• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan kadar sitokin interleukin-17 dalam serum antara penderita dengan bukan penderita psoriasis vulgaris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan kadar sitokin interleukin-17 dalam serum antara penderita dengan bukan penderita psoriasis vulgaris"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Psoriasis vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit kronis, dengan gejala klinis yang khas berupa plak eritematosa berbatas tegas dalam berbagai ukuran yang ditutupi oleh sisik tebal berwarna keperakan. Penyakit ini umumnya mengenai daerah ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia 12

II.1 Epidemiologi Psoriasis vulgaris

Psoriasis vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang cukup sering dijumpai. Prevalensi psoriasis vulgaris bervariasi tergantung pada etnis dan geografis. Psoriasis vulgaris banyak terjadi pada keturunan Kaukasian dengan perkiraan insidensi 60 kasus per 100.000/tahun. Di Amerika Serikat prevalensi penyakit ini 2-4%. Di China prevalensi penyakit ini sekitar 0,3%, sementara di Eropa Utara adalah 1,5-3%.

Terdapatnya variasi prevalensi psoriasis vulgaris berdasarkan wilayah geografis dan etnis menunjukkan adanya peranan lingkungan fisik dimana dikatakan bahwa psoriasis lebih sering ditemukan pada daerah beriklim dingin. Selain itu faktor genetik, dan pola tingkah laku atau paparan lainnya juga berpengaruh terhadap insidensi psoriasis vulgaris.

13

Penyakit ini dapat menyerang pria maupun wanita. 2

(2)

dibanding wanita. Sementara pada sebuah studi yang meneliti pengaruh jenis kelamin dan usia pada prevalensi psoriasis, ditemukan bahwa pada pasien yang berusia lebih muda (<20 tahun) prevalensi psoriasis vulgaris ditemukan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

Psoriasis vulgaris dapat mengenai semua usia walaupun jarang terjadi pada usia dibawah 10 tahun. Penelitian mengenai onset usia psoriasis vulgaris mengalami banyak kesulitan dalam hal keakuratan data karena biasanya ditentukan berdasarkan ingatan pasien tentang onset terjadinya dan rekam medis yang dibuat dokter saat kunjungan awal. Kebanyakan kasus terjadi padausia 15-30 tahun, dan 75% kasus terjadi sebelum usia 46 tahun. Penelitian studi prevalensi psoriasis vulgaris di Spanyol, Inggris dan Norwegia menunjukkan bahwa terdapat penurunan prevalensi psoriasis vulgaris dengan meningkatnya usia.

13

14

II.2 Etiologi dan Patogenesis Psoriasis vulgaris

Etiologi pasti psoriasis vulgaris sampai saat ini belum diketahui, namun mekanisme genetik, metabolik dan imunologis diduga berperan dalam patogenesisnya dikombinasi dengan faktor-faktor pencetus seperti trauma, infeksi, hormon, alkohol, merokok, stres atau obat-obatan.

Saat ini psoriasis vulgaris telah dikenal sebagai suatu penyakit yang diperantarai oleh sistem imun. Psoriasis vulgaris melibatkan interaksi kompleks diantara berbagai sel pada sistem imun dan kulit, termasuk sel dendritik dermal, sel T, neutrofil dan keratinosit. Dijumpainya aktivitas sel-sel imun pada

(3)

pasien psoriasis vulgaris mendukung peranan patogenesis tersebut. Penemuan ini meliputi peningkatan sel dendritik dan sel T pada lesi kulit psoriasis vulgaris, peningkatan sitokin-sitokin produk sel T dan dijumpainya efektifitas terapi dari obat-obat yang menargetkan sistem imun. Sejumlah sitokin dan reseptor permukaan sel diduga terlibat dalam jalur molekuler yang menyebabkan manifestasi klinis penyakit.

Aktivasi sel T, hiperproliferasi keratinosit, peningkatan angiogenesis dan pelepasan mediator-mediator sitokin merupakan hal-hal yang berperan pada imunopatogenesis psoriasis vulgaris. Aktivasi sel T melibatkan 3 tahap yaitu pengikatan sel T melalui molekul adhesi Leucocyte Activating Factor (LFA)-1 dan Cluster differentiation(CD)2 dengan sel penyaji antigen melalui molekul Intercellular Adhesion Molecule (ICAM)-1 dan LFA-3, diferensiasi sel Tnaive

menjadi sel T spesifik yang juga membentuk sel T memori yang bersirkulasi, dan interaksi sel T dengan peptida antigen melalui molekul ko-stimulator.

