BAB II
DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoretis
1. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar
Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Menurut Gagne dalam Slameto (1995) ciri-ciri
penting belajar adalah: (1) belajar adalah proses dimana
manusia dapat melakukannya, (2) belajar umumnya melibatkan
interaksi dengan lingkungan eksternal; dan (3) belajar terjadi
bila suatu perubahan atau modifikasi perilaku terjadi, dan
perubahan itu tetap dalam masa yang relatif lama pada
kehidupan individu. Gagne membagi ada dua jenis pengertian
belajar yaitu : (1) Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh
motivasi dalam pengetahuan, keter0mpilan, kebiasaan tingkah
laku, (2) belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Belajar adalah suatu proses perubahan kegiatan, reaksi
terhadap lingkungan. Perubahan dapat disebut belajar apabila
disebabkan tidak oleh pertumbuhan atau keadaan sementara
seseorang seperti kelelahan atau disebabkan obat-obatan.
Intinya bahwa belajar merupakan proses yang disengaja melalui
latihan atau pengalaman dalam pengetahuan, kecakapan,
tingkah laku dan keterampilan.
Dengan demikian terjadinya perubahan tingkah laku
dalam diri seseorang dapat disebut sebagai hasil belajar yang
diperoleh dari usaha belajar. Jadi, hasil belajar merupakan
pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai dan sikap yang
diperoleh seseorang setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Snellbecker (1974) menjelaskan bahwa ciri-ciri perubahan
tingkah laku yang diperoleh dari belajar adalah (a) terbentuknya
tingkah laku berupa kemampuan aktual maupun potensial, (b)
kemampuan itu berlaku dalam waktu yang relatif lama dan
kemampuan baru itu diperoleh melalui usaha.
Menurut Gagne (1975) belajar merupakan kegiatan yang
kompleks. Setelah mengikuti proses pembelajaran seseorang
akan memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan. Pencapaian
hasil belajar ini disebut kapabilitas. Kapabilitas diperoleh melalui stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang
menunjukkan pada informasi yang tersimpan dalam fikiran,
sedangkan keterampilan merupakan suatu tindakan atau tingkah
laku yang mampu diperlihatkan seseorang sebagai indikasi
penguasaannya terhadap keterampilan tersebut.
Menilai kapasitas seseorang sangat sukar dilakukan,
karena kapabilitas itu suatu yang tidak nyata dan tidak dapat
diukur. Simanjuntak dan Pasaribu (1983) mengatakan bahwa
kapasitas seseorang baru dapat diketahui kalau diberi
kesempatan kepada orang tersebut dan sesudah itu dilakukan
tes. Oleh karena itu yang selalu menjadi perhatian adalah
kesanggupan (ability) seseorang. Kesanggupan inilah yang diuji
setelah seseorang menjalani pembelajaran.
Umumnya hasil belajar hampir selalu dipakai sebagai
indikator keberhasilan pembelajaran. Dan hasil belajar umumnya
diukur dengan menggunakan tes baik formatif maupun sumatif
selama atau sesudah proses belajar berlangsung. Hasil ini sesuai
dengan pendapat Admidjaya (1980) yang mengatakan bahwa
hasil atau prestasi belajar adalah segala sesuatu yang
menggambarkan tingkat pencapaian belajar selama waktu
tertentu. Biasanya hasil belajar ini dapat dari penilaian yang
tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan penyelenggaraan
Harahap dkk (1979) menyatakan bahwa hasil belajar
adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan
kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan
pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang
terdapat di dalam kurikulum. Sedangkan Djamarah (1994)
mengatakan bahwa hasil belajar adalah penilaian pendidikan
tentang kemampuan siswa setelah melakukan aktivitas belajar.
Dari dua pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap
kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk-bentuk
angka-angka atau nilai.
Hasil yang akan dicapai melalui proses belajar merupakan
tujuan dari pembelajaran. Bloom yang dikutip oleh Slameto
(1988) mengemukakan taksonomi tujuan pembelajaran kepada
tiga lapangan (domain) yakni lapangan kognitif, afektif dan
psikomotor. Lapangan kognitif meliputi tujuan yang berhubungan
dengan berfikir, mengetahui dan memecahkan masalah.
Lapangan afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan
sikap, nilai, minat dan apresiasi. Lapangan psikomotor meliputi
tujuan-tujuan yang berhubungan dengan keterampilan manual
dan motorik.
