• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh PTK Mata Pelajaran Bahasa Inggris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Contoh PTK Mata Pelajaran Bahasa Inggris"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai guru yang baru dimutasi ke sekolah RSBI, penulis

benar-benar dikejutkan dengan kemampuan siswa di kelas yang masih

asing dengan ungkapan-ungkapan bahasa Inggris, padahal penulis

seringkali berasumsi bahwa anak-anak RSBI merupakan anak-anak

pilihan yang mempunyai kecerdasan intelegensi (IQ) cukup tinggi dibandingkan siswa di sekolah-sekolah reguler lain. Setelah penulis

meminta pendapat dari rekan sejawat, mereka juga mengalami hal

yang sama. Rekan guru bahasa Inggris yang mengajar di kelas VII-1

dan VII-2, yaitu Ibu Amalia, S.Pd. dan kelas VII-3, VII-4,VII-5 dan VII-6,

Ibu Tut Wuri Handayani, S.Pd mempunyai pendapat yang sama

dengan penulis. Penulis mengalami banyak kendala dalam

menerapkan scaffolding talk (bahasa Inggris untuk tujuan pembelajaran di kelas) untuk siswa kelas VII khususnya. Padahal

seminggu sebelum siswa sekolah reguler masuk sekolah, yaitu di saat

liburan panjang para siswa kelas VII RSBI SMP Negeri 1 Slawi sudah

diberi matrikulasi khusus bahasa Inggris tujuan pembelajaran di kelas.

Bahasa guru yang sering didengar anak selama kegiatan

berlangsung diharapkan dapat menjadi model bahasa interaksi yang

(2)

2

talk atau scaffolding talk yang memperlihatkan bagaimana bahasa Inggris digunakan dalam konteks sehari-hari sulit diharapkan siswa

akan memiliki kompetensi komunikatif yang memadai

(Depdiknas,2004:109).

Kondisi di lapangan mengatakan bahwa ketika penulis mulai

menerapkan bahasa Inggris sebagai bahasa untuk mengelola kelas

sebagian besar siswa belum bisa merespon perintah dan larangan

guru dengan baik. Contohnya, pada saat guru ingin menyuruh siswa

untuk membuka buku halaman X, sebagian siswa masih belum bisa

merespon bahasa lisan yang diungkapkan guru padahal bahasa yang

digunakan oleh guru termasuk bahasa yang mudah. Sebagian besar

siswa tampak bingung dan belum terbiasa dengan

ungkapan-ungkapan tersebut. Hal ini juga berdampak pada rendahnya

kompetensi listening siswa yang dibuktikan dengan dokumentasi data

nilai ulangan harian dengan rata-rata 66. Nilai rata-rata tersebut

tergolong rendah karena KKM untuk mata pelajaran bahasa Inggris di

kelas VII-7 adalah 75.

Berdasarkan kasus di atas penulis mengadakan refleksi dan

meminta pendapat dari beberapa teman sejawat untuk memperbaiki

proses pembelajaran dan meningkatkan kompetensi listening siswa

kelas VII. Di antara kendala-kendala yang dihadapi siswa adalah

(3)

3

1. Siswa kelas VII SMP N 1 Slawi, khususnya kelas VII-7, meskipun

dilihat dari IQ tergolong anak di atas rata-rata termasuk siswa yang masih baru masuk SMP, sehingga masih belum terbiasa

mendengarkan ungkapan-ungkapan bahasa Inggris baik dari guru

bahasa Inggris, guru non bahasa Inggris maupun teman-teman

sekelasnya.

2. Sebagian besar siswa kelas VII-7 SMP Negeri 1 Slawi hidup di

tengah lingkungan yang tidak menggunakan bahasa Inggris,

sehingga mereka hanya bisa mendengarkan ungkapan-ungkapan

bahasa Inggris ketika berada di kelas.

3. Meskipun sebagian besar siswa mengikuti les tambahan di luar

sekolah, mereka pun belum terbiasa mendengar

ungkapan-ungkapan bahasa Inggris untuk tujuan pembelajaran di kelas.

4. Sebagian besar siswa merasa malu dan tidak mempunyai

keberanian untuk mengungkapkan pendapat, perintah, larangan

dalam bahasa Inggris meskipun dengan temannya sendiri. Hal

tersebut jelas menghambat kemampuan listening siswa karena

antara kemampuan speaking dengan kemampuan listening saling

berkaitan.

Atas dasar refleksi di atas, penulis mengambil

tindakan-tindakan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut dalam

merespon ungkapan-ungkapan yang dituturkan oleh guru,

(4)

4

beberapa kosa kata yang berkaitan dengan materi kelas VII,

khususnya.

Metode atau cara konvensional tidak lagi relevan dengan

kondisi siswa kelas VII, karena terbukti satu minggu diajar dengan

metode dan teknik konvensional proses pembelajaran berjalan

monoton, pasif, dan membosankan sehingga berdampak pada

rendahnya kompetensi listening dan aktivitas siswa kelas VII.

Dalam kasus ini dibutuhkan kreativitas dan inovasi guru untuk

menemukan media dan teknik yang sesuai dengan perkembangan

peserta didik. Gabungan antara teknik dan media yang dapat

membiasakan siswa berbicara sekaligus merespon dengan

suasana di kelas yang menyenangkan, serta tidak mematikan

kreativitas peserta didik sangat dibutuhkan.

Untuk mengatasi masalah dan kendala-kendala tersebut

penulis memilih media Talking Card, yaitu media yang dibuat dari kertas-kertas bekas bungkus susu Lactogen, Prenagen, Dancow,

Chocolatos, obat nyamuk dan lain-lain yang berisi pesan-pesan

singkat dan ditulis oleh siswa sendiri. Selain itu, untuk menciptakan

suasana yang hidup dan menyenangkan media tersebut digunakan

untuk permainan siswa yang digabung dengan lagu Hokey Pokey

(selanjutnya disebut teknik Hoposoga). (Jill, 2002:122).

(5)

5

Hokey Pokey Song and Game para siswa baik sadar maupun tidak terlibat langsung dalam kehidupan nyata untuk memberi perintah

dan larangan sekaligus meresponnya dengan baik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah teknik Hoposoga dengan media Talking Card dapat meningkatkan kompetensi listening materi command and prohibition siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011?

2. Apakah teknik Hoposoga dengan media Talking Card dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester

gasal tahun pelajaran 2010-2011?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah teknik Hoposoga dengan media

Talking Card dapat meningkatkan kompetensi listening materi

command and prohibition siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2010-2011.

2. Untuk mengetahui apakah teknik Hoposoga dengan media

(6)

6

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum

mengenai sebuah teori yang menyatakan bahwa peningkatan

kemampuan listening dapat dilakukan melalui pendekatan

kontekstual dengan teknik Hoposoga dan media Talking Card.

2. Manfaat praktis

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan memberi

manfaat:

a. Bagi Peserta Didik

1) Meningkatkan kompetensi listening dan aktivitas siswa

2) Mengatasi hambatan dan kendala dalam proses

pembelajaran bahasa Inggris, khususnya kompetensi

dasar listening materi command and prohibition

3) Mengurangi perasaan takut berbicara dan merespon

pesan pembicara

4) Mengurangi perasaan bosan dalam pembelajaran

listening

b. Bagi Guru

1) Memperbaiki proses pembelajaran di kelas

2) Memunculkan inovasi dalam pembelajaran

3) Mampu mendeteksi permasalahan yang muncul dalam

(7)

7

c. Bagi Sekolah

1) Meningkatkan pelayanan prima pada peserta didik

2) Meningkatkan profesionalisme guru

(8)

8

BAB II

KERANGKA TEORETIS, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Teoretis

1. Kompetensi Listening Siswa SMP

Pada dasarnya kurikulum bahasa Inggris RSBI dan

kurikulum sekolah reguler tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya

pada penambahan jenis-jenis teks seperti jenis teks puisi, teks

exposition dan lain-lain. Kurikulum 2004 SMP/MTs mata pelajaran

bahasa Inggris mengharapkan para siswa mampu

mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan

dan tulis untuk mencapai tingkat literasi functional (Depdiknas, 2005:103). Pada tingkat ini diharapkan siswa dapat menggunakan

bahasa Inggris untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti

perkenalan, mengajak orang lain, meminta maaf, memerintah,

melarang, dan berterima kasih untuk komunikasi lisan. Untuk

komunikasi tertulis misalnya membaca buku cerita sederhana,

membaca majalah remaja, menulis buku harian, menulis surat

pribadi, dan sebagainya.