10,15,16

Antigen yang menjadi pencetus aktivasi sel T pada psoriasis vulgaris sampai sekarang belum dapat dipastikan, sekalipun beberapa faktor telah diketahui dapat mencetuskan reaktivasi penyakit ini. Meskipun dinyatakan sebagai penyakit autoimun namun sampai saat ini belum ada autoantigen pasti yang telah diidentifikasi yang terlibat dalam proses inflamasi pada penyakit ini. Diduga komponen-komponen epidermis seperti keratin dapat menjadi kandidat antigen.

4,17,18

10

(4)

atau faktor intrinsik yang berasal dari tubuh seperti heat-shock protein ataupun dapat juga obat-obatan seperti lithium dan β-blocker.17,19

Sel penyaji antigen pada epidermis dan dermis teraktivasi dan selanjutnya mengalami pematangan yang ditandai dengan peningkatan ekspresi reseptor permukaan CD80, CD86, CD40 dan ICAM1. Sel penyaji antigen yang teraktivasi kemudian bermigrasi melalui pembuluh limfa ke nodus limfatikus, kemudian akan mengaktivasi sel Tnaive CD4

+

atau CD8+. Kejadian ini memerlukan penyajian sel penyaji antigen kepada molekul Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas I ataupun MHC kelas II, diikuti oleh molekul ko-stimulator. Molekul CD28 pada sel T merupakan molekul ko-stimulator yang penting yang berikatan dengan reseptor CD80 dan CD86 pada permukaan sel penyaji antigen. Molekul ko-stimulator lain pada sel T termasuk LFA-1 yang berikatan dengan ICAM-1 pada sel penyaji antigen, dan CD2 pada sel T yang berikatan dengan CD40 pada sel penyaji antigen. Begitu molekul-molekul ko-stimulator tersebut berinteraksi, sel Tnaive akan berproliferasi dan bertransformasi menjadi sel T memori yang akan menginduksi ekspresi CD2, IL-2 dan IL-2Receptor, yang berperan dalam proliferasi sel T. Sel T yang teraktivasi kemudian berdifrensiasi oleh induksi dari sitokin IL12 menjadi sel Th1 yang menghasilkan sitokin IL-2, TNF-α, dan IFN-γ.

(5)

vulgaris hampir 100%.3 Faktor-faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh berbagai sel berperan dalam peningkatan proliferasi ini. Hiperproliferasi keratinosit distimulasi oleh sitokin-sitokin yang dilepas oleh limfosit T dan sel keratinosit. Keratinosit memproduksi IL-6, IL-8, Tumor Growth Factor (TGF)-α, TGF-β dan amphiregulin. TGF-α dan amphiregulin bekerja menstimulasi hiperproliferasi keratinosit. Sitokin IL-8 selain bekerja menstimulasi proliferasi keratinosit juga sebagai kemoatraktan terhadap netrofil.

Selama ini psoriasis vulgaris dipertimbangkan oleh para ahli sebagai suatu penyakit inflamasi yang diperantarai oleh sel Th1, ditandai dengan sekresi sitokin

TNF-α dan IFN-γ. Namun akhir-akhir ini berkembang dugaan bahwa suatu sub

populasi sel Th17 juga turut berperan pada penyakit ini. 10,19

4,5

Lowes dkk. (2008) pada penelitiannya melaporkan adanya peninggian sel Th17 pada dermis pasien psoriasis vulgaris dibandingkan dengan kulit normal.4 Almakhzangy dan Gaballa (2009) menemukan peningkatan kadar IL-17 yang diproduksi oleh sel Th17 pada serum penderita psoriasis vulgaris, dan peninggian kadar sitokin tersebut berhubungan dengan derajat keparahan penyakit yang diukur dengan skor PASI.5

Keterlibatan genetik pada psoriasis vulgaris telah banyak diteliti. Adanya hubungan keluarga yang positif dijumpai pada 40% pasien. Bila kedua orangtua menderita psoriasis vulgaris maka kemungkinan 50% dari keturunannya akan menderita penyakit yang serupa, bila hanya salah satu dari orangtuanya yang menderita psoriasis vulgaris maka kemungkinan 16% dari keturunannya akan menderita penyakit tersebut.