Begitu juga Gagne dan Brigss (1978) mengemukakan
dalam lima kategori yaitu keterampilan intelektual, strategi,
kognitif, informasi verbal, kemampuan motorik dan sikap.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan yang
memungkinkan seseorang mengkonseptualisasikan
lingkungannya sehingga dengan keterampilan intelektual
seseorang tahu bagaimana mengerjakan sesuatu dengan
memanfaatkan pikirannya. Strategi kognitif merupakan semacam
keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan
tertentu bagi belajar dan berfikir. Ia merupakan proses internal
yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara
memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berfikir. Informasi
verbal yang sering juga disebut dengan pengetahuan verbal
adalah kemampuan yang berhubungan dengan mengingat
informasi yang diterima. Inofrmasi verbal diperoleh dari
kata-kata yang diucapkan orang, dari membaca, mendengar radio,
menonton TV, dan mengikuti media lainnya. Keterampilan
motorik yaitu kemampuan yang berkaitan dengan
aktivitas-aktivitas fisik seseorang, seperti bersepeda, mengendara mobil
dan sebagainya. Sikap dapat mempengaruhi tingkah laku
seseorang terhadap benda-benda, peristiwa-peristiwa atau
makhluk lainnya. Sikap mengacu kepada suatu tindakan dalam
Sedangkan Bloom dalam Zais (1971) mengklasifikasikan
hasil belajar dalam tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Romizowski (1981) membagi hasil belajar kepada
dua bagian yakni pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan
adalah semua informasi yang ditangkap oleh alat indera
seseorang dan selanjutnya tersimpan dalam otaknya.
Keterampilan adalah suatu aksi atau tingkah laku yang mampu
diperlihatkan seseorang sebagai tanda bahwa orang tersebut
mempunyainya.
Pembelajaran dan hasil belajar selain dipengaruhi faktor
internal siswa juga dipengaruhi faktor eksternal berupa faktor
lingkungan dan alat-alat yang digunakan dalam proses belajar
pembelajaran. Dalam hal ini termasuk sarana belajar dan
sebagainya.
Belajar dan hasil belajar memiliki hubungan timbal balik
yang sangat erat. Baik tidaknya proses belajar pembelajaran
dapat dilihat dari hasil penilaian yang didapatkan siswa
merupakan cerminan dari kualitas pembelajaran yang dilakukan.
Amidjaja (1980) mengatakan bahwa “Antara pengajaran dan
penilaian terdapat pengaruh timbal balik, prosedur tertentu
menuntut terselenggaranya program pengajaran yang sesuai.
Sebaliknya suatu pendekatan pengajaran dengan kekhususan
Dari uraian ini dapat dipahami bahwa proses belajar
melalui pembelajaran dan penilaian hasil belajar memiliki kaitan
erat. Baik tidaknya proses belajar pembelajaran dapat dilihat
dari hasil belajar siswa. Sebaliknya tinggi rendahnya hasil
belajar merupakan cerminan dari kualitas belajar dan usaha
pembelajaran yang dilakukan.
Untuk menunjukkan tinggi rendahnya atau baik buruknya
hasil belajar yang dicapai siswa ada beberapa cara. Satu cara
yang sudah lazim digunakan adalah dengan memberikan skor
terhadap kemampuan dan keterampilan yang dimiliki siswa
setelah mengikuti proses belajar tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, penulis
lebih cendrung kepada beberapa pendapat dalam mengambil
hasil belajar siswa yaitu Amidjaja (1980), Harahap (1979) dan
Djamarah (1994) yang menyatakan bahwa hasil belajar siswa
adalah penilaian tentang perkembangan dan kemajuan siswa
yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang
disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam
kurikulum yang dicapai selama waktu tertentu dan ditentukan
dalam bentuk angka-angka atau skor nilai.
Hasil belajar dikatakan baik apabila angka atau nilai yang
disebut jelek jika angka atau nilai yang diperoleh siswa termasuk
dalam kategori jelek.
2. Hakikat Efektifitas Pembelajaran Bahasa
Efektifitas pembelajaran bermanfaat untuk menghasilkan
tujuan pembelajaran yaitu menggunakan prosedur yang tepat
dalam pencapaian hasil belajar. Menurut Arends (1989) bahwa
terdapat empat karakteristik yang mempunyai tingkat paling tinggi
sebagai syarat efektifitas pembelajaran melalui mengajar efektif,
yaitu: (1) effective teachers have control of knowledge base that guides the art of teaching, (2) effective teachers have a repertoire of best pratice, (3) effective teachers have attitudes and skills for reflectiob and problem solving, (4) effective teacher consider learning to teach a life long process.