Kemampuan berkomunikasi yang menyangkut kemampuan

(9)

9

Di dalam kurikulum ini kemampuan tersebut dinamai

Discourse Competence” (kompetensi berwacana) atau “Communicative Competence” (kompetensi komunikatif). Untuk mencapai kompetensi komunikatif diperlukan

kompetensi-kompetensi prasyarat seperti yang disebut oleh kurikulum 2004.

Kompetensi wancana hanya dapat diperoleh jika siswa

memperoleh kompetensi pendukungnya seperti kompetensi

linguistik (Linguistic Competence), kompetensi tindak tutur untuk bahasa lisan dan kompetensi retorika untuk bahasa tulis (keduanya

tercakup dalam Actional Competence), kompetensi sosiokultural (Sociocultural Competence) dan kompetensi strategis (Strategic Competence).

Kompetensi komunikatif ini kemudian dirumuskan di dalam

standar kompetensi. Setiap standar kompetensi berbeda untuk

kelas VII, VIII, IX. Walaupun berbeda, standar kompetensi tersebut

masih bisa digeneralisasikan, yaitu siswa diharapkan mampu

berkomunikasi lisan dan tulisan menggunakan ragam bahasa yang

sesuai dengan lancar dan akurat dalam wacana interaksional

dan/atau monolog. Di samping kompetensi-kompetensi tersebut di

atas juga ditambahkan aspek afektif siswa yang tidak kalah

pentingnya.

Untuk di sekolah sekolah lanjutan pertama kompetensi

(10)

10

adalah secara bertahap mulai dari fase pengenalan fonologi atau

fonem-fonem, kata-kata, frase-frase, kalimat-kalimat, dan

pembedaan bunyi-bunyi dalam kata-kata yang berupa pasangan

minimal. Fase selanjutnya adalah fase pemahaman permulaan

dengan melakukan respon non linguistik. Dalam fase ini pelajar

melakukan perintah tanpa respon lisan. Seperti melakukan

perintah secara fisik, bereaksi pada seruan, melakukan perintah

dengan menulis atau menggambar di kertas dan melakukan

perintah dengan menggunakan gambar, sketsa, denah dan

sebagainya yang sudah di sediakan oleh guru. (Depdiknas,

2005:6).

2. Pembelajaran Listening Siswa SMP

Mempelajari suatu bahasa terutama bahasa Inggris, ada dua

keterampilan yang dianggap penting, yakni keterampilan

pemahaman (menyimak dan membaca) dan keterampilan

pengungkapan pikiran (berbicara dan menulis). Yang pertama

disebut keterampilan reseptif, sedangkan yang kedua disebut

keterampilan produktif.

Menurut kurikulum 2004, pembelajaran bahasa Inggris di

tingkat SMP untuk kelas VII semester gasal lebih difokuskan pada

pengembangan bahasa Inggris untuk pengantar kegiatan

(11)

11

lingkungan sekolah dan rumah (Depdiknas, 2005:6). Oleh karena

itu, guru seyogyanya sebisa mungkin mengatur proses

pembelajaran yang dapat mengarahkan siswa untuk bisa

memahami bahasa lisan (menyimak) dan merespon bahasa yang

diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari baik yang diungkapkan

oleh teman sekelas maupun oleh guru-guru di kelas.

Selanjutnya, Ana Maria Schwartz dalam bukunya “Listening

in a foreign language” in Modules for the professional preparation of teaching assistants in foreign languages (melalui

http://bahasainggris.peperonity.com) menambahkan tentang berbagai macam kegiatan listening. Di antara kegiatan yang paling

mudah untuk kegiatan listening bagi pembelajar bahasa tingkat

pemula adalah suatu kegiatan yang tidak menuntut para

pembelajar untuk merespon dengan menggunakan bahasa

tersebut. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan cara meminta

siswa untuk merespon perintah atau larangan (seperti Open the

door, Close your eyes, please dll), memilih gambar yang sesuai,

melingkari huruf yang benar di lembar kerja siswa, menggambar

rute di peta atau mengisi diagram sebagaimana yang mereka

dengarkan.

(12)

12

song. This media can motivate and stimulate Indonesian students

in learning friendship”

(http://haarrr.wordpress.com/2010/03/16/song-a-media-in-teaching

listening/) kegiatan listening juga bisa dengan cara memberi teks

lagu yang sebagian teksnya hilang (missing lyrics) untuk diisi oleh peserta didik saat mendengarkan lagu.

3. Teknik Hoposoga a. Teknik Bernyanyi

Berdasarkan pengalaman para guru bahasa Inggris dan

menurut para ahli bahasa seperti yang dinyatakan oleh

Abdulrahman Al-Faridi lagu-lagu berbahasa Inggris dapat

membantu para guru untuk menciptakan pembelajaran yang

aktif, kreatif dan menyenangkan (Alfaridi, 2006).

Nyanyian dan musik digunakan sebagai teknik dalam proses

pembelajaran bahasa Inggris. Musik yang memiliki berbagai

kandungan elemen di dalamnya dapat dijadikan salah satu

bentuk fasilitas untuk mengembangkan kemampuan kognitif

anak. Tinggi nada memberikan kesempatan kepada anak untuk

melatih kepekaan pendengarannya. Perubahan-perubahan

ritme atau irama musik melatih anak untuk membedakan irama

internal (inner rhythm) serta kemampuan motoriknya (misalnya, jika dikombinasikan dengan latihan gerak sesuai dengan

(13)

13

Berikut adalah fungsi dari lagu seperti yang dijelaskan oleh

Montolalu et al (2008:3.23) :

1) Meningkatkan kreatifitas dan daya imajinasi.

Musik berperan sebagai stimulan setiap kali anda

memerlukan peningkatan kreatifitas dalam kehidupan anda.

Selain itu, penciptaan musik seperti penulisan sebuah lagu

juga secara tidak langsung mengaplikasikan kecerdasan

lainnya seperti kecerdasan linguistik, matematis,

interpersonal dan intrapersonal.

2) Meningkatkan kecerdasan

Dengan mendengarkan nyanyian kita bisa meningkatkan

kecerdasan dan prestasi anak di sekolah. Musik telah

diperlihatkan secara langsung dan konsisten meningkatkan

pemikiran matematis, khususnya keterampilan pemikiran

abstrak pada anak-anak.

3) Meningkatkan daya ingat

Menyanyi dapat merangsang pikiran modern dan membantu

meningkatkan daya ingat. Nyanyian merupakan salah satu

cara penting untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi

yaitu dengan dipotong menjadi bagian-bagian lebih kecil dan

(14)

14

b. Teknik Bermain

Dalam kehidupan anak, bermain mempunyai arti yang

sangat penting. Dapat dikatakan bahwa setiap anak yang sehat

selalu mempunyai dorongan untuk bermain sehingga dapat

dipastikan bahwa anak yang tidak bermain-main pada umumnya

dalam keadaan sakit, jasmaniah ataupun rohaniah.

Para pakar mengatakan bahwa bermain mempunyai

banyak manfaat bagi anak. Di antara manfaat tersebut seperti

yang dikemukan oleh (Montolalu, 2008: 1.20-1.24) adalah

sebagai berikut:

1) bermain memicu kreativitas anak.

2) bermain bermanfaat mencerdaskan otak.

3) bermain bermanfaat menanggulangi konflik

4) bermain bermanfaat untuk melatih empati

5) bermain bermanfaat mengasah panca indera

6) bermain itu melakukan penemuan.

