dan membenci objek tertentu. Terdapat dua jenis variabel yang

mempengaruhi respons:

1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam

rangsangan fisik

2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si

pengamat, misalnya suasana hati, kebutuhan, pengalaman di masa lalu.

Teori rangsang balas (stimulus respons theory) dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial dan sikap, maknanya

kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia

mengalami rangsang tertentu. Misalnya seseorang yang punya sikap positif pada

olahraga sepakbola, maka ia akan selalu menggemari dan bermain sepakbola,

sebaliknya jika ia punya sikap negatif pada sepakbola maka ia akan menghindari

hal-hal yang berhubungan dengan sepakbola. Sikap ini terjadi biasanya terhadap

benda, orang, kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang terdapat di sekitar

(29)

2.5 Kerangka Pikir Penelitian

Berikut kerangka pikir dalam penelitian ini:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa penilaian kinerja

pelayanan Intalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sudut pandang

pasien. Pasien memberikan penilaian pada kinerja pelayanan rumah sakit

berdasarkan lima indikator yang telah penulis susun, yaitu kemudahan pelayanan,

kepastian pelayanan, keterbukaan/transparansi, sumber daya manusia serta

keamanan dan kenyamanan lingkungan.

Jika pasien memiliki penilaian yang positif pada masing-masing indikator

atau penilaian yang bersifat positif lebih mendominasi maka bisa disimpulkan

kualitas pelayanan Instalasi Rawat Jalan di RSSN Bukittinggi bagus dan

mendapat sambutan positif oleh pasien. Namun jika pasien memiliki penilaian

negatif pada masing-masing indikator atau penilaian yang bersifat negatif lebih

dominan maka bisa disimpulkan kualitas kinerja pelayanan yang diberikan buruk

dan sambutan negatif dari pasien. Respons pasien pada kinerja

pelayanan:

1. Kemudahan Pelayanan

2. Kepastian Pelayanan

3. Keterbukaan/transparansi

4. Sumber daya manusia

5. Keamanan dan Kenyamaan

Lingkungan

Kualitas pelayanan

Instalasi Rawat Jalan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah Analitycal Hierarchy Process (AHP), Metode pengembangan sistem dibuat dengan menggunakan metode Prototyping dengan

2.Guru memberi contoh gerakan tari, mis: maju, mundur, kesamping kiri, kesamping kanan dengan hitungan 4. 3 .Guru memberi contoh gerakan tangan ke kanan dan ke kiri dengan

[r]

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Desiyanti (2015) bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kejadian pernikahan dini adalah peran orang tua dalam

Simpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah variabel ukuran perusahaan, likuiditas, leverage dan profitabilitas secara simultan berpengaruh secara

[r]

khemis dan fiss Seantulnya lerlad perub.h.n-perubarran secara inleha ya u perubarran perubahan daram kep ng bijrsecara enzimals yang berarut ke Pada Grrap

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh dukungan manajemen puncak, manajemen proyek yang efektif, business process