Keempat karakteristik tersebut di atas memberi penekanan
dalam pembelajaran efektif yaitu upaya penyadaran dan
penguasaan proses kegiatan belajar mengajar yang sistematik
untuk membantu seseorang melakukan kegiatan belajar mengajar
agar mereka mampu mengubah, mengembangkan, dan
mengendalikan sikap dan prilakunya yang bermanfaat bagi dirinya
dan lingkungannya secara efektif dan efisian.
Lowman dalam Centra (1987) mengusulkan model dua
dimensional (two dimensional model) untuk mencapai efektifitas
pembelajaran. Dimensi pertama disebut perangsangan intelektual
diajarkan dan bagaimana mengajarkannya.
Kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan untuk komunikasi yang jelas meliputi
isi yang akurat dan tuntas, kemampuan menganalisis,
mengintegrasikan, menerapkan, mengevaluasi informasi, dan
kemampuan untuk mengorganiser mata pelajaran. Keahlian teknik
berbicara-umum membutuhkan apa yang disebut
kemampuan-kemampuan tenaga pendidik seperti kemampuan-kemampuan menggunakan
suara, gerakan-gerakan tubuh, gerak-gerik untuk merangsang
perasaan, menghargai waktu dan kemampuan memusatkan energi
ke dalam prilaku mengajar. Dimensi kedua adalah mengadakan
hubungan antar orang (interpersonal rapport), mencaup kesadaran
tenaga pendidik tentang gejala perorangan dan kemampuan
berkomunikasi yang dapat menolong motivasi pebelajar, rasa
senang dan belajar mandiri.
Kegiatan pembelajaran yang diprogramkan guru merupakan
kegiatan integralistik antara guru dan peserta didik. Kegiatan
pembelajaran secara metodologis berakar dari pihak guru, dan
kegiatan belajar secara pedagogis terjadi pada diri peserta didik
(Rasyad, 2004). Situasi yang memungkinkan terjadinya belajar
mengajar yang optimal bila guru mampu menciptakan situasi
belajar (learning situation) sehingga peserta didik dapat
berinteraksi dengan guru secara intensive, berdasarkan agenda
yang telah diprogramkan guru. Situasi belajar mengajar akan lebih
hidup atau harmonis bila ditunjang dengan penggunaan metode
(2004) juga menjelaskan bahwa kegiatan belajar mengajar
melibatkan beberapa komponen yaitu: peserta didik, guru, tujuan
pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar yang digunakan,
media dan evaluasi. Dari pendapat tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa suatu kegiatan pembelajaran akan berlangsung
dengan baik apabila komponen-komponen pembelajaran lengkap
dan saling mendukung satu dengan yang lainnya.
Morisson, Ross dan Kemp (2001) bahwa terdapat empat
pertanyaan kunci untuk merencanakan kegiatan pembelajaran,
yaitu: 1) Untuk siapa program pembelajaran dikembangkan? 2) Apa
tujuan dari kegiatan pembelajaran tersebut? 3) Bagaimanakah
struktur isi materi pelajaran diajarkan? dan 4) Bagaimanakah
mengukur keberhasilan program pembelajaran?. Keempat faktor
tersebutlah yang menjadi komponen dasar – siswa yang belajar –
tujuan – metode, dan evaluasi – sebagai kerangka kerja untuk
mendesain sistem pembelajaran yang tepat.
Lebih lanjut, dinyatakan bahwa keempat komponen tersebut
saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Hubungan antara
keempat komponen dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Siswa Metode
Gambar 1. Komponen Dasar Desain Pembelajaran
Keberhasilan pembelajaran tidak selalu disertai dengan
keefektifan. Keberhasilan pembelajaran dikatakan efektif bila
terdapat keampuhan pelaksanaan pembelajaran sebagai usaha
untuk keseimbangan yang dinamis antara kualitas dan kuantitas
pembelajaran, Disamping keterbatasan sumber dana dan biaya
yang ada. Sebaliknya keberhasilan pembelajaran dikatakan tidak
efektif apabila pembelajaran itu tidak dapat mencapai sasaran.