2

(6)

HLA-B46, HLA-B57, HLA-Cw1, HLA-Cw6, HLA-DR7 dan HLA-DQ9.12 Saat ini telah ditemukan 9 lokus kromosom yang berhubungan dengan psoriasis vulgaris yaitu PSORS1-9. PSORS-1 merupakan kromosom utama yang berperan pada psoriasis vulgaris, sekalipun gen yang pasti belum dapat diidentifikasi.2,14

II.3 Gambaran Klinis Psoriasis vulgaris

Lesi klasik psoriasis vulgaris adalah adanya penebalan kulit yang eritem berbatas tegas ditutupi oleh sisik putih berlapis-lapis. Ukuran lesi dapat bervariasi dari yang kecil sampai plak besar yang dapat menutupi sebagian besar tubuh.

Lesi kulit pada psoriasis vulgaris umumnya terjadi secara simetris, walaupun dapat terjadi secara unilateral. Dibawah skuama akan tampak kulit berwarna kemerahan mengkilat dan tampak bintik-bintik perdarahan pada saat skuama diangkat. Hal ini disebut dengan tanda Auspitz. Penggoresan sisik utuh dengan mengggunakan pinggir gelas objek akan menyebabkan terjadinya perubahan warna lebih putih seperti tetesan lilin yang disebut fenomena tetesan lilin. Pada psoriasis vulgaris dapat dijumpai fenomena Koebner yaitu induksi lesi oleh trauma yang terjadi pada daerah yang tidak terdapat lesi. Reaksi Koebner biasanya terjadi 7-14 hari setelah trauma. Namun demikian fenomena Koebner bukanlah tanda spesifik untuk psoriasis vulgaris.

12

Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe klinis dari psoriasis. Psoriasis vulgaris yang merupakan tipe psoriasis yang paling sering terjadi, berupa plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas

(7)
(8)

II.4 Imunopatogenesis Sel Th17 pada Psoriasis vulgaris

Tahun 1986, Mosmann dan Coffman memperkenalkan konsep kelompok sel T helper (Th) yang dibedakan berdasarkan jenis sitokin yang diproduksi saat sel tersebut distimulasi dan kemudian berdiferensiasi. Kelompok sel Th tersebut adalah sel Th1 dan sel Th2. Sel Th1 memproduksi Interferon-γ dalam jumlah yang besar, menginduksi reaksi hipersensitivitas lambat, mengaktivasi makrofag, dan penting dalam mekanisme pertahanan terhadap patogen intraseluler. Sel Th2 terutama memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13 dan penting dalam menginduksi produksi imonoglobulin (Ig)E, merekrut netrofil ke lokasi inflamasi, dan penting dalam mekanisme pertahanan terhadap infeksi parasit.

Pada tahun 2005 telah ditemukan kelompok sel Th yang berbeda dari kedua kelompok sel Th sebelumnya yang disebut sel Th17. Mekanisme induksi dan fungsi efektor dari sel Th17 belum sepenuhnya dipahami. Terminologi Th17 didasarkan atas produksi sitokin IL-17 yang merupakan sitokin utama sel Th17.

21,22

23,24

II.4.1 Sel Th17 dan sitokin interleukin-17 pada psoriasis vulgaris

(9)

Th2 dengan menekan ekspresi STAT4 dan GATA-3, sehingga mengijinkan terjadinya diferensiasi sel Th17. TGF-β dan IL-6 berperan dalam promotor ekspresi IL-21R dan IL-23R melalui suatu mekanisme yang melibatkan RORγT. Selanjutnya, ekspresi IL-21 oleh sel Th17 berperan sebagai promotor diferensiasi sel Th17, sementara peningkatan ekspresi IL-23R yang berasal dari aktivasi sel T dan perkembangan sel Th17 mengijinkan sinyal IL-23 untuk memelihara aktivitas Th17.

Sitokin IL-12 mempunyai sub unit p35 dan p40. Protein lainnya yaitu p19 bergabung dengan sub unit p40 untuk membentuk 23, sehingga 12 dan IL-23 berbagi sub unit yang sama yaitu p40, namun masing-masing memiliki sub unit sendiri yaitu p35 untuk IL-12 dan p19 untuk IL-23

25,26

Penelitian laboratorium sebelumnya telah membuktikan bahwa sel Th17 bersifat antagonis terhadap sel T regulator. Sel T regulator adalah kelompok sel T yang berperan untuk mengatur respon imun sehingga dapat memelihara toleransi terhadap self antigen. Penekanan terhadap fungsi sel T regulator dapat memicu terjadinya penyakit-penyakit autoimun.