Menurut Jean Piaget (melalui Montolalu et.al 2008:2.19)

anak-anak sesuai dengan usianya mempunyai jenis-jenis

(15)

15

Siswa kelas VII SMP merupakan anak-anak yang masuk

pada usia 11 tahun ke atas, jadi bermain untuk usia anak-anak

SMP kelas VII hendaknya diimbangi dengan aturan-aturan yang

disepakati bersama dengan tidak mengurangi rasa senang dan

kreativitas anak-anak sebagai pemain. Dalam permainan jenis ini

dapat ditentukan kelompok pemenang dan kelompok yang kalah

dalam permainan.

Selanjutnya Hadfield (2002), menambahkan bahwa a language game merupakan kegiatan yang terprogram dan mempunyai beberapa properti seperti tugas dan objek tertentu,

seperangkat aturan, kompetisi dengan para pemain, dan

komunikasi antar pemain baik lisan maupun tertulis.

4. Teknik Hoposoga dengan Media Talking Card

Teknik Hoposoga merupakan gabungan dari teknik bernyanyi dan game. Dalam teknik ini penulis memilih Lagu

Hokey Pokey yang diambil dari super simple song untuk game babak I. Di samping itu, untuk menumbuhkan kreativitas siswa guru

juga memilih lagu yang dianggap mudah dan lebih sederhana tetapi

menarik yaitu lagu Sedang Apa-Sedang Apa, sebuah lagu pramuka

yang diubah syairnya dengan beberapa kalimat perintah sederhana

(16)

16

Dengan lagu para siswa diajak untuk melafalkan

kalimat-kalimat perintah dalam bahasa Inggris. Sambil bernyanyi para

siswa diminta untuk bergerak sesuai dengan lirik lagu. Dalam

pelaksanaannya para siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok.

Tiap kelompok terdiri dari 5 anggota. Setiap kelompok diberi

kesempatan 5 menit untuk bermain di tengah-tengah kelas yang

dikelilingi oleh kelompok lain dalam sebuah lingkaran besar dengan

media Talking card. Setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk membaca dan merespon isi perintah yang ada

dalam Talking card ketika lagu untuk babak II berhenti. (untuk penjelasan lebih lanjut tentang aturan permainan bisa dilihat pada

lampiran).

Dari gambaran di atas, maka dapat dikatakan bahwa teknik

Hoposoga merupakan sebuah model pembelajaran yang dirancang oleh penulis dengan memperhatikan karakteristik, komponen dan

langkah-langkah pembelajaran yang menggunakan pendekatan

kontekstual. Teknik tersebut sangat memperhatikan kondisi siswa.

Maksud dilaksanakannya pembelajaran dengan teknik Hoposoga

adalah untuk menciptakan suasana pembelajaran yang aktif,

kreatif, efektif dan menyenangkan. Teknik ini sangat tepat

digunakan untuk anak-anak seperti peserta didik yang masih

(17)

17

Teknik Hoposoga dengan media Talking Card merupakan model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya

dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga

dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran

diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran

berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja,

bermain dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke

siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Karakteristik pembelajaran kontekstual adalah sebagai

berikut: adanya kerjasama, saling menunjang, menyenangkan,

tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran

terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, kerjasama

dengan teman, siswa kritis, guru kreatif dan inovatif serta

menggunakan media yang bervariasi dan menarik. (Depdiknas,

2002).

5. Hakekat Media Pembelajaran.

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk

jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau

(18)

18

Hamalik menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis

komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk

belajar (Hamalik, 1986:6).

Agak berbeda dengan itu semua adalah batasan yang

diberikan oleh Asosiasi Pendidikan Nasional atau National Education Association dalam memberikan definisi media adalah sebagai bentuk-bentuk komunitas baik tercetak maupun audio

visual dan peralatannya, dengan demikian media dapat dilihat,

didengar dan dibaca(Hamalik 1986:7). Media talking card yang

berisi pesan-pesan singkat termasuk salah satu contoh dari media

yang dapat dilihat, didengar dan dibaca.

Apapun batasan yang diberikan, ada beberapa persamaan

di antaranya yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima,

sehingga dapat merangsang pikiran.

Dengan media para guru diharapkan dapat mengajarkan

sesuatu yang sulit menjadi mudah dan sesuatu yang rumit menjadi

sederhana. Dengan media, guru diharapkan dapat menumbuhkan

dan mengembangkan minat dan motivasi belajar siswa karena

pada dasarnya, media adalah perangsang belajar sehingga

dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian,

siswa tidak merasa bosan dalam meraih tujuan belajar meskipun

(19)

19

Untuk menumbuhkan minat dan daya tarik siswa terhadap

mata pelajaran atau materi yang disampaikan oleh para guru, maka

hendaknya para guru dapat memilih media yang terbaik untuk

pengajaran. Selanjutnya Soeparno (1988:25) menyebutkan bahwa

pemilihan media ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya

adalah tujuan, ketepatgunaan, tingkat kemampuan siswa, mutu

teknis dan familiarita.

Sementara itu, Soedjana (melalui Soeparno, 1988: 26)

berpendapat bahwa media memiliki beberapa manfaat

sebagai berikut:

a. Pengajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga

dapat lebih muda dipahami oleh siswa dan

memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan

pengajaran.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata

komunikasi verbal, melalui penutupan mata-mata oleh guru

sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan

tenaga, apalagi kalau guru mengajar setiap jam pelajaran.

d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak

(20)

20

Pemilihan media yang tepat dapat membantu guru

menjelaskan pelajaran yang diberikan. Di samping itu, media yang

tepat juga membantu siswa untuk membentuk pengertian di dalam

jiwanya. Mengajar dengan menggunakan bermacam-macam media

akan lebih menarik perhatian siswa, lebih merangsang siswa untuk

berpikir. Guru diharapkan dapat membina dan membuat alat-alat

media yang sederhana, praktis dan ekonomis bersama siswa tetapi

efektif untuk pengajaran (Slameto,2003:37).

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan teknik bermain pada

pembelajaran listening telah dilakukan oleh Subandi (2009)

terhadap siswa kelas 8-4 SMP N 1 Slawi semester gasal dengan

judul penelitian “Peningkatan Kemampuan Listening Teks

Descriptive dengan Teknik Quiz pada siswa kelas 8-4 semester

gasal tahun pelajaran 2009-2010”. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa dengan teknik quiz atau game, kompetensi

listening siswa meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya

peningkatan nilai rata-rata ulangan harian dari 66 menjadi 80.

(Subandi, 2009).

Penelitian tentang efektifitas language game dalam pembelajaran listening juga telah dilakukan oleh dosen UPS Tegal,

(21)

21

listening teks descriptive dapat ditingkatkan melalui language game

(permainan bahasa). Melalui penelitian ini Antoni membuktikan

bahwa dengan language game siswa merasa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran listening.

Penelitian lainnya dalam pembelajaran listening dengan

teknik bernyanyi juga telah dilakukan oleh seorang mahasiswa, Ari

Ivana yang telah meneliti efektifitas teknik bernyanyi dalam

pembelajaran listening siswa kelas VI SD NU 01 Penawaja Talang

Kab. Tegal tahun pelajaran 2006-2007. Penelitian ini telah berhasil

membuktikan bahwa aktivitas dan motivasi siswa meningkat dari 60

% siswa aktif dan termotivasi menjadi 81 % siswa aktif dan

termotivasi untuk mengikuti pembelajaran listening dengan teknik

bernyanyi (Ivana, 2007)

Dari beberapa penelitian yang berkaitan dengan teknik

bernyanyi dan bermain dalam pembelajaran listening di atas,

penulis termotivasi untuk mengadakan penelitian lanjutan pada

pembelajaran listening dengan teknik yang menggabungkan antara

(22)

22

C. Kerangka Berpikir

Kompetensi listening dapat dicapai melalui pendekatan

kontekstual dengan berbagai macam teknik. Untuk mengurangi

beberapa kendala siswa dalam hal merespon kalimat perintah dan

larangan seperti kurangnya keberanian siswa, adanya rasa malu,

keterbatasan penguasaan kosa kata dan kurangnya pembiasaan

dengan ungkapan-ungkapan kalimat perintah dan larangan dalam

pembelajaran harus melibatkan siswa baik fisik maupun psikis.