Miarso (2004) mendefenisikan bahwa pembelajaran yang
efektif sebagai pembelajaran yang menghasilkan manfaat dan
bertujuan bagi siswa melalui pemakaian prosedur pembelajaran
yang tepat. Dune dan Wragg (1996) menjelaskan bahwa efektivitas
pembelajaran dalam praktek pembelajaran merupakan hal-hal apa
saja yang dilakukan oleh guru untuk membuat siswa belajar.
Selanjutnya Dune dan Wragg (1996) juga menjelaskan bagaimana
karakteristik suatu pembelajaran dikatakan efektif. Karakteristik
pertama, yaitu “memudahkan siswa belajar” sesuatu yang
“bermanfaat” seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep dan
bagaimana hidup serasa dengan sesama, atau sesuatu hasil belajar
yang diinginkan. Pengertian sesuatu “bermanfaat” memadukan isi
dan nilai sekaligus dalam pembelajaran. Keterampilan bukan
seseorang untuk mencuri boleh menurut pengertian tertentu
dilakukan dengan kemahiran tinggi, tetapi akan mengundang
celaan bukan pujian. Karakteristik kedua dari pembelajaran efektif
adalah bahwa keterampilan tersebut diakui bagi orang-orang yang
berkompeten menilai, seperti guru, pengawas, tutor dan
sebagainya.
Wotruba dan Wright dalam Miarso (2004) menjelaskan bahwa
ada tujuh indikator yang menjadi dasar sebuah pembelajaran
dikatakan efektif, yaitu, (1) pengorganisasian kuliah dengan baik,
(2) komunikasi secara efektif, (3) penguasaan terhadap materi, (4)
sikap positif terhadap peserta belajar, (5) pemberian ujian dan nilai
yang adil, (6) keluwesan dalam pendekatan dalam pengajaran, dan
(7) hasil belajar siswa yang baik.
Licio (1979) memandang pembelajaran efektif dapat dilihat
dari berbagai aspek, yaitu: 1) proses, 2) karakteristik guru, dan 3)
hasil. Pertama, proses pembelajaran menyangkut prilaku guru yang
dinilai berdasarkan standar penampilan, misalnya bagaimanakah
guru membuat perencanaan pembelajaran, menyajikan serta
mengevaluasi pembelajaran. Kedua, karakteristik guru berkaitan
dengan intelegensi, kesopanan, kefasihan berbahasa, kepribadian,
kesehatan, kejujurannya. Ketiga, kriteria hasil yakni tingkat
perubahan prilaku siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
Pada penelitian ini, keefektifan pembelajaran dari segi
proses. Depdikbud (1982) menjelaskan ada tiga komponen
kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam mengajar, yaitu:
1) kemampuan merencanakan pembelajaran, 2) kemampuan
melaksanakan pembelajaran, dan 3) kemampuan melaksanakan
hubungan antar pribadi. Mouly (1977) mengelompokkan
kemampuan guru menjadi, 1) mengarahkan dan memotivasi siswa,
2) memberikan pengalaman belajar, 3) mengembangkan
kepribadian siswa secara menyeluruh.
Berdasarkan uraian teori-teori di atas, maka dapat
disimpulkan yang menjadi indikator sebuah pembelajaran efektif
adalah, 1) merencanakan pembelajaran, 2) melaksanakan
pembelajaran, 3) evaluasi pembelajaran, 4) memotivasi siswa, dan
5) melaksanakan hubungan antar pribadi.
3. Hakikat Aktivitas Belajar Siswa
Dalam proses belajar mengajar siswa merupakan sasaran
pembelajaran. Sebab tujuan dari interaksi edukasi adalah
membimbing dan membantu siswa dalam perubahan tingkah laku.
Proses yang seperti ini dapat membantu dengan cepat untuk
mencapai tujuan yang dimaksud. OLeh sebab itu, siswa yang
belajar harus memiliki sikap mental dan bersungguh-sungguh,
tekun serta menutamakan mencari ilmu yang lebih penting.
Winkel (1996) menyatakan belajar pada manusia merupakan
lingkungannya dan yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan atau kemahiran yang sedikit banyaknya
permanent. Dengan demikian dalam belajar terdapat aktivitas fisik
dan psikis untuk merespon dan menyesuaikan diri dengan situasi
dan kondisi lingkungan sehari-hari.