8,27

Sitokin IL-17 merupakan sitokin yang diproduksi oleh sel Th17. Gen yang mengkode IL-17 ditemukan pada tahun 1993 pada limfosit T tikus. Reseptor terhadap IL-17,yaitu IL-17RA diekspresikan pada sel epitel, sel T dan sel B, fibroblas dan sel monosit. Efek sitokin IL-17 pada inflamasi adalah perekrutan dan aktivasi netrofil, meningkatkan angiogenesis, aktivasi keratinosit untuk mengekspresikan granulocyte macrophage colony stimulating factor (GMCSF), IL-6, komplemen, C-Reactive Protein (CRP), dan molekul-molekul kemokin

(10)

CCL-20 dan molekul adhesi intraseluler (ICAM)-1 yang mana hal-hal tersebut merupakan kejadian yang dijumpai pada inflamasi psoriasis. Sitokin IL-17 juga

meningkatkan ekspresi beberapa gen peptida anti mikroba seperti β-defensin yang

merupakan anti mikroba yang terdapat di kulit. Molekul β-defensin juga memiliki

efek kemotaktik dan dapat memperantarai perekrutan sel dendritik ke lokasi inflamasi.

Keterlibatan jalur inflamasi sel Th17 dalam psoriasis mulai diteliti sejak ditemukannya keterlibatan jalur ini pada penyakit autoimun lain. Telah dilaporkan terdapat peningkatan ekspresi sitokin IL-17 pada pasien-pasien dengan penyakit autoimun seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik, sklerosis multipel, penyakit Addison dan penyakit Graves.

28-30

8,31

Peran sitokin IL-17 pada patogenesis psoriasis vulgaris juga mulai dipertimbangkan sejak ditemukan peningkatan ekspresi RORC, IL-6, IL-1β dan IL-23 pada kulit psoriasis vulgaris dibandingkan dengan kulit dari individu sehat.

Menurut Miossec dkk. (2009), respon sel Th17 yang tidak terkontrol dan produksi berlebihan dari sitokin IL-17 oleh sel T berhubungan dengan inflamasi kronis dan kondisi imunopatologis berat.

7,32

21

Sitokin IL-17 menstimulasi fibroblas, sel endotel, makrofag dan sel epitel untuk memproduksi mediator-mediator pro inflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF-α, NOS-2, metalloprotease dan kemokin yang semuanya akan menginduksi inflamasi.

Telah diketahui bahwa IL-23 terdiri dari sub unit p40 dan sub unit p19. Beberapa studi menunjukkan bahwa subunit p40 dan subunit p19 diekspresikan

(11)

dengan kadar tinggi pada monosit dan sel dendritik lesi kulit psoriasis. Sitokin IL-23 berperan dalam proliferasi sel Th17.7,35,36

(12)

II.5 Kerangka Teori

(13)

II.6 Kerangka Konsep

Dari landasan teori yang telah diuraikan dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

IL-17

Psoriasis vulgaris

(+)

Psoriasis vulgaris

(-)

Referensi

Dokumen terkait

Ketekunan dalam menjalin kerja sama dan kemitraan dengan berbagai perusahaan ternama di mancanegara telah mengantarkan banyak peluang bagi Astra untuk

The power in its implementation has three main issues that become observations in political science, namely how power is exercised, how power is distributed, and why a

Suatu baja atau spesimen akan memiliki sifat mekanik amupun struktur mikro (fasa) yang berbeda akibat adanya proses transformasi baik dengan cara pendinginan maupun perlakuan

ditemukan angka signifikan, maka hipotesis penelitian berbunyi ada hubungan positif antara variabel keharmonisan keluarga dengan prestasi belajar, sehingga

(Ewees 2007) detected more than Egyptian rabbit hemorrhagic disease virus strains and El Sissi and Gafer (2008) recorded that some rabbit hemorrhagic disease (RHD)

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul: “PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG BERKAITAN DENGAN

Penggunaan sapi dwi guna secar a i ndi vi dual memang akan l ebi h r endah pr oduksi susu dan dagi ngnya, akan t et api secar a nasi onal akan ber ef ek l ebi h bai k, kar ena mahal

Untuk variabel NIM antara Bank UMUM (BU), Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank perkreditas Rakyat Syariah (BPRS) yang paling kecil adalah pada Bank Perkreditan Rakyat