BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program
Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.
Sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019
adalah meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; meningkatnya
pengendalian penyakit; meningkatnya akses mutu pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan; meningkatnya
cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan
kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional Kesehatan; terpenuhinya
kebutuhan tenaga kesehatan, obat, dan vaksin; serta meningkatkan responsivitas
sstem kesehatan. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan tiga pilar utama
yaitu Paradigma sehat, penguatan atau peningkatan pelayanan kesehatan, dan
jaminan kesehatan nasional. (Kemenkes, 2015).
Peningkatan pelayanan kesehatan merupakan salah satu bagian dari sub
sistem upaya kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2012. Menurut
SKN 2012 sub sistem upaya kesehatan ialah bentuk dan cara penyelenggaraan
upaya kesehatan yang paripurna, terpadu, dan berkualitas; meliputi upaya
peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan yang diselenggarakan guna
Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan
sarana kesehatan. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan
bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tepat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat (Kemenkes RI, 2013).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Rumah sakit diselenggarakan berasaskan pancasila dan didasarkan kepada
nilai kemanusiaan, etika, dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak
anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta
mempunyai fungsi sosial.
Dikutip dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2012 Tentang
Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit menyebutkan rumah sakit
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Upaya itu dimulai dari diselenggarakannya Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Rumah Sakit (PKMRS) pada tahun 1994 yang kemudian menjadi Promosi
Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). Kemudian pada tahun 1997 dikembangkan
Pendekatan Rumah Sakit Proaktif yang salah satu esensinya adalah Rumah sakit
juga melaksanakan kegiatan promotif maupun preventif bagi kesehatan pasien,
staf rumah sakit dan juga masyarakat di wilayah cakupannya serta pengembangan
organisasi rumah sakit menjadi organisasi yang sehat. Gerakan menjadi Rumah
Sakit Promotor Kesehatan akan menghasilkan reorientasi pelayanan rumah sakit
dimana klien rumah sakit adalah pasien dan orang sehat.
UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit mengelompokkan rumah
sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan menjadi rumah sakit umum dan
rumah sakit khusus. Rumah sakit umum ialah rumah sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Adapun rumah sakit
khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ,
jenis penyakit, atau kekhususan lainnya (Kemenkes RI, 2013).
Rumah sakit sebagai salah satu instansi publik yang memberikan
pelayanan publik dituntut untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan
harapan masyarakat dalam rangka terciptanya upaya kesehatan yang menyeluruh
dan usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Peraturan
Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Permenpan-RB) Nomor 38 Tahun 2012 Pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara
Menurut Marsono yang dikutip oleh Sunuwata (2014), disadari bahwa
kondisi penyelenggaraan pelayanan publik saat ini masih dihadapkan pada sistem
pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta sumber daya aparatur manusia
yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan
pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa,
terkait dengan prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu,
tidak ada kepastian biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak
transparan, petugas yang tidak profesional, sehingga menimbulkan citra yang
kurang baik terhadap pemerintah.
Adapun kriteria umum sebuah pelayanan kesehatan sebagai pelayanan
publik terdiri dari; pelayanan tersebut bersifat komprehensif untuk seluruh
masyarakat yang ada di suatu wilayah; pelayanan dilaksanakan secara wajar, tidak
melebihi kebutuhan dan daya jangkau masyarakat; pelayanan dilakukan secara
berkesinambungan; dari aspek budaya lokal pelayanan dapat diterima oleh
masyarakat setempat; terjangkau dari segi biaya; manajemennya harus efisien; dan
jenis pelayanan yang diberikan harus selalu terjaga mutunya (Muninjaya, 2011).
Saat ini banyak pelanggan yang menuntut pelayanan dan kinerja yang
prima di instansi pelayanan publik, baik milik swasta maupun pemerintah.
Pelayanan pelanggan yang bermutu tentu merupakan kunci sukses dan dasar
untuk membangun keberhasilan dan kepercayaan pelanggan. Termasuk
peningkatan mutu dalam dalam bidang pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan
sebuah manajemen kinerja dan sebuah penilaian kinerja untuk memastikan apakah
Menurut Dharma (2005), manajemen kinerja adalah suatu cara untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu
dengan memahami dan mengelola kinerja sesuai dengan target yang telah
direncanakan, standar dan persyaratan kompetensi yang telah ditentukan. Jadi,
manajemen kinerja adalah sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus
dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui
suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran akan dapat
dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu baik pendek maupun panjang.