Sekolah merupakan wadah untuk mengembangkan aktivitas.
Aktivitas siswa dalam belajar tidak cukup hanya mendengar dan
mencatat seperti yang lazim terjadi di sekolah-sekolah tradisional.
Diedrich dalam Sardiman (1990) menyebutkan aktivitas belajar
siswa meliputi hal-hal berikut ini, yaitu: (1) visual activities, yaitu aktivitas belajar yang termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan yang
yang dilakukan siswa membaca apa yang akan dipelajari,
memperhatikan terutama semua keterangan guru, memperhatikan
gambar-gambar yang didemonstrasikan, melakukan
percobaan-percobaan dan lain sebagainya, (2) Oral activites, yaitu kegiatan yang dilakukan siswa berupa merumuskan segala pernyataan
dalam belajar, bertanya terhadap apa yang dipelajari, memberikan
saran terhadap permasalahan yang sedang dikerjakan,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara diskusi dan
interupsi, (3) listening activities, yaitu kegiatan mendengarkan semua uraian yang disampaikan guru, percakapan, diskusi, musik
dan pidato. (4) Writing activities, yaitu kegiatan berupa menulisbaik cerita, angket, laporan, keterangan jurnal dan lain-lain.
peta, grafik, diagram dan lain sebaginya, (5) motor activities, yanitu kegiatan yang termasuk di dalamnya melakukan percobaan,
membuat konstruksi, model mereparasi, bermaian dan sebagainya,
(6) mental activities, yaitu kegitan berupa menanggapi, mengingat, memecahkan masalah, meramalkan, mengambil keputusan dan
sebaginya.
Purwanto (1997) menjelaskan ada dua jenis aktivitas siswa
yaitu: (1) centered instruction. Dalam aktivitas belajar seperti ini,
informasi terhadap masalah yang terjadi untuk diselesaikan banyak
sumber dari guru dan siswa baru melaksanakan aktivitasnya
setelah mendapat pengarahan, informasi, bimbingan dan tugas dari
guru. Bidang instruktur centered instruction ini meliputi : (a)
mengikuti pelajaran. Dalam pembelajaran terjadi interaksi multi
arah. Pada satu pihak guru yang mengajar dan dipihak lain siswa
yang belajar. Interaksi yang demikian ini menggambarkan peran
guru dan aktivitas siswa. Namun interaksi yang seperti ini sering
terjadi hanya padfa satu pihak saja. Walaupun pembelajaran di
tingkat menengah atas ini masih dimonopoli oleh guru akan tetapi
pemberian tugas kepada siswa menjadi suatu kewajiban sehingga
siswa dapat bekerja dan beraktivitas sendiri. (b) membuat catatan.
Dalam mengikuti pelajaran, siswa harus membuat catatan dengan
baik. Apa yang perlu dicatat adalah hal-hal pokok. (2) student
centered introduction. Interaksi seperti ini dimana seorang guru
masalahnya sendiri. Yang termasuk kedalam intraksi seperti ini
adalah belajar sendiri, belajar beregu, berkunjung keperpustakaan
dan juga membuat karya ilmiah atas bimbingan guru.
Jadi dengan melihat klasifikasi aktivitas belajar ini, maka
menunjukkan bahwa aktivitas belajar di sekolah tersebut cukup
kompleks dan bervariasi. Jika berbagai macam kegiatan ini dapat
dilakukan disekolah, tentunya sekolah akan lebih menjadi dinamis,
tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat dan
transformasi kebudayaan. Tetapi, sebaliknya ini semua merupakan
tantangan yang menuntut jawaban dari guru. Kreativitas dari guru
mutlak sangat diperlukan agar dapat merancang dan
merencanakan kegiatan siswa yang bervariasi.
B. Kerangka Berpikir
1. Hubungan Efektivitas Pembelajaran dengan Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa
Tujuan manusia untuk belajar adalah merubah prilaku,
terutama dari rasa tidak tahu menjadi tahu, dari kurang ajar
menjadi terpelajar dan sebagianya. Intinya tujuan belajar adalah
untuk berubah kearah yang lebih baik.
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang sangat
urgen dalam pelaksanaan pendidikan. Keberhasilan suatu lembaga
pendidikan dapat dilihat dari prestasi belajar siswa yang diperoleh
di lembaga tersebut. Prestasi yang baik akan menjadi ukuran
sebuah lembaga pendidika. Efektivitas dan efisiensi pembelajaran
adalah menjadi kunci utama keberhasilan program pendidikan yang
dilaksanakan oleh suatu lembaga.