Diperlukan teknik yang membuat siswa secara tidak sadar dibawa

ke lingkungan nyata yang mempraktekkan ungkapan-ungkapan

bahasa Inggris dalam bentuk lagu maupun permainan.

Pembelajaran listening dengan melibatkan siswa pada dunia

nyata anak-anak yang masih suka bermain dan bernyanyi

dipandang perlu menggunakan teknik Hoposoga (Hokey Pokey Song and Game). Penggunaan media kartu yang berisi beberapa pesan perintah singkat untuk menarik perhatian dan memotivasi

siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran juga dipandang perlu.

Berdasarkan uraian di atas kerangka berpikir penulis

sebagai berikut: Apabila guru dalam pembelajaran listening

menggunakan pendekatan kontekstual dengan teknik Hoposoga

yaitu teknik bernyanyi dan bermain dilengkapi dengan media

(23)

23

C. Hipotesis.

Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat

sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui

data yang terkumpul (Arikunto, 1993:62).

Berdasarkan kerangka berpikir yang penulis paparkan di

atas penulis berasumsi bahwa penggunaan teknik Hoposoga dan media talking card dapat meningkatkan kompetensi listening materi Kondisi awal Tindakan Kondisi akhir Guru belum menggunakan teknik Hoposoga

dan media

talking card

Kompetensi listening materi

command and prohibition dan

aktivitas siswa meningkat Kompetensi listening materi command & prohibition rendah Kompetensi listening materi command and prohibition belum

meningkat dengan baik

Siklus II Kompetensi listening materi

command &

prohibition

meningkat Guru

menggunakan teknik

Hoposoga dan media Talking

(24)

24

Command and Prohibition pada siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2010-2011. Jadi penulis

mengajukan sebuah hipotesis sebagai berikut:

”Teknik Hoposoga dengan Media Talking Card dapat meningkatkan kompetensi listening materi Command and Prohibition dan aktivitas siswa kelas VII-7 SMP N 1 Slawi Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran

(25)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VII SMP

Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal. Adapun dipilihnya kelas tersebut

sebagai objek penelitian adalah sebagai berikut:

a. Peneliti adalah guru pada SMP N 1 Slawi Kabupaten Tegal,

sehingga proses penelitian menjadi lebih mudah.

b. Peneliti mendapatkan tugas mengajar di kelas VII, yang

merupakan kelas untuk siswa yang baru duduk di bangku SMP,

sehingga memerlukan kreativitas dan inovasi guru yang cukup

tinggi untuk memotivasi para siswa dalam pembelajaran bahasa

Inggris.

2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan tindakan ini dilakukan dalam empat kali

pertemuan yaitu (4 x 40 menit) untuk siklus I pada tanggal 28 Juli

dan 2 Agustus 2010 dan (2 x 40 menit) untuk siklus II pada tanggal

4 & 9 Agustus 2010 sesuai dengan Kalender Pendidikan dan

(26)

26

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII-7 SMP Negeri 1

Slawi Tahun Pelajaran 2010/2011 yang berjumlah 25 orang peserta

didik terdiri dari 7 laki-laki dan 18 perempuan. Adapun latar belakang

dipilihnya kelas ini sebagai subjek penelitian adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil refleksi siswa kelas VII-7 mempunyai banyak kendala untuk merespon kalimat perintah dan larangan yang

diucapkan oleh guru.

2. Berdasarkan hasil pengamatan dan buku catatan harian guru, proses pembelajaran di kelas VII-7 cenderung lebih pasif

dibandingkan dengan kelas lain.

3. Berdasarkan beberapa teori bahwa peningkatan kompetensi listening dan aktivitas siswa dapat dilakukan melalui teknik

Hoposoga denganmedia Talking Card.

C. Sumber Data

Sumber data yang dikumpulkan sebagai analisis berupa data

utama dan data pendukung. Sumber utama berasal dari guru bahasa

Inggris kelas VII-7 SMP Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal berupa buku

daftar nilai. Sedangkan data pendukung berasal dari teman sejawat

(27)

27

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian yaitu dengan melalui tes,

metode observasi, kuesioner dan dokumentasi.

a. Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tentang

kompetensi listening materi Command and Prohibition.

b. Metode Observasi

Menurut Arikunto (1993:146) observasi adalah kegiatan

pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan

menggunakan seluruh indera. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa yang diisi

oleh teman sejaawat selama pembelajaran berlangsung.

c. Metode Kuesioner

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan kuesioner untuk

mengetahui respon positif siswa terhadap pembelajaran listening

dengan teknik Hoposoga dan media Talking Card.

d. Metode Dokumentasi

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan dokumen

dengan alasan bahwa dokumen selalu tersedia di sekolah,

dokumen merupakan sumber data yang stabil, dan data yang

tersedia bersifat faktual dan realistis. Adapun dokumen yang

(28)

28

kerja siswa, dan buku daftar nilai Siswa kelas VII-7 SMP Negeri

1 Slawi Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2010/2011 Semester

Gasal.

2. Alat Pengumpulan Data

a. Butir Soal Tes

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada

penelitian ini berupa butir soal yang bertujuan untuk mengetahui

pencapaian aspek kompetensi listening siswa materi Command and Prohibiton.

b. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengamati aktivitas

siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

c. Lembar Kuesioner

Lembar kuesioner digunakan untuk mengetahui respon positif

siswa dalam pembelajaran listening melalui teknik Hoposoga dan media Talking Card.

d. Catatan Harian Guru

Catata harian guru digunakan untuk mengetahui kondisi

siswa baik kondisi positif maupun negatif selama pembelajaran listening

(29)

29

E. Validasi Data

Validitas atau kesahihan merupakan ukuran dari instrumen yang

digunakan dalam penelitian. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes

tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Suwandi, 2009:53).

Oleh karena itu, untuk mengukur validitas instrumen penulis

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui validitas butir soal tes kompetensi listening

penulis meminta bantuan kepada rekan sejawat untuk mengoreksi

butir-butir soal tersebut.

2.Untuk mengetahui validitas lembar kuesioner penulis meminta

pendapat kepada rekan sejawat untuk mengoreksi butir-butir

pernyataan pada lembar kuesioner.

3.Untuk mengetahui validitas lembar observasi penulis meminta

pendapat kepada rekan sejawat untuk mengoreksi butir-butir

pernyataan yang ada pada lembar observasi.

F. Analisis Data

Menurut Moleong (2002:206) analisis data dilakukan sejak awal

sampai akhir yang merupakan kesatuan yang tak terpisahkan antar

tahap pengumpulan data dan analisa data. Analisis data dilakukan

dengan model deskriptif persentase.

(30)

30

Hasil tes kompetensi listening siswa dibuat rerata dan dianalisis

secara deskriptif.

2. Data Sekunder

Hasil pengamatan oleh kolaborator dan hasil kuesioner sesudah

dilakukan tindakan pada siklus I dan II dianalisis secara deskriptif.

G. Indikator Kinerja

Indikator keberhasilan dari penggunaan teknik Hoposoga dengan media Talking Card pada pembelajaran listening materi Command and Prohibition ini adalah sebagai berikut :

1. Nilai kompetensi listening materi Command and Prohibition siswa meningkat dari rata-rata 66 menjadi 76.

2. Berdasarkan hasil pengamatan, aktivitas siswa mencapai lebih dari 76 % karena mereka terlibat aktif dalam Hoposoga dengan menggunakan media Talking Card.

3. Siswa mempunyai pikiran, perasaan dan pendapat yang positif terhadap pembelajaran listening dalam penelitian ini dengan

rerata hasil kuesioner lebih dari 76 %.

H. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian

tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus. Langkah-langkah dalam

(31)

31

1. Persiapan

Pada tahap persiapan penulis melakukan beberapa

kegiatan seperti mencari referensi yang berkaitan dengan teknik

Hoposoga dan media Talking Card, kompetensi, hakekat listening, hakekat lagu, hakekat bermain, dan lain-lain. Dalam tahap

perencanaan ini penulis juga melakukan kegiatan-kegiatan berikut :

a. Pembuatan jadwal penelitian

b. Pembuatan lesson plan

c. Pembuatan butir soal teks kognitif untuk individual

d. Pemilihan beberapa kartu yang telah dibuat oleh siswa dan menyusun lagu Hokey Pokey yang akan digunakan untuk game.

e. Pembuatan aturan game

f. Pembuatan lembar kerja siswa

g. Pembuatan rubrik penilain untuk tes listening siswa

h. Pembuatan pertanyaan untuk kuesioner

i. Pembuatan lembar pengamatan 2. Tindakan

Tahap ini merupakan implementasi dari perencanaan yang telah

disusun, yaitu penggunaan pendekatan kontekstual dengan teknik

Hoposoga dan media Talking card.

3. Observasi / Evaluasi

Observasi atau evaluasi pada perkembangan kemampuan

(32)

32

dianalisis secara deskriptif. Program secara keseluruhan dievaluasi

dengan masukan dari hasil analisis data.

4. Refleksi

Setelah mendapat gambaran secara rinci tentang keberhasilan

dan kendala yang dialami dalam penggunaan teknik Hoposoga dan Media Talking Card, peneliti melanjutkan penelitian dengan mengulang dari tahap perencanaan. Jika hasil yang diperoleh pada

siklus pertama belum memuaskan, maka peneliti akan melakukan

revisi atau perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran untuk

(33)

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal

Sesuai dengan program semester gasal kelas VII mata

pelajaran bahasa Inggris tentang kompetensi listening materi

command and prohibition diberikan pada minggu terakhir bulan Juli dan minggu ke-1 bulan Agustus 2010. Dari hasil observasi yang

dilakukan dan berdasarkan dokumentasi serta catatan harian guru

diperoleh data sebagai berikut: 1) Jumlah siswa sebanyak 25 orang

yang terdiri dari 7 laki-laki dan 18 perempuan. 2) Tingkat kehadiran

siswa selama observasi berlangsung 100%. 3) Hasil ulangan formatif

kompetensi dasar listening materi Command and Prohibition diperoleh rata-rata 64.32. 4) Aktivitas siswa belum maksimal ditandai dengan

sikap pasif peserta didik. 5) Pembelajaran bersifat guru sentris

dan monoton. 6) Kurang memanfaatkan media pembelajaran sebagai

penunjang. 7) Belum muncul sikap kompetitif karena tidak ada

pemecahan masalah dalam kelompok. 8) Kecenderungan perhatian

anak satu arah ke papan tulis karena pembelajaran bersifat

konvensional dengan metode ceramah tunggal. 9) Rata-rata hasil

kuesioner respon positif siswa terhadap pembelajaran adalah 42.40

%.

Oleh karena itu diperlukan motivasi dari guru dengan

(34)

34

menyenangkan. Penggunaan model pembelajaran yang inovatif

melalui pendekatan kontekstual dengan teknik yang menyenangkan

dan media pembelajaran yang menarik juga sangat diperlukan untuk

mengatasi masalah tersebut.

Berikut adalah rentang nilai hasil ulangan harian siswa yang

[image:34.595.108.521.302.589.2]

telah diajar dengan model konvensional:

Tabel 1

No Rentang Nilai Jumlah Persentase Keterangan

1. < 75 14 56 % Belum Tuntas

2. 75-85 11 44 % Tuntas

3. > 86 0 0 %

-Jumlah 25 100 Ketuntasan Klasikal

44 %

Gambar 1. Diagram batang nilai ulangan harian pra siklus.I

(35)

35

Sebelum guru melakukan tindakan guru memilih beberapa

kartu yang telah dibuat oleh siswa pada pertemuan sebelum

dilaksanakannya tindakan. Di antara jumlah kartu yang dibuat siswa

terkumpul 125 kartu dan terpilih 105 kartu yang bisa digunakan untuk

game. Isi pesan kartu yang kurang bisa dibaca direduksi. Di samping

itu, isi pesan kartu yang menyangkut kosa kata terlalu sulit untuk

direspon juga direduksi.

Guru membuat lirik lagu Hokey Pokey dengan irama lagu Sedang Apa-Sedang Apa yang dipakai untuk game selama tindakan.

Setelah itu, guru membuat rencana pembelajaran yang merupakan

perbaikan dari pembelajaran model konvensional.

2. Implementasi Tindakan

Siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan (2 x 80

Menit). Pembelajaran ini merupakan perbaikan dari pembelajaran

sebelumnya yang masih menggunakan model konvensional.

Perbaikan pembelajaran pada siklus I sudah menggunakan

strategi pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dengan teknik

Hoposoga dan media Talking Card dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

Guru menyuruh siswa untuk berdo’a kemudian mengecek

kehadiran siswa. Guru memberikan apersepsi dengan berbagai

pertanyaan sesuai dengan materi minggu lalu dan

(36)

36

dibahas. Guru memotivasi siswa tentang pentingnya kemampuan

listening materi Command and Prohibition.

Sebagai kegiatan inti pada pertemuan pertama guru

membagi siswa secara heterogen ke dalam lima kelompok. Guru

membagi kertas berisi naskah lagu Hokey Pokey dengan missing lyrics. Guru menyanyikan lagu Hokey Pokey dengan dua lirik lagu yang berbeda dan siswa melakukan kegiatan listening mengisi

missing lyrics. Siswa tampak aktif bekerja sama dalam kelompok dalam waktu sekitar tujuh menit. Pada kegiatan missing lyrics

kompetisi antar kelompok mulai muncul karena guru memotivasi

siswa dengan pemberian skor setiap kelompok. Dari lembar kerja

siswa diperoleh skor tertinggi 80 dan skor terendah 50. Setelah itu,

guru menjelaskan aturan game dengan lagu dan beberapa kartu.

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih game

sekitar 10 menit dengan lagu Hokey Pokey dalam kelompok. Kemudian guru memanggil salah satu kelompok dan dua ketua

kelompok lain sebagai time keeper dan pencatat skor untuk dijadikan

simulasi game dengan lagu. Saat simulasi game berlangsung guru

mendapatkan beberapa siswa yang belum memahami benar aturan

main game. Oleh karena itu, guru menjelaskan kembali aturan game

yang harus ditaati oleh setiap siswa. Di samping itu, guru juga

mendapatkan beberapa siswa mengalami kesulitan dalam pelafalan

(37)

37

Di akhir pertemuan guru membuat rangkuman materi

pembelajaran yaitu dengan memberi contoh pelafalan kosa kata

yang baik dan benar dan ditirukan oleh seluruh siswa. Setelah itu,

guru memberi tugas rumah kepada siswa untuk berlatih dan

mempersiapkan game dengan kelompoknya masing-masing.

Pada pertemuan kedua guru kembali mengadakan

apersepsi dan memotivasi siswa tentang pentingnya kompetensi

listening materi Command and Prohibition. Guru memberi kesempatan kepada setiap anggota kelompok untuk mempersiapkan

game. Setelah itu, guru memberi kesempatan kepada setiap

kelompok untuk bermain sesuai dengan gilirannya selama 5 menit

setiap kelompok. Saat permainan berlangsung semua siswa aktif

dan terlibat dalam permainan baik sebagai kelompok pemain

maupun sebagai kelompok partisipan. Namun demikian, guru

menemukan beberapa siswa yang mengalami kesulitan dalam

merespon pesan kartu karena keterbatasan tempat bermain, media

realia dan gambar yang digunakan siswa dalam merespon perintah

dan larangan. Di samping itu, guru juga menemukan beberapa siswa

yang mengalami kesulitan dalam penguasaan konsep. Setelah

semua kelompok mendapatkan giliran untuk bermain guru

mengumumkan pemenang game yaitu kelompok DO-RE-MI dengan

skor tertinggi 1300 dan memberi masukan-masukan tentang game

(38)

38

Pada akhir pembelajaran guru memberi tes uji kompetensi

listening sebanyak 10 soal yang harus dikerjakan selama 10 menit

secara individu. Dari hasil tes diperoleh nilai rata-rata 69.72 dengan

[image:38.595.113.518.251.542.2]

rentang nilai sebagai berikut:

Tabel 2.

No Rentang

Nilai

Jumlah Persentase Keterangan

1. < 75 9 36 % Tidak Tuntas

2. 75-85 12 48 % Tuntas

3. > 86 4 16 % Tuntas

Jumlah 25 100 Ketuntasan Klasikal

64 %

Gambar 2. Diagram batang nilai ulangan harian siklus I

3. Observasi dan Evaluasi

Hasil tes kompetensi listening ternyata belum memuaskan

(39)

39

kriteria kelulusan minimal (KKM). Di lihat dari nilai rata-rata ulangan

harian juga belum mencapai indikator keberhasilan.

Berdasarkan hasil pengamatan oleh kolaborator, sebagian

besar anggota kelompok antusias dan aktif bekerja sama dalam

kelompok. Kompetisi antar siswa juga muncul meskipun belum

maksimal. Kecepatan siswa dalam merespon pesan kartu juga

belum maksimal karena masih ada lima siswa yang tampak

bingung. Berdasarkan lembar observasi persentase aktivitas siswa

pada siklus I menunjukkan bahwa 76 % siswa aktif saat

pembelajaran listening melalui teknik Hoposoga dengan media

Talking Card.

Di samping itu, hasil kuesioner pasca siklus I menunjukkan

bahwa sebanyak 76 % siswa merasa senang saat mengikuti

pembelajaran listening, dan 72 % siswa berpendapat bahwa

mereka termotivasi dan tertarik dengan teknik guru saat

pembelajaran listening. Adapun rata-rata keseluruhan dari hasil

kuesioner menyatakan bahwa 68 % siswa mempunyai pikiran,

perasaan dan pendapat yang positif tentang pembelajaran listening

melalui pendekatan kontekstual dengan teknik Hoposoga dan media Talking card.

4. Refleksi

Berdasarkan hasil tes kompetensi, pengamatan dan

(40)

40

siklus I masih belum maksimal karena belum mencapai indikator

keberhasilan. Oleh karena itu, peneliti dengan bantuan teman

sejawat melakukan refleksi untuk melakukan perbaikan

pembelajaran pada siklus II.

Kendala-kendala yang ditemukan saat pembelajaran

listening melalui teknik Hoposoga dan media Talking Card adalah sebagai berikut:

 Keterbatasan tempat bermain yang menyebabkan siswa kurang

leluasa dalam bergerak untuk merespon kalimat perintah dan

larangan.

 Keterbatasan kemampuan sebagian siswa dalam melafalkan

kosa kata yang ada pada talking card, sehingga menghambat siswa lain untuk merespon kallimat perintah dan larangan.

 Keterbatasan media realia dan gambar-gambar sebagai alat

peraga untuk merespon kalimat perintah dan kalimat larangan

dalam Hoposoga.

 Keterbatasan lirik lagu yang terbatas, sehingga siswa kurang

adanya tantangan dalam menyanyikan lagu Hokey Pokey

karena lirik dan gerakannya sama.

 Lirik lagu Hokey Pokey kurang menantang siswa untuk lebih bersungguh-sungguh dalam menghafal dan bernyanyi sambil

bergerak, sehingga siswa cenderung meremehkan saat berperan

(41)

41

C. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II 1. Perencanaan

Setelah diadakan refleksi pada siklus I, maka peneliti

merencanakan tindakan pada siklus II sebagai berikut:

 Penggunaan tempat yang lebih luas dan representatif untuk

permainan anak-anak yaitu penggunaan ruang multimedia tanpa

meja dan kursi atau lapangan basket.

 Pemberian kartu baru yang dibuat oleh guru dengan

memperhatikan faktor kosakata.

 Penggunaan media realia dan gambar-gambar lain sebagai alat

peraga untuk merespon kalimat perintah dan kalimat larangan

dalam game.

 Pemberian jenis lagu Hokey Pokey lain yang berisi kalimat perintah dan kalimat larangan dengan harapan siswa menjadi

lebih tertantang sekaligus tertarik dengan pembelajaran listening

(teks lagu untuk game babak I pada siklus II bisa dilihat pada

lampiran) .

 Pembagian game menjadi 2 babak yaitu babak I dengan lagu

Hokey Pokey baru dan babak II dengan lagu Hokey Pokey yang digunakan pada game siklus I.

(42)

42

Siklus II dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan (2 x 80

Menit). Pada pertemuan pertama guru menyuruh siswa untuk

berdo’a dan mengecek kehadiran siswa. Setelah itu, guru

memberikan apersepsi. Guru menyuruh siswa untuk duduk sesuai

dengan kelompoknya masing-masing di atas lantai dengan

membentuk lingkaran kecil. Guru membagi kertas berisi naskah

lagu Hokey Pokey dengan missing lyrics. Guru memutar lagu

Hokey Pokey dengan menggunakan laptop untuk kegiatan listening mengisi missing lyrics. Pada kegiatan missing lyrics

diperoleh skor tertinggi 91.60 oleh kelompok AKATSUKI dan skor

terendah 66 oleh kelompok STINKY. Setelah itu, Guru menjelaskan

aturan game di bagi menjadi dua babak. Guru memberi

kesempatan kepada siswa untuk berlatih game dengan lagu

Hokey Pokey dalam kelompok. Siswa tampak lebih antusias berlatih bernyanyi sambil bergerak memperagakan isi kalimat

perintah dan kalimat larangan yang ada pada teks lagu Hokey Pokey yang baru. Kerja sama antar siswa dalam kelompok juga semakin tinggi. Setelah itu guru memanggil salah satu kelompok

dan dua ketua kelompok lain sebagai time keeper dan pencatat

skor untuk dijadikan simulasi game babak I dengan lagu. Di akhir

pertemuan guru memberi tugas rumah kepada siswa untuk berlatih

(43)

43

Pada pertemuan selanjutnya guru menanyakan persiapan

siswa untuk game dan memberi kesempatan kepada setiap

anggota kelompok untuk mempersiapkan game. Seluruh siswa

dalam kelompoknya masing-masing tampak lebih antusias dan aktif

dalam mempersiapkan game yang lebih menantang. Setelah itu,

guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk bermain

sesuai dengan gilirannya selama 3 menit setiap kelompok.

Kompetisi antar kelompok semakin tinggi karena hanya ada dua

kelompok yang berhak masuk ke babak II. Guru mengamati

jalannya permainan babak I. Seluruh siswa tampak aktif dan

antusias untuk mengikuti jalannya game babak I. Setelah babak I

berakhir, guru mengumumkan pemenang game dengan skor

tertinggi 900 yaitu kelompok DO-RE-MI dan kelompok STINKY

dengan skor 800. Di saat permainan berlangsung guru masih

mendapatkan dua siswa yang tampak bingung dalam merespon

kalimat perintah dan larangan. Namun demikian, jumlah siswa yang

mengalami kendala jauh lebih sedikit dibanding dengan siklus I.

Guru mengumumkan pemenang game dan memberi

masukan-masukan tentang game serta menyimpulkan materi pembelajaran.

Setelah itu, guru memberi tes uji kompetensi listening sebanyak 10

soal yang harus dikerjakan selama 10 menit secara individu. Dari

hasil tes diperoleh nilai rata-rata 78.4 dengan rentang nilai sebagai

(44)

[image:44.595.113.518.136.421.2]

44

Tabel 3.