Berdasarkan Permenpan-RB Nomor 38 Tahun 2012 menyatakan bahwa
perlunya sebuah penilaian kinerja dan evaluasi kinerja bagi instansi pelayanan
publik. Hal ini dilakukan dalam rangka percepatan reformasi birokrasi di bidang
pelayanan publik dan sejalan dengan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang
pelayanan publik, terutama dalam melaksanakan evaluasi kinerja serta dalam
upaya mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik. Pelaksanaan evaluasi
kinerja juga ditujukan untuk memberikan apresiasi terhadap unit pelayanan yang
mempunyai peringkat tertinggi atau telah melaksanankan pelayanan prima yaitu
pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan akuntabel.
Menurut Semil (2005), pemerintah dalam hal ini telah lama memberikan
perhatian dan kebijakan dengan mengeluarkan beberapa peraturan melalui
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Apalagi semenjak berkembangnya
era reformasi pada tahun 1998 dan lahirnya otonomi daerah pada 2001
memunculkan paradigma baru dalam pelayanan publik, yaitu tuntutan pelayanan
dan memuaskan menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh instansi
pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik.
Berdasarkan tuntutan itu, pada tahun 2002 pemerintah mengeluarkan
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmen PAN) Nomor
58/KEP/M.PAN/9/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian dan
Penghargaan Citra Pelayanan Prima sebagai Unit Pelayanann Percontohan.
Kemudian setahun setelahnya keluar lagi Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, disusul Kepmen
PAN Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
Tak hanya itu, Kementerian Pendayaan Aparatur Negara juga
mengeluarkan pedoman mengenai penilaian kinerja unit pelayanan publik melalui
Permen PAN Nomor 25/M.PAN/05/2006 yang kemudian disempurnakan melalui
Permen PAN Nomor 7 Tahun 2010 dan disusul dengan peraturan yang paling
baru yaitu Permenpan-RB Nomor 38 tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian
Kinerja Unit Pelayanan Publik. Hal ini menandakan kesadaran pemerintah untuk
memberikan pelayanan yang prima dan memuaskan telah ada. Hal ini juga
membuktikan betapa pentingnya penyelenggaraan pelayanan yang baik dan
memuaskan harus diwujudkan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2013)
mengenai kualitas pelayanan rumah sakit terhadap pasien menemukan bahwa
sebagian besar pasien masih merasa belum puas dengan kinerja pelayanan yang
antara lain keramahan petugas, keadilan dalam memberikan pelayanan, ketepatan
waktu, dan banyaknya persyaratan untuk melakukan uji lab.
Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh
Nurcaya (2008) mengenai kualitas pelayanan Rumah Sakit di Provinsi Bali.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara kualitas
pelayanan yang diberikan rumah sakit dengan yang diharapkan pasien. Hal ini
terjadi pada keempat rumah sakit yang diteliti. Kesenjangan tersebut terlihat pada
kepastian waktu pelayanan, kejelasan pelayanan yang diberikan, keramahan dan
sopan santun petugas saat memberikan pelayanan, kemampuan dan kesiapan
petugas rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang cepat dan tepat bagi
pasien, serta rasa aman dan nyaman yang diberikan pada pasien.
Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Farsida dkk, (2012) mengenai
kualitas layanan tuberkulosis dari sudut pandang pasien di rumah sakit pemerintah
dan rumah sakit swasta di Jakarta Utara, menyatakan bahwa pada kedua rumah
sakit yang diteliti perlu dilakukan perbaikan pada tujuh aspek pelayanan, yaitu
waktu tunggu, air minum yang aman, biaya pelayanan TB, biaya pelayanan,
bantuan transportasi makanan, keterkaitan TB dan HIV serta pencegahannya.
Farsida dkk juga menemukan di rumah sakit pemerintah perlu memperbaiki aspek
diskriminasi pelayanan, sedangkan rumah sakit swasta terdapat enam aspek
tambahan yang harus diperbaiki yaitu konsistensi, jam buka, ketersediaan
pelayanan, biaya tambahan, keterkaitan HIV-TB, serta tes dan pengobatan HIV.
Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi merupakan salah satu
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus stroke dengan klasifikasi B,
Rumah sakit yang diresmikan oleh Menteri Kesehatan pada tanggal 5 April 2001
ini merupakan satu-satunya rumah sakit stroke di Pulau Sumatera, dan menjadi
pusat rujukan penanggulangan kasus.
Berdasarkan hasil survei kepuasan pasien yang dilakukan oleh RSSN
Bukittinggi pada tahun 2011 yang dikutip oleh Gustia (2012), terdapat banyak
keluhan yang dilayangkan pada perawat di RSSN Bukittinggi. Mayoritas pasien
ataupun keluarga pasien yang datang ke RSSN mengeluhkan tentang pelayanan
perawat yang tak ramah, sombong dan tak menyenangkan.
Survei sejenis yang dilakukan oleh Handayani (2014) pada 10 orang
pasien RSSN Bukittinggi menemukan bahwa hanya 40% pasien yang merasa puas
dengan pelayanan yang diberikan oleh RSSN Bukittinggi, sisanya sebanyak 60%
menyatakan tidak puas. Ketidakpuasan pasien ini disebabkan oleh prosedur
pelayanan yang berbelit-belit, petugas yang kurang ramah, kurangnya informasi
yang didapat oleh pasien tentang kondisi kesehatannya, hingga ketidaknyamanan
yang dirasakan oleh pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kemudian berdasarkan survey pendahuluan yang penulis lakukan pada
akhir Juli lalu di Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik RSSN Bukittingi, juga terdapat
banyak keluhan yang disampaikan oleh pasien. Keluhan tersebut antara lain
lamanya waktu tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan, ketidakjelasan
dokter yang bertugas sehingga terjadi antrian panjang pasien yang menunggu
dilayani, hingga cepatnya waktu tutup pendaftaran pasien di loket pendaftaran
Bukittinggi terdapat 56 jumlah keluhan yang disampaikan oleh pasien selama
tahun 2014. Hal yang paling banyak dikeluhkan pasien adalah perilaku petugas
yang tidak ramah, dan tidak sopan. Kemudian disusul prosedur pelayanan yang
berbelit-belit dan membingungkan pasien.
Ketidakpuasan pasien terhadap kinerja pelayanan RSSN Bukittinggi bisa
mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap RSSN
Bukittinggi. Hal ini pada akhirnya akan membuat masyarakat enggan datang
berobat ke RSSN Bukittinggi sehingga mengakibatkan angka kunjungan rendah
dan membuka peluang meningkatnya angka prevalensi penyakit stroke di
Sumatera Barat. Maka berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan
RSSN Bukittinggi tahun 2015 dilihat dari sisi kemudahan pelayanan yang
diberikan, kepastian dan kejelasan pelayanan, keterbukaan informasi, sumber daya
yang dimiliki serta keamanan dan kenyamanan pelayanan, dengan harapan RSSN
Bukittinggi bisa meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan mereka.
1.2.Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi dilihat dari
sisi kemudahan pelayanan yang diberikan?
2. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat
Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi kepastian dan kejelasan
3. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat
Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keterbukaan informasi?
4. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat
Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi sumber daya manusia yang
dimiliki?
5. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat
Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keamanan dan kenyamanan
lingkungan pelayanan?
6. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat
Jalan RSSN Bukittinggi secara keseluruhan?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan
Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi kemudahan
pelayanan yang diberikan.
2. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan
Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi kepastian dan
kejelasan pelayanan yang diberikan.
3. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan
Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keterbukaan
4. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan
Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi sumber daya
manusia yang dimiliki.
5. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan
Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keamanan dan
kenyamanan lingkungan pelayanan.
6. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan
Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi secara keseluruhan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi Rumah Sakit Stroke Nasional dan
Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi untuk meningkatkan mutu dalam
pelayanan yang diberikan pada masyarakat/pasien yang menggunakan jasa
Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.
2. Sebagai bahan evaluasi kepada petugas atau pegawai di Rumah Sakit
Stroke Nasional Bukittinggi dalam hal kinerja pelayanan yang diberikan
pada masyarakat/pasien.
3. Sebagai tambahan masukan dan pengetahuan kepada penulis dan pembaca
tentang kinerja pelayanan yang diberikan di Instalasi Rawat Jalan Rumah
Sakit Stroke Nasional Bukittinggi dan sebagai bahan referensi untuk