Terkait dengan efektifitas pembelajaran, bahwa pembelajaran
yang efektif adalah apabila pembelajaran yang dilakukan guru
memberikan hasil yang baik bagi siswanya. Dalam pembelajaran
bahasa inggris di sekolah, pembelajaran yang efektif adalah
bagaimana meningkatkan kemampuan berbahasa inggris siswa,
baik dari segi reading, writing, listening, serta reading
comprehension. Hal ini yang menajdi tantangan bagi guru bahasa
inggris untuk dapat memaksimalkan segala fassilitas yang ada
guna meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
diduga terdapat hubungan yang positif antara efektifitas
pembelajaran dengan hasil belajar bahasa inggris siswa.
2. Hubungan Aktivitas Belajar dengan Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa
Aktivitas belajar siswa merupakan serangkaian kegiatan
dalam belajar yang melibatkan aktivitas fisik dan mental. Kegiatan
fisik seperti melakukan percobaan, membuat cacatan, meringkas
atau mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan oleh guru.
Kegiatan mental mencakup meramalkan, menanggapi pertanyaan
Jika dilihat dari uraian di atas, semua yang dilakukan oleh
siswa dalam belajar adalah sesuatu yang sangat menunjang
keberhasilan siswa dalam belajar. Aktivitas yang dilakukan dalam
belajar adalah positif sifatnya sepanjang masih dalam kontrol guru.
Melalui aktivitas belajar ini siswa akan kembali mengulang
pelajaran yang sudah diterima atau memantapkan kembali
teori-teori yang sudah diperolehnya. Dalam pembelajaran bahasa
inggris, banyak sekali aktivitas-aktivitas yang dapa dilakukan oleh
siswa, seperti berlatih conversation bersama dengan
rekan-rekannya pada saat atau usai jam pelajaran, atau menghafal
vocabulary untuk memperbanyak perbendaharaan kata-kata.
Melihat kompleksnya aktivitas belajar siswa tersebut, maka
sedikit banyak akan berpengaruh terhadap keberhasilan siswa
dalam belajar. Sehingga berdasarkan uraian di atas, maka diduga
terdapat hubungan yang positif antara aktivitas belajar siswa
dengan hasil belajar bahasa inggris siswa.
3. Hubungan Efektivitas Pembelajaran dan Aktivitas Belajar Siswa secara bersama-sama dengan Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa
Keberhasilan pembelajaran dikatakan efektif bila terdapat
keampuhan pelaksanaan pembelajaran sebagai usaha untuk
keseimbangan yang dinamis antara kualitas dan kuantitas
yang ada. Sebaliknya keberhasilan pembelajaran dikatakan tidak
efektif apabila pembelajaran itu tidak dapat mencapai sasaran.
Efektif atau tidaknya pembelajaran bergantung kepada
kemampuan guru di dalam merancang dan melaksanakan program
pembelajaran. Oleh sebab itu, perancangan program pembelajaran
tersebut harus dilihat apakan benar-benar dapat membuat siswa
belajar. Ada kalanya, program pembelajaran yang dirancang oleh
guru kurang melibatkan siswa dalam belajar. Pembelajaran
terkesan hanya satu arah saja. Siswa sebagai penerima dan guru
sebagai pemberi pelajaran. Dari hal seperti ini dapat dinilai bahwa
pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak efektif.
Keefektifan pembelajaran terkait erat dengan aktifitas belajar
siswa. Biasanya kedua variable ini mempengaruhi satu dengan
yang lainnya. Telah di jelaskan di atas, bahwa ukuran
pembelajaran efektif atau tidak adalah apakah pembelajaran yang
dirancang sudah mencapai sasaran yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka diduga terdapat hubungan
yang signifikan antara efektifitas pembelajaran dan aktivitas
belajar siswa secara bersama-sama dengan hasil belajar bahasa
inggris siswa.
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan deskripsi teoretis dan kerangka berpikir di atas,
1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan efektifitas
pembelajaran dengan hasil belajar bahasa inggris siswa.
2. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan aktivitas
belajar siswa dengan hasil belajar bahasa inggris siswa.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara efektifitas
pembelajaran dan aktivitas belajar siswa secara