No Rentang

Nilai

Jumlah Persentase Keterangan

1. < 75 7 28 % Belum Tuntas

2. 75-85 8 32 % Tuntas

3. > 86 10 40 % Tuntas

Jumlah 25 100 Ketuntasan Klasikal

72 %

Gambar 3. Diagram batang nilai ulangan harian siklus II

3. Observasi dan evaluasi

Hasil tes kompetensi listening menunjukkan adanya

peningkatan nilai rata-rata yang signifikan. Hasil tersebut dikatakan

cukup memuaskan karena sudah mencapai indikator keberhasilan

dari penelitian ini yaitu nilai rata-rata yang lebih dari 76.

Berdasarkan hasil kuesioner, semua siswa (100 %)

berpendapat bahwa mereka senang dengan pembelajaran

listening dan 84 % siswa berpendapat bahwa mereka termotivasi

dan tertarik dengan teknik guru saat pembelajaran listening.

(45)

45

menunjukkan bahwa 76.80 % siswa mempunyai pendapat, respon

dan perasaan positif terhadap pembelajaran listening.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator

menunjukkan bahwa siswa tampak semakin aktif bekerja dalam

kelompok. Mereka tampak antusias dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran listening. Kecepatan dalam merespon kalimat

perintah dan larangan juga meningkat.

4. Refleksi

Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi serta diskusi

dengan kolaborator, maka disepakati untuk menghentikan

penelitian pada siklus II karena hasil yang diperoleh cukup

memuaskan. Hal tersebut dibuktikan dengan telah tercapainya

indikator-indikator keberhasilan sebagai berikut:

a. Nilai kompetensi listening materi Command and Prohibition

siswa meningkat dari rata-rata 66 menjadi lebih dari 76 yaitu

78.40.

b. Berdasarkan hasil pengamatan, aktivitas siswa menapai 96 % (lebih dari 76%) karena mereka terlibat aktif dalam

pembelajaran listening dengan Hoposoga dengan media

Talking Card.

c. Siswa mempunyai pikiran, perasaan dan pendapat yang positif terhadap pembelajaran listening dalam penelitian ini dengan

(46)

46

D. Pembahasan Hasil Tiap Siklus 1. Pembahasan Siklus I

Siklus I dilakukan sebagai refleksi pembelajaran model

konvensional. Metode yang digunakan adalah metode tunggal

ceramah dengan sewaktu-waktu tanya jawab tanpa menggunakan

alat bantu atau peraga. Dengan model pembelajaran seperti itu

motivasi, kerja sama, aktivitas dan kompetisi antar siswa tidak

muncul. Hal tersebut tercermin pada sikap siswa yang hanya duduk

diam dan pasif yang akhirnya berdampak pada rendahnya

kompetensi listening.

Dari permasalahan tersebut di atas, maka diupayakan

pembelajaran yang lebih meningkatkan aktivitas, motivasi, kerja

sama, dan kompetisi antar siswa sekaligus menyenangkan.

Pembelajaran pada siklus I secara umum berlangsung

cukup baik. Fase-fase sudah berjalan runtut sesuai dengan

rencana pembelajaran. Meskipun demikian, masih ada beberapa

hal yang harus diperbaiki. Salah satu hal yang perlu diadakan

perbaikan adalah penyediaan tempat bermain yang lebih luas,

media realia dan gambar. Beberapa siswa masih tampak bingung

untuk merespon pesan perintah dan larangan yang ada dalam

(47)

47

Hal lain yang perlu ditingkatkan adalah isi pesan yang

terdapat pada Talking Card. Pada siklus I guru masih menemukan beberapa siswa yang tidak bisa membaca isi pesan karena tulisan

yang tidak jelas. Di samping itu, siswa juga tampak bingung dengan

kesulitan kosa kata yang terlalu tinggi. Oleh karena itu Talking Card

yang terlalu sukar perlu direduksi dan diganti dengan Talking Card

yang dianggap lebih mudah dan sesuai dengan kosa kata tingkat

kelas VII SMP yang disediadakan oleh guru.

Meskipun pada siklus I masih terdapat banyak kekurangan,

pembelajaran dengan model konvensional dapat diatasi melalui

pendekatan kontekstual dengan teknik Hoposoga dan Talking Card. Hal tersebut terlihat dari hasil rata-rata nilai ulangan harian kompetensi listening yang mengalami kenaikan dari 64.32 menjadi

69.72. Di samping itu, respon positif siswa juga meningkat dari

42.40 % menjadi 68 %. Aktivitas, kerja sama, dan kompetisi siswa

juga mulai muncul pada siklus ini meskipun belum maksimal.

2. Pembahasan Siklus II

Siklus II dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 4 Agustus dan

hari Senin tanggal 9 Agustus 2010 dalam waktu empat jam

pelajaran. Dengan merujuk pada refleksi pembelajaran siklus I,

pembelajaran pada siklus II berjalan lebih hidup, aktif, menantang

dan menyenangkan. Hal tersebut disebabkan oleh para siswa yang

(48)

48

memacu para siswa lebih aktif dan bersaing adalah adanya

pembagian game menjadi dua babak. Para siswa sangat antusias

untuk bermain mencari skor setingg-tingginya untuk memperoleh

kesempatan bermain pada babak II. Pemilihan tempat yang cukup

luas tanpa meja dan kursi juga membuat siswa merasa lebih

nyaman untuk bergerak merespon kalimat perintah dan larangan

yang ada pada media Talking Card. Penggunaan media realia dan gambar-gambar yang dibutuhkan untuk merespon isi pesan Talking Card juga sangat mempermudah siswa dalam merespon isi pesan tersebut.

Ditinjau dari aspek kognitif pada siklus II mengalami

kenaikan yang signifikan dari rata-rata 69.72 menjadi 78.40.

Meskipun demikian, masih ada tujuh siswa yang belum mencapai

batas ketuntasan minimal. Keberhasilan ini bukan hanya pada

aspek kognitif, tetapi juga peningkatan pada aspek afektif respon

positif siswa yaitu dari rata-rata hasil kuesioner 68 % menjadi

76.80%. Peningkatan aktivitas, kerja sama, dan kompetisi antar

siswa juga meningkat.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari aspek kognitif yaitu

kompetensi listening siswa materi Command and Prohibition, aktivitas, kerja sama, dan kompetisi antar siswa pada siklus II,

(49)

49

E. Pembahasan Hasil Antar siklus 1. Tindakan

Kondisi Awal Siklus I Siklus II

Pembelajaran masih

bersifat konvensional

dan belum

menggunakan teknik

dan media yang

menarik.

Pembelajaran

menggunakan

pendekatan

kontekstual dengan

teknik Hoposoga dan media Talking card.

Pembelajaran

berlangsung di tempat

yang lebih luas,

menggunakan

pendekatan

kontekstual dengan

teknik Hoposoga dan media Talking Card, realia dan gambar.

2. Proses Pembelajaran a. Aktivitas Siswa

Kondisi Awal Siklus I Siklus II Refleksi

Siswa cenderung

pasif, tidak ada

kerja sama antar

siswa dan

76 % dari seluruh

siswa aktif, kerja

sama antar siswa

dan kompetisi

96 % dari seluruh

siswa siswa aktif,

kerja sama antar

siswa dan kompetisi

Dari kondisi

awal sampai

kondisi akhir

(50)

50 kompetisi antar kelompok. antar kelompok mulai muncul. Kecepatan dalam merespon pesan

kartu masih cukup

rendah.

antar kelompok

meningkat.

Kecepatan dalam

merespon pesan

kartu cukup tinggi.

peningkatan

aktivitas siswa

dalam

pembelajaran.

Berikut adalah grafik peningkatan aktivitas siswa secara klasikal pada pra

siklus, Siklus I dan siklus II.

Gbr. 4 Grafik peningkatan aktivitas siswa

b. Respon Positif Siswa

Kondisi Awal Siklus I Siklus II Refleksi

Siswa merasa

kurang senang,

termotivasi dan

tertarik dengan

teknik guru dalam

pembelajaran

Sebagian besar

siswa merasa

senang,

termotivasi dan

tertarik dengan

teknik guru dalam

Semua siswa

merasa senang,

termotivasi dan

tertarik dengan

teknik guru

dalam

Dari kondisi

awal sampai

kondisi akhir

terdapat

peningkatan

(51)

51 listening. Secara keseluruhan, respon positif siswa dalam pembelaran rendah. pembelajaran listening. Secara keseluruhan, respon positif siswa dalam pembelajaran cukup tinggi. pembelajaran listening. Secara keseluruhan, respon positif siswa dalam pembelajaran meningkat.

siswa dalam

pembelajaran.

[image:51.595.182.455.364.465.2]

Berikut adalah grafik peningkatan persentase hasil kuesioner:

Gambar 5. Grafik peningkatan persentase hasil kuesioner

2. Kompetensi Listening.

Kondisi Awal Siklus I Siklus II Refleksi Hasil Nilai Tes

Listening.

Nilai terendah 40

Nilai tertinggi 80

Nilai rata-rata

64.32

Hasil Nilai Tes

Listening.

Nilai terendah 40

Nilai tertinggi 90

Nilai rata-rata

69.72

Hasil Nilai Tes

Listening.

Nilai terendah 50

Nilai tertinggi 90

Nilai rata-rata

78.40

Dari siklus I -

(52)

52

menjadi 78.4.

Ada

peningkatan

[image:52.595.108.519.109.373.2]

8.68 %

Gambar 6. Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Kompetensi Listening

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, penulis dapat menarik simpulan

sebagai berikut :

(53)

53

2. Teknik Hoposoga dan media Talking Card dalam pembelajaran bahasa Inggris dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas VII-7

SMP N 1 Slawi tahun pelajaran 2010-2011 semester gasal.

3. Di samping kedua simpulan di atas yang merupakan jawaban dari

rumusan masalah dalam penelitian ini, penulis juga bisa

mendapatkan beberapa bukti bahwa teknik Hoposoga dengan media Talking Card dalam pembelajaran bahasa Inggris dapat meningkatkan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif dan

menyenangkan.

B. Rekomendasi/Implikasi

Implikasi dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian tindakan kelas sangat penting dalam rangka

memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi siswa dan

pada akhirnya dapat meninngkatkan efektifitas dan hasil

pembelajaran. Oleh karena itu, guru hendaknya mengadakan

kegiatan forum ilmiah untuk memecahkan masalah pembelajaran

khususnya, dan mutu pendidikan nasional pada umumnya.

2. Teknik Hoposoga dengan media Talking Card mempunyai pengaruh positif terhadap proses pembelajaran yang bermutu. Oleh karena

itu, sekolah hendaknya ikut memfasilitasi para guru untuk

melaksanakan pembelajaran melalui pendekatan kontekstual

(54)

54

lain, sehingga pembelajaran akan menjadi aktif, kreatif dan

menyenangkan.

C. Saran

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Guru perlu merancang pembelajaran yang baik, meliputi

perencanaan penggunaan teknik dan media pembelajaran

yang diperlukan agar pembelajaran lebih efektif.

2. Guru perlu menggunakan metode, teknik dan media yang

bervariasi selama pembelajaran berlangsung.

3. Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk peningkatan proses

(55)

55

DAFTAR PUSTAKA

Al-Falasany, Judi.1984. Kunci Sukses Belajar Bahasa Inggris bagi Mahasiswa dan Guru.Solo: Ramadhani.

Al-Faridi, Abdulrahman. 2006. “Teaching Listening to SMP Students” Makalah disampaikan pada Bintek Bidang Studi Bahasa Inggris Guru SMP/MTs Se Jawa Tengah. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

Arikunto, Suharsimi, 1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Renneke Cipta.

Basirun, Chabib. 2002. Teaching Aids. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Carol. A.Kreidler, 1960. Visual Aids For Teaching English to Speakers of Other Language. Washington DC : English Teaching Division Information center Service U.S. Information Agency.

Duuf.A 1990. Literature Oxford : Oxford: Oxford University Press.

Depdiknas 2002. Pendekatan Kontekstual ; Contextual Teaching and Learning. Jakarta: Direktorat PLP

Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah. Pedoman Khusus Mata Pelajaran :Jakarta. Dharma Bhakti.

Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas

Hadfield Jill, 2002. Intermediate Communication Games. China. Longman. Hamalik Oemar, 1986. Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: PT.

Sinar Baru Algensindo.

(56)

56

Montolalu.B.E.F. Cet. Ke-8. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta. Universitas Terbuka.2008.

Saefulloh. 2010. Teaching Listening Through songs.

http://haarrr.wordpress.com/2010/03/16/song-a-media-in-teaching listening. Diakses 14 Juli 2010.

Soeparno, 1988. Media Pengajaran Bahasa, Klaten: Intan Pariwara.

Slameto, 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2003. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinas Baru Algesindo.

Suwandi, Sarwiji, 2010. Assesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka.

Schwartz, Ana Maria, 2010. Listening in a foreign language in Modules for the professional preparation of teaching assistants in foreign languages melalui http://bahasainggris.peperonity.com. diakses tanggal 14 Juli 2010.

(57)

57

Lampiran ke-1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP) SIKLUS I

SMP/ MTs : SMP NEGERI 1 SLAWI Mata Pelajaran : Bahasa Inggris

Kelas/ Semester : VII/ I

Pelaksanaan : 28 Juli dan 2 Agustus 2011 Alokasi Waktu : 4 X 40 Menit ( 2 kali pertemuan)

A. Standar kompetensi :

1. Memahami makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat.

B. Kompetensi Dasar :

1.1. Merespon makna yang terdapat dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur : menyapa orang yang belum/ sudah dikenal, memperkenalkan diri sendiri/ orang lain dan memerintah atau melarang.

C. Indikator :

1. Merespon ungkapan ungkapan memerintah 2. Merespon ungkapan-ungkapan melarang.

3. Menyebutkan dan menulis beberapa kosa kata terakit kata kerja harian, Animals sounds, Profession, Things In the classroom, Vegetables, Colors, dan Shapes.

D. Tujuan Pembelajaran : Pertemuan I

Pada akhir pembelajaran siswa dapat :

1. Merespon ungkapan ungkapan memerintah 2. Merespon ungkapan-ungkapan melarang.

3. Menyebutkan dan menulis beberapa kosa kata terakit kata kerja harian, Animals sounds, Profession, Things In the classroom, Vegetables, Colors, dan Shapes.

Pertemuan II

Pada akhir pembelajaran sisw

Gambar

Tabel 1
Tabel 2.
NoTabel 3.RentangJumlahPersentase
Gambar 5. Grafik peningkatan persentase hasil kuesioner
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan metode bermain peran ini bertujuan untuk meningkatakan dan mengembangkan minat siswa dan kemampuan inovasi profesional guru dalam pelaksanaan

Hubungan Efektivitas Pembelajaran dan Aktivitas Belajar Siswa secara bersama-sama dengan Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa. Keberhasilan pembelajaran

Melalui Penggunaan media berupa gambar liungkungan sehat siswa dapat menyebutkan perbedaan lingkungan sehat dan tidak sehat dengan cepat dan tepat E..

Pembelajaran aktif model Card Sort merupakan pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa, dimana dalam pembelajaran ini setiap siswa diberi kartu indeks yang berisi informasi

Hasil dari observasi aktivitas belajar siswa dilakukan pada saat siswa melakukan proses pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran aktif tipe index

Dengan menerapkan metode pembelajaran drill (latihan), maka peserta didik akan berperan aktif dan selalu terlibat secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar,

Berdasarkan Tabel dan Gambar grafik diatas diketahui hasil pengamatan aktivitas belajar PAI materi sholat wajib siklus II pada siswa kelas IV SD Negeri Mertan 01 tahun

Dari hasil pengamatan peneliti selama masa penelitian, penggunaan model pembelajaran Talking Stick pada kelas eksperimen lebih membuat siswa menjadi aktif